Tanpa menunggu jawaban dari Ema, Fani langsung kembali mendaratkan bibirnya di puting adik kelasnya yang kebingungan itu dan kembali mengulumnya, kali ini dengan gairah yang semakin bergelora dalam dadanya sendiri. Dengan refleks, Fani mulai memainkan lidahnya pada puting Ema, membuat Ema terpekik tertahan sambil mendadak kedua tangannya mencengkeram kepala Fani. Namun kali ini Ema tak mendorong Fani. Sebaliknya ia malah seperti menarik kepala Fani agar menghisap dan menjilati putingnya semakin keras. Fani sendiri sangat menikmati gairah yang semakin meledak-ledak dalam dirinya, ditambah reaksi Ema yang membuatnya semakin terangsang, hingga lidah dan bibirnya semakin liar menjilati dan menghisapi puting Ema. "Ohh.." Ema mendesah tanpa ia sadari. Fani pun melepas mulutnya dari buah dada Ema, membuat kekecewaan dan rasa terkejut terbersit di wajah Ema. "Gantian dong, Em," kata Fani, "Kayaknya lu nikmatin banget. Gue kan juga mau ngerasain," lanjutnya dengan perasaan penuh pengharapan dan antisipasi. Ema tentunya memahami ini walaupun merasa sangat aneh harus menghisap buah dada sesama wanita, namun setelah ia merasakan kenikmatan dan rangsangan gairah yang baru kali ini ia rasakan, ia tahu Fani pasti akan merasakan kenikmatan yang sama. Maka kini Fani duduk di pinggir ranjang dan Ema, masih tetap duduk di pinggir ranjang, membungkukkan badan dan mulai mengulum dan menghisap puting Fani.
"Ngghh.." lenguhan Fani langsung meledak begitu bibir basah Ema menghisap putingnya yang kecil dan segar itu. Mata Fani terpejam rapat sementara darahnya menggelegak oleh rangsangan dan kenikmatan hebat yang baru kali ini ia rasakan. Tahu kakak kelasnya menikmati ini, Ema semakin rileks dan melanjutkan hisapan dan jilatannya pada puting Fani, bahkan semakin lama semakin liar dan ganas, membuat Fani terpaksa mencengkeram kepala Ema dan merintih-rintih menahan gairah, "Aaahh.. ahh.. Emm.. Enak Emm.."
Ema sendiri tak menyangka akan menikmati pengalaman ini, memeluk tubuh Fani dan semakin menjadi-jadi menghisapi puting Fani. "Ohh.. ohh.. ohh.. stop.. stop.. stop dulu Em.. ohh.. Emm.." desah Fani. Bingung dan takut tindakannya salah hingga Fani tak lagi menikmati ini, Ema berhenti menjilati puting Fani dan menatap kakak kelasnya yang terengah-engah dengan wajah merah padam penuh birahi ini, "Kenapa, Fan? Nggak enak, ya?" tanya Ema bingung. "Gila lu! Nikmat banget lagi," balas Fani, "Cuma gue berasa aneh nih, Em. Kayaknya celana dalem gue makin basah deh." Ema terbeliak semakin bingung mendengar itu. "Mungkin saking nikmatnya gue kencing dikit di celana kali," lanjut Fani sama-sama tak mengerti.
Fani langsung bangkit berdiri dan melepas celana pendeknya, lalu meraba celana dalamnya, "Tuh kan! Bener basah!" tukasnya lalu ia mencium tangannya yang baru ia pakai meraba selangkangannya itu, "Tapi bukan kencing nih, Em. Nggak pesing tuh!" ujar Fani yang dilanjutkannya dengan meloloskan celana dalamnya hingga kini ia benar-benar telanjang bulat berdiri di depan Ema. Fani memeriksa celana dalamnya dan mendapatkan sedikit lendir bening melekat di celana dalamnya.
"Ih, bener, bukan kencing, Em. Lendir nih!" tukas Fani sambil menengok ke arah Ema dan terkejut melihat Ema tampak duduk dengan gelisah sambil menggerak-gerakkan pahanya dengan mata tampak menerawang. "Naah, lu juga basah ya, Em?" sentak Fani mengejutkan Ema! Serta merta Fani menarik lengan Ema hingga adik kelasnya ini berdiri di depannya, lalu dengan cepat Fani melorotkan celana pendek sekaligus celana dalam Ema yang masih terlalu kebingungan hingga tak melakukan perlawanan. Fani menarik celana Ema lepas dari pergelangan kakinya lalu kembali berdiri dan menunjukkan lendir bening yang juga terdapat di bagian dalam celana dalam adik kelasnya yang cantik itu. "Tuh lihat, lu juga keluar lendirnya, Em." Ema hanya bengong sementara Fani semakin bergairah pada permainan seksual mereka yang ternyata berkembang jauh melebihi perkiraannya.
Dengan tinggi kurang lebih 160-an cm dan berat sekitar 45 kg, Fani dan Ema benar-benar tampak seperti sepasang gadis cilik, sama-sama telanjang bulat, berdiri berhadapan, menjelajahi pengalaman seksual pertama mereka yang membingungkan, namun menggairahkan sekaligus memberi kenikmatan hebat.
Fani melempar kedua celana dalam ke lantai sambil mengulurkan tangannya ke selangkangan Ema. "Ngghh.." Ema melenguh panjang selagi setruman gairah hebat meledak dalam dirinya saat jari Fani menyentuh bibir vaginanya yang basah itu. Lututnya sontak terasa lemas dan kepalanya terasa ringan melayang. Melihat temannya limbung, Fani langsung merangkulnya dan menuntunnya kembali duduk di ranjang. Fani sendiri duduk di samping Ema, merangkul pundak Ema dengan sebelah tangan lalu tangan satunya kembali melanjutkan meraba vagina Ema. Diiringi desah gairah Ema yang begitu merangsang di telinga sang kakak kelas, Fani menggosok-gosokkan jarinya dengan lembut di sepanjang bibir vagina Ema yang semakin lama tampak semakin merekah, menampilkan daging merah muda segar dan basah sang perawan cilik. "Hhh.. Fan.. ohh.. ngghh.. mmhh.."Fani semakin terangsang dan semakin berani. Ujung jari tengahnya ia masukkan ke dalam vagina Ema dan ia gerakkan menggesek daging segar vagina Ema yang semakin lama semakin banyak mengeluarkan lendir bening itu dari bawah ke atas, hingga menyentuh klitoris Ema yang mulai mencuat. "Ngk! Ahh.." Ema terpekik menggairahkan saat jari Fani mencapai klitorisnya. Fani terkejut namun semakin terangsang melihat reaksi nikmat sang adik kelas. Wajah menggemaskan Ema tampak semakin menggairahkan dengan mata terpejam menikmati sentuhan lembut Fani.
Mempertahankan kelembutan tekanannya, jari Fani semakin cepat menggesek vagina dan klitoris Ema, membuat Ema mendesah dan merintih tak terkendali. "Hhh.. hh.. ngh.. nghh.. mm.. mm.. ohh.." Sementara vagina Fani sendiri semakin basah oleh lendir gairah, Fani semakin terangsang melihat kenikmatan yang jelas-jelas ditunjukkan Ema di wajahnya, ia pun semakin bergelora dan membungkukkan badannya dan kembali menjilati dan menghisap puting Ema dengan liar dan bernafsu.
"Ohh.. ohh.. ohh.. Fann.. gillaa.. ohh.. ennak Fan.. mmhh.."
"Sllrrp.. sllrrpp.. klcp.. klcp.. sllrrpp.. klcp.. mm.. klcp.. klcp.."
"Mmm.. mm.. mm.. nghh.. nghh.. Faann.. Faann.. Fann.. oh.. oh.. oh.. oh.."
Desahan dan rintihan Ema yang dipenuhi kenikmatan semakin terdengar liar dan tak terkendali, sementara Fani yang semakin terangsang menggesekkan jarinya semakin liar di vagina perawan Ema dan lidah dan bibirnya melahap puting Ema dengan semakin bernafsu. Ema sendiri merasa gelombang kenikmatan memuncak dalam dirinya dan suatu perasaan seperti kesemutan merebak perlahan-lahan ke seluruh tubuhnya. Dengan nafas tersengal-sengal, Ema mencengkeram erat kepala Fani dan menekannya keras ke buah dadanya, lalu dalam suatu ledakan kenikmatan yang terasa bagaikan tak berujung, Ema memekik tertahan saat perasaan kesemutan dalam tubuhnya meledak menjadi setruman kenikmatan puncak yang membuat cairan kental tumpah deras dari dalam vaginanya, membasahi jari Fani yang masih liar menggesek-gesek vaginanya.
"Aaakk!" pekik Ema sambil dengan refleks menjepit tangan Fani dengan kedua pahanya, sementara tangannya mencengkeram kepala Fani semakin keras dan kepalanya terdongak ke belakang dengan bola mata terputar ke belakang penuh kenikmatan. Fani yang berusaha menarik tangannya membuat jarinya kembali menggesek vagina Ema dari bawah ke atas dengan gerakan sangat pelan, membuat Ema kembali menikmati ledakan-ledakan kenikmatan yang terasa tak kunjung habis, memaksanya menggigit bibirnya.
Akhirnya tangan Fani lepas dari jepitan paha Ema disertai lenguhan panjang Ema yang mengakhiri kenikmatan puncak orgasme pertamanya, "Ohh.." Fani menatap penuh rasa terpesona dan bergairah saat Ema ambruk terlentang di kasur dengan mata terpejam dan nafas terengah-engah. Ia menyusul berbaring di samping Ema dan memeluk tubuh sang adik kelas, langsung dibalas pelukan erat Ema yang sangat menikmati pengalaman seksual indah ini. Keduanya berpelukan erat, saling menikmati kenyamanan kehangatan tubuh yang lain.
Setelah beberapa saat, akhirnya mereka saling melepas pelukan dan Ema tersenyum menatap mata Fani. Rasa cinta dan kasih sayang mendalam tersorot jelas dari mata Ema. Fani memahami perasaan ini dan mengecup bibir Ema dengan lembut. Mereka lalu terkikik geli bersama-sama, lalu kembali saling berpelukan erat dan Ema berbisik di telinga Fani, "Fan, gue nggak ngerti perasaan gue saat ini. Tapi rasanya gue nggak mau pisah dari elu. Gue rasanya sayaang banget ama elu."
Fani tersenyum dan membalas bisikan sang adik kelas, "Gue juga sayang banget ama elu, Em. Lu jadi pacar gue aja, ya?" Walaupun tak pernah terpikir akan berpacaran dengan sesama wanita, namun Ema tak bisa memungkiri perasaannya saat ini, "Iya, Fan. Gue mau jadi pacar elu. Gue cinta ama elu." Mereka melanjutkan berpelukan erat dan hangat selama beberapa saat, lalu Ema melepas pelukannya dan berkata pada Fani.
"Gila, Fan. Lu bikin gue nikmat banget. Sekarang gantian ya, gue yang raba elu?"
"Iya dong, gue juga mau ngerasain kayak elu. Tapi jari lu jangan dimasukin ya? Kayak gue aja tadi, digesek-gesek aja. Gue takut keperawanan gue sobek," balas Fani.
Ema hanya mengangguk dan tetap dalam posisi rebahan, ia membuka paha Fani hingga mengangkang lebar, membuka vagina mudanya yang segar merekah, lalu mulai meraba-rabanya dengan jari tengahnya. Tak memakan waktu lama bagi vagina Fani untuk kembali basah penuh lendir gairah, apalagi saat Ema mendaratkan bibir dan lidahnya, mempermainkan puting Fani yang mungil itu. Desahan dan rintihan Fani pun akhirnya meledak menjadi pekikan penuh kenikmatan saat orgasme yang liar dan lama, seperti yang dinikmati Ema, bergejolak dalam tubuh mungil Fani.
Dalam keadaan sama-sama telanjang bulat, Fani dan Ema berpelukan mesra dan penuh kasih sayang, hingga akhirnya mereka tertidur pulas hingga pagi.
TAMAT