Persahabatanku dengan Feris begitu dekatnya dan secara kebetulan kami juga punya pengalaman pernah berhubungan intim dengan Tante Yanti, Bibi Feris sendiri. Disini kubuka ceritaku dengan pengalaman Feris terlebih dulu.
Sewaktu keluarga Tante Yanti pindah dari Yogya ke Jakarta, Feris keponakannya ikut dibawa untuk bersekolah di Jakarta dan di situlah aku mulanya bergaul akrab dengan Feris. Hubungan intim antara Feris dengan tantenya, berawal sejak mereka masih sama-sama di Yogya. Dari situ berlanjut secara rahasia sampai kemudian dengan alasan ingin bersekolah di Jakarta, Feris kemudian ikut dengan keluarga Tante Yanti. Dan cerita bagaimana hubungan itu terjadi yaitu ketika Feris yang meningkat remaja selalu datang ke rumah tantenya karena sekolahnya kebetulan jaraknya dekat dengan rumah tantenya itu. Dia masih tinggal bersama orang tuanya tapi lama-lama mulai sering menginap di rumah Tante Yanti di mana dia juga diberi kamar tersendiri oleh tantenya itu. Feris senang di situ karena selain tantenya, Paman Budi suami Yanti juga menyayanginya sebagai anaknya sendiri.
Suatu kali suami Yanti mendapat tugas belajar selama dua bulan oleh perusahaannya di kota lain dan hari itu sudah genap sebulan Tante Yanti ditinggal oleh suaminya dengan ditemani Feris yang kalau malam akan datang menginap di rumahnya. Entah kebetulan atau apa namanya, malam itu Tante Yanti ke luar kamarnya untuk pergi kencing, dia masuk kamar mandi menabrak Feris yang baru akan ke luar dari situ. Dia rupanya juga baru habis kencing tapi tidak menyalakan lampu dan sedang akan menutup celananya ketika itu. Tante Yanti kaget tapi segera mengenali Feris.
"Astaga, Tante kira siapa.. kok nggak nyalain lampu sih?" tegur Tante Yanti sambil langsung menghidupkan lampu kamar mandi.
Begitu susana jadi terang langsung terlihat Feris tersipu-sipu malu sedang kerepotan buru-buru akan menutup celananya. Tante Yanti jadi geli dan terbit isengnya ingin menggoda Feris.
"Lho apa tuh, kok buru-buru mau disembunyiin." katanya sambil menggoda malah melorotkan celana Feris.
Tentu saja Feris tambah merah mukanya tapi Tante Yanti juga tambah senang mencandainya. Tidak tanggung-tanggung malah dijulurkan tangannya ke penis Feris.
"Ayo kok malu-malu banget sama Tante, coba sini Tante pegang biar sekalian ilang malunya," langsung disambar batang itu membuat Feris tidak bisa mengelak lagi.
"Sekarang Tante mau tanya, memangnya inimu udah bisa kenceng sih? Kalo udah bisa kenceng baru boleh malu sama Tante," lanjutnya tapi genggaman tangannya dimainkan penis itu.
Feris yang baru berusia 15 tahun ketika itu hanya mengangguk dengan wajah masih merah malu, dia terpaksa diam saja dipermainkan oleh tantenya. Dijawab begini Tante Yanti jadi pasang muka heran tidak percaya. "Ah masak sih.. Tapi kamu tungguin Tante kencing sebentar, jangan kemana-mana ya?" kata Tante Yanti melepas tangannya dan dia pun kencing sementara ditunggui Feris yang patuh tidak beranjak dari situ.
Keluar dari kamar mandi dengan menarik lengan Feris, Tante Yanti mengajak ke kamar tidur Feris sendiri karena penasaran ingin membuktikan jawaban Feris tadi. Begitu masuk dan mengunci pintu dia langsung berbalik untuk membawa anak muda itu berdiri di hadapannya sementara Tante Yanti sendiri duduk di tepi tempat tidur.
"Coba buka dulu celananya, Tante pengen buktiin sendiri." Feris menurut saja dan sebentar kemudian penisnya sudah dimainkan tantenya, dilocok-locok untuk membuat jadi menegang. Dan ternyata seperti yang tadi dijawab Feris, penis anak muda ini rupanya bisa menegang bahkan bangun dengan cepat sekali di dalam genggaman tangan Tante Yanti. Begitu terpandang penis tegang dengan ukurannya yang lumayan besar ini, mata Tante Yanti langsung bersinar kagum tapi seiring dengan itu mendadak timbul hasrat berahinya membayangkan asyiknya jika bisa dipuasi batang muda ini. Maklum, karena bersamaan saat itu suaminya sudah cukup lama pergi sehingga Tante Yanti yang sedang kesepian dan dalam iseng-iseng seperti ini cepat sekali naik rasa kepinginnya. Apalagi penis muda ini sudah langsung menampilkan bentuk keras kakunya berbeda sekali dengan milik suaminya yang sudah mulai ogah-ogahan untuk dibuat kencang.
"Wihh Ferr.. punyamu rupanya betul-betul bisa bangun.. Tante kagum deh, abisnya hebat sih."
"Hebat kenapa Tante?" tanya Feris yang masih polos, sudah mulai keluar suaranya.
"Iya, punyamu mantep gedenya mau ngalah-ngalahin Paman punya." jawab Tante Yanti membesarkan hati Feris meskipun sebenarnya hampir seukuran milik suaminya.
"Emang kenapa kalo gitu?" tanya lagi Feris masih tetap belum mengerti.
"Yang gini malah enak kalo dipake ke orang perempuan. Tapi, ayo tidur aja sambil Tante temenin sebentar, soalnya masih kepengen pegang-pegangin punyamu."
Tante Yanti mematikan lampu dan mengajak Feris untuk mulai tidur, hanya saja jelas sulit bagi Feris karena penisnya masih tetap dipermainkan remasan tangan tantenya. Tapi sementara itu Yanti lebih sulit lagi. Memegang-megang penis keras begini dalam suasana gelap gulita khayalannya yang melayang membayangkan nikmatnya bersetubuh dengan penis ini membuat dia semakin gelisah. Kepingin tapi juga ragu-ragu mengajaknya karena masih ada rasa malu dalam hatinya untuk merayu keponakan yang masih polos ini. Tetapi, makin ditekan perasaan itu makin menuntut juga berahinya yang sedang kesepian untuk dapat penyaluran. Ada beberapa lama perasaannya bertarung antara kebutuhan dan ketidakpantasan tapi akhirnya Tante Yanti menyerah pada tuntutan nafsunya.
"Ini kok nggak lemes-lemes sih barangnya?" tanyanya mulai memancing.
"Abis Tante mainin gitu terus sih.."
"Ngg.. mau Tante bikinin supaya lemesnya nanti kerasa enak?" dia mulai berlanjut.
Feris menggangguk meskipun belum paham betul.
"Tapi kalo Tante bikinin, Feris jangan sekali-sekali cerita siapa-siapa, ya?" kata Tante Yanti sambil membuka celana dalamnya sendiri, "Ayo, kamu naik ke sini nanti Tante yang ajarin." lanjutnya mengajak Feris segera setelah dia menyisipkan celana dalamnya ke bawah bantal.
Feris yang masih hijau dan belum mengerti apa-apa tentu saja langsung mengiyakan pesan Tante Yanti dan cepat mengikuti ajakan itu meskipun hatinya berdebaran tegang. Berpindah dia menaiki tubuh Tante Yanti dalam posisi untuk menindih tapi tidak menempel sesuai instruksi Tante Yanti yang masih mengatur cara untuk memulai sanggama ini. Di situ sementara Feris di atasnya masih bertahan merenggang bertumpu pada kedua siku lengan dan lututnya, kedua tangan Tante Yanti terjulur ke bawah mempersiapkan pertemuan dua kemaluan. Dengan sekedar menyingkap ke atas gaun tidurnya membebaskan vaginanya, sebelah tangannya memegang penis Feris dan kemudian menempelkan ujungnya di mulut vagina yang sudah dikuakkan dengan jari-jari sebelah tangannya lagi. Yanti sendiri sudah gemetaran diburu keinginannya tapi belum langsung mulai, dia masih menggosok-gosokkan kepala batang Feris di klitoris dan mulut lubang untuk merangsang cairan vaginanya lebih banyak keluar. Sambil begitu, senang dia memperhatikan air muka Feris menegang terbingung-bingung dengan apa yang sedang dialaminya. Sampai setelah merasa cukup waktunya dia pun menyesapkan kepala batang itu dengan meminta Feris menekan sedikit. Ini diikuti Feris dan begitu mulai terjepit segera kedua tangan Yanti dicabut untuk dipindahkan mengatur gerak Feris memasukan batangnya. Kali ini yang sebelah memegang pantat atas Feris untuk isyarat menekan sedang yang sebelah memegang pinggul untuk isyarat menarik.
"Ikutin Tante, ya?" katanya memberi tanda untuk mulai. Begitu, dengan dipandu kedua tangan Tante Yanti gerak tarik tusuk batang Feris dimulai pelan sementara Tante Yanti sendiri mengimbangi dengan memutar-mutar vaginanya agar usaha memasukan penis menjadi lancar. Dia perlu membantu dulu karena Feris masih terlalu polos sehingga kuatir langsung main sekali tusuk membuatnya perih. Ternyata mulus saja karena sebentar kemudian seluruh panjang batang itu sudah tenggelam habis. Yanti baru mengendor dan menarik tubuh Feris bisa menindih penuh, hanya bagian kepala masih merenggang memandangi Tante Yanti tetap terbingung-bingung tegang.
"Udah masuk semua punyamu Fer, gimana rasanya diginiin, enak nggak?" goda Tante Yanti.
Feris hanya bisa mengangguk dengan mulut serasa penuh sulit untuk bicara, Tante Yanti jadi tersenyum geli.
"Ayo deh, sekarang kamu bisa mainin pelan-pelan rasain enaknya.." kata Tante Yanti dengan menarik kepala Feris mendekapnya sayang pipi bertemu pipi.
Meskipun belum mengerti penuh tapi Feris mulai bergerak mengikuti nalurinya. Penisnya dimainkan tarik tusuk menggesek di jepitan vagina, sementara Yanti sendiri sudah menenggelamkan diri untuk menikmati asyik yang didapat dari sodokan-sodokan penis untuk menyalurkan tuntutan kerinduan berahinya. Matanya dipejamkan meresap asyik dengan ikut memutar vaginanya menambah rasa gesekan dengan kilikan enak di dalam rahimnya.
Sanggama memang tidak memerlukan pelatihan khusus sebelumnya, karena naluri akan membawa si pemula akan jadi bisa dengan sendirinya. Feris yang meskipun baru kali inipun begitu juga. Rasa enak yang didapat waktu dia baru mulai pelan-pelan menggesek penisnya meningkat penasaran untuk menambah lebih banyak lagi. Semakin dipercepat gerak memompa semakin enak yang dirasakannya. Penisnya seperti dilocok-locok dan dipijit-pijit oleh jepitan vagina begitu mengasyikkan sekali, ini tidak hanya oleh gesekan tarik tusuk saja tapi juga dibantu putaran kocokan vagina Yanti. Satu-satunya kekurangan Feris saat itu adalah dia belum berpengalaman untuk mengatur emosinya tapi tentu saja ini sudah diantipasi Yanti. Apalagi Yanti sedang dituntut berahinya sehingga dengan berkonsentrasi sebentar Yanti tidak ketinggalan dari Feris. Dia tiba bersamaan dengan Feris di akhir permainan. "Hhoohgh.." Yanti mengerang mencapai orgasmenya bersamaan dengan Feris berejakulasi.
Tidak seperti biasanya dengan suaminya di mana Tante Yanti berorgasme dalam gaya ekstasi yang merintih dan menggeliat-geliat seperti terlupa segala-galanya, kali ini kecuali mengejang-ngejang menahan suara, Tante Yanti seperti menunggu momen indah yang tidak ingin dilewatkannya yaitu melihat saat pertama jejaka ini berejakulasi. Di atas dilihatnya mimik muka Feris diam tegang dengan mulut setengah menganga kaku mengernyit-ngernyit alisnya dengan mata sayu ketika untuk pertama kali dia menyalurkan kejantanannya, tapi di dalam jepitan vagina dirasakannya penis Feris mengamuk menyentak-nyentak menyemprotkan cairan mani seolah dipompa keluar lewat kejutan perutnya. Semburan deras yang kalau batang dicabut mungkin bisa mencapai jarak 3 meter itu, sekarang dinikmati Yanti sambil dia juga mengejang berorgasme, momen ini dirasakannya begitu indah mengasyikkan sekali karena terasa begitu lama dan panjang temponya. Tenang dan tidak histeris gayanya tapi justru kesannya lebih menyenangkan. Dan dalam keadaan seperti itu muncul sayang yang lebih besar kepada Feris yang langsung diusap-usap dan dibelai-belai mesra wajah serta rambutnya dari saat berorgasme sampai dengan kejutan-kejutan melemah untuk kemudian berhenti dengan nafas tersengal-sengal. Nah, kesan indah inilah yang membuat keduanya melanjutkan permainan terlarang secara rahasia sampai kemudian Yanti membuat hubungan baru denganku.
Sebetulnya cerita pengalaman Feris kepadaku bukan diceritakan oleh dia sendiri kepadaku justru kudengar dari Tante Yanti sendiri. Kenapa bisa begitu? Ini tidak lain karena aku berikutnya juga mengambil bagian meniduri Tante Yanti sehingga dia jadi akrab kepadaku. Tentu, bukan aku yang memulai lebih dulu melainkan Tante Yanti yang membujuk dalam usahanya menutup mulutku karena aku dilihatnya mulai mencurigai adanya hubungan gelap antara dia dengan Feris. Mulanya aku sering dibawa Feris bertandang ke rumah tantenya dan karena sudah kenal akrab aku juga sering datang sendiri mencari Feris yang kutahu pasti ada di situ. Tadinya biasa-biasa saja tapi lama-lama aku mulai mencurigai bahwa Feris tentu punya hubungan istimewa dengan tantenya ini karena kulihat cara keduanya begitu mesra berbeda antara hubungan tante dengan keponakannya. Malah sekali pernah kupergoki Tante Yanti keluar dari kamar bersamaan dengan Feris dalam kedaan kusut seperti habis bergelut, tapi tentu saja aku pura-pura tidak tahu karena tidak etis menanyakan secara mendetail kepadanya. Feris sendiri sudah merasa bahwa aku mencurigai adanya hubungan gelap itu hanya jelas dia juga berusaha menyembunyikannya kepadaku.
Akan tetapi kalau Feris tetap menutup mulutnya kepadaku sesuai pesan tantenya, tidak demikian dengan Tante Yanti sendiri. Sadar bahwa aku bisa berbahaya kalau tidak diajak kerja sama, dia pun menyusun siasat untuk menjebakku. Waktu itu Feris sudah kembali ke Yogya setamat SMA untuk melanjutkan kuliah di kotanya sendiri.
Suatu ketika rumahnya sedang kosong cuma tinggal Tante Yanti berdua Ganis, anaknya yang baru berusia 3 tahun, dia meneleponku untuk meminta tolong membetulkan kran kamar mandinya. Tentu saja kupenuhi karena aku baginya sudah dianggap seperti keluarga di rumahnya dengan sendirinya cepat saja kupenuhi permintaan itu. Aku datang dengan segera tapi kran rusak ternyata hanya alasan saja melainkan diminta untuk menemani sambil membantu memijiti kakinya yang katanya sedang kram. Di ruang tengah Tante waktu itu duduk di sofa panjang sedang menunggui Ganis yang sedang bermain-main di atas karpet di depannya.
"Abis kalo nggak pake alesan keran nanti nggak enak didengar keluargamu. Sini Don, Dony bisa bantuin mijetin kaki Tante, nggak? Tante suka rasa keram di kaki." begitu katanya menyambutku dan langsung meminta bantuanku.
Aku mengangguk dan mendekat berlutut di depannya akan mulai memijit sebelah kakinya di bagian bawah tapi rupanya bukan di situ.
"Oo bukan di situ Don..Di sini, di selangkangan ini. Nggak apa ya Tante begini, nggak usah kikuk, Dony kan udah kayak anak Tante sendiri." katanya sambil menyingkap roknya ke atas menunjukkan daerah yang harus kupijit yaitu di selangkangan pahanya.
Tidak tanggung-tanggung, rok itu disingkap sampai di atas celana dalamnya sehingga mau tak mau terpandang juga gundukan vaginanya menerawang dari balik kain tipis celana dalamnya itu. Tentu saja, biarpun sudah dipesan lebih dulu agar aku tidak usah kikuk-kikuk, tidak urung mukaku langsung berubah merah malu dengan pemandangan yang seronok ini. Tante seperti tidak mengerti apa yang kurasakan, dia menyuruh aku mendekat masuk di tengah selangkangannya dan mengambil kedua tanganku, meletakan di masing-masing paha atasnya persis di tepi gundukan bukit vaginanya. Dia minta bagian yang katanya sering pegal itu kutekan pelan-pelan dan waktu kumulai agak bergetaran juga tanganku mengerjainya sementara Tante Yanti memejamkan matanya pura-pura menikmati pijitanku. Padahal sungguh, aku sama sekali tidak tahu bahwa aku sedang diperangkap olehnya.
"Iya di situ sering pegel Don, tapi ntar dulu.. kurang pas yang itu, Tante naikin kaki dulu.."Berikutnya dengan alasan kurang puas Tante menaikan kedua telapaknya ke atas tepi sofa di mana dia sekarang minta aku memijit lebih ke dalam lagi sehingga boleh dibilang aku hanya memijit-mijit otot seputar kemaluannya saja. Pikiranku mulai terganggu karena bagaimanapun meremas-remas tepi bukit yang sedang terkangkang menganga ini mau tidak mau membuat nafasku memburu juga. Maklum, meskipun masih remaja tapi aku sudah kenal tidur dengan perempuan sehingga jelas mengenal rasa yang bisa diberikan bukit menggembung di depanku. Apalagi dalam pemandangan yang merangsang seperti ini.
Nah, di tengah-tengah kecamuk lamunan seperti ini Tante semakin jauh menggodaku.
"Ngomong-ngomong Dony udah pergi maen cewek, belum?"
"Ngg.. maen cewek maksud Tante pacar-pacaran?" kataku balik bertanya pura-pura tidak mengerti.
"Maksudnya tidur sama cewek, ngerasain ininya," katanya sambil menunjuk vaginanya.
Ditanya begini wajahku merah lagi, jadi gugup aku menjawab, "Ngmm.. belum pernah Tan.." jawabku berbohong.
Mungkin aku salah menjawab begini karena kesempatan ini justru dipakai tante makin menggodaku.
"Ah masak sih, coba Tante pegang dulu.." begitu selesai bicara dia sudah menarikku lebih dekat lagi dengan menjulurkan kedua tangannya, satu dipakai untuk menggantol di leherku menahan tubuhnya tegak dari sandaran sofa, satu lagi dipakai untuk meraba jendulan penisku.
"Tante pengen tau kalo bangunnya cepet berarti betul belum pernah." lanjutnya lagi.
Entah artinya yang sengaja dibolak-balik atau memang ini bagian dari kelihaiannya membujukku, namanya aku masih berdarah muda biarpun sudah terbiasa menghadapi perempuan tapi dirangsang dalam suasana begini tentu saja cepat batangku naik mengeras. Kalau sudah sampai di sini sudah lebih gampang lagi buat dia.
"Wihh, memang cepet bener bangunnya.. Tapi coba Don, Tante kok jadi penasaran kayaknya ada yang aneh punyamu.." katanya tanpa menunggu persetujuanku dia sudah langsung bekerja membuka celanaku membebaskan penisku. Aku sulit menolak karena kupikir dia betul-betul sekedar penasaran ingin melihat keluarbiasaan penisku. Memang, waktu batangku terbuka bebas matanya setengah heran setengah kagum melihat ukuran penisku.
"Buukan maen Donyy.. keras banget punyamu.." katanya memuji kagum tapi justru melihat yang begini makin memburu niatnya ingin cepat menjeratku, "Tapi masak sih yang begini belum pernah dipake ke cewek. Kalo gitu sini Tante kenalin rasa sedikit, deket lagi biar bisa Tante tempelin di sini." lanjutnya, lagi-lagi tanpa menunggu komentarku dia memegang batangku dan menarikku lebih merapat kepadanya. Apa yang dimaksudkannya adalah dengan sebelah tangan bekerja cepat sekedar menyingkap sebelah kaki celana dalamnya membebaskan vaginanya, lalu sebelah lagi membawa penisku menempelkan kepala batangku di mulut lubang vaginanya. Di situ digosok-gosokannya ujung penisku di celah liangnya beberapa saat dulu baru kemudian menguji perasaanku.
"Gimana, enak nggak digosok-gosokin gini?"
Tentu, jangan bilang lagi kalau sudah begini aku yang sudah tegang dengan sinar mata redup sudah sulit untuk melepaskan diri, berat rasanya menolak kesempatan seperti ini. Aku cuma mengiyakan dengan mengangguk dan Tante Yanti meningkat lebih jauh lagi.
"Kalo gitu Dony yang bikin biar bisa rasa-rasain sendiri, tapi tunggu Tante buka aja sekalian supaya nggak ngalangin." lanjutnya dengan cepat melepas celana dalamnya untuk kemudian kembali lagi pada posisi mengangkangnya.
Menggosok-gosokan sendiri ujung kepala penisku di mulut lubang vaginanya yang menganga tambah membuatku semakin tegang dalam nafsu, tapi untuk menyesapkan masuk ke dalam aku masih tidak berani sebelum mendapat ijinnya. Padahal itu justru yang diinginkan tante hanya saja mengira aku benar-benar masih hijau dia masih memakai siasat halus untuk menyeretku masuk.
"Ahh.. kedaleman gosokinnya.." katanya menjerit geli memaksudkan aku agak terlalu menusuk. Padahal rasanya aku masih mengikuti sesuai anjurannya, tapi ini memang akal dia untuk masuk di siasat berikut, "Tapi gini, supaya nggak keset sini Tante basahin dulu punyamu." katanya mengajak aku bangun berdiri.
Bersambung...