Kembali aku mengelusi kontolku. Akankah kutunggu telepon darinya? Atau aku saja yang meneleponnya? Ahh.., sebaiknya aku tunggu saja sambil aku melihat-lihat apa-apa yang ada di lobby ini. Di sana kulihat ada gambar peta Jakarta dan foto-foto yang dipajang. Aku ke sana. Aku lihat lokasi hotel PP di tengah kota Jakarta ditandai dengan titik merah. Aku lihat ke wilayah barat, dimana rumahku berada. Kulihat lokasi bekas kantorku. Kemudian aku sedikit bergeser. Kulihat foto Kepala Dinas sedang menyerahkan piagam penghargaan kepada mungkin pemilik hotel ini. Ada foto orang-orang sedang rapat di ruang pertemuan. Ada foto koki restoran menghadapi meja penuh macam-macam masakan dan Piala.
Semua tadi ternyata tidak bisa sepenuhnya menarik perhatianku. Aku kembali mengingati istriku yang sedang digumuli si Astro. Sudah lebih 1 jam. 85 menit sejak aku meninggalkan kamar tadi. Ini pasti merupakan rekor. Biasanya aku bersanggama dengan istriku paling lama 15 menit, kemudian aku lantas turun dari ranjang, demikian pula istriku, turun langsung cebok atau mandi. Belum pernah lebih dari itu. Lantas ngapain saja selama 85 menit mereka ini?
Akhirnya kudengar jeritan HP-ku. Cepat kuraih dari kantongku. Kulihat nama istriku di layar. Rupanya telah selesai. Kupencet tombol jawaban.
'Hallo', demikian otomatis ucapanku,
'Paa.., dimana ini?',
'Aku di lobby, ngopi. Kenapa? Sudah?'.
'Sudah pak, bapak naik deh, ini Astro mau balik',
'Yaa, aku naik'.
Sewaktu menuju ke kamar aku berusaha untuk tenang, tidak menampakkan wajah yang resah, penuh lapang dada dan sebagainya. Aku tidak ingin ada kesan seakan-akan aku cemburu. Seakan-akan apa yang terjadi merupakan hal yang biasa.
Saat aku masuk, kulihat Astro sudah rapi berpakaian, seakan-akan tidak ada yang berubah seperti saat aku meninggalkan kamar ini tadi. Tapi dari mata istriku jelas aku melihat sesuatu. Mata itu, nampak menunjukkan semacam kelelahan yang ditutupi kegembiraan. Ditambah lagi dia melumasnya dengan sunggingan senyum penuh arti. Aku tahu, itu pertanda dia mendapatkan apa yang dia mau. Dia mendapatkan kepuasan. Dia juga sebentar melempar pandang ke Astro.
'Sudah? Bagaimana? Puas? Astro, bagaimana tante tadi?',
'Ya oom, mudah-mudahan tante puas', ucapannya merendah.
Aku merogoh saku, kuambil 2 lembaran Rp. 100 ribu. Kuserahkan pada Astro,
'Terimakasih yaa. Kamu tugas sampai jam berapa?',
'Saya nginap di sini oom. Telpon saja. Buka 24 jam koq.', sambil menerima lembaran uang yang aku sodorkan. Kemudian dia minta diri. Ketika aku lihat dia juga membawa album foto yang dipinjamkan, aku tahan.
'Aku pinjam dulu deh, khan ada serepnya?',
'O, boleh oom'.
'OK, terima kasih yaa'. Dia pergi.
Aku kembali ke istriku. Kudekati dan kupeluki. Aku ciumi lehernya, lengannya yang mulus. Kuelusi pinggulnya. Dan kemudian kudorong ke ranjang. Aku mencium keringat lelaki asing. Pasti keringat Astro. Pasti antara mereka seakan bertukar keringat selama pergumulan..
Karena pergulatan sebelumnya mungkin sangat melelahkan, doronganku yang haluspun membuat dia langsung saja rebah ke kasur. Sekarang giliranku terserang birahi yang disebabkan bayangan mengenai apa yang barusan berlangsung antara istriku dengan Astro. Hal itu membuat kebajikan dan pertimbanganku limbung. Nggak tahu ya, birahiku kok didorong oleh rasa keinginan yang sangat besar untuk menciumi jejak-jejak yang dirambah Astro pada tubuh istriku.
Aku ingin juga merasakan apa-apa yang ditinggalkan Astro pada tubuh istriku. Keinginan itu demikian kuat hingga ketika istriku menahanku agar menunda gumulanku dengan alasan capai, justru aku semakin bergairah. Aku bisikkan,
'Mama nggak usah ngapa-ngapain, diam saja, aku hanya pengin menciumi koq, aku nafsu banget nih selama nunggu mama tadi. Ayo ma, sebentar saja'.
Akhirnya istriku membiarkan ulahku. Dia pasrah saja atau mungkin juga kasihan padaku. Aku buka blusnya, kujilati lehernya lantas buah dadanya. Disitu aku mencium aroma ludah. Pasti ludah Astro. Kemudian juga pada ketiaknya. Nampak di sana sini banyak cupang kebiruan pada kulit istriku yang putih. Itu pasti sedotan-sedotan dari bibir Astro. Mungkinkah Astro menjadi demikian bernafsu pada perempuan seusia istriku ini? Atau karena kesadarannya sebagai pelayan panti pijat yang selalu harus memberikan kepuasan pelangganannya tanpa pandang bulu. Tetapi bagaimanapun atau apapun yang terjadi, istriku pasti telah merasakan kepuasan senggama yang hadir sebagai kenyataan baginya.
Ketika kusingkapkan roknya, rupanya dia belum sempat memakai celana dalamnya, dia buru-buru mencegahnya kembali,
'Jangan!' serunya.
'Nggak papa ma, ayolah sebentar saja', nafsukulah yang ngotot untuk tidak mendengarkan permintaannya, karena hal itu justru mendorong keinginan birahiku.
Wajahku langsung merasuk di antara pahanya. Dan kusaksikan, jembut istriku saling melekat, itu pasti disebabkan sperma lengket Astro yang belum sempat dibersihkan. Artinya sejak selesai bersanggama tadi, istriku belum cebok membersihkan kemaluannya. Dan benar, lebih ke bawah lagi nampak sperma yang meleleh dari bibir vaginanya. Huu.. Aku menahan nafas..
Nafsuku langsung melonjak. Air liurku menetes. Lidahku ingin langsung menjilat. Kumulai dengan jembutnya. Mulutku berusaha menangkap lengketan itu sebanyak-banyaknya. Kemudian dengan penuh ketidak sabaran bibir dan lidahku meluncur ke bawah menyedot-sedot vaginanya. Di lubang kemaluan itu terakumulasi banyak sekali sperma Astro. Lidahku mengoreknya disusul bibirku mengisapnya. Campur dengan cairan birahi istriku, sperma Astro melimpah ruah menumpuk di lubang itu. Seperti makan kelapa yang masih sangat muda. Rasa kental dan gurih langsung memenuhi mulutku. Dan alangkah nikmatnya saat sperma itu mengalir di tenggorokanku. Demikian banyaknya sperma yang kutelan..
Karena apa yang saya dapatkan dan nikmati dari vagina istriku ini, kontolku sangat ingin ngentot. Aku beringsut dan naik menindih istriku. Sekali lagi dia berusaha menolak karena kelelahan. Tetapi libidoku nggak mau menerima. Aku tindih dengan seluruh berat tubuhku, aku ciumi bibirnya. Dan di bawah sana, kontolku yang telah tegang langsung menembus memek istriku. Dan dengan penuh nafsu aku mengayun.
Aku lakukan semua itu tanpa memperhitungkan perasaan istriku. Aku tidak merasa harus membangkitkan birahinya terlebih dahulu. Aku hanya berpikir kepentinganku. Dan dia, istriku benar-benar tidak mau meladeniku. Lumatan bibirku sama sekali tak direspon. Aku sibuk sendiri. Juga ayunan kontolku yang menembus memeknyapun tidak memberikan respon. Pasif dan acuh. Tak bergoyang sedikitpun. Aku maklum, tentu barangku tidak lagi memberikan rasa apa-apa dibanding dengan barang Astro yang beberapa menit yang lalu demikian mempesona merasuki dan menyesaki memeknya.
Pikiran itu justru membuatku semakin bernafsu. Kugenjot semakin cepat kontolku. Dan saat-saat spermaku mau tumpah, dari mulutku meluncur,
'Ma,..kontol Astro lebih enak ya ma.., kontol Astro lebih gede ya maa.., kontol Astro nikmat ya maa.. Maa..?!', aku ucapkan kata-kata itu dengan gemetar karena birahiku yang meledak-ledak di ujung spermaku yang mau muncrat.
Aku lihat istriku hanya mengangguk.
'Kontol Astro mmaa.. eennaakk.., gedee.. Maa..',
'Heehh..heehh', begitu saja yang keluar dari mulutnya.
Spermaku tercecer. Muncrat dalam vagina yang kendor dan tak bersemangat. Dan akhirnya aku merasa sepertinya hanya mengotori sprei hotel saja. Dan aku merasa lelah.. capai sekali.. Kepuasan yang kudapatkan hanyalah kepuasan palsu.. Seperti halnya onani.. palsu. Tidak tuntas.
Sekitar pukul 3 dini hari, istriku membangunkanku. Dia bilang nggak bisa tidur. Minta aku bangun juga dan membuatkan minuman. Di kamar itu tersedia teh dan kopi instant. Aku buatkan teh panas kesukaannya dan kopi untukku dengan air panas di termos yang juga tersedia di situ.
Di pagi buta itu dia nampak sangat cantik dan fresh. Mungkin karena dia telah cukup tidur setelah sore tadi bekerja keras untuk mendapatkan yang selama ini aku tidak bisa memberikannya. Aku tanya secara terus terang,
'Berapa kali kamu dapat orgasme dengan Astro tadi?', dia nggak menjawab kecuali melirik matanya kepadaku dengan sedikit senyum saja. Ah mungkin hal-hal macam itu memang tidak perlu dipertanyakan. Tidak pantas. Aku tidak melanjutkan.
Tiba-tiba istriku merangkulku dan ngomong,
'Mumpung disini mas, aku masih pengin lagi nih. Boleh yaa?! Soalnya kalau besok-besok khan mbayar hotelnya cukup mahal mas'.
Ah, istrikuu.., kamu ketagihan kontol gede to, memang dasar doyan kali. Begitu suara hatiku. Tetapi di lain pihak aku sungguh senang mendengar permintaannya itu. Terdengar permintaan itu sangat erotik. Libidoku langsung bereaksi. Secara pelan kontolku mulai tegak. Tentunya karena aku akan ikut menikmati juga. Sehingga dengan serta merta,
'Yaa lah, mumpung masih banyak waktu. Yang mana? Mana album foto tadi? Atau mau panggil lagi si Astro?'.
Istriku menyodorkan album yang dipinjamkan panti pijat tadi. Kembali kami buka-buka. Sesudah balik sana balik sini, pilihannya jatuh pada Irfan, anak China. Disitu disebutkan tingginya 175, sama dengan Astro. Irfan yang berkulit kuning itu tampil dengan T-shirt ketat. Rambutnya yang lurus panjang jatuh ke dahinya. Nampak sangat simpatik dalam senyumannya. No. 9. Dan sesudah mantap pertimbangannya, aku bergerak meraih telepon ke panti pijat. Aku minta Irfan bisa diantarkan ke kamar kami. Kemudian kami menunggu.
10 menit kemudian terdengar ketokan halus di pintu. Pasti dia nih. Kubukakan pintu, dan seseorang mengenalkan dirinya. Dialah Irfan. Woo.. Dada bidangnya, bahunya, bokongnya.. Dia benar-benar sangat seksi. Akupun mau kalau disuruh menjilati bokongnya.
Kali ini istriku tidak lagi kaku,
'Malam Irfan..', yang langsung dijawabnya,
'Malam tante..'
Aku kembali lihat istriku. Dengan mataku aku bertanya,
'OK?'. Dia mengangguk.
Kemudian basa-basinya menawarkan minuman untuk si Irfan ini.
'Gampang tante, nanti aku ambil sendiri. Jangan ngrepotin'.
Rupanya Irfan sudah tahu banget seluk beluk kamar hotel ini.
Kemudian aku bicara kepada Irfan untuk menyampaikan sebelumnya beberapa pesan sebagaimana pesan-pesan yang kusampaikan kepada Astro tadi sore sebelum menemui istriku. Sikap dan jawabannya sama. Rupanya mereka dikondisikan seragam dalam melayani tamu-tamunya. Aku senang dan lega. Dan kepada istriku sekali lagi aku sampaikan bahwa mereka ini semua santun, sehingga mama nggak perlu canggung dan khawatir.
Sebelum pergi aku raih lebih dahulu tas kecilku, yang aku lupa, pasti sejak tadi tape recordernya muter terus karena aku lupa mematikannya. Aku masuk kamar mandi. Kuambil rekaman pertama kemudian aku pasang tape kosong yang baru dan mengganti baterainya kemudian menekan tombol REC-nya. Pura-pura habis kencing, kutaruh kembali tasku di tempat semula tanpa mengundang curiga istriku maupun Irfan.
'Mas jangan pergi deh, di kamar sebelah saja. Khan malam ini, nggak ada orang di lobby'.
Dia benar. Dan melalui connecting door yang menghubungkan dua kamar itu aku masuk ke kamar sebelah.
'Selamat pijat yaa..', begitu bahasaku sambil tanganku melambai kecil.
Bersambung ...