Namanya Ita, usianya 4 tahun lebih tua dariku, karena Ita sekarang sudah berusia 32 tahun. Namun status Ita masih bujangan sama denganku. Awalnya aku juga bingung terhadap Ita, wajahnya cukup cantik, bahkan boleh dibilang termasuk sangat cantik untuk ukuran seorang wanita biasa, tapi sampai seusia itu kok belum juga dia menikah? Tingginya semampai, mungkin sekitar 173 cm, karena dia lebih tinggi dariku saat kami berdiri berjajar, sedangkan tinggiku saja sudah 170 cm. Aku memang tidak menanyakan hal itu padanya.
Aku dan Ita baru berkenalan belum lama, awalnya sejak aku mulai menuliskan kisahku di 17Tahun2.com. Ita termasuk salah seorang wanita yang juga rajin membaca kisahku. Emailnya yang pertama tidak kurespons dengan serius, kujawab asal-asalan saja, karena kupikir ini pasti cowok yang menyamar dan mengaku sebagai cewek. Namun lama kelamaan aku percaya juga padanya dan ternyata memang dia cewek juga sepertiku, ini diawali dari foto yang ia kirimkan via email, kemudian nomor HP yang ia berikan padaku. Aku tidak pernah mengontak dia, Ita yang berkirim SMS duluan padaku dan dia juga yang mengawali meneleponku. Akhirnya kami sering kontak melalui telepon, juga janji bertemu, jalan bersama hingga terkadang cuci mata di mall.
Hubungan kami makin hari makin akrab dan kami saling curhat hingga bertukar pengalaman tentang sex, kami berbagi rasa hingga cerita tentang kiat menulis pengalamanku di 17Tahun.com. Ita juga memuji keberanianku dalam mengungkapkan kisahku, dia juga berterus terang sering melakukan masturbasi di depan computer saat membaca kisah-kisahku.
Akhirnya aku tahu bahwa Ita ternyata seorang bisex, dia bisa berhubungan dengan laki-laki, tapi dia juga suka melakukan hubungan dengan perempuan. Aku terus terang jadi penasaran dengan pengalamannya melakukan ML dengan para cewek temannya itu, kalau didengar dari ceritanya cukup membuat diriku ikut terangsang. Apa lagi aku juga secara tidak sengaja pernah melakukan hal yang hampir serupa dengan apa yang Ita lakukan, hanya bedanya aku melakukannya dengan Lina bersama dengan suaminya saat aku ke Jakarta beberapa waktu yang lalu, pembaca yang belum pernah mengikuti kisahku yang satu itu, silakan membaca kisahku terdahulu.
Tak jarang pada setiap obrolannya Ita juga sering memancingku untuk melakukan hubungan, namun momentnya banyak yang kurang tepat, lagi pula aku bukan seorang lesbian, jadi terus terang kurang begitu berminat dan masih ada rasa aneh bila aku harus melakukannya dengan sesamaku secara sengaja.
Entah kalau kejadiannya tidak disengaja seperti saat aku melakukannya dengan Lina yang kemudian diikuti oleh suaminya itu. Tapi terus terang dalam lubuk hatiku yang paling dalam, ada terselip rasa ingin sesekali mencobanya, dan akhirnya apa yang kubayangkan itu terjadi juga bersama Ita. Begini ceritanya..
Pada suatu siang Ita menghubungi HP-ku..
"Hallo Lia! Lagi ngapain nich?" tanya Ita diseberang sana.
"Nggak lagi ngapa-ngapain, kenapa?" balasku.
"Kamu di rumah kan? Aku jemput ya? Kita ke Trawas nginap di villaku yuk!" ajak Ita.
"Aku sudah lama tidak menginap di sana dan aku juga harus memberi gaji untuk penjaga villaku, karena Papaku sedang sibuk di luar kota" lanjut Ita menjelaskan padaku.
"Kapan pulangnya?" tanyaku pada Ita.
"Terserah! Mau besok siang atau besok malam juga boleh, aku jemput sekarang ya, kamu siap-siap saja, okey sampai nanti" sambung Ita yang kemudian mematikan sambungan teleponnya tanpa menunggu jawaban dariku lagi.
Pukul 11 siang, tepatnya 40 menit setelah Ita meneleponku, mobil Ita sudah parkir di depan rumahku. Seperti biasanya Ita langsung nyelonong masuk ke rumahku tanpa mengetuk lagi, karena rumahku terbiasa terbuka lebar begitu saja saat siang hari. Melihat kondisi rumahku yang sepi, Ita langsung main teriak saja seperti biasanya.
"Lia! Ayo! Sudah siap belum? Cepetan dikit aku sudah lapar, nanti kita makan di rumah makan aja ya", demikian ajak Ita dengan sedikit berteriak padaku.
Ita siang itu memakai singlet tipis warna putih sehingga BH-nya yang tipis dan berbentuk mini dapat terlihat dengan jelas dari luar singletnya. Aku yakin BH yang dipakainya siang itu pasti satu setel dengan CD-nya, karena aku dapat mengenali bentuk dan warna BH yang ia pakai. Setelan tersebut memang dia beli bersamaku di Darmo Outlet beberapa saat yang lalu. Modelnya memang banyak yang bagus-bagus dan sexy sekali, sangat cocok dengan seleraku, maka aku juga membeli beberapa saat itu.
"Sebentar ya, aku ganti pakaian dulu" kataku sambil berganti pakaian tanpa menutup pintu kamarku, aku tidak kuatir ada orang yang melihat saat aku berganti pakaian, karena siang itu di rumahku juga tidak ada siapa-siapa, kecuali adikku yang juga perempuan dan juga ada Ita.
Aku sengaja memakai singlet juga tapi tanpa BH, pembaca yang sudah pernah membaca kisahku tentu sudah paham akan kebiasaanku yang memang selalu tanpa BH. Aku juga memakai celana pendek mengikuti penampilan Ita, tapi bentuk celana pendekku lebih sexy daripada yang dikenakan Ita. Celana pendekku berbentuk hot pants yang sangat pendek dan sexy, ujungnya lebih tinggi daripada selangkanganku, apa lagi ujung bawahnya agak lebar sehingga dari belakang dapat terlihat dengan jelas bentuk lekukan pantatku yang sintal.
"Ayo..! Aku sudah selesai" ajakku.
Setelah pamit ke adikku, kami pun segera memasuki mobil Ita dan langsung meluncur mengarah keluar kota, melewati Jalan Mayjend Sungkono, masuk jalan tol Satelit untuk menghindari tengah kota terutama bundaran Waru yang sering macet. Keluar pintu tol Gempol, Ita langsung membelokkan mobilnya masuk ke halaman rumah makan. Kami pesan sepiring nasi cap cay dan sea food untuk dibagi berdua, karena porsinya yang banyak tidak mampu kami habiskan sendirian. Kami juga sama-sama pesan orange juice. Siang itu rumah makan itu agak sepi. Selesai makan kami melanjutkan perjalanan menuju ke Trawas. Siang itu jalanan cukup lengang.
Villa Ita yang letaknya dekat dengan Grand Trawas, ternyata cukup besar dan halamannya sangat luas, ada kolam renang yang cukup besar di sana. Letaknya di bagian belakang Villa. Orang tua Ita memang dari kalangan keluarga yang berkecukupan, dalam bidang apa usahanya aku juga tidak pernah bertanya.
Villa yang mewah dan sebesar itu hanya dijaga oleh seorang penjaga yang usianya sudah cukup lanjut, panggilannya Pak Djo, usianya mungkin sekitar 70 tahun. Menurut Ita, Pak Djo sudah ikut keluarga Ita sejak dari kakek Ita, kakek Ita sendiri sudah almarhum dan Pak Djo juga ikut mengasuh Ita sejak masih bayi, saat diajak kedua orang tuanya berlibur di villa keluarga itu. Jadi hubungan Ita dengan Pak Djo juga seperti layaknya kakek sendiri hingga aku pun ikut menaruh hormat pada Pak Djo. Semua kebutuhan sehari-hari sudah ada dan tersedia di villa milik keluarga Ita, mulai dari makanan kecil, hingga pakaian ganti dan sebagainya, maka tak heran kalau Ita tadi tidak membawa apa-apa walau harus menginap di villanya.
"Kita berenang yuk!" ajak Ita sambil langsung melepat singlet dan celana pendeknya.
Ternyata betul juga perkiraanku, Ita memang memakai setelan dalaman yang mini berbentuk bikini yang dibelinya beberapa saat yang lalu bersamaku di Darmo Outlet. BH dan CD-nya tipis sekali sehingga puting susunya dapat terlihat dari luar BH yang ia kenakan, demikian pula CD-nya, lipatan vagina Ita tampak dengan jelas tapi tidak terlihat bulu kemaluannya, rupanya Ita telah mencukur bersih bulu kemaluannya.
Ita tampak cuek dan santai sekali dengan hanya memakai bikini mini dan tipis begitu di villanya, mungkin juga karena di villa itu tidak ada orang lain selain aku dan Pak Djo yang sudah dianggapnya seperti kakeknya sendiri itu tadi. Namun aku ragu-ragu untuk mengikuti caranya, bukan karena aku takut berenang tapi karena bentuk CD-ku adalah model G string yang sangat mini sekali, bahkan lebih mini daripada yang dipakai Ita, dan lagi aku tidak memakai BH. Rupanya Ita tahu akan keraguanku.
"Ayo, tidak masalah, lepaskan aja singletmu, tidak ada orang lain kecuali Pak Djo" ajak Ita.
"Lho It, aku kan tidak pakai BH, lagian CD-ku bisa bikin Pak Djo tidak bisa tidur nanti" jawabku.
"Gila loe! Pak Djo kan sudah uzur, lagian dia tau diri dan tidak bakal iseng, tau kita sedang berenang pakai pakaian minim begini, paling dia malah sembunyi di kamarnya, ayo aku temani juga tanpa pakai BH" lanjut Ita sambil langsung menarik tali BH-nya yang ikatannya ada di lehernya.
Tubuh Ita pun hampir bugil tanpa sehelai benang pun kecuali selembar kain tipis segi tiga yang membungkus bagian bawah selangkangannya. Aku akhirnya terpaksa mengikuti juga apa kemauan Ita. Kulepas singlet dan hot pants-ku hingga tinggal memakai G String yang di ujung lipatannya tersembul ujung-ujung bulu kemaluanku yang halus dan lembut.
Aku buru-buru menceburkan diri ke dalam air, kami bermain dan berenang dengan riangnya. Baru kali ini aku melihat bentuk tubuh Ita yang ternyata juga molek serta bersih dan putih sekali. Terus terang tubuhku juga tidak kalah dengan tubuh Ita hingga tidak dapat kubayangkan seandainya ada mata cowok yang mengintip kami berdua saat itu. Tapi aku melihat sekeliling yang ternyata cukup aman, selain dikelilingi tembok yang tinggi, di sekeliling bagian dalam tembok juga ditumbuhi pohon penesium yang cukup rindang dan tumbuh rapat sekali, jadi boleh dibilang tidak mungkin ada orang dari luar pagar tembok yang bisa mengintip ke dalam villa.
Air kolam renang lumayan dingin juga hingga kami pun tidak bisa berlama-lama berenang, maka kemudian kami sama-sama naik dan masuk ke dalam rumah untuk mandi dengan air hangat. Kami berdua mandi dalam satu kamar mandi yang berada di dalam kamar tidur utama, kamar mandinya cukup besar dan mewah.
Ita tidak canggung-canggung melepaskan CD-nya di hadapanku, tubuhnya mulus dan sexy sekali, tak kalah dengan kemolekan tubuhku. Vaginanya bersih tanpa bulu kemaluan yang ternyata bukan karena dicukur, vagina Ita menurut pengakuannya memang sejak kecil sudah tidak pernah ditumbuhi bulu.
Ita menarik tali G Stringku sehingga aku pun ikut bugil di hadapannya, Ita juga mulai menggosokkan sabun cair ke tubuhku, tangannya mengelus seiap bagian tubuhku sambil meratakan tubuhku dengan sabun cair. Elusannya membuatku horny. Aku pun ikut menyabuni tubuhnya, sehingga kami akhirnya saling mengelus dan saling meraba. Elusan dan rabaan itu lama-kelamaan menjadi remasan-remasan, terutama saat tangan-tangan kami menyentuh bagian payudara kami masing-masing.
Saat itu kami sudah sama-sama terangsang sekali, sehingga entah kapan mulainya, kami pun sudah saling berpagutan, bibir kami saling lumat dan tangan kami juga saling raba, lidah kami pun bergantian saling menyusup dan saling lumat. Entah sudah berapa lama kami berdua saling kulum.
Bersambung...