My true love
“TEMAN LESBI DARI CHATTING”. Sepeninggal Mbak Lina kembali ke Jakarta, karena
masa cutinya sudah habis, aku mulai masa avonturirku sebagai seorang lesbian.
Bukan berarti aku sudah tidak berhubungan lagi dengan Mbak Lina, aku masih
sering menelepon dia, bahkan liburan semester kemarin, aku main ke tempatnya di
bilangan Menteng.
Sejak itu aku berusaha mengenal komunitasku di Jogja, dan akhirnya aku menemukan
apa yang aku cari, perkumpulan lesbian di Jogja. Aku tidak menyangka akan
menemukannya dalam kondisi Jogja yang serba adem ayem, gemah ripah loh jinawi.
Aku pun menemukannya secara tidak sengaja. Waktu itu malam Minggu, aku
jalan-jalan menikmati indahnya Jogja, kemudian aku mampir di sebuah Kafe “J”
yang lumayan jauh dari pusat keramaian. Yang membuatku tertarik tempat itu
kelihatan ramai karena pengunjungnya banyak. Lalu aku pun segera memesan minuman
ringan dan makanan, sambil menunggu pesanan mataku menyapu seluruh ruangan,
hampir semua pengunjung kafe ini adalah perempuan dan menurut perkiraanku mereka
rata-rata masih mahasiswa.
Tiba-tiba seorang gadis yang baru datang menyapaku,
“Hi, boleh duduk semeja nggak?” sapanya lembut, aku terperangah, aku mengagumi
kecantikannya sampai-sampai aku lupa menjawab sapaannya.
“Eh.. oh.. boleh.. boleh koq,” jawabku.
“Mmm.. sendirian aja nih malem Minggu gini..”
“Eh.. iya, nggak ada yang bisa di ajak sih,” jawabku sekenanya.
“Yee.. garing donk, eh iya lupa, kenalkan.. aku Yanti,” katanya sembari
mengulurkan tangannya, aku pun menyambut tangannya dengan ragu-ragu.
“Bunga..”
“Wow, what a pretty name..”
“Thanks.. by the way kamu koq juga sendirian saja? Nggak bawa gandengannya?”
“Yee.. kita khan masih single, masih nyari, abis nggak ada yang cocok seeh,”
Aku mulai tertarik kepada Yanti, orangnya enak diajak ngobrol dan juga dia
cantik, postur tubuhnya hampir sama denganku, hanya saja dadanya lebih kecil
dariku. Aku sempat memperhatikannya, dadanya berguncang-guncang ketika kami
berdua tertawa, mungkin dia tidak pakai BH, pikirku. Yanti mengenakan paduan
antara rok mini, t-shirt dan jaket tapi meski kelihatan sederhana kesannya tetap
modis.
Setengah terkejut aku baru menyadari kalau dari tadi Yanti menggosok-gosokkan
kakinya ke kakiku sambil melemparkan senyum nakalnya.
“Eh Bunga, boleh nggak aku nanya?” aku hanya mengangguk saja.
“Mmm.. kamu udah punya pacar belom sih.. malem Minggu kini masa sendirian aja.”
“Belum tuh.. emang kamu ada kenalan yang cocok buat aku,” godaku.
Eeh, dianya malah ketawa-ketiwi, jadi sebel aku.
“Nah.. gimana kalo kamu saja yang jadi pacarku saja Yan.. kayaknya kita klop
deh,” godaku lagi.
“Yee.. siapa takut,” jawabnya sambil mencubit tanganku.
Yanti kemudian berdiri, kemudian segera menggandeng tanganku dan beranjak menuju
toilet, lalu kami berdua masuk ke salah satu bilik toilet.
“Yan.. mau ngapain sih?”
“Sstt..” katanya sambil menempelkan jari telunjuknya ke bibirku.
Kemudian dia mendudukkanku di atas toilet, belum sempat aku berkata apa-apa
langsung saja dia duduk di atas pangkuanku dan mendaratkan bibirnya yang lembut
ke atas bibirku. Aku sempat terkejut, tapi aku kemudian mulai menikmatinya, aku
pun membalas melumat bibirnya dengan penuh nafsu. Tanganku bergerak turun
meremas pantatnya, Yanti memelukku dengan erat, lidah kami saling berpilin dan
beradu. Tanganku mulai merambat naik dan mulai menyusup ke balik kaos ketatnya,
dan benar dia tidak memakai BH rupanya, sehingga aku pun dengan mudah bisa
memilin dan mempermainkan puting susunya yang terasa tegang. Beberapa lama
kemudian nafasnya mulai memburu dan dia berusaha meremas-remas payudaraku. Yanti
pun mulai mengeluarkan desahan-desahan yang cukup keras, “Ahh.. shh.. augghh..”
desahnya. Dengan sigap aku membungkam mulutnya, “Yanti.. lebih baik jangan di
sini, aku takut nanti..” belum sempat aku merampungkan kata-kataku, Yanti
mengecup bibirku dengan lembut kemudian berdiri dari pangkuanku. Setelah kami
membetulkan pakaian, kami pun beranjak pergi.
Kami pun keluar dari toilet, lalu melewati sekelompok cewek yang sedang
bersendau gurau di ujung ruangan. Tiba-tiba ada yang ngomong, “Yanti..! ee Yanti
sombong banget sekarang, mentang-mentang udah punya gandengan baru.. huu..”
mereka menyoraki kami. Yanti pun berbalik sambil menunjukkan jari tengahnya ke
arah mereka, sambil tertawa, “F*** (edited) you girls.. hi.. hi.. hi, emang
nggak boleh apa!” jawabnya sambil berlalu bersamaku keluar dari kafe. Aku baru
sadar kalau tadi aku masuk ke kafe yang sering dijadikan tempat kencan dan
tempat ngumpul lesbian di Jogja.
Yanti pun terus menggandengku, menyusuri jalan di pusat keramaian Jogja.
Sepanjang perjalanan Yanti tidak berhenti bicara, terkadang dia melontarkan
“joke-joke”-nya yang agak porno, aku pun cuma tersenyum saja. Tiba-tiba hujan
turun dengan derasnya, kami kemudian naik becak yang kebetulan ada di dekat
situ. “Gang **** (edited), Pak!” kata Yanti sambil menggandengku masuk menaiki
becak. Selama perjalanan Yanti menyandarkan kepalanya ke pundakku, aku pun
melingkarkan tanganku ke pinggangnya, kupeluk erat tubuhnya, aku merasakan
tubuhnya memberiku kehangatan yang mampu mengurangi rasa dinginnya malam. “Kiri
Pak!” kata Yanti sambil bergegas turun, tampaknya hujan agak sedikit reda.
Ternyata kami turun di depan sebuah rumah yang cukup megah dan terkesan agak
ramai, karena sesekali kudengar tawa seseorang di dalam. Dan kupikir ini adalah
semacam kos-kosan putri atau rumah kontrakan.
“Yan.. kamu kos di sini?” tanyaku.
Yanti cuma senyum-senyum, kami pun masuk ke dalam rumah.
“Ayo masuk.. nggak usah malu-malu, anggap saja rumah sendiri.”
Aku pun kemudian masuk ke dalam dan duduk di ruang tamu, sementara Yanti masuk
ke dalam, tak lama kemudian dia keluar lagi dengan membawa segelas minuman
untukku.
“Eh Bunga.. aku ganti baju dulu yah.. basah nih entar masuk angin lagi.”
Aku cuma mengangguk. Dia pun segera berlalu dari hadapanku. Dan hujan pun
tampaknya kembali turun dengan derasnya. Wah sudah malam nih, pikirku, mana
hujan deras lagi. Tak lama kemudian Yanti pun keluar dan.. ya ampun dia hanya
mengenakan celana dalam saja, mungkin dia sudah gila, pikirku, bagaimana kalau
ada orang lain yang melihat, kataku dalam hati. Mataku tertumbuk pada sepasang
gundukan kembar yang padat berisi dan seakan memanggilku untuk mengulum dan
menghisapnya.
“Bunga.. santai saja, ini rumahku kok! Anak-anak kos itu tinggalnya di belakang,
mereka nggak jadi satu denganku, masuknya juga nggak lewat pintu utama, tapi
lewat pintu sebelah rumah.. Mmm di rumah juga nggak ada orang, soalnya aku yang
mengelola rumah kos ini. Papa sama mama tetap tinggal di Jakarta, dan juga
pembantu rumah tangga cuma datang dari pagi sampe sore aja, abis itu pulang!”
katanya sambil melemparkan senyum nakalnya.
“Bunga.. hujan deras gini.. kamu nggak usah pulang yah! Kamu nginep aja di sini,
lagian udah malam, nggak baik cewek pulang malam-malam,” katanya dengan genit.
Yanti kemudian duduk di sebelahku, dengan manjanya dia melingkarkan tangan
kanannya ke pinggangku, sedang kepalanya ia sandarkan ke bahuku.
“Bunga.. aku udah ngantuk nih, bobok yuk!” katanya manja, aku hanya diam saja.
Dia beranjak pergi sambil menggandeng tanganku menuju kamarnya. Aku hanya
menurut saja karena aku memang sebenarnya juga sudah ngantuk. Aku pun
mengikutinya masuk ke dalam kamarnya yang cukup luas dengan ranjang yang rasanya
terlalu lebar untuk dipakai seorang diri. Tanpa canggung kulepas pakaianku
sehingga aku pun hanya memakai celana dalam saja, dan aku melihat noda basah di
celana dalamku, rupanya tadi aku cukup terangsang sampai-sampai celanaku basah.
Yanti terpaku menatap tubuhku, matanya tertuju pada kedua payudaraku yang cukup
padat dan kencang. “Yan.. lho.. kamu kok malah bengong, katanya ngajakin bobok,
udah gih sono bobok, aku juga udah ngantuk,” kataku. Kurebahkan tubuhku di
samping tubuhnya sambil membelakanginya, tiba-tiba kedua tangannya mendekap
tubuhku dari belakang. Yanti mulai menciumi punggung dan tengkukku, membuatku
geli. Sementara kedua tangannya tak henti-hentinya memilin kedua puting susuku
sampai tegang. Tanpa sadar aku pun mulai mengeluarkan lenguhan-lenguhan panjang
karena keenakan.
“Aaahh.. sstt.. oouughh..” lenguhku.
“Yantii.. uuh.. kamu jahat banget.. ouch.. awas kamu..”
Aku pun membalikkan tubuhku. Belum sempat aku bicara, bibir Yanti yang padat
membungkam mulutku, dia memelukku dengan erat, dia terus menciumiku dengan penuh
nafsu, sampai-sampai aku sulit bernafas. Karena Yanti tak juga mengendurkan
pelukan serta ciumannya. Aku tak tahan lagi, langsung saja kucubit dengan keras
kedua puting susunya yang tampak sangat tegang dan mengeras.
“Ouch.. ih jahat banget.. kok maen kasar sih,” protes Yanti.
“Yee.. kamu duluan tuh yang kasar, aku kan belum siap,” kilahku.
“Tapi kan.. punyaku jadi sakit.. jahat!” kata Yanti dengan marah.
Dia membalikkan tubuhnya membelakangi tubuhku. Tampaknya dia marah, aku pun
mendekatinya, kupeluk tubuhnya dari belakang.
Yanti hanya diam saja, dia tidak memberikan perlawanan, mungkin dia benar-benar
marah, pikirku. Kucium tengkuknya dengan penuh kelembutan, dan dia masih tidak
bergeming sedikitpun. Tanganku mulai merambat naik ke dadanya, kubelai kedua
puting susunya dengan lembut. “Yanti.. masih sakit ya.. Emm.. maafin aku ya..
aku khan tadi cuma becanda.. please.. jangan marah gitu donk.” Yanti tidak juga
menjawab, yang kudengar hanyalah nafasnya yang mulai memburu. Tanpa ba bi Bu
langsung saja kubalikkan tubuhnya sehingga terlentang, kemudian kutindih
tubuhnya dengan tubuhku. Yanti memejamkan matanya ketika hembusan hangat nafasku
menyapu wajahnya, dia tampak pasrah padaku. Kedua dada kami saling berimpit, aku
bisa merasakan detak jantungnya yang berdetak tidak karuan, nafasnya mulai
tersenggal-senggal, kulumat bibirnya yang indah dengan bibirku tanpa memberinya
kesempatan sedikitpun untuk membalas perbuatanku. Yanti tidak tahan lagi, dia
pun melingkarkan kedua tangannya ke leherku, lidah kami saling bertemu dan
berpilin. Sejenak mulai tercium olehku aroma khas kewanitaan yang mulai menyebar
di udara, dan tampaknya Yanti pun sudah begitu terangsang, pinggulnya mulai
bergoyang-goyang, dan juga ia berusaha menggesek-gesekkan selangkangannya ke
tubuhku. Aku pun merasakan hal yang sama dan aku sudah tidak tahan lagi, maka
aku pun melepaskan diri dari pelukannya. Segera saja kulepas celana dalamnya,
juga celana dalamku yang tampak basah. Begitu kulepas celana dalamnya, jelas
tercium olehku aroma khas kewanitaan menusuk hidungku, ini semakin membangkitkan
gairahku.
Yanti menjerit tertahan ketika aku menjilat serta mengulum klitorisnya,
kemaluannya terasa asin, manis serta gurih di lidahku. Kedua tangan Yanti
menahan kepalaku agar aku tetap menjilati kemaluannya. “Oouughh.. aakh.. Bunga..
geli banget.. sshh.. terus.. enak koq.. aahh..” Yanti meracau tidak karuan.
Tiba-tiba dia berhenti meracau, pinggulnya terangkat, dan aku sempat melihat
mimik wajahnya yang seakan menahan kenikmatan yang tiada tara, dan akhirnya
pinggulnya mengejang serta aku merasakan kemaluannya semakin basah dan basah.
Setelah mengejang beberapa kali akhirnya ia pun terkulai lemas di ranjang sambil
mulai mengatur nafasnya yang tidak menentu. Kuambil tisyu untuk membersihkan
kemaluannya yang basah. Yanti masih tidak berani menatapku, dia balikkan
tubuhnya membelakangiku. Tampaknya dia lelah, pikirku, atau mungkin dia masih
marah padaku. Kududuk di samping tubuhnya yang tergolek lemas, kubelai rambutnya
yang indah tergerai. “Yanti.. mm.. kamu masih marah nggak sama aku?” Yanti tidak
menjawab, dia hanya menggeleng pelan. Akhirnya aku pun bisa bernafas lega,
akhirnya dia tidak marah lagi padaku. Kumatikan lampu, kemudian kubaringkan
tubuhku di samping tubuhnya, aku pun merasa lelah. Tiba-tiba Yanti membalikkan
tubuhnya dan memelukku dengan manja. “Bunga.. I love you,” katanya sambil
mengecup bibirku. Yanti pun tertidur dalam pelukanku.
Semenjak itu kami menjadi sepasang kekasih, dalam hatiku aku percaya bahwa dia
adalah cinta sejatiku. Niat kami untuk hidup bersama sebagai sepasang kekasih
akhirnya tercium juga oleh kedua orangtuanya. Begitu mengetahuinya, mereka
langsung ke Jogja dan menemui kami berdua. Mereka berpikir bahwa niat kami
tersebut terlalu mengada-ada, apa kata masyarakat sekitar nanti, kata mereka.
Mereka menanyakan kesungguhanku untuk hidup bersama anak gadis mereka. Aku tahu
mereka tidak ingin anak gadis mereka disia-siakan hidupnya olehku. Mereka
tergolong orang yang moderat, sehingga ketika mereka tahu benar akan
kesungguhanku, mereka merestui hubungan kami berdua dengan berbagai syarat yang
aku sendiri merasa kewalahan untuk memenuhinya. Tapi bagiku itu tidak mengapa,
selama aku bisa bersama dengan Yanti, kekasih yang kucintai. Persetan dengan
petualangan cintaku, pikirku. Yanti adalah seorang gadis yang manja, meski
usianya tiga tahun lebih tua dariku. Ia baru saja lulus dari sebuah perguruan
tinggi swasta di Jogja, tapi ia masih menganggur, katanya ia masih ingin
menikmati masa mudanya.
Aku bukan cewek butch (tomboy), aku lebih cenderung bersifat femme, tapi Yanti
justru menyukai cewek yang menonjolkan sisi feminisnya. Baginya, cewek “butch”
sama kasarnya dengan cowok, terus kalau begitu apa bedanya “butch” sama cowok,
kata dia.
Kini kami adalah sepasang kekasih yang memadu cinta. Selama aku hidup bersamanya
dia tidak pernah mengekang keinginanku, bahkan dia tidak melarangku untuk
bercumbu dengan wanita lain, asalkan aku hanya memberikan cintaku untuknya.
Betapa luhur hatinya, dan aku berjanji tidak akan mengecewakannya.
Kisah ini kutulis atas persetujuan Yanti, sekedar untuk dijadikan bahan kajian,
bahwasanya kami, di antara sesama kaum wanita juga bisa tumbuh cinta yang
sejati, bukan hanya cinta yang berdasar atas nafsu dan emosi.
TAMAT
Antara birahi dan gairah - 4
Winny sendiri memakai kaos putih agak tipis yang biasa saja dan berlengan panjang serta memakai bra berwarna putih. Hanya saja kalau dia mengangkat kedua tangannya ke atas maka pusarnya akan kelihatan. Dia memakai rok panjang jeans biru dengan belahan selutut di samping kanan kirinya. Dia memakai rok tersebut dengan tanpa memakai celana dalam.
Dia juga telah menyiapkan baju biru berlengan panjang dengan celana jeans hitam untuk dipakai Hanna. Hanna kemudian memakainya tanpa memakai pakaian dalam.
"Berani sekali kamu." komentar Kiky yang juga tidak memakai celana dalam.
"Nggak apa-apa. Kan sudah malam. Kita makan dulu ya? Lapar nich. Dari siang kan kosong. " kata Hanna sambil menepuk perutnya.
"Iya. Ya. Kita kan dari tadi hanya saling 'makan' tubuh kita." tambah Winny sambil tersenyum yang juga disambut senyuman juga oleh Kiky dan Hanna.
"Ayolah." kata Kiky.
Kemudian mereka keluar dari kost setelah sebelumnya berpamitan kepada salah satu teman kost. Mereka bertiga makan di warug Bakmi Goreng di pinggir jalan Kaliurang. Kebetulan warung tersebut sepi.
Pada waktu makan Hanna menceritakan pengalamannya ketika bercumbu dengan sesama wanita. Pada waktu itu dia sedang bermasturbasi di kamar rumahnya. Salah satu tangannya masuk ke dalam celana dalam. Pakaian satu-satunya yang masih dia pakai. Tahu-tahu kakaknya sudah berada di belakangnya. Kakaknya menawarkan bantuan untuk memuaskannya. Hanna menolak. Tapi kakaknya yang berusia 25 tahun itu memaksa. Kakaknya telah membuka sendiri pakaiannya sampai tinggall pakaian dalam.
Akhirnya Hanna menuruti kemauan kakaknya setelah kakaknya berjanji untuk melakukannya hanya satu kali ini saja. Setelah peristiwa itu malah Hanna yang ketagihan dan sering saling memuaskan bersama kakaknya. Bahkan tadi disamping pamit ke rumah, dia juga minta kakaknya untuk datang bergabung. Tapi ternyata kakaknya ada acara lain.
Setelah itu giliran Winny yang bercerita. 6 bulan yang lalu Winny kost di tempat sebelumnya. Selama beberapa hari pertama Winny tidak mengalami hal yang aneh-aneh. Ketika hari ke tujuh dalam tidurnya Winny merasakan ada yang melucuti pakaiannya. Winny terbangun dan tetap terpejam. Selama beberapa detik Winny merasakan tangan-tangan yang menggerayangi tubuhnya itu adalah tangan cowoknya. Winny baru setengah sadar ketika dia tahu bagaimana mungkin cowoknya bisa masuk ke kamarnya yang terkunci dari dalam.
Winny baru sepenuhnya sadar ketika kedua payudaranya bergesekan dengan kedua payudara lain. Winny membuka matanya. Dilihatnya ibu kostnya yang hampir berusia kepala lima itu menidihinya. Dengan sekuat tenaga dia mendorong tubuh ibu kostnya sambil marah-marah.
Malam itu juga dia pergi dari kostnya dan menginap sementara di kost cowoknya. Beruntung yang punya kost mau tahu dengan masalahnya. Esoknya ditemani cowoknya dia mencari kost baru. Ketemulah kost yang sekarang dia huni. Dan terjadilah peristiwa tadi pagi karena dia entah kenapa menjadi terangsang dengan tubuh Kiky yang yang penuh busa sabun. Kiky juga menambahi bahwa dia tertarik dengan Winny yang melepas pakaian dalamnya sambil meliuk-liukkan tubuhnya seperti goyangannya Inul.
Akhirnya mereka bertiga selesai makan dan beruntung masih ada bus kota yang masih jalan. Rencananya mereka bertiga akan berjalan saja menunu rumah Asti sambil menikmati suasana malam di kawasan UGM. Mereka bertiga sampai di rumah Asti ketika jarum jam tangan Winny menunjukkan pukul setengah sembilan lebih lima menit. Kiky segera mengambil kunci pintu masuk yang disembunyikan Asti di bawah kaki kursi bambu. Mereka bertiga masuk rumah setelah Kiky membuka pintu rumah Asti.
Begitu masuk terdengar desahan-desahan kenikmatan dari sebuah kamar. Mereka bertiga setengah berlari menuju ke kamar itu. Di dalam kamar terdapat sebuah spring bed besar. Di atas spring itu Asti dan Dian tidur saling berpelukan dan saling menyilangkan kedua kaki untuk bergesekan vagina. Mereka berdua menghentikan permainannya ketika ada yang datang.
"Wah. Bawa teman ya?" kata Asti.
"Iya." jawab Kiky yang melongo begitu juga dengan Winny dan Hanna.
"Kok bengong sich. Ayo lepas semua pakaian kalian." kata Dian yang melepaskan pelukan Asti. Dia kemudian duduk di samping Asti yang masih tiduran miring.
Perkataan Dian membuat mereka bertiga cepat-cepat melepas semua pakaian yang dipakai. Winny terlebih dulu naik ke atas spring bed dan menghampiri Dian yang duduk mengangkangkan kedua kakinya. Winny langsung menghisap vagina Dian dengan lidahnya. Sedangkan Kiky masih berdiri dan meremas-remas sendiri kedua payudaranya.
Hanna juga naik ke atas spring bed lalu duduk di belakang Dian dengan kedua kaki dikangkangkan juga. Dari belakang dia menggesekkan kedua payudaranya. Asti bangkit dari tidurnya. Dari samping kiri dia menjilati wajah Hanna. Kedua bibir mereka berdua akhirnya bertemu dan terjadilah perang lidah.
Asti dan Hanna saling berjilatan lidah di belakang punggung Dian. Tangan kiri Hanna dari belakang meremas payudara kiri Dian yang saling berjilatan lidah juga dengan Winny yang pindah ke samping kiri Dian. Kiky ikut naik ke atas spring bed. Dihisapnya vagina Dian dengan lidahnya. Tangan kiri Dian meremas payudara kanan Winny. Sedangkan tangan kanannya berusaha meraih payudara kiri Kiky dan meremasnya.
Asti kemudian maju ke samping kanan Dian. Dia lalu menjilati leher Dian bersamaan dengan Winny yang juga menjilati leher Dian dari samping kiri Dian. Keduanya secara bersamaan pula menghisap payudara Dian. Asti menghisap payudara kanan Dian dan Winny menghisap payudara kiri Dian. Sedangkan Kiky masih menghisap vagina Dian dengan lidahnya dan Hanna dari belakang Dian menggesekkan kedua payudaranya ke punggung Dian.
Asti dan Winny lalu menghampiri Hanna menelentangkan tubuh Hanna. Asti lalu menghisap vagina Hanna dengan lidahnya diantara kedua kaki Hanna yang mengangkang. Sedangkan Winny saling berciuman dengan Hanna sebentar untuk kemudian Winny duduk di atas kepala Hanna. Hanna lalu menghisap vagina Winny dengan lidahnya. Sedangkan Dian dan Kiky menghisap kedua payudara Winny. Dian menghisap payudara kanan Winny dari samping kanan dan Kiky menghisap payudara kiri Winny dari samping kiri.
Dian kemudian mengambil beberapa buah dildo dari dalam tasnya. Lalu dia memasukkan salah satunya ke vaginanya dan dari belakang Kiky pelan-pelan dimasukkan ke lubang pantat Kiky. Kiky terkejut dan menghentikan dalam menghisap payudara kiri Winny. Dia agak berontak dan dari belakang kedua tangan Dian meremas kedua payudara Kiky.
Sedangkan Asti mengambil salah satu dildo dan memasukkannya ke vaginanya dan duduk di atas vagina Hanna sekaligus memasukkan dildo tersebut ke vagina Hanna. Salah satu tangannya juga mengambil sebuah dildo lagi dan dengan tangan kirinya mengocok vagina Kiky dengan dildo tersebut. Dia mengambil sebuah dildo lagi dan dengan tangan kanannya memasukkan dildo tersebut ke lubang pantat Winny yang sedang berciuman dengan Hanna
Akhirnya pergumulan mereka berlima satu sama lain selesai. Mereka berlima heran dengan birahi dan gairah mereka berlima yang begitu tinggi yang membuat mereka bisa saling memuaskan satu sama lain selama hampir lima jam.
Tanpa diminta Dian yang masih telanjang begitu juga dengan yang lainnya lalu menceritakan tentang dirinya ketika diperkosa dua kakak kelas satu sekolah yang lesbi ketika masih sekolah di sekolah yang lama. Sebetulnya bukan diperkosa. Karena Dian tidak merasa kesakitan bahkan mengalami kenikmatan. Waktu itu Dian masih kelas 1 SMP dan menjalani masa perkenalan siswa baru. Rupanya Dian diincar oleh pasangan lesbi itu. Ketika bubaran sekolah Dian menunggu jemputan. Sampai sekolahnya sepi, dia masih belum dijemput. Tahu-tahu Dian diseret mereka berdua masuk ke dalam kamar mandi sekolah. Keduanya melucuti semua pakaiannya termasu pakaian dalamnya sampai telanjang.
Dari depan dan belakang mulut dan kedua tangan mereka berdua menggerayangi tubuhnya. Dian sendiri karena sebagai siswa baru masih takut. Dian hanya menuruti kemauan mereka berdua. Sejak saat itu mereka bertiga sampai setahun sering masuk ke kamar mandi sekolah dan melakukannya kembali. Walaupun sekedar meremas kedua payudara dari luar atau tangan masuk ke celana dalam untuk membelai vagina dan jari mengocok vagina. Atau sekedar berciuman. Mereka bertiga berani melakukan hal yang lebih jebat lagi sampai telanjang di salah satu rumah mereka bertiga ketika sepi.
Mereka bertiga kepergok guru oleh seorang guru yang sebetulnya mereka bertiga mengagumi guru tersebut yang meskipun sudah berusia sekitar 45 tahun tetapi masih kelihatan merangsang birahi dan gairah. Mereka bertiga waktu itu tidak kuat menahan birahi sehingga tidak sadar kalau sudah telanjang dan membuat curiga guru tersebut yang mendengar desahan-desahan aneh dari dalam kamar mandi sekolah.
Mereka bertiga langsung disidang dan dikeluarkan dari sekolah yang membuat Dian pindah di sekolah yang sama dengan Kiky dan Asti. Sedangkan pasangan lesbi kakak kelas sekolahnya itu pindah ke kota lain.
Cerita Dian membuat gairah Kiky, Winny, Asti dan Hanna naik. Tanpa dikomando mereka berempat serentak menyerbu Dian. Kembali Dian mengalami 'perkosaan' yang menggairahkan. Permainan yang panas berlanjut sampai akhirnya mereka berlima kelelahan dan tertidur.
Pagi itu yang pertama kali bangun adalah Hanna. Matanya begitu terbuka langsung tepat mengarah ke jam dinding di kamar Asti itu. Pukul sembilan kurang beberapa menit lagi.
"Waah. Kita telat." teriak Hanna yang kaget yang membuat teman-temannya bangun.
"Nggak usah masuk sekolah ah. Capek nich." kata Winny.
"Ya. Tapi salah satu beli sarapan dong." kata Kiky.
"Aku saja." kata Hanna sambil bangkit dari spring bed.
"Mari. Kutemani." kata Winny yang kemudian mengikuti Hanna masuk ke kamar mandi yang berada di kamar itu itu juga untuk membersihkan tubuh.
Sementara yang lain membereskan kamar Asti yang berantakan. Sebentar kemudian Winny dan Hanna telah keluar dari kamar mandi dan berpakaian untuk membeli sarapan. Sambil menunggu sarapan Kiky dan Asti juga mandi. Dian mau menyusul, tapi mendadak HPnya berbunyi. Dia mengurungkan niatnya. Dia selesai berbicara dengan yang mengcallnya ketika Kiky dan Asti selesai mandi.
"Siapa?" tanya Kiky sambil memakai pakaiannya tanpa memakai pakaian dalam.
"Mantan kakak kelasku yang lesbi itu datang ke Yogya." jawab Dian.
"Trus?" tanya Kiky lagi.
"Mereka berdua kuundang kesini."
"Wah. Asyik dong." kata Asti yang juga telah memakai pakaiannya.
"Tambah ramai lagi dengan kakakku yang tadi kutelepon dan kuminta datang." kata Hanna yang ternyata sudah berada di depan pintu kamar dan mendengar pembicaraan mereka bertiga.
"Masih ditambah mantan ibu kostku yang juga kutelepon." kata Winny yang memeluk Hanna dari belakang sambil melepas semua kancing baju yang dipakai Hanna.
"Sarapan dulu ah." kata Hanna sambil menghindar dari kedua tangan Winny yang telah berhasil melepas semua kancing baju yang dipakainya.
Dia keluar dari kamar dan menuju ruang makan dimana dia menaruh sarapan hasil belanjaannya dengan Winny. Dia sengaja tidak mengancingkan kembali baju yang dipakainya. Dibiarkannya baju yang dipakainya terbuka.
"Kalian sarapan duluan dech. Aku mandi dulu." Kata Dian yang dari tadi masih telanjang. Dia lalu menuju ke kamar mandi. Winny yang birahinya naik lagi mencoba menyusul Dian. Dia dicegah oleh Kiky dan Asti.
"Udah ah. Sarapan dulu." Kata Kiky dan Asti hampir bersamaan sambil menarik kedua tangan Winny. Mereka bertiga menyusul Hanna yang telah sarapan nasi bungkus terlebih dahulu.
Beberapa menit kemudian Dian juga menyusul sarapan hanya dengan melilitkan handuk di tubuhnya. Hanna yang telah selesai makan kemudian naik ke atas meja makan dan meliuk-liukkan tubuhnya sambil melepas baju yang dipakainya.
Ting.. Tong..
Mereka berlima menuju ruang tamu termasuk Hanna yang memakai bajunya kembali. Ternyata yang datang adalah kakak Hanna. Bersamaan dibelakangnya jarak lima langkah adalah mantan ibu kost Winny. Seperempat jam kemudian kedua mantan kakak kelas Dian yang lesbi juga datang sambil membawa seorang cewek lagi dari sekolahnya yang baru yang pada awalnya mendapat perlakuan yang sama dengan perlakuan yang didapat Dian.
Mereka semua lalu menonton VCD yang berjudul Boob Bowl yang dibintangi oleh Danni Ashe dan model-modelnya. Mereka menonton VCD yang dibawa oleh kakak Hanna itu di ruang keluarga. Mereka semua memulai lagi permainan dari situ. Permainan yang lebih dahsyat yang membakar birahi dan gairah mereka semua sampai keesokan paginya. Sampai adanya sesuatu yang mengagetkan dan mengejutkan. Yang penulis sendiri bingung untuk melanjutkannya.
Barangkali ada pembaca yang mau membuat lanjutannya. Silahkan berkorepondensi melalui e-mail. Aku berharap ada kaum lesbi yang berminat untuk kulihat aksinya dalam bercumbu secara langsung untuk kutuangkan ke dalam bentuk cerita.
TAMAT
Antara birahi dan gairah - 3
Permainan mereka berdua semakin panas. Sesekali Hanna menaikkan tubuhnya kembali dan menggesekkan kedua puting payudaranya ke kedua puting payudara Kiky. Ditambah dengan remasan kedua tangan Kiky pada pantat Hanna. Didorongnya juga pantat Hanna ke atas dan ke bawah yang membuat vagina mereka berdua semakin keras bergesekan.
Lalu Hanna memelorotkan tubuhnya ke bawah. Dihisapnya payudara kiri Kiky sambil diremasnya. Mulutnya menjelajah lagi ke bawah. Dijilatinya pusar Kiky sambil kedua tangannya meremas kedua payudara Kiky. Lidah Hanna semakin turun ke bawah. Dihisapnya vagina Kiky dengan lidahnya sambil kedua tangannya meremas sendiri kedua payudaranya. Kiky juga hanya bisa meremas sendiri kedua payudaranya.
Hanna telah puas dalam menghisap vagina Kiky dengan lidahnya. Kemudian dia merebahkan tubuhnya dan mengangkangkan kedua kakinya. Kiky tahu maksud Hanna. Dia langsung saja menghisap vagina Hanna dengan lidahnya. Kali ini dia juga berniat meremas sendiri kedua payudaranya. Tetapi kedua tangan Hanna telah membimbingnya untuk bersama-sama meremas kedua payudara Hanna.
Kembali mereka berdua saling tindih dan menempelkan vagina. Kedua vagina mereka berdua saling bergesekan bersamaan dengan kedua payudara mereka berdua yang juga saling gesek. Ditambah lagi dengan saling jilat lidah. Benar-benar sebuah permainan yang menggairahkan dan dapat mengundang birahi bagi orang lain yang melihatnya.
Jarum jam dinidng di kamar Kiky menunjukkan pukul empat tepat. Keduanya lalu membersihkan BBO yang merata di seluruh tubuh mereka dengan handuk.
Sementara itu Asti dan Dian telah bangun dari tidurnya. Asti telah siap mengantarkan Dian pulang ke rumahnya di kawasan Kotagede dengan Honda Supranya. Sepanjang perjalanan Dian memeluk erat Asti. Terkadang di jalanan yang agak sepi, dia meremas salah satu payudara Asti yang besar itu.
Di perempatan lampu merah GOR Among Rogo, Dian minta ijin untuk gantian dalam mengendarai sepeda motor. Beberapa kali dia mengerem secara mendadak yang mebuat kedua payudara Asti yang dilapisi kaos Sophie Martin ketat itu menempel ke punggung Dian. Asti membalas perlakuan Dian dengan menggesekkan kedua payudaranya ke punggung Dian. Ketika jalanan sepi, kedua tangannya juga membelai kedua paha Dian yang juga suka memakai rok seragam 15 cm diatas lutut.
Bersamaan dengan perginya Asti dan Dian dari rumah Asti, terdengar ketukan di pintu kamar Kiky. Kiky dan Hanna yang telah selesai dalam membersihkan BBO agak terkejut. Dengan cepat Kiky menguasai keadaan.
"Sana. Kamu sembunyi di kamar mandi dulu." Perintah Kiky kepada Hanna sambil melilitkan handuk ke tubuhnya. Dia lalu menuju ke depan pintu kamarnya. Dia berharap yang mengetuk pintu kamarnya adalah Winny. Dia punya sebuah rencana.
Ternyata betul. Yang mengetuk pintu kamarnya adalah Winny. Kiky hanya tersenyum.
"Kok pakai handuk sich?" tanya Winny.
"Mau mandi nich. Ikut nggak?" jawab Kiky sambil menawarkan diri.
"Waah. Kamu kok nggak ajak-ajak aku sich." kata Winny yang sorot matanya ke belakang. Kiky bingung dan melirik ke belakang.
Astaga..
Ternyata Hanna masih berada diatas spring bed dengan posisi yang mengundang birahi. Winny lalu mendorong Kiky yang masih terpana di depan pintu kamarnya. Dia lalu melepas semua pakaian seragam sekolahnya termasuk pakaian dalamnya. Dengan agak jengkel Kiky menutup dan mengunci pintu kamarnya.
Dia jengkel terhadap Hanna yang tidak segera menuju kamar mandi. Padahal dia berencana ketika Winny masuk dia akan membantu melepas semua pakaian seragam sekolahnya. Bukan untuk mandi. Memenag dia menawarkan untuk mandi bersama. Tapi itu hanya basa-basi. Sebetulnya setelah Winny telanjang dan handuk yang melilit di tubuhnya terlepas, dia akan mendorong Winny ke tembok dan menggesekkan tubuhnya ke tubuh Winny. Dengan harapan Winny akan mendesah dan membuat Hanna keluar dari kamar mandi dan bergabung.
Rencananya batal. Tapi dia sudah tidak jengkel lagi. Posisi Winny dan Hanna dalam bercumbu mengundang birahi Kiky. Winny yang sedang berdiri dijilati pusarnya oleh Hanna yang menggesekkan puting payudara kanannya ke vagina Winny. Kiky lalu melepas lilitan handuknya dan ikut naik ke atas spring bed. Dari belakang dia menjilati pantat Winny sambil membelai paha kiri Winny.
Secara bersamaan Kiky dan Hanna berdiri dan berebutan saling menjilat lidah dengan Winny. Kedua payudara mereka bertiga saling bersentuhan. Mereka bertiga lalu sama-sama duduk di spring bed. Kiky yang setengah berbaring berciuman dengan Winny yang duduk di samping kirinya. Winny juga meremas kedua payudara Kiky secara bergantian dengan tangan kirinya. Sementara tangan kanannya menyangga leher Kiky. Hanna sedang menghisap vagina Kiky dengan lidahnya.
Tangan kanan Winny mendorong tubuh Kiky untuk duduk. Lalu dia dari belakang meremas-remas kedua payudara Kiky. Sedangkan Hanna menghentikan hisapan lidah pada vagina Kiky. Mulutnya secara bergantian menghisap kedua payudara Kiky. Dan jari tengah tangan kanannya mengocok vagina Kiky.
Lalu Hanna duduk di belakang Winny dan dari belakang dia meremas-remas kedua payudara Winny dengan kedua tangannya. Sementara Winny masih tetap juga meremas-remas kedua payudara Kiky yang tangan kirinya membelai vaginanya sendiri.
Hanna kembali lagi ke depan. Dia mengangkangkan kedua kaki Kiky dan dia langsung menghisap vagina Kiky dengan lidahnya. Sedangkan Winny dari samping kanan menghisap payudara kanan Kiky. Tangan kanannya meremas payudara kiri Kiky. Sesekali lidahnya menjilati puting payudara kanan Kiky.
Winny pindah ke belakang Kiky dan dengan kedua tangannya yang bertumpu ke belakang dia mengangkangkan kedua kakinya. Kiky tahu maksud Winny. Dia dengan posisi miring menghisap vagina Winny dengan lidahnya. Sedangkan Hanna memposisikan vaginanya supaya bergesekan dengan vagina Kiky. Kedua kaki mereka berdua saling menyilang dan saling menggesekkan vagina. Sesekali Hanna juga membelai vagina Kiky.
Kiky telah puas dalam menghisap vagina Winny. Dia lalu duduk dan lidahnya lalu menjilati leher Hanna. Hanna yang juga telah duduk menjadi terjatuh kebelakang. Hal ini membuat Kiky leluasa dalam menjilati leher Hanna. Kedua payudaranya menggesek perut Hanna. Kedua tangannya juga meremas kedua payudara Hanna. Sedangkan Winny menggesekkan kedua payudaranya ke pantat Kiky.
Hanna tidak leluasa dengan jilatan lidah Kiky pada lehernya. Mulutnya berusaha menangkap lidah Kiky. Akhirnya Hanna dan Kiky saling berjilatan lidah. Kedua payudara mereka berdua saling bergesekan. Winny juga masih menggesekkan kedua payudaranya ke pantat Kiky.
Kiky lalu duduk di atas kepala Hanna dan menyodorkan vaginanya ke mulut Hanna. Hanna langsung menghisapnya dengan lidahnya. Kiky sendiri meremas-remas kedua payudara bergantian dengan tangan kirinya. Sedangkan tangan kanannya membelai vaginanya sendiri. Winny tidak mau kalah. Dia menggesekkan vaginanya ke vagina Hanna. Tangan kanannya bergantian membantu meremas kedua payudara Kiky. Sedangkan tangan kirinya untuk menumpu tubuhnya yang miring ke belakang. Kedua payudaranya diremas oleh kedua tangan Hanna.
"Aku mau kencing nich." tiba-tiba Hanna berteriak.
"Aku juga nich." kata Winny pula.
"Gini aja. Kita bertiga saling mengencingi vagina. Kalian berdua saling menempelkan vagina. Aku kencing dari atas." kata Kiky.
Winny lalu telentang berlawanan dengan tubuh Hanna yang juga telentang. Kedua kaki mereka berdua saling mengangkang sehingga pantat mereka berdua menempel. Sedangkan Kiky berdiri mengangkang diantara kedua kaki temannya yang dilipat. Akhirnya mereka bertiga mengeluarkan air kencing mereka yang bercampur dengan air kenikmatan.
Kiky dan Hanna telah selesai dengan kencingnya. Mereka berdua lalu berdiri di atas spring bed. Dilihatnya Winny masih kencing. Mereka berdua serentak duduk dan berebutan menerima air kencing Winny dengan mulutnya. Ketika itu pula Winny telah selesai dengan kencingnya. Dari samping kanan Kiky memegang paha kanan Winny dan menghisap vagina Winny dengan lidahnya. Sedangkan Hanna dari samping kiri memegang paha kiri Winny dan juga menghisap vagina Winny dengan lidahnya. Kiky dan Hanna saling berebutan menghisap vagina Winny dengan lidah masing-masing.
Kiky masih menghisap vagina Hanna dengan lidahnya. Sedangkan mata Winny menangkap sesuatu di atas meja rias kecil di kamar Kiky yang menarik perhatiannya. Dia mengambil sesuatu itu yang ternyata sebuah mentimun. Dijilatinya mentimun tersebut. Dia lalu memasukkan mentimun tersebut ke vaginanya. Dikeluarkan lagi. Dimasukkan lagi. Akhirnya mentimun tersebut keluar masuk vaginanya. Semakin lama semakin cepat. Sementara Kiky dan Hanna telah melakukan posisi 69 dan saling menghisap vagina.
Winny lalu naik kembali ke atas spring bed. Mentimunnya disodorkan ke vagina Hanna yang masih dihisap oleh lidah Kiky. Dikeluarmasukkan mentimun tersebut ke vagina Hanna. Kiky merubah posisinya. Kini dia duduk di atas vagina Hanna dan mentimun tersebut dimasukkan sendiri ke vaginanya. Mereka berdua saling mendorong mentimun tersebut. Sedangkan Winny membungkam teriakan Kiky dengan mulutnya. Kedua lidah mereka saling berjilatan.
Vagina Kiky kembali ke mulut Hanna yang kedua tangannya mengocok mentimun ke vaginanya sendiri. Lidahnya menghisap vagina Kiky yang masih berciuman dengan Winny dan juga saling meremas kedua payudara. Sesekali Winny juga menghisap kedua payudara Hanna bergantian. Sesekali juga Winny juga menyodorkan kedua payudaranya untuk dihisap Winny.
Tanpa terasa telah hampir 3 jam mereka bertiga larut dalam permainan yang panas dan dahsyat. Keasyikan mereka terganggu dengan bunyi nada dering HP Nokia 3350 milik Kiky. Kiky keluar dari permainan. Dilihatnya HPnya. Ternyata SMS dari Asti. Kalau kamu datang lagi. Langusng masuk aja. Kunci pintunya di bawah kaki kursi bambu yang besar. Begitu bunyi SMSnya.
Dilihatnya Winny dan Hanna masih asyik dengan permainannya.
"Udah yuk. Kita lanjutkan di rumah temanku." kata Kiky sambil membereskan spring bednya yang berantakan dan basah air kencing dan air kenikmatan.
"Iya. Tapi mandi dulu. Gerah nich." kata Winny sambil melepaskan diri dari jamahan Hanna.
Dia lalu menuju ke kamar mandi. Sejenak kemudian terdengar suara air kran pancuran.
"Aku pulang dulu ya?" kata Hanna sambil memakai kembali pakaian seragam sekolahnya.
"Nggak usah." kata Winny dari dalam kamar mandi.
"Aku kan harus ganti pakaian dulu."
"Pinjam punyaku saja. Sana, Mandi dulu. Kusiapkan pakaiannya." kata Winny yang baru keluar dari kamar mandi.
"Kalau begitu, aku pinjam HPnya ya Ky. Mau pamit orang rumah dulu."
"Silahkan pakai saja. Aku duluan mandi ya?" kata Kiky.
Hanna hanya mengangguk. Dia mengambil HP Kiky dan memencet nomor rumahnya. Sedangkan Winny keluar dari kamar Kiky untuk berganti pakaian dan membawa pakaian ganti untuk Hanna.
Kamarnya tepat di depan kamar Kiky. Beruntung teman-teman kostnya asyik dengan kegiatannya masing-masing. Biasanya antara pukul 3 sore sampai pukul 9 malam, mereka saling berkunjung atau berkumpul di ruang santai. Tapi kali iniruang santai pun kelihatan sepi. Winny malah khawatir teman-teman kostnya mendengar desahan-desahan mereka bertiga dan di dalam kamar saling asyik sendiri. Tapi Winny menepis anggapan itu. Dia tahu kalau semua kamar kost disini kedap suara. Pikirannya buyar.
"Kok melamun." kata seorang teman kostnya dari depan kamarnya yang berada di samping kamar Winny.
"Nggak melamun kok. Cuma bingung. Kenapa sepi? Pada kemana yang lain?" tanya Winny.
"Ooo. Itu. Kan besok kami ujian. Udah ya?" kata teman kostnya itu sambil masuk ke kamarnya.
Winny baru sadar kalau selain dia dan Kiky, semua penghuni kost lainnya adalah satu jurusan di sebuah PTS terkenal di Yogya Utara. Dia lalu masuk ke kamarnya. Beberapa menit kemudian dia sudah keluar lagi dan masuk ke kamar Kiky kembali.
Dilihatnya Kiky telah siap dengan pakaiannya. Kaos merah ketat yang hampir tak berlengan tanpa memakai bra yang dipadu dengan celana jeans hitam. Dia duduk di bangku meja rias dan membaca majalah Aneka sambil memangku jaket jeans yang juga berwarna hitam.
Bersambung...
Antara birahi dan gairah - 2
Mereka berdua keluar dari dalam toilet sambil membicarakan untuk melanjutkan birahi mereka yang tertunda. Kembalinya mereka berdua ke lapangan bola basket menarik perhatian seorang cewek teman sekleas mereka. Dia adalah Dian Fajaria. Ketika istirahat cewek yang beratnya sekitar 45 kg dan tingginya sekitar 156 cm itu menghampiri Kiky dan Asti yang sedang minum es di kantin sekolah.
"Hayoo. Apa yang kalian lakukan di dalam toilet tadi?" tanya Dian yang sebagian rambut hitamnya yang lurus dan panjang disemir biru.
"Apa sich?" kata Asti kaget.
Sedangkan Kiky yang juga agak kaget hanya diam. Kesempatan nich. Pikir Kiky.
"Aku tahu apa yang kalian lakukan di dalam toilet."
"Kok kamu tahu?" tanya Kiky.
"Aku juga sering melakukannya waktu di SMPku yang dulu. Pasti kalian adu besar ya?" tanya Dian yang usianya lebih tua satu tahun dari Kiky dan Asti.
"Adu besar apa? " Asti yang tidak kaget lagi balik bertanya.
"Adu besar payudara. Terus bergesekan kedua payudara. Iya kan?"
"Waah. Kita bisa belajar dari Dian, dong As." kata Kiky.
"Loh. Kok." Dian bingung dengan jawaban Kiky.
"Kita tadi baru pertama kali lakukan itu. Tapi belum puas. Kamu ikut ke rumahku ya? Habis pulang sekolah nanti." kata Asti.
Dian diam sejenak untuk kemudian mengangguk sambil tersenyum.
Di dalam kelas mereka bertiga tidak konsentrasi dalam pelajaran. Mereka bertiga saling pandang dan tersenyum yang mengundang birahi. Beruntung sekali sekolah mereka bertiga pulang cepat karena para guru akan mengadakan rapat. Mereka bertiga langsung menuju ke rumah Asti yang lokasinya di daerah Terban. Sebelah utara sekolah mereka. Rumah Asti sepi karena kedua orangtuanya bekerja di luar kota. Hanya seminggu sekali orangtuanya pulang. Dia anak sendiri adalah anak tunggal.
Begitu masuk ke dalam rumah dan Asti mengungi pintu, mereka bertiga saling cepat melepas sepatu. Mereka bertiga menuju ruang keluarga dan melempar tas ke kursi sofa dan melepas pakaian seragam sekolah. Beberapa menit lagi jarum jam dinidng di ruang tamu rumah Asti akan menunjukkan pukul sepuluh lewat lima belas menit.
Kiky dan Dian tinggal memakai miniset dan celana dalam. Sedangkan Asti tinggal memakai bra dan celana dalam. Kiky lalu menghampiri Dian. Mereka berdua lalu saling berciuman dan kedua tangan mereka saling menaikkan ke atas miniset yang mereka pakai. Kiky menaikkan ke atas miniset yang dipakai Dian sehingga kedua payudara Dian yang berukuran 32 terlihat jelas. Sedangkan Dian juga menaikkan ke atas miniset yang dipakai Kiky.
Asti yang juga melepas bra yang dipakainya membelai kedua paha Dian yang kulitnya putih mulus. Sementara Kiky dan Dian masih saling berciuman dan berjilatan lidah. Kedua payudara mereka saling menempel dan bergesekan.
Gerakan mulut Kiky turun dan menjilati puting payudara kanan Dian sambil tangan kirinya meremas payudara kanan Dian. Sedangkan tangan kanannya meremas payudara kiri Dian. Dian sendiri menjulurkan kepalanya ke belakang dan saling berciuman dengan Asti yang tangan kanannya membelai paha kanan Dian.
Sekarang Kiky menjilati puting payudara kiri Dian dari samping kiri Dian sambil duduk di kursi sofa. Sedangkan puting payudara kanannya dijilati oleh Asti dari samping kanan Dian yang juga duduk di kursi sofa. Tangan kiri Kiky membelai paha kiri Dian dan tangan kanan Asti membelai paha kanan Dian. Kiky dan Asti lalu melepas celana dalam yang dipakai Dian. Sementara puting kanannya masih dijilati oleh Asti. Sedangkan Dian meremas payudara kirinya sendiri dan Kiky menjilati pusar Dian.
Dian membalikkan tubuhnya. Mereka berdua lalu menjilati pantat Dian. Asti lalu merebahkan tubuhnya ke kursi sofa yang panjang sambil kepalanya bersandar di pinggirannya. Kiky menghampirinya. Diangkatnya kaki kanan Asti. Dijilatinya jari-jari kaki kanan Asti sambil kedua tangannya mencoba melepas celana dalam yang dipakai Asti. Sedangkan Dian dari samping kanan belakang meremas kedua payudara Asti.
Asti mengulurkan tangan kanannya ke belakang untuk meremas payudara Dian. Diremasnya payudara kiri Dian dan sekaligus dicobanya untuk menghisap payudara kiri Dian. Berhasil. Kiky juga berhasil melepas celana dalam Asti yang sudah merubah posisinya menjadi duduk. Kiky lalu berjongkok di depan Asti dan menghisap vagina Asti dengan lidahnya.
Dian juga pindah ke samping kiri Asti. Dia melepas minisetnya. Disodorkannya payudara kirinya untuk dihisap oleh Asti. Sedangkan tangan kirinya meremas payudara kiri Asti. Kiky masih menghisap vagina Asti dengan lidahnya. Dia menungging dan kedua tangannya berpegangan pada kedua betis kaki Asti.
Akhirnya Kiky kelelahan. Dia lalu duduk di kursi sofa dan melepas celana dalam dan minisetnya. Asti menghampirinya. Dikangkangkannya kedua kaki Kiky. Dari samping kanannya dia jongkok dan dijilatnya puting payudara kanan Kiky sambil jari tengah tangan kanannya mengocok vagina Kiky dari bawah paha kanan Kiky.
Sementara Dian duduk dan menyandarkan kepalanya ke pinggang kiri Kiky. Jari tengah tangan kanannya mengocok sendiri vaginanya dan payudara kirinya diremas oleh tangan kiri Kiky. Kemudian Dian juga ikut menjilat puting payudara kiri Kiky dan jari tengah tangan kirinya bergantian dengan jari tengah tangan kanan Asti untuk mengocok vagina Kiky.
Jeritan Kiky yang agak keras membuat Asti dan Dian menghentikan kocokan jari tengah pada vagina Kiky. Keduanya lalu berdiri dan saling berciuman dan berjilatan lidah. Tangan kanan Asti memegang tangan kiri Dian dan diremaskan ke payudara kanannya. Sementara itu Kiky dari bawah menghisap vagina Dian dengan lidahnya.
Permainan mereka bertiga semakin panas. Kiky masih menghisap vagina Dian dengan lidahnya ketika Asti dan Dian saling menggesekkan kedua payudara sambil masih berjilatan lidah. Sesekali keduanya saling menjilati leher.
Tit.. Tit.. Tit..
Bunyi alarm sebuah jam weker membangunkan Kiky. Dia heran bagaimana dia bisa tertidur. Dia tertidur dalam posisi duduk di kursi sofa. Begitu juga dengan kedua temannya. Kepala Asti dipangkuan paha kanannya. Sedangkan kepala Dian disamping kiri tubuh Asti. Keduanya berada di atas lantai bawah kursi sofa. Mereka bertiga masih dalam keadaan telanjang. Kedua temannya juga terbangun dan naik ke atas kursi sofa untuk memeluknya. Tetapi Kiky beranjak dari kursi sofa.
Dia mencari suara alarm jam weker itu. Ternyata di sebuah rak kecil di ruang keluarga rumah Asti. Pukul dua tepat. Dimatikannya alarm jam weker itu. Dia kembali ke kursi sofa. Ternyata kedua temannya kembali tertidur lagi dalam keadaan berpelukan. Kiky tidak tega membangunkannya. Kedua wajah temannya kelihatan begitu lelah.
Kiky meninggalkan rumah Asti dan kedua temannya setelah membersihkan cairan bekas kenikmatan yang menempel di beberapa bagian tubuhnya. Tidak lupa dia meninggalkan pesan bahwa malam ini dia ingin tidur di rumah Asti. Dia berjalan ke utara dan menunggu bus kota yang akan membawanya pulang ke kostnya.
Angkutan yang yang ditunggu datang dan ternyata penuh. Tetapi Kiky tetap naik juga. Hasilnya. Dia terdorong oleh penumpang lain ke depan. Dia bertabrakan dengan cewek berseragam SMU. Kedua payudara mereka saling bersentuhan. Terasa kedua payudara Kiky menegang. Tetapi cewek yang beratnya sekitar 49 kg dan tingginya sekitar 168 cm itu malah menggesekkan kedua payudaranya yang juga tegang ke kedua payudara Kiky sambil tersenyum ke arah Kiky.
Hanya sebentar. Kiky berusaha membalikkan tubuhnya. Dia malu kalau penumpang lain tahu. Dia berhasil membalikkan tubuhnya. Kebetulan waktu itu banyak penumpang yang turun. Dia mendapat tempat duduk berdampingan dengan cewek berseragam SMU yang tadi telah membuat dia bergairah.
"Yang tadi itu akan lebih asyik kalau kita berdua telanjang." bisik cewek yang rambut lurusnya hitam dan panjang ke telinga Kiky.
Kiky hanya tersenyum. Dilihatnya lebih seksama cewek itu. Lumayan juga. Sekilas terlihat sebuah tato bergambar sebuah hati di punggung tangan kirinya.
"Hanna. Hanna Kusnandar." dia mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.
"Kiky." Kiky membalas jabatan tangan Hanna.
Tangannya halus sekali. Ingin sekali Kiky memegangnya lebih lama. Sampai terdengar suara gemerincing uang receh tanda kondektur bus kota menarik ongkos. Kiky dan Hanna sama-sama memberi uang ke kondektur bus kota. Bersamaan dengan itu terdengar kernet bus meneriakkan sebuah nama sebuah tempat. Tempat itu adalah tempat biasanya Kiky turun dari bus kota untuk menuju ke kostnya. Kiky berpamitan kepada Hanna.
"Udah ya." kata Kiky sambil menyelipkan kartu namanya pada jabatan tangannya.
"Terima kasih." kata Hanna sambil tersenyum.
Kiky lalu turun. Dia tidak sadar kalau Hanna mengikutinya.. dia baru sadar ketika beberapa meter menjelang kostnya.
"Ayo kita lanjutkan yang tadi itu sambil telanjang." kata Hanna yang juga kelas 2 SMU sambil menepuk pundak Kiky.
Kiky melihat sekeliling. Beruntung sepi.
"Ayo." kata Kiky sambil menarik cewek berusia 16 tahun itu.
Mereka berdua lalu masuk ke kamar kost Kiky. Keduanya melepas sepatu dan langsung melepas semua pakaian mereka berdua sampai telanjang. Kiky terpana dengan kulit sawo matang Hanna.
Tubuhnya hampir penuh dengan tato. Sebuah tato bergambar ornamen rantai mengelilingi lengan kanannya. Di payudara kirinya yang berukuran 34 terdapat tato bergambar sebuah kalajengking. Sebuah tato bergambar ornamen gerigi mengelilingi pusarnya yang ditindik. Dari pinggang kanan dan kiri samping lubang pantat terdapat tato bergambar ornamen zig-zag dan membentuk huruf V. Sedangkan di sebelah kanan vagina terdapat tato kecil bergambar huruf H. Dan juga di sisi luar betis kiri terdapat tato bergambar sebuah keris.
Kiky menghampiri Hanna yang berdiri di spring bednya dan memegang sebuah botol Bioglo Breast Oil. Dia lalu bersimpuh di depannya. Niatnya ingin menghisap vagina Hanna dengan lidahnya. Tetapi Hanna lebih cepat bereaksi. Dia meremas payudara kanan Kiky sambil menuangkan BBO ke belahan payudara Kiky. Hanna yang juga telah duduk bersimpuh lalu meratakannya ke tubuh Kiky sampai batas perut dengan tangan kanannya. Terutama di kedua payudara Kiky sambil meremasnya.
Dia lalu menyerahkan botol BBO ke Kiky. Kiky lalu memutar dan dari belakang meratakan BBO ke tubuh Hanna sampai batas perut juga dengan tangan kanannya. Dia kembali memutar ke depan dan menuangkan BBO ke seluruh tubuh Hanna termasuk ke bagian bawah perut dan meratakannya.
Hanna lalu merebut botol BBO dari tangan Kiky dan balas menuangkan BBO ke bagian bawah perut dan tidak lupa meratakannya. Keduanya lalu saling berbagi BBO dan mengoleskan ke kedua tangan mereka masing-masing. Mereka berdua berpelukan dan saling menggesekkan kedua payudara sambil masih dalam keadaan duduk bersimpuh.
Kiky lalu mendorong halus tubuh Hanna untuk merebahkan tubuhnya ke lantai. Dia juga merebahkan tubuhnya di samping kiri Hanna. Tangan kirinya lalu meremas payudara kanan Hanna. Sedangkan Hanna juga balas meremas payudara kiri Kiky dengan tangan kirinya. Kiky mengambil botol BBO yang tadi diletakkan di pinggir spring bed. Dituangkannya ke payudara kanan Hanna yang diremas sendiri oleh Hanna.
Kiky lalu menungging untuk meletakkan botol BBO ke meja riasnya. Dari samping kiri Hanna meremas-remas pantat Kiky yang basah karena BBO. Kemudian didorongnya tubuh Kiky yang mengakibatkan Kiky jatuh terlentang. Dengan cepat Hanna mengambil kembali botol BBO dan dari atas tubuh Kiky dia menuangkan kembali ke kedua payudaranya.
Kedua tangannya lalu meremas kedua payudara Kiky sambil dia duduk tepat diatas vagina Kiky yang membuat kedua vagina mereka berdua bergesekan. Kedua kakinya menjepit pinggang Kiky yang juga meremas kedua payudara Hanna. Lalu Hanna menurunkan tubuhnya ke bawah. Kedua puting payudaranya bergesekan dengan kedua puting payudara Kiky. Dilanjutkan dengan kedua payudara mereka berdua yang menempel dan saling bergesekan ditambah dengan saling menggesek vagina.
Bersambung...
Antara birahi dan gairah - 1
All the things she said
All the things she said
Running through my head
All the things she said
All the things she said
Running through my head
This is not enough
Alunan lagu tersebut terdengar dari sebuah VCD player pada sebuah kamar berukuran 5x5 m. VCD player tersebut terletak pada sebuah meja belajar. Di samping kiri meja belajar tersebut terdapat sebuah lorong selebar 2 meter yang menuju ke kamar mandi. Sedangkan di samping kanan berjarak satu meter adalah pintu keluar dari kamar itu. Disamping kanan pintu keluar terdapat sebuah hiasan dinding yang bertuliskan sebuah nama. Kiky Febrianti.
Ya. Memang kamar yang menghadap ke utara tersebut adalah kamar Kiky. Dia masih berusia 14 tahun dan bersekolah di SMP 8 Yogyakarta kelas 2. Dia dikirim orangtuanya dari sebuah kota kecil di Jawa Timur untuk belajar ke Yogya. Dan kamar ini adalah sebuah kamar kost yang ditempatinya di kawasan belakang Pamor Swalayan. Spring bed cewek yang beratnya sekitar 50 kg dan tingginya sekitar 160 cm itu terletak di pojok tenggara kamar tersebut. Di pojok depannya terdapat sebuah lemari plastik. Diantara spring bed dan almari terdapat sebuah meja rias kecil dan bangkunya.
Mother looking at me
Tell me what do you see
Yes, i've lost my mind
Daddy looking at me
Will i ever be free
Have i crossed the line
Alunan lagu tersebut terhenti. Keluarlah sebuah tubuh telanjang dari dalam kamar mandi. Tubuh berkulit sawo matang tersebut penuh dengan busa sabun. Dialah Kiky. Dia menekan sebuah tombol pada VCD player tersebut. Kembali terdengar alunan lagu All The Things She Said yang dinyanyikan oleh Tatu. Jarum jam dinding di atas meja belajar menunjukkan pukul enam kurang sepuluh menit.
Tiba-tiba. Pintu kamar Kiky terbuka. Muncul seorang cewek berseragam SMU yang badgenya tertulis SMU 6 Yogyakarta. Dia masih kelas 1 SMU dan berusia 16 tahun. Cewek berambut lurus pendek sebahu dan berwarna kemerah-merahan itu hanya tinggal melengkapi dirinya dengan sepatu untuk berangkat ke sekolah.
"Eh." cewek itu kaget.
Kiky yang lebih kaget lagi. Dia yang masih di depan meja belajarnya hanya bisa menutupi tubuhnya dengan kedua tangannya sambil setengah marah. Tangan kanan menutupi kedua payudaranya yang berukuran 34 sementara tangan kirinya menutupi bagian bawah pusar.
"Enak saja nyelonong masuk kamar. Ketuk pintu dulu dong." kata Kiky.
"Maaf Ki." jawab cewek itu lirih. Kemudian lanjutnya.
"Aku hanya mau minta parfummu. Punyaku habis."
"Ya sudah. Ambil lalu tutup pintu kembali." kata Kiky sambil berlalu menuju ke kamar mandi kembali.
Dia lalu membuka kran pancuran dan mengguyur tubuhnya yang penuh busa sabun. Setelah busa sabunnya hilang dia lalu masuk ke dalam bathtub. Sementara cewek yang bernama Winny Jayanti itu mengambil botol Topaze Cologne Spray dari meja rias Kiky. Dia menyemprotkan parfum itu ke pakaian seragamnya yang menutupi tubuh berkulit putih mulus. Setelah itu Winny yang beratnya sekitar 48 kg dan tingginya sekitar 167 cm tidak segera meninggalkan kamar Kiky.
Tanpa sadar dia melepas baju dan rok seragam SMU-nya serta kaos dalamnya sambil berjalan ke kamar mandi. Dia berhenti di depan pintu kamar mandi dilihatnya Kiky sedang duduk di dalam bathtub. Kedua kakinya ditekuk dan dikangkangkan kedua tangannya membuka vaginanya. Dia hanya diam saja melihat Winny berdiri di depan pintu kamar mandi. Dia tidak berusaha menutupi bagian tubuhnya yang terbuka seperti ketika Winny masuk tanpa permisi ke dalam kamarnya tadi.
"Bolehkah aku ikut mandi?" tanya Winny sambil melepas bra yang menutupi kedua payudara berukuran 34 nya serta celana dalamnya.
Tanpa sadar juga Kiky yang rambut lurusnya dipotong cepak ala polwan dan berwarna coklat hanya mengangguk. Dia juga menjulurkan lidahnya keluar. Dibimbingnya tangan kiri Winny untuk masuk ke dalam bathtub setelah Winny berada dalam jangkauan tangan kanannya. Tangan kiri Winny lalu memegang bahu kanan Kiky. Sedangkan kedua tangan Kiky memegang sekaligus meremas pantat Winny yang besar itu.
Kiky kemudian menempelkan kedua payudaranya ke kedua payudara Winny. Kedua bibir mereka berdua saling bersentuhan dan keduanya juga saling mengeluarkan lidah dan saling menjilat. Kedua tangan Kiky yang basah membelai punggung Winny. Winny juga ikut-ikutan membelai punggung Kiky dengan kedua tangannya yang telah dibasahi.
Kiky kemudian membalikkan tubuh Winny. Dari belakang kedua tangannya meremas kedua payudara Winny. Winny sendiri hendak terjatuh yang kemudian ditarik kebelakang oleh Kiky. Keduanya lalu duduk meluruskan kedua kaki dan menyandarkan tubuh pada pinggir bathtub. Kiky di sebelah kiri Winny.
Kiky menuangkan sabun cair dari botol Sweet Honesty Body Shower ke kedua payudara Winny yang sudah basah. Tangan kiri Kiky meremas-remas payudara kanan Winny yang telah diberi sabun cair. Kemudian tangan kirinya ganti meremas payudara kiri Winny. Tangan kirinya bergerak ke bawah dan membelai vagina Winny dari bawah air. Tangan kiri Winny lalu memegang bahu kiri Kiky. Tangan kanannya membelai vagina Kiky yang membuat tangan kiri Kiky meremas payudara kanan Winny. Sementara tugas membelai vagina Winny diserahkan kepada tangan kanannya.
Winny lalu mengambil botol Sweet Honesty Body Shower dan menuangkan isinya ke vagina Kiky yang terbuka. Kemudian diletakkan botol tersebut ke pinggir bathtub dan mengambil sebuah selang pendek. Selang itu dikeluarmasukkan ke vagina Kiky. Kiky hanya bisa meremas-remas kedua payudaranya sendiri bergantian dengan tangan kanannya. Sementara tangan kirinya membantu kedua tangan Winny yang memegang selang. Dia akhirnya mencapai orgasme dengan selang yang dikocok ke vaginanya oleh Winny.
Sekarang Winny duduk di pinggir bathtub. Kedua kakinya dikangkangkan. Kedua tangannya meremas-remas sendiri kedua payudaranya. Sedangkan Kiky sedang menghisap vagina Winny dengan lidahnya. Tangan kirinya membelai paha kanan Winny. Dan tangan kanannya menumpangkan kaki kiri Winny ke bahu kanannya. Giliran Winny yang mengalami orgasme.
Tanpa mereka berdua sadari botol Sweet Honesty Body Shower yang belum tertutup itu tumpah ke dalam bathtub yang menghasilkan air didalam bathtub mengandung busa yang cukup banyak. Winny lalu mendorong Kiky ke dalam bathtub. Kiky yang didorong kemudian menarik kedua tangan Winny yang lalu ikut jatuh. Tubuh mereka berdua penuh dengan busa sabun. Keduanya yang duduk lalu berpelukan. Kedua payudara mereka berdua saling menempel. Kedua tangan mereka berdua saling membelai punggung. Kiky lalu menjilati leher Winny. Winny tidak mau kalah dia menangkap lidah Kiky dengan lidahnya. Lidah keduanya saling menjilat di dalam mulut yang berciuman.
Kiky dan Winny merenggangkan pelukannya dengan kedua puting masih tetap saling bergesekan. Kiky lalu membersihkan busa sabun di kedua payudara Winny dengan kedua tangannya sambil sesekali meremas-remas. Dia lalu menghisap kedua payudara Winny bergantian. Setelah puas giliran Winny. Winny juga membersihkan busa sabun di kedua payudara Kiky dengan kedua tangannya sambil sesekali meremas-remas. Dia lalu menghisap kedua payudara Kiky bergantian.
Kiky lalu membimbing Winny untuk berdiri. Dia membalikkan tubuh Winny. Dari belakang Kiky memeluk Winny. Tangan kanannya membelai paha kanan Winny. Sedangkan tangan kirinya berada di bawah kedua payudara Winny. Winny sendiri sedang meremas kedua payudaranya dengan kedua tangannya sendiri. Lalu kedua tangannya membimbing kedua tangan Kiky untuk meremas kedua payudaranya. Sedangkan kedua tangannya sendiri lalu membelai kedua pahanya sendiri.
Winny lalu membalikkan tubuhnya. Dia jongkok di depan Kiky. Dijilatinya pusar Kiky yang kemudian duduk di pinggir bathtub. Keduanya lalu berciuman dan saling berperang lidah. Kedua tangan Winny membelai kedua lengan Kiky. Sedangkan kedua tangan Kiky meremas pantat Winny. Mulut Winny turun ke bawah dan menghisap vagina Kiky dengan lidahnya. Kedua tangan Kiky meremas sendiri kedua payudaranya.
Kemudian Winny duduk di pangkuan Kiky dengan saling berpelukan. Kedua payudara mereka saling bergesekan. Vagina mereka saling bergesekan juga.
Entah kenapa. Setelah itu mereka berdua terbangun dari ketidaksarannya.
"Eh. Jam berapa ini." kata Winny yang pertama kali sadar.
"Iya. Ya. Bisa telat ke sekolah." timpal Kiky.
Keduanya lalu beranjak dari bathtub yang penuh dengan busa sabun. Keduanya lalu mandi di bawah kran pancuran. Walaupun saling membersihkan sisa-sisa busa, mereka berdua tidak bergairah untuk saling memuaskan. Mereka berdua sadar bahwa mereka telah terlambat untuk bersekolah. Betul-betul terlambat.
Jarum jam menunjukkan pukul tujuh lewat limabelas menit ketika mereka selesai berpakaian dan berdandan ala kadarnya. Mereka berdua sama-sama menunggu bus kota yang akan mengantar mereka ke sekolah. Mereka berdua terdiam. Hanya sesekali saling pandang dan tersenyum. Padahal biasanya mereka berdua saling mengobrol tentang berbagai hal.
Di sekolah, Winny telah bisa melupakan kejadian di bathtub kamar mandi Kiky. Tidak begitu dengan Kiky, dia tidak bisa melupakan sensasinya dengan Winny di bathtub kamar mandinya. Di kelasnya dia semeja dengan Asti. Asti Ananta. Usianya sama dengan usianya. Cewek yang beratnya sekitar 48 kg dan tingginya sekitar 168 cm itu suka memakai rok seragam 15 cm diatas lutut kebanggaannya.
Kebanggannya yang lain adalah baju seragamnya. Baju seragamnya ketat dan tipis sehingga bra atau miniset tanpa memakai memaki kaos dalam yang menutupi payudaranya kelihatan transparan. Payudaranya berukuran 38 diatas ukuran sewajarnya anak sebayanya. Wajar saja kalau cowok-cowok di kelasnya, terutama di sekolahnya berebut untuk menarik simpati cewek. Memang dia yang tercantik di SMP 8 ini. Dan yang paling berani dengan pakaiannya.
Biasanya Kiky biasa-biasa saja melihat paha putih mulus Asti yang ditumbuhi bulu-bulu halus. Tapi kali ini lain. Dia begitu terangsang. Konsentrasinya pada pelajaran buyar. Tangan kanannya diberanikan untuk membelai paha kiri Asti dengan lembut. Asti hanya tersenyum dan dibalasnya dengan tersenyum pula. Bersamaan dengan itu.
Tet.. Tet.. Tet..
Bunyi bel tanda pergantian jam membuat Kiky mengangkat tangan kanannya dari paha kiri Asti. Jam pelajaran kedua adalah olahraga. Semua teman sekelas Kiky telah berpakaian olahraga. Setelah pemanasan beberapa menit, Bu In selaku guru olahraga mengadakan penilaian tembakan hukuman dalam olahraga bola basket untuk siswa putri. Sementara siswa putra disuruh ke lapangan sepakbola. Kiky terpesona dengan kedua payudara Asti yang bergoyang ketika dia melompat untuk memasukkan bola ke ring basket.
Dia lalu mengikuti Asti yang telah selesai penilaian ke toilet. Dia punya rencana terhadap Asti.
"Lemparanmu bagus." kata Kiky.
"Terimakasih. Kamu juga bagus." jawab Asti sambil tersenyum. Senyum yang menggoda.
Asti lalu masuk ke salah satu kamar toilet. Sementara Kiky mengunci pintu masuk ruang toilet dari dalam. Dia lalu berdiri bersandar di tembok. Asti keluar dari kamar toilet dan berkaca di depan wastafel untuk merapikan rambutnya yang hitam panjang dan berombak itu. Ketika itulah Kiky memeluk pelan Asti dari belakang.
"Eh."
Hanya itu yang bisa keluar dari mulut Asti, lehernya telah dijilati oleh lidah Kiky, kedua tangan Kiky merayap masuk ke dalam kaos olahraga yang dipakai Asti, dibukanya kaitan bra yang dipakainya. Kedua tangannya masuk ke dalam bra yang sudah longgar itu dan meremas kedua payudara Asti. Asti mencoba menoleh dan bibirnya bersentuhan dengan bibir Kiky. Mereka berdua saling berciuman.
Lalu Kiky membalikkan tubuh Asti. Kedua tangannya mencoba melepas kaos olahraga Asti.
"Jangan." tolak Asti sambil mempertahankan kaosnya agar jangan diangkat ke atas.
"Tanggung nich." kata Kiky.
"Jangan disini. Kalau ada orang tahu, gimana coba?"
Kiky sadar dengan perbuatannya.
"Kamu benar." kata Kiky sambil mengusap rambut Asti yang membenahi pakaiannya.
"Ayo keluar." sambungnya kemudian.
Bersambung...
Serigala lapar, trilogi 3 - The Bitches - 7
Sementara itu kegatalanku di bawah sana, di kitorisku menjadi paduan kenikmatan yang dahsyat melandaku. Bu Retno melihat perkembanganku dan Surti hingga ikut terbawa arus. Nafsu birahinya juga ikut mengganas. Dia menyambar dildo dua kepala yang rupanya telah dipersiapkan sebelumnya. Diangkatnya kakiku hingga ke pundaknya. Pantatnya digeserkan ke depan mendekat ke pantatku. Dimasukkannya salah satu kepala dildo itu ke kemaluanku yang langsung melahapnya. Kemudian dia masukkan kepala dildo sisi yang lain ke kemaluannya sendiri. Dalam waktu yang sangat singkat, dia sudah mengayun-ayun dan memompa dildo itu ke kemaluannya dan ke kemaluanku. Sungguh sangat sensasional.
Dua perempuan cantik itu kini sedang menggarap tubuhku. Dia atas bangku taman yang tipis memanjang ini, Surti mengangkang dengan nonoknya yang getas dan membasah dalam lumatan mulutku, sedangkan di belakangnya, Bu Retno menggarapku dengan dildonya. Kini kami bertiga berpacu bersama menapak puncak-puncak kepuasan kebetinaannya. Kini kami bertiga sedang dipacu dan diburu gelombang dahsyat untuk meraih orgasmenya. Kurasa taman alam pedesaan yang penuh bunga itu telah berubah menjadi hutan yang dihuni serigala-sergala betina yang haus dan lapar. Yang lolongannya memenuhi belantaranya hingga ke ujung-ujungnya. Kegaduhan erotis dalam bentuk desahan, rintihan dan racauan liar memenuhi hutan itu.
Rasa seperti ingin kencingku sudah kembali hadir kini. Aku yakin aku sudah berada di ambang orgasmeku. Dan tak ayal lagi gerakan bagian-bagian tubuh sensitifku membuas tak terkendali. Surti memperketat jambakan tangannya pada rambutku. Dan Bu Retno mempercepat ayunan dildonya ke memekku hingga aku tak kuasa lagi membendungnya. Dengan jeritan yang membahana di taman hutan itu, kurasakan cairan orgasmeku muncrat-muncrat. Kubenamkan lebih dalam kukuku ke paha Surti untuk menahan kenikmatan dahsyatku. Kuangkat tinggi-tinggi pantatku untuk menjemput dildo Bu Retno agar dapat lebih meruyak lagi ke dalam vaginaku. Setelah itu segalanya kulepaskan. Aku terjatuh lunglai. Aku merosot ke tanah di taman penuh bunga itu. Aku merasakan kelegaan yang amat sangat setelah melewati badai nafsuku yang sempat melemparkanku terombang-ambing dalam gairah birahi. Nafasku yang tersengal mencoba menghirup udara sebanyak-banyaknya.
Aku merasakan tubuhku dibangunkan dan diangkat ke sofa di taman itu. Aku disenderkan di tempat empuk di sana. Kakiku mereka rentangkan terbuka. Aku dapat melihat dan merasakan bahwa Bu Retno langsung kembali merangsek nonokku. Dia ingin meminum cairan orgasmeku. Sementara kulihat Surti menjilati dildo dua kepala itu. Dia menjilati cairanku dan juga cairan yang mulai membasah dari kemaluan Bu Retno. Surti dan Bu Retno masih belum berhasil meraih orgasmenya. Dan kini tubuhku sepenuhnya menjadi obyek pemuasan birahi mereka. Ada rasa tersanjung yang menyelinap dalam relung hatiku. Bu Retno dan Surti sangat menggilai diriku. Mereka sangat merindukan apapun yang keluar dari tubuhku. Mereka akan melumatnya, meminum dan bahkan memakan apapun yang keluar dari tubuhku. Mereka menatapku dengan nyalang dan dengan penuh kehausan serta kerakusan birahi pada tubuhku.
Aku masih kelelahan akibat orgasmeku tadi. Aku yang kini telah tersadar sepenuhnya mencoba mengingat-ingat, bagaimana caranya hingga aku sempat terbius oleh minuman dari Bu Retno tadi. Rupanya begitu aku terserang kantuk, mereka melucuti pakaianku hingga telanjang bulat. Dan mereka juga melucuti pakaiannya sendiri. Kemudian mereka letakkan tubuhku ke atas bangku tipis panjang itu. Mereka ingin agar seluruh tubuhku terbuka. Tanganku yang jatuh terkulai membuka ketiak dan dadaku. Kakiku yang terjuntai ke tanah membuka selangkanganku dan juga membuat kemaluanku merekah terbuka lebar-lebar. Dengan cara begitu, Surti dan Bu Retno benar-benar dapat menikmati pesona tubuhku secara habis-habisan. Kembali perasaan tersanjung menyelip di dadaku hingga terlontar senyum di bibirku. Aku sangat menikmati kekaguman dan kegilaan mereka pada tubuhku.
Saat ini kulihat Bu Retno memegang dildo yang lain, memasukkannya ke kemaluannya dan mengocok-ngocoknya sambil mulutnya terus melumat kemaluanku. Sementara itu Surti masih menjilati dildo berkepala dua yang baru saja kupakai bersama Bu Retno tadi. Rupanya cairan cintaku masih banyak menempel pada dildo itu. Juga cairan birahi Bu Retno yang mulai mengalir dari vaginanya masih nampak membasah pada ujung kepala sisi yang lain dari dildo itu. Dan erangan dari mulutnya terus meracau karena kocokan dildo yang lain lagi pada kemaluannya. Mereka berdua kulihat sedang bermacu mengejar kepuasan tertingginya. Mereka ingin meraih orgasmenya masing-masing. Dan ternyata tak lama kemudian, secara hampir bersamaan, Surti dan Bu Retno berteriak histeris. Kulihat tangan-tangan mereka dengan sangat cepat mengeluar-masukkan dildo ke vaginanya masing-masing. Akhirnya mereka semua berhasil meraih orgasmenya.
Kemudian hening, yang terdengar hanyalah nafas-nafas kelelahan dari 3 perempuan yang semuanya telanjang bulat di taman indah ini. Dan ketiganya bermandi keringat setelah bekerja keras mengejar kenikmatan nafsu birahinya. Sesuai dengan apa yang dikatakan Bu Retno, kini aku merasa desakan ingin kencing. Aku bangun dari lantai dan bergerak menuju toilet. Baru 2 atau 3 langkah aku beranjak, Bu Retno kembali memanggilku.
"Sebentar Jeng. Mau kencing ya? Sini dulu. Duduk di sini".
Dia melambaikan tangannya dan menunjuk ke sofa agar aku duduk kembali. Kutahan sebentar desakan ingin kencingku, mungkin ada hal penting yang ingin disampaikannya padaku.
"Jeng Marini, kencing saja di sini. Aku pengin lihat nonok Jeng Marini saat mengeluarkan air seninya".
Edan, belum pernah terjadi ada orang yang ingin melihatku saat buang air. Aku sendiri pasti akan malu setengah mati kalau saat sedang melakukannya dilihat orang lain.
"Sini Jeng, nggak apa-apa kok. Ibu jamin deh, nggak usah malu", katanya meyakinkanku hingga aku merasa kesulitan menolak permintaannya.
Mungkin itu merupakan salah satu unsur kepuasannya dalam menikmati apapun yang keluar dari tubuhku, biarlah. Aku menurutinya untuk duduk. Kemudian Bu Retno beranjak sebentar mengambil gelas kristal bening dari meja toilet yang tampaknya telah disediakannya sebelumnya. Kemudian dia berbalik mendekatiku dan membetulkan posisiku. Dia memintaku bersandar ke sofa, dengan kakiku naik melipat ke dada hingga memekku "exposed" tanpa hambatan.
"Udah Jeng, ayo kencing saja, biar aku sama Surti melihat dan menikmati saat Jeng Marini kencing".
Karena sudah sedemikian ngebetnya, tak ada yang mampu mencegahnya lagi, dan kemudian mancurlah air seniku. Cairan bening kekuning-kuningan mancur deras dari kemaluanku.
Ternyata Bu Retno dan Surti bukan sekedar melihatnya. Wajah mereka dengan cepat bergerak ke depan menjemput kencingku dengan mulutnya masing-masing yang menganga. air seniku langsung masuk ke mulut mereka. Ke Surti kemudian berganti ke Bu Retno. Tubuh mereka juga bermandikan air seniku. Dengan gelas kristalnya, Bu Retno juga menampung air seniku yang tercecer. Mereka dengan rakusnya meminum air seniku. Dan aku sungguh merasa heran, air seniku kali ini sedemikian deras dan sedemikian banyaknya mancur keluar, sesuai dengan keterangan Bu Retno tentang 'jamu' Amerika yang kuminum tadi.
Aku melihat sesuatu yang sangat sensasional. Dua perempuan cantik yang sedang berebut meminum air seniku. Mereka demikian menunjukkan gairahnya hingga saling berebut untuk menangkap pancuran air seniku yang berwarna kekuning-kuningan yang baru saja keluar dari nonokku. Aku melihat ekspresi kepuasan pada wajah-wajah mereka. Khususnya pada wajah Bu Retno. Nampaknya seluruh skenario beliau dalam upaya menikmati seluruh tubuhku tak ada yang tak terlaksana. Bu Retno secara khusus menyampaikan terima kasihnya padaku. Dia cium bibirku dengan bibirnya yang masih berbau pesing oleh air seniku sendiri.
Ditunjukkannya gelas kristal yang berisi air seniku. Nampak bening dalam warna yang kekuningan. Seperti segelas bir yang baru keluar dari botolnya. Nampak di permukaannya ada busa-busa yang menepi di dinding gelas kristal itu.
"Jeng, ini adalah minuman termahalku. Ini adalah minuman sehatku. Aku akan berbagi dengan Surti untuk menghabiskannya".
Kemudian dia menenggaknya setengah dan sisanya diserahkan kepada Surti yang juga menenggaknya dengan rakus hingga tetes-tetes terakhirnya. Aku terpesona dengan apa yang baru saja kulihat di depan mataku ini. Gairah erotis menjalari kudukku. Aku jadi haus dan jadi sangat ingin melakukan hal yang sama seperti itu. Aku ingin pada suatu saat nanti, aku berkesempatan meminum air seni Bu Retno dan Surti. Aku memegang puting payudaraku. Kupelintir kecil untuk menyalurkan birahi kecilku yang lewat selintas.
Kurasa 'pesta' ini telah selesai. Jam sudah menunjukkan pukul 3.24 sore. Saatnya menyiapkan diri untuk menyambut tamu ibu-ibu yang akan arisan rutin pada pukul 4 sore ini. Dan kami bersepakat untuk mandi. Di kamar mandi, aku masih membayangkan peristiwa terakhir tadi. Bu Retno dan Surti yang nampak demikian menikmati air seniku. Ah, kapan giliranku bisa melakukannya..?
*****
Beberapa waktu kemudian, Bu Retno dan Surti benar-benar membuktikan padaku bahwa segala isu yang berkaitan dengan penyelewenganku benar-benar berhasil mereka redam. Para serigala teman Mas Adit tak seorangpun yang berani bersikap kurang ajar. Mereka menjadi sangat menghormatiku, kendati aku tahu mereka tetap menyimpan kerinduannya untuk kembali menyetubuhiku.
Sementara itu Mas Adit sendiri akhir-akhir ini telah banyak berubah. Dia ternyata akhirnya mampu memberikan kepuasan di atas ranjang bersamaku. Dia telah membuktikan dirinya sebagai orang yang pintar. Akhirnya dia menyadari bahwa kepuasan seks itu tidak diukur hanya secara fisik semata, karena jelas dia tak akan mampu memenuhi kebutuhan fisik seperti itu. Tetapi sebagai orang yang cerdas dan kreatif, dia telah banyak mengamati bahwa dengan semakin pintar dan majunya seseorang, kekuatannya bukan lagi pada ukuran fisik. Begitu juga dalam hubungan seksual.
Dia sudah sangat memahami apa makna kelembutan, perhatian, pengertian, toleransi, fantasi, kreatifitas dan improvisasi dalam berhubungan seksual. Mas Adit telah memahami bahwa seks adalah seni yang harus di dekati dengan sikap berseni pula. Mulai dari ciuman, rabaan, gigitan, elusan, desahan, rintihan, erangan, dengusan dan bahkan sebaliknya sesekali kata-kata pujian yang seronok, kotor dan jauh dari etika kesopanan sehari-hari, dapat menjadi sarana untuk mencapai kepuasan seksual. Hebat, aku heran, belajar dari mana dia. Bagaimanapun, aku sangat puas dan bahagia dengan perkembangan terakhir ini.
TAMAT
Serigala lapar, trilogi 3 - The Bitches - 6
Dildo yang basah kuyup oleh cairan vagina Bu Retno itu disumpalkannya ke mulutku. Kudapatkan sensasi birahi yang bukan main hebatnya. Kujilati dildo bekas nonok Bu Retno. Cairan birahi yang masih menempel pada batang itu kutelan habis membasahi tenggorokanku. Kemudian oleh Surti, dildo itu dimasukkannya lagi ke nonokku. Dia pompakan ke dalamnya menggantikan kocokan jari-jariku. Kemudian nafsuku mendorongku untuk meraih nonok Bu Retno. Aku menyedot seluruh cairan birahinya. Yang meleleh keluar dan jatuh ke seprei sutra ranjang, kusedot hingga bersih. Dan dengan sensasi birahi yang melandaku dengan hebat, keinginan kencingku kembali mendesak untuk tumpah keluar. Aku menggelinjang mengangkat pantatku menjemput dildo di tangan Surti. Dan di saat yang paling puncak, kutarik wajah Surti. Aku minta 'imbalan' yang sama atas apa yang telah kuberikan padanya.
"Surtii, ludahi mulutku, ayyoo Surtii.."
Ternyata bukan hanya Surti, melainkan Bu Retno juga langsung merunduk ke wajahku. Gumpalan-gumpalan liurnya yang terkumpul di bibirnya diludahkannya ke mulutku, bergantian dengan ludah Surti yang juga terus menghujaniku. Aku merasa sangat tersanjung. Sepertinya mereka berdua memanjakanku. Mereka berdua melayaniku untuk meraih kepuasan nafsu birahiku. Dan akibatnya rasa kencingku serasa meledak, tumpah ruah. Kulihat Bu Retno dan Surti berebut untuk mengisap nonokku. Suara-suara geraman mereka seperti serigala-serigala yang berebut makanan. Serigala-sergala betina yang kelaparan. Dan kini, aku sendiri telah mengalami "metamorphose", telah berubah menjadi salah satu kawanan mereka.
Beberapa saat kemudian kami terlena di kamar tidur Bu Retno yang ber-AC dingin itu. Kami baru terbangun saat pelayan Bu Retno memberi tahu bahwa makan siang sudah terhidang di ruang makan. Kami sepakat untuk mandi sebentar, merapikan pakaian dan bersama-sama turun. Jam telah menunjukkan pukul 12.20 siang. Di meja makan, Bu Retno mengingatkan beberapa "point" materi yang perlu disampaikan dalam pertemuan bersama ibu-ibu pada pukul 4 sore nanti. Semua point itu menjadi catatan Surti selaku sekretaris boss, untuk menjadi perhatiannya. Dan aku ternyata tidak perlu melakukan apa-apa, karena semua masalah sudah dapat diselesaikan oleh pengurus yang lain.
Setelah selesai makan siang, Bu Retno mengisyaratkan pada pelayan yang juga merangkap sebagai kepala rumah tangganya agar tidak menerima telepon sampai dengan pukul 3 sore nanti. Pesannya, kami bertiga harus segera menyelesaikan tugas-tugas penting di kamar Bu Retno. Ah, ternyata belum juga kenyang makan siang para serigala betina ini. Sebelum beranjak kembali ke kamar beliau, Bu Retno memberikanku minuman sehat dalam kemasan botol seperti minuman sehat yang banyak beredar itu.
"Jeng, ini buatan Amerika, minumlah. Aku secara rutin minum ini untuk menjaga staminaku. Aku juga sudah memberikannya pada Surti. Kalau Jeng Marini suka, nanti akan selalu kusediakan buat Jeng".
"Tapi jangan kaget Jeng, kalau nanti sehabis minum ini Jeng Marini merasa ngantuk sekali. Tetapi itu hanya sebentar. Sesudah itu Jeng Marini akan segar kembali, bahkan akan merasa sangat bergairah".
"Dan Jeng, nanti Jeng Marini akan pipis banyak sekali. Itu berarti ginjal Jeng berfungsi dengan baik, mencuci segala kotoran untuk dibuang menjadi air seni yang banyak itu".
Aku percaya saja dengan perkataan Bu Retno. Kuterima pemberian Bu Retno. Kuamati sebentar kemasannya sebelum kuminum habis hingga tetes terakhir. Bu Retno secara konsisten dan konsekuen tetap sedemikian memperhatikanku sebagaimana yang telah terjadi selama ini. Hal-hal yang telah terjadi pada hari ini sama sekali tak mempengaruhinya.
Sementara itu Surti menyenggolku dan bertanya.
"Aku kok nggak dikasih tahu sih, kapan si Satpam itu kontrol rumah Mbak Marini?".
Dia mulai dengan tersenyum dan mengakhirinya dengan terbahak. Bu Retno yang mendengarnya dari seberang meja melepas senyum manisnya. Selesai makan siang, Bu Retno mengajak kami untuk duduk di taman beranda kamarnya di lantai 2. Ternyata taman itu sangat luas dan indah. Dibangun di atas beton di lantai 2, taman itu diisi tanaman yang indah penuh bunga. Masuk ke taman itu serasa berada di pedesaan. Ada air gemericik yang jatuh dari bebatuan, ada kolam ikan mas. Dan di taman itu Bu Retno bisa berjemur matahari dengan telanjang tanpa harus khawatir dilihat orang. Di sekeliling taman dibangun tembok tinggi. Tetapi berkat penutup tanaman rambat yang subur, tembok itu tidak terasa membatasi pandangan.
Kami memilih duduk di bawah payung taman itu. Kepalaku terasa ringan melayang. Aku ingat minuman buatan Amerika tadi. Rupanya efeknya sedang berproses dalam tubuhku. Aku mengantuk sekali dan aku juga merasakan keinginan akan adanya seseorang yang memeluk dan membelaiku. Aku jadi teringat akan semua kenikmatan yang baru saja kualami bersama Bu Retno dan Surti. Aku ingat betapa nikmatnya saat tangan-tangan mereka menjamah buah dadaku. Aku ingat betapa nikmatnya lidah-lidah mereka menjilati ketiakku. Aku ingat betapa nikmatnya saat dildo itu menyodok saraf-saraf peka di vaginaku. Aku juga ingat betapa nikmatnya saat-saat menjelang orgasme. Aku ingat wajah Surti yang menyeringai dilanda kenikmatan birahi yang diperoleh dari jilatan Bu Retno di nonoknya. Aku juga teringat saat aku menjilati anus Bu Retno dan mencium aromanya. Ahh.., aku sedikit limbung.
Sekarang, tiba-tiba aku telah dalam keadaan telanjang bulat. Tetapi aku tidak ingat, sejak kapan aku telanjang. Aku juga tidak ingat siapa yang telah melepas pakaianku. Aku juga tidak ingat, bagaimana bisa aku berada dan telentang di bangku taman yang tipis ini, dengan kedua kakiku yang mengangkang ke kanan dan ke kiri pada dudukan bangku yang tipis itu, terjuntai ke tanah. Yang kini dapat kurasakan hanyalah lumatan-lumatan lembut di bibirku. Aku juga merasakan ada lidah yang sedang menjilati nonokku.
Kurasakan kenikmatan yang tak terkira. Aku merasa seakan terbang jauh. Aku sepertinya terbang tinggi. Kurasakan saraf-sarafku menggelinjang di sekujur tubuhku. Aku merasakan keinginan yang amat sangat akan adanya seseorang yang bersedia menciumi seluruh pori-pori tubuhku. Aku tahu mataku agak berat untuk dibuka. Tetapi aku memang tak ada keinginan untuk membuka mataku. Kenikmatan lumatan di bibir dan jilatan di kemaluanku akan terasa lebih nikmat kurasakan dalam keadaan mataku yang setengah tertutup ini. Aku mendengar suara desahan, kucoba mengingat suara siapa itu. Kemudian aku juga mendengar suara rintihan, aku mencoba mengingat siapa yang merintih itu.
Kini, pelan-pelan kurasakan ada cahaya. Aku mulai ingat. Aku bersama Bu Retno dan Surti pergi ke taman ini. Dimanakah mereka saat ini? Apakah mereka yang kini sedang melumati bibir dan menjilati nonokku? Apakah desahan itu desahan Surti. Dan rintihan itu rintihan Bu Retno? Rasa gatalku memusat ke selangkanganku di mana seseorang tengah asyik menjilat nonokku. Kegatalan itu coba kutepis dengan mengangkat-angkat pantatku. Aku ingin agar jilatan lidah itu lebih merasuk ke dalam lagi. Aku ingin agar jilatan itu menyentuh hingga dinding vaginaku. Kemudian aku juga merasakan tenggorokanku yang sangat kering. Dan aku dilanda rasa haus yang sangat. Aku berusaha menguranginya. Aku coba membalas lumatan lembut di bibirku. Aku berusaha menyedot air liur dari bibir yang tengah melumatku itu.
Kemudian saat seluruh tubuhku akhirnya tak mampu lagi menahan kehausan yang amat sangat tersebut, kucoba meringankannya dengan merintih dan mendesah. Aku mencoba terus merintih dan mendesah.
Kini, aku semakin dapat mengingat. Desahan itu adalah desahan Surti yang sedang melumat bibirku. Dan di bawah sana adalah rintihan Bu Retno yang sedang menjilati kemaluanku. Ah, rupanya mereka sedang berpesta menikmati tubuhku.
Rasa kantuk yang sangat berat itu rupanya hanya gejala awal dari minuman pemberian Bu Retno yang mempengaruhi tubuhku. Kini aku merasakan hal yang lain. Kantukku pelan-pelan menghilang. Kini aku juga ingin berpesta bersama mereka. Kini aku ingin berpesta menjilati nonok Bu Retno dan melumati buah dada Surti. Aku mencoba untuk bangun. Tetapi aku belum bisa. Surti mulai melumat buah dada dan puting payudaraku. Tangannya memeluk dan mengelus-elus pinggulku. Desahannya makin terdengar jelas di telingaku.
"Duh, Mbak Marini, payudaramu sangat nikmat..".
Bu Retno meninggalkan cupang-cupang di sekujur pahaku. Tangannya mengelus bokongku. Rintihannya makin jelas di telingaku,
"Jeng Marini.., aku sudah lama mengimpikan seperti ini.., sudah lama ingin menjilati vaginamu.., sudah lama aku ingin agar kamu pasrah padaku, untuk kujilati.., untuk kulumat.., untuk kukecup seluruh tubuhmu".
Seharusnya aku yang berkata begitu, karena aku juga sudah lama menginginkan saat-saat seperti ini. Kucoba untuk menggerakkan tanganku. Kuraih kepala Bu Retno di selangkanganku. Kutarik rambutnya dan kuremas. Pantatku terus menggelinjang naik turun. Rupanya dengan mengangkang di bangku taman yang tipis dan dengan kakiku yang berjuntai ke tanah membuat lubang nonokku terkuak merekah. Lidah Bu Retno tak perlu bersusah payah lagi untuk menembus ke dalamnya. Sedari tadi Bu Retno belum bergeser dari lubang yang terkuak itu. Dia ingin mengeringkan dengan lidahnya semua cairan dan lendir birahiku yang kurasakan mulai hadir di vaginaku.
Tanganku yang lain kucoba untuk mengelus kepala Surti yang kini tengah berada di atas bukit buah dadaku. Ciuman dan jilatannya pada payudaraku dan puting-putingnya membuat saraf-saraf peka di sekujur tubuhku seakan mendapat giliran terkena aliran stroom ribuan watt. Aku menggelinjang dengan hebat. Aku berontak dari ketidakberdayaanku. Aku kembali memiliki kekuatanku. Aku kembali memiliki keinginan-keinginanku. Aku kembali merasakan sepenuhnya gelegak birahiku. Aku kembali ingin meraih kepuasan orgasmeku. Aku kembali ingin menyetubuhi perempuan-perempuan ini.
Kutolak tubuh Surti dari buah dadaku dan kutarik kembali agar dia mengangkang di atas tubuhku yang masih telentang di bangku tipis ini.
Surti melangkahkan paha kanannya menyeberangi tubuhku. Kini dia berposisi setengah berdiri dengan nonoknya berada tepat dia atas wajahku. Tak ayal lagi aku bergetar menyambutnya. Kubenamkam mulutku ke nonoknya yang terkuak merekah lebar itu dan kusedot isinya. Cairan birahinya kujilati dengan penuh kerakusan. Kini tangan-tangan Surti berganti meraih kepalaku, menariknya agar jilatanku lebih meruyak dalam ke liang vaginanya. Aku dan Surti bersama-sama menjadi histeris. Aku mendesah liar sementara Surti merintih dan mengaduh-aduh tak terkendali. Pantatnya dinaik-turunkan layaknya sedang memperkosa mulutku. Aku meremas dan menghunjamkan kuku-kukuku ke daging pahanya. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku agar dapat meraih lebih banyak lendir vagina di selangkangannya. Aku diburu nafsuku. Aku diburu ledakan birahiku. Kenikmatan yang teramat sangat dahsyat.
Bersambung...
Serigala lapar, trilogi 3 - The Bitches - 5
Bu Retno nampak sangat binal. Dia berjongkok dengan sedikit mendongak menghadap celana dalam yang membungkus kemaluan Surti. Kemudian kulihat Bu Retno tampak seperti anak sapi yang menyusu puting induknya. Pasti hidungnya sedang berusaha menghirup sebanyak-banyaknya aromaa celana dalam tersebut. Terdengar desahan dan rintihan dari mulut-mulut mereka. Tangan Surti mengelus rambut Bu Retno. Mereka sedemikian asyiknya, seakan aku tidak hadir di ruangan itu. Adegan yang sekarang kulihat ini merupakan peristiwa pertama bagiku, dimana ada 2 perempuan bercumbu langsung di depan mataku. Aku ingin tahu, bagaimana kelanjutannya nanti. Dan merupakan hal yang sangat erotis bagiku untuk melihat dan mendengar desahan dan rintihan mereka dalam mengarungi lautan nikmat yang sedang melanda mereka saat ini.
Setelah cukup puas, Bu Retno bangkit dan kembali menciumi leher dan melumat mulut Surti. Kemudian pelan-pelan mereka bergeser ke ranjang. Kemudian aku menepi. Saat tiba di tepi ranjang, Surti menjatuhkan diri telentang di ranjang. Dia nampak bersikap pasif untuk melayani Bu Retno selaku dominatornya. Kulihat bagaimana binalnya Bu Retno merangsek selangkangan Surti. Seperti halnya serigala yang lapar, mulut sang putri ayu yang ningrat itu menggeram-geram karena khawatir makanannya di rebut serigala lain. Dan Surti sendiri dengan cepat meraih bantal dan tepian ranjang untuk diremasnya dalam upaya menahan nikmat yang melandanya.
Aku semakin tidak tahan mendengar desahan dan rintihan pilu tapi sekaligus erotis mereka. Kedengarannya mereka sedang tersiksa dan penuh derita. Aku jadi tergoda untuk mendekati Surti. Kuperhatikan wajahnya membalik ke arah "back drop" tempat tidur sambil menyeringai mengeluarkan rintihannya. Lehernya yang jenjang itu, nampak bersih mulus mengundang bibirku. Aku menelan air liurku. Buah dadanya yang bulat, besar dan sangat ranum tergoncang-goncang karena geliat blingsatannya dalam menahan kegatalan nonoknya dalam lumatan Bu Retno. Kulihat tangan Bu Retno menyingkap pinggiran celana dalam Surti dan lidahnya menjilati bibir vagina dan klitorisnya. Begitu nikmat nampaknya. Dan aku sangat merinding melihat ulah Bu Retno ini.
Aku mulai terseret dalam arus gelora birahi mereka. Aku kembali melihat wajah Surti yang tengadah dengan bibirnya yang terus mengeluarkan desahan dan rintihan. Dengan melihat bibir yang menggairahkannya itu, aku terdorong untuk mendekatkan wajahku. Dan kuputuskan untuk ikut 'nimbrung' dengan mereka. Kujemput bibirnya dan segera kulumat.
Surti langsung menerimanya dan merespons lumatanku dengan penuh kehausan. Mungkin dia memang telah menunggunya dari tadi. Aku kini ikut mengerang. Tanganku bertemu dengan tangan Bu Retno yang sama-sama meremas buah dada Surti. Jari-jariku, juga jari-jari Bu Retno memainkan puting-puting payudara Surti.
Kini ada 3 perempuan yang sama-sama mengayuh nafsu birahi di ranjang Bu Retno.
"Ludahi aku Mbak Mar.., ludahi aku.., tolong Mbak Mar.., aku hauss.., tolong..", Surti meracau kehausan birahi.
Bibirku bergeser melumat lehernya yang jenjang itu. Kepalanya yang masih mendongak ke "back drop" ranjang membuatnya lehernya yang jenjang demikian terbuka. Bibir dan lidahku menyisir seluruh lekukan dan lipatan-lipatan leher indah itu. Harum leher Surti yang alami dengan semburat parfumnya terus terbawa hingga tidurku selama ini.
Aku kemudian bergesar ke dadanya. Berebut dengan tangan Bu Retno, aku mencium buah dada Surti dengan penuh perasaan birahiku. Buah dada Surti juga menebarkan aroma alami serta berbaur lembut dengan aroma parfumnya. Aku mengisap-isap setiap milimeter buah dada ranum itu seakan ingin memindahkan sisa keringatnya ke lidahku. Aku kulum puting-putingnya.
Surti terus meracau kehausan birahi. Aku beringsut menuju ketiaknya yang terbuka karena tangannya ke atas dan kepalanya meremasi bantal dan tepian ranjang. Aku sangat ketagihan bau ketiak seperti ini. Semburat bau bawang dari keringatnya bercampur dengan aroma pewangi di ketiaknya. Aku serasa tak ingin pergi dari lembah indah nan sensual milik Surti ini. Bermenit-menit aku asyik masyuk dalam ciuman dan jilatan pada ketiaknya. Kali ini tangan Surti dengan paksa meraih kepalaku untuk dipagutnya. Aku mengikutinya dengan kepasrahan nikmat. Surti dengan penuh kehausan melumat dan mengisap ludahku.
"Mbak Marini, aku sangat haus Mbak.., tolong Mbak..", dia berbisik padaku kemudian mengangakan mulutnya.
Aku tidak tega akan permintaannya yang sedari tadi terus dia rintihkan. Aku mengumpulkan air liurku ke bibirku. Kuludahi mulut Surti yang segera mengenyam-enyamnya dan menelannya. Dia benar-benar kehausan. Beberapa gumpalan air liur dari bibirku kuludahkan ke mulutnya, hingga Surti tenang. Sementara itu rangsekan mulut Bu Retno di kemaluan Surti belum kunjung berhenti juga. Surti menjambak rambut Bu Retno dan menariknya ke mulutnya, kembali dia membisikkan hal yang sama seperti pada permintaannya padaku sebelumnya.
Mungkin Bu Retno sudah terbiasa dengan permintaan Surti ini. Berkali-kali dia mengumpulkan ludah di bibirnya dan kemudian diludahkannya ke mulut Surti. Aku melihat pemandangan yang sungguh luar biasa itu. Tidak tahu dari mana asalnya, tiba-tiba tangan Bu Retno telah menggenggam dildo yang telah siap dimasukkannya ke lubang vagina Surti. Aku dimintanya membantu mengarahkan tongkat kenikmatan itu ke lubangnya. Wow, aku kini melihat sebuah "close up" dari vagina Surti yang telah memberikan kenikmatan baik padaku maupun Bu Retno.
Dengan sedikit jembut di vaginanya, kemaluan Surti sungguh sangat ranum. Bibir-bibirnya yang menggumpal padat saat dilanda birahi, nampak kencang dan getas hingga pasti akan membuat setiap lelaki ingin segera menyetubuhinya. Dan kelentitnya itu, sangat merangsang. Lidahku tak bosan-bosannya mengulum dan melumatnya. Kini tanganku telah siap menusukkan dildo berkepala 2 itu ke kemaluan Surti. Kulekatkan salah ujung kepalanya ke bibir vagina Surti, kemudian kutekan.
Surti menjerit nikmat, "Aacchh, Mbakk.., terusin, Mbaak..".
Dengan berlumuran lendir lengket cairan birahi Surti, dildo di tanganku pelan-pelan amblas ditelan vagina Surti. Kemudian aku mencoba memompakannya. Kulihat mata Surti terpejam-pejam menikmati tusukan dan pompaanku sambil tangannya lebih meremas dan menjambak rambut Bu Retno yang masih terus asyik melumat buah dada Surti. Nampaknya antara Bu Retno dan aku sejalan seperasaan. Bu Retno dan aku ingin agar Surti segera meraih kepuasan birahinya. Dan rasanya hal itu juga sangat diinginkan oleh Surti sendiri.
Saat pompaan dildo di tanganku menembus memeknya, Surti mulai histeris mengangkat-angkat pantatnya menjemput batang nikmat itu.
"Terus Mbak Maar.., cepat lagi, Mbaakk.., teruusshh..", Surti meracau.
Aku mempercepat pompaanku. Seperti layaknya perempuan yang hendak melahirkan, tangan Surti memegang kisi-kisi ranjang di belakang kepalanya dengan wajahnya yang menyeringai menahan kenikmatan gatal birahi di seluruh tubuhnya.
Bu Retno terus secara intensif melumat-lumat buah dada, puting dan mencengkeram ketiak Surti. Sementara pompaanku tak juga mengendor, bahkan semakin cepat.
Dan tak ayal lagi, dengan teriakan tertahan karena takut akan kegaduhan yang ditimbulkannya, kulihat dalam jarak dekat, cairan vagina Surti menyemprot berceceran mengalir keluar terbawa oleh batang tongkat dildo yang keluar masuk kupompakan ke dalam vaginanya. Bu Retno dan aku langsung ikut terseret dalam arus birahi Surti. Kami ikut menyala terbakar. Bu Retno menunjukkan kekuasaanya dalam ruangan sempit kamarnya itu. Direnggutnya dildo dari tanganku. Dicabutnya dari lubang vagina Surti kemudian dikulum-kulumnya. Mulutnya menyedot lendir Surti yang masih menempel di batang nikmat itu. Kemudian disodorkannya kembali mulutnya ke vagina Surti yang sedang kebanjiran cairan birahinya. Dengan penuh kerakusan, Bu Retno menjilat dan menyedot serta meminum seluruh cairan itu.
Aku sebenarnya juga sangat ingin bertindak seperti Bu Retno. Sejak aku memompakan dildo ke kemaluan Surti tadi, aku sudah membayangkan menyedot cairan Surti langsung dari lubangnya. Tetapi, Bu Retno lebih berkuasa. Aku hanya dapat menelan air liurku melihat kerakusannya. Tetapi sementara itu, justru aku merasa mendapat 'kompensasi' saat melihat pantat Bu Retno yang menungging dengan indahnya. Kulihat anusnya yang masih kuncup, dilingkari garis-garis tipis hingga ke titik pusatnya. Dan tak jauh dari itu, tepat di bawahnya, kulihat nonoknya yang merekah tembem di hiasi jembut-jembut tipisnya.
Seperti tertarik medan magnit yang sangat kuat, aku langsung menubruk pantat Bu Retno. Kujilati anal, nonok dan sekelilingnya. Kupuas-puaskan lidah dan bibirku menciumi anal Bu Retno yang wangi itu. Hidungku mengendusi aroma yang khas dari analnya. Rupanya aku tidak dapat berlama-lama menggeluti anal Bu Retno.
"Tolong Jeng.., Jeng Marinii.., tolong.., masukin dildo ke nonokku.., ayoo Jeng.."
Sekali lagi aku tak bisa menolak permintaan nyonya boss besar ini. Rupanya dalam keasyikan menyedot cairan birahi dari vagina Surti itu, nafsu Bu Retno kembali melonjak. Kemudian jilatanku pada anal dan vaginanya bahkan mendongkraknya lebih jauh lagi.
Aku harus puas dengan apa yang sudah kuraih. Kusambut dildo dari tangan Bu Retno. Dengan tetap menungging sambil tetap menjilati cairan vagina Surti, memek Bu Retno kutusuk dengan dildo besar panjang itu. Dia menjerit kecil saat kepala dildo itu berhasil menembus gerbang vaginanya. Kemudian kupompa sedikit demi sedikit, hingga separuh dildo panjang itu terlahap habis ke mulut rahim dalam vagina Bu Retno.
"Ampun nikmatnya Jeng.., nikmat sekali Jeng.., terusshh.."
Kini Bu Retno menghentikan jilatan pada vagina Surti. Dengan kedua tangannya yang bertumpu pada kasur, dia gerakkan maju mundur pantatnya dalam upaya menjemput dildo di tanganku yang memompa vaginanya. Mendengar rintihan haus dan pilu serta erotis dari mulut Bu Retno, Surti yang baru saja meraih orgasmenya bangkit membantu Bu Retno dalam bisikan erotis di telinganya.
"Enak ya, Bu.., seperti kontol Basri ya Buu..", aku lebih terkejut lagi.
Tenyata serigala-serigala betina ini juga telah menikmati besarnya kontol Basri si Satpam itu. Kurang ajar. Tetapi biarlah, terbukti bahwa aku tidak sendirian kini, aku bahkan kini tersenyum. Dan tak urung aku juga mulai kegatalan lagi. Melihat apa yang tengah berlangsung, Bu Retno begitu menghayati dildonya dan membayangkan kontol Basri, nafasku kini memburu. Aku ingin berkesempatan sekali lagi meraih orgasmeku. Kukocok-kocokkan jari-jariku ke lubang kemaluanku hingga mulutku mendesah dan meracau ramai.
"Iya Buu.., kontol Basri itu gedee dan enak Buu..".
Mungkin karena desahan dan racauanku, Bu Retno semakin mempercepat gerakan pantatnya untuk menjemput dildo di tanganku. Dan melihatku yang juga telah ikut terseret dalam nafsu menggebu, Surti segera mengambil alih. Pompaan dildo di kemaluan Bu Retno dipercepatnya hingga Bu Retno menggelepar-gelepar, memegang keras-keras tangan Surti agar lebih mempercepat dan memperdalam tusukan dildonya dan akhirnya Bu Retno kembali mendapatkan orgasmenya, demikian pula aku. Begitu Bu Retno menumpahkan cairannya yang mengalir keluar dari nonoknya, dan begitu dipikirnya tugas dildo dalam vaginanya telah usai, Surti melepasnya keluar.
Bersambung...
Serigala lapar, trilogi 3 - The Bitches - 4
Aku baru tersadar saat kudengar pula suara desahan halus. Aku membuka mataku. Aku melihat dari dekat. Aku melihat wajah Bu Retno dengan sangat jelas. Ternyata Bu Retno telah sepenuhnya memelukku dan mencium serta melumat bibirku.
"Jeng Marinii.., oohh Jeeng.., Jeng Marinii, kamu cantik sekali.., saya sangat merindukanmu Jeeng.., saya selalu merindukan Jeng Marinii".
Aku kini baru sadar sepenuhnya. Rupanya kungkungan serigala-serigala lapar dari kantor suamiku tak kunjung habis-habisnya. Dan kini aku berada di pangkuan serigala betina tua yang sangat kelaparan. Yang mampu memainkan peranannya dengan sedemikian hebat hingga aku terjatuh di pangkuannya sebagaimana yang sedang berlangsung saat ini. Dan tiba-tiba aku kembali merasakan getaran libidoku yang tak mampu kutahan.
Aku sangat menikmati lumatan bibir Bu Retno yang sangat lembut ini. Bu Retno, dekaplah aku lebih erat lagi. Aku juga selalu mengagumimu selama ini. Aku selalu terpesona akan kecantikan dan kelembutanmu. Dengan penuh kesadaran, kini tanganku meraih kepala Bu Retno dan menekan lebih lekat bibirnya ke bibirku. Aku membalas lumatannya dengan penuh birahi. Dan bermenit-menit kemudian kami saling melumat dan mendesah-desah. Tak ada lagi air mata. Tak ada lagi rasa malu, kekhawatiran dan ketakutan. Kini yang ada adalah dua anak manusia berjenis kelamin perempuan yang sedang bersama-sama mengayuh kenikmatan birahi sesaat untuk mendapatkan kepuasan biologis seksualitasnya.
"Bu Retno, aku juga selalu mengimpikan saat-saat seperti ini bersama Ibu. Aku selalu memendam birahi pada Bu Retno yang selalu tampil cantik, Bu".
Bu Retno tidak menjawabnya dalam kata-kata. Tangannya langsung menyusup ke blusku, meremas payudaraku dan memainkan jari-jarinya pada putingku. Aku menggelinjang menerima kenikmatan darinya. Aku cenderung menyerahkan diriku sepenuhnya untuk memenuhi kehausan birahi Bu Retno.
"Jeng, ampuunn nikmatnya Jeng Marinii.., oohh..", Racau Bu Retno sambil tangannya seakan dikejar setan mulai melucuti seluruh blusku.
Dan secepatnya pula dibenamkannya wajahnya ke dadaku. Bibir dan lidahnya menyedot dan menjilati payudaraku beserta putingnya yang kemudian juga merambah terus hingga ke lembah ketiakku.
"Jeng Marini, kamu cantik sekali.., aku rasanya bersedia jadi budakmu Jeng Marini.., biarkan aku memandikan Jeng Marini dengan lidahku. Aku akan sangat menikmati keringat-keringatmu Jeng. Ooohh..".
"Aku bersedia menceboki nonok dan pantat Jeng Marini setiap hari selesai membuang beban pagimu, sayang..".
Begitulah Bu Retno meracau tak karuan sambil terus menjilati putingku. Tangan kanannya bergerilya ke pahaku. Dielusnya pahaku dengan penuh kegemasan. Kemudian berpindah ke selangkanganku. Dicari-carinya celana dalamku. Dielusnya celana dalamku yang lembab oleh keringat. Dia gosokan tangannya seakan hendak memindahkan lembab celana dalamku ke tangannya itu. Kemudian dia cari tepiannya. Dia susupkan jari-jarinya agar menjangkau kemaluanku. Aku tergetar dengan hebat saat jari-jarinya menyentuh bibir vaginaku. Aku mendesah.
"Bu Retnoo, aku merinding..".
Bu Retno memandangku nanar penuh arti.
"Jeng, kita pindah ke ranjang, yuk".
Dia membimbingku untuk pindah ke ranjangnya yang indah itu. Aku didorongnya hingga tergolek diatas seprei sutra yang sangat lembut di ranjangnya yang besar. Bu Retno langsung menindihku. Kembali dia melumat bibir, leher, dada, puting dan bahkan ketiakku. Birahiku menyala terbakar berkobar-kobar. Aku menikmati kepasrahanku untuk melayani hausnya nafsu Bu Retno. Kenikmatan ini membawaku melayang terlempar dalam alun birahi samudra lepas. Aku menutup mataku sambil merasakan Bu Retno yang sedang melucuti rok, BH maupun celana dalamku hingga aku benar-benar telanjang bulat. Kemudian Bu Retno juga melucuti pakaiannya sendiri.
Kami saling memeluk dan bergulingan tanpa pakaian selembarpun yang menghambat. Saling sedot, saling gigit, saling cakar dan saling menjilat. Kurasakan betapa rakus dan binalnya perempuan ini. Umurnya yang hampir 2 kali umurku sama sekali tidak mempengaruhi semangat birahinya untuk meraih kepuasan seksualnya.
Dia sekarang merosot ke selangkanganku. Dia sangat obsessive dalam mencium dan menjilati nonokku. Lidahnya berusaha agar sejauh-jauhnya menjilat ke dalam vaginaku. Diangkatnya pantatku hingga pahaku terlipat menempel di dadaku. Kemudian dibenamkannya kembali lidahnya ke liang vaginaku sambil sesekali menyapu bibir kemaluanku dan mengisap kelentitku. Melihat anusku yang merah ranum, lidahnya pun berusaha menjangkaunya. Agar lebih memudahkannya, kuangkat lebih tinggi lipatan bokongku.
Bu Retno ingin agar aku mengubah posisi. Dia berbisik dengan penuh getar birahi. Ungkapannya dalam kata-kata yang sangat "erotis, seronok, jorok, tak senonoh", merupakan ungkapan betapa dorongan birahinya telah didominasi oleh bentuk kenikmatan nafsu birahi hewaniah yang telah sedemikian rupa merendahkan martabat, harga diri serta penampilan kesehariannya yang istri boss besar dan putri ningrat yang cantik dan ayu. Bisikan itu diucapkannya dengan sedemikian gamblangnya walaupun masih terdengar terbata dalam suara yang serak karena gelora birahinya.
"Jeng, nungging, yaahh.., A..ku p.., penasaran dengan lubang tt.., tai Jeng Marini. Aku pengin menciumi sepuas-puasku. Aku ingin mengendus tai Jeng Marini.., lidahku ingin merasakannya. Kk.. kalau Jeng mauu, aku juga mau ma..kan tt.., ta..".
Aku sudah tidak lagi mendengar lanjutannya. Betapa vulgar dan tak senonohnya. Di telingaku, kata-kata Bu Retno menjadi sensasi erotik yang langsung mendongkrak birahiku. Aku sedemikian terhanyut dan meliar mendengar kata-kata yang di keluarkan dari bibir putri ningrat yang cantik dan ayu itu. Aku mengikuti keinginannya. Aku menungging setinggi-tingginya. Dan kini aku benar-benar menjadi obyek Bu Retno untuk menyalurkan naluri dan sifat hewaniahnya. Lidahnya mencuci habis-habisan lubang pembuanganku yang sangat ranum ini. Aku sungguh tenggelam dalam gairah dari kata-kata pujaan seronok Bu Retno tadi. Pada kesempatan berikutnya, kulihat bagaimana dengan sangat histeris, jari-jari tangannya di masukkannya ke liang vaginanya sendiri dan dikocoknya. Rupanya Bu Retno benar-benar sedang tersiksa oleh gejolak birahinya sendiri.
"Enak, Jeng. Enaak..", racau histerisnya.
Kemudian dia berubah menjadi sangat liar. Di gulingkannya tubuhku. Ditelentangkannya aku. Dia kembali menyeruak ke tengah selangkanganku. Kembali disedotnya vaginaku. Kembali digigitnya bibir vagina dan kelentitku. Kedua pahanya menjepit paha kananku. Jempol dan jari-jari kakiku yang berada tepat di bibir vaginanya dia bayangkan seolah penis lelaki. Dia gosok-gosokkannya vaginanya ke jempol jari kakiku. Dan kemudian dimasukkannya ke lubang vaginanya sendiri. Bu Retno mengentot jempol kakiku, benar-benar seperti serigala betina yang kelaparan.
"Enak, Jeng. Enaak sekali Jeng".
Kemudian kulihat tubuhnya mulai meregang seakan dialiri listrik ribuan watt. Tubuhnya mengejang. Pahaku dicakarnya dan kukunya seakan hendak ditanamkannya ke daging pahaku. Saat itu juga aku langsung meraih rambutnya. Kujambak dan kuelus secara berbarengan. Akhirnya Bu Retno memperoleh orgasmenya. Dia berteriak histeris tanpa mempedulikan kemungkinan bahwa suaranya akan terdengar oleh para pembantunya. Nafasnya terus memburu saat kurasakan kedutan-kedutan nonoknya yang beruntun disertai cairan hangat dari lubang vaginanya yang menyirami jari-jari kakiku.
Akhirnya tubuhnya rebah. Dia lepas semua pegangan tangannya dari tubuhku. Dia tergolek kelelahan. Tetapi dari wajahnya nampak senyum penuh kepuasan. Kini ganti aku yang blingsatan. Serbuan histeris Bu Retno telah membuatku terjerat tanpa mampu lagi menghindar dari seretan nafsu birahiku.
Aku melihat Bu Retno telentang, dan kuperhatikan juga bibirnya yang ranum dan seksi itu. Aku merunduk ke wajahnya. Kujilat sesaat bibir itu, kemudian kukulum dengan sepenuh nafsu birahiku. Bu Retno tidak merespons lumatan bibirku. Mungkin saking lelahnya. Tetapi aku justru sangat menikmati kepasifan dan kepasrahannya itu. Kusedot mulutnya yang terus mengalirkan ludah yang tak habis-habisnya dari kelenjar air liurnya. Kemudian dengan leluasa, kuciumi tubuhnya yang sangat wangi alami itu. Kucium dan kujilati ketiaknya yang berbulu lembut hingga kuyup oleh ludahku. Kusedot juga payudaranya yang besar membukit. Seperti layaknya bayi, kuisap puting-putingnya. Kuciumi perutnya yang lembut, kusedot pusarnya. Kuisap pula jembutnya yang samar-samar itu. Kemudian aku menyeruak ke selangkangannya. Kubuka lebar-lebar pahanya untuk kutenggelamkan wajahku ke selangkangannya.
Kutemukan kelentitnya di antara bibir vaginanya. Kelentit yang tumbuh menjepit liang vaginanya itu sedemikian besar dan mengeras oleh tekanan darah yang naik ke urat-uratnya. Bibir vagina dan kelentit itu kukulum dan kuisap demi memuaskan kehausan bibir dan lidahku. Cairan vaginanya yang membasah setelah orgasmenya tadi masih mengalir dari liang nonoknya. Aku tak tahan untuk tak menciuminya. Kubenamkan bibirku hingga kuyup oleh cairannya. Kujilat dan kunikmati rasa sedap dan gurihnya cairan Bu Retno. Aku semakin menggila. Aku ingin menirukan apa yang telah dilakukan Bu Retno kepadaku. Kujepit paha kanannya dengan kedua pahaku. Kumasukkan jari-jari kakinya ke lubang kemaluanku. Kupompakan ke dalamnya. Kubayangkan jari-jari kaki Bu Retno yang seakan penis lelaki. Kubayangkan kontol Basri yang sebesar pentungan itu sedang menembus memekku. Aku menjadi lupa diri.
Sambil terus menjilati nonok berbulunya, pantatku naik turun semakin cepat mengentot jari-jari Bu Retno. Makin cepat. Dan akhirnya datang juga. Rasa kencingku kemudian mendesak dan langsung meluap ke permukaan. Cairan birahiku menyembur-nyembur membasahi kaki Bu Retno. Aku ngos-ngosan hingga tetes terakhir cairanku tumpah. Aku langsung rebah ke samping tubuh Bu Retno.
Beberapa saat kami masih terlena, hingga terdengar ketukan halus di pintu. Serta merta aku menarik seprei sutra ranjang itu untuk menutupi tubuhku. Bu Retno sendiri bangun dengan tenangnya, masih dalam keadaan telanjang berjalan menghampiri pintu. Dia mengintai dari lubangnya. Kemudian pelan-pelan dibukanya pintu. Aku sungguh-sungguh terkejut. Surti.., dia adalah Surtiku. Dia sempat melihatku sekilas sebelum Bu Retno membuatku lagi-lagi terkejut.., dia langsung memeluk dan menciumi leher serta bibir Surti. Sekali lagi aku terkejut, ternyata Surti nampak telah terbiasa.
Aku akhirnya tahu. Daya analisisku dengan cepat menangkap makna apa yang kini sedang terjadi di depan mataku. Semua ini ternyata adalah sebuah konspirasi erotis antara Surti dengan Ibu Retno. Ini bukanlah sebuah kebetulan.
Kehadiran Surti di rumahku adalah awal skenario konspirasi mereka. Surti bertugas melakukan kondisioning. Surti mengkondisikan dan memastikan bahwa aku bisa digauli oleh istri bossnya, tempat dimana dia mengabdi. Aku kemudian dapat dengan jelas melihat "asap dan api"-nya. Ah, dasar serigala-serigala betina.
Kini kulihat Bu Retno dengan sangat tergesa-gesa mulai melucuti pakaian Surti. Dilemparkannya begitu saja pakaian Surti ke lantai. Celana dalam dan BH Surti sengaja ditinggalkannya. Walaupun baru kemarin selama hampir seharian penuh aku menggumuli Surti, tetapi belum bosan-bosannya aku mengagumi indahnya tubuh Surti. Dadanya yang bidang dengan buah dadanya yang sangat besar dan ranum itu sungguh mengundang birahi bagi siapapun yang melihatnya, bahkan untuk sesama wanita sekalipun. Pantatnya yang sintal membukit terhubung dengan pahanya yang sangat kokoh sensual, hingga membuat khayalku terbang jauh ke langit kenikmatan birahi. Dan dengan melihat betisnya itu, aku tak bisa berhenti dari keinginanku untuk terus menjilatinya.
Bersambung...