Ah, istriku cepat sekali beradaptasi. Mungkin lain waktu dia akan berjalan sendiri ketempat ini. Walau tersenyum sedikit kecut, aku sudah nggak setegang sore tadi. Yaa, ternyata aku benar-benar merasa santai. Aku nggak begitu dikejar-kejar khayalan sebagaimana sore tadi. Yang aku inginkan sekarang adalah bisa mendengarkan rekaman kasetku. Aku akan dengar desahan istriku, atau rintihannya saat pertama kontol gede Astro menembusi kemaluannya. Atau suara-suara mulutnya yang gelagapan dipenuhi kepala kontol si Astro dan Irfan.
Waahh.. si Irfan.. pantatnya seksi banget. Lain waktu aku akan mencoba ketemu sendiri di panti pijatnya. Seingatku aku baru sekali main sama orang China sewaktu mampir Singapore dari Tokyo. Bau bawang. Waktu itu aku makan di Bugis Street sendirian. Seorang pria duduk di seberang meja juga sendirian. Kami beradu pandang. Kami menyedot minuman kami. Kembali beradu pandang. Kami meraih botol coca cola. Ternyata meraihnya berbarengan. Sama-sama membuang sedotannya dan sama-sama menenggak langsung dari botolnya.
Adu pandang berikutnya sudah diiringi senyum masing-masing. Dan aku yang mulai,
'Hai'.
'Hai juga', ah kamu orang Indonesia?!
'Yaa, aku orang Semarang. Kamu?'.
Itulah pembukaannya. Kemudian dia menawarkan mampir ke kamar hotelnya, Peninsula. Aku disuruh memilih, di kamarku di Sheraton atau tetap kamarnya. Akhirnya kami bawa secangkingan coca cola dan makanan kecil untuk camilan. Malam itu aku membayar S$ 200.00 untuk kamar Sheraton yang nggak pernah aku tiduri. Selama 3 malam hingga pulang aku tidur bersama Norman, begitu namanya. Banyak hal baru yang kudapatkan dari dia.
Tiba-tiba aku dikejutkan suara ketokan pintu yang keras. Ternyata aku telah tertidur lelap. Uhh.. Sudah terang. Jamku menunjukkan angka 06.38 pagi. Aku ingat meninggalkan istriku bersama Irfan sekitar jam 4 tadi pagi. Berarti aku terlelap selama 2.5 jam. Tetapi apakah mungkin istriku terus berasyik masyuk dengan Irfan selama itu??
Aku buka pintu. Ternyata Irfan masih tidur seperti orang pingsan. Tentu saja kalau seperti yang nampak sekarang ini jauh dari kesan pemijat. Lihat saja, badan tegar berkulit kuning itu bertelanjang, mungkin bulat karena bagian pinggulnya dan sedikit ke bawah tertutup selimut sementara dada dan mulai dari tengah pahanya hingga ke jari-jari kakinya terbuka. Ingin rasanya aku menengok apa yang di bawah selimut itu, tetapi aku menahan diri, sungkan pada istriku.
'Sudah berapa lama dia tidur', tanyaku pelan,
'Sekitar setengah jam', jawab istriku.
Jadi mereka terjaga bersama sejak jam 4 pagi tadi, sejak aku meninggalkannya. Dua setengah jam berasyik masyuk. Bukan main. Aku kagum dengan energi istriku. 47 tahun lho?!
'Papa turun tadi malam??', aku mengangguk. 'Nggak kalah pinter khan'.
'Habisnya aku juga nggak bisa tidur. Aku ke karaoke saja sampai jam 6 tadi.'
'Coba papa ketok pintu tadi malam, aku nungguin lho'. Demikian dialog pagi kami berlangsung.
'Kalau begitu kita pesan nasi goreng ya. Kita makan sama-sama. OK?'
'Bagaimana dengan dia? Pesenin saja ya, kalau sudah datang baru dibangunin.', istriku ambil inisiatif, angkat telepon pesan nasi goreng ke room service.
Aku duduk di kursi yang tersedia yang kebetulan pas menghadap ke tidurnya si Irfan. Aku pengin banget lebih mengamati tubuh kuning yang telanjang itu. Tapi sekali lagi aku sungkan. Hanya sebentar-sebentar aku tergoda untuk kembali melirik-liriknya. Kuperhatikan, tangan kirinya tertarik ke atas menjadi bantalan kepalanya, sehingga ketiak kirinya yang mengahadap langsung ke depan mataku itu terbuka. Ada beberapa lembar bulu ketiaknya di situ. Tetapi.. Ah.. samar-samar kulihat ada bekas cupang di sana. Aku nggak mau berpikir terlalu jauh. Mataku langsung melirik kembali menjelajahi bagian lainnya. Ternyata begitu pula. Bercak-bercak kebiruan tersebar di leher dan dadanya. Bahkan terus turun ke perutnya dan nampaknya terus turun ke bagian yang tertutup selimut itu. Itu artinya, cupang-cupang itu merata di sekujur tubuhnya.
Bagaimana dengan bagian bawahnya? Pahanya, betisnya? Dari kursiku aku tidak bisa menangkap seluruhnya. Kemudian aku berdiri dengan pura-pura mengambil tasku. Ah, aku jadi ingat dengan tape recorderku. Kubuka sebentar tas itu untuk melihat tapeku. Habis sudah pitanya. Kumatikan. Off. Kemudian aku kembali melirik ke tubuh Irfan. Dari tempatku berdiri ini, aku dekat sekali dengan kaki Irfan. Duhh.. Ternyata cupang itu.. Ooohh, istrikuu.. kamu benar-benar perempuan haus yaa.. Betapa nikmatnya yang didapat Irfan selama dua setengah jam bersama istriku tadi malam. Pantas sekali kalau dia terlelap sekarang ini.
Saat melihat istriku membuat kopi, aku teringat hal yang semalam. Sperma Astro yang meleleh dari memek istriku. Mestinya pergumulan yang kedua dengan Irfan ini jauh lebih seru dong. Bayangkan dua setengah jam dan cupang yang bertebaran pada seluruh permukaan tubuh Irfan ini. Alangkah serunyaa.. Dengan penuh nafsu kuraih tangan istriku, kutarik dia ke kamarku.
'Ayo ma, aku pengin nih, mumpung dia masih tidur'.
'Ngapain sih pa? Sebentar lagi khan pesanan nasi gorengnya datang.'
'Sebentar sajaa..'.
Akhirnya istriku kembali pasrah sebagaimana tadi malam.
'Sebentaar saja', sekali lagi aku ulangi dan kemudian seperti tadi malam aku mendorongnya ke ranjangku.
'Pa, kali ini aku benar-benar capai lho', aku masa bodoh saja.
Langsung saja kusibakkan handuk yang membungkus bokongnya dan persis seperti habis ngentot dengan Astro tadi malam, ternyata dia belum juga sempat pakai celana dalamnya. Jadi mungkin memang belum cebok membersihkan sperma di vaginanya. Aku semakin bersemangat.
Kemudian juga seperti tadi malam, aku langsung meneroboskan wajahku di antara pahanya. Kali ini nafsu birahiku nggak memberikan kesempatan untuk melihat-lihat lagi. Memeknya langsung kucium, kujilat dan kusedoti. Benar. Di lubang kemaluannya banyak sperma Irfan yang masih menumpuk. Lidahku bermain. Uuuhh.. Aku menikmati banget nihh.. Sedikit lain rasanya dengan sperma Astro. Kali ini ada asin, manis dan ada pahitnya. Tetapi wwuu.. kental banget.
'Wwoo.. papa senang yaa.. sama sperma yang di vaginaku?! Papa senang.. itu Irfan punya pa..?!'.
Aku sempat heran juga dengan istriku. Rasanya dia tahu jenis kehausanku. Mungkin dia langsung dapat menebak bahwa aku yang suaminya ini juga memiliki ketertarikan pada sesama pria. Aku mengangguk sambil terus menyedot. Istriku rupanya cepat memahami, dan bahkan membantu aku agar ejakulasiku lekas datang. Dia raih kepalaku, dia remas-remas dan elusi rambutku,
'Oohh.. paa..ennaakk. Teruss.. Paa..ppaa.. bersihkan memek mama dari sperma Irfan pa.. minum sperma Irfan paa..', dia mendesah.
Aku meledak-ledak. Lidahku ngebor. Mengorek semua yang menumpuk dalam vaginanya, menarik ke mulut dan mengecapi sebentar sebelum menelannya. Dan akhirnya tenggorokkanku ikut menikmati aliran sperma Irfan itu. Mendengar desahan semacam itu, sambil terus menyedot sperma Irfan yang tersisa di kemaluan istriku dan aku menggosok-gosokan batang kontolku di betisnya. Dan kali ini kubiarkan spermaku muncrat di kakinya. Begitulah, mulutku berusaha menyedot sperma dari lubang vagina istriku, sementara kontolku sendiri membuang spermaku di betisnya.
Setelah spermaku muncrat, aku naik memeluk istriku yang langsung memelukku pula. Dielusnya kepalaku sebagai tanda cintanya padaku.
'Puas pa..? Enak ya..?'.
Aku tahu maksud pertanyaannya. Kemudian aku nyungsep ke ketiaknya. Aku senang istriku tidak dingin dan acuh seperti tadi malam. Mungkin lagi-lagi kasihan padaku. Irfan ternyata sudah bangun. Dengan setia dia menunggu.
'Pagi oom, tante..', ucapnya. Istriku meneruskan membuat minuman. Nasi goreng itu belum juga datang. Aku hendak mengangkat telepon ketika terdengar ketukan di pintu. Ternyata hantaran nasi goreng itu.
Dan kami makan bersama. Irfan belum mandi. Pada kesempatan itu makin jelas kulihat, cupang bekas sedotan istriku yang terserak di seluruh tubuh Irfan. Yang tidak bisa aku lihat tentunya bagian-bagian yang tersembunyi, pada selangkangannya serta daerah pantat dan analnya. Aku yakin di daerah itu pasti akan jauh lebih seru adanya.
Sesekali istriku menyuapi Irfan. Bukan main. Apakah ini yang disebut loncatan peradaban. Atau pencerahan budaya.
Aku tidak cemburu. Justru itu akan memberikan inspirasi kenikmatan pada saat saya memeluk istriku yang kini nampaknya mengarah lebih dingin padaku sejak dia mengalami kenikmatan kontol-kontol gede milik Astro dan Irfan. Aku pikir biarlah, sepanjang aku juga bisa ikut menikmati keduanya, walaupun tidak secara langsung.
Dan yang lebih seru lagi, menjelang Irfan kembali ke tempat kerjanya, mereka berpagutan langsung di depan mataku. Tanpa ragu istriku mendesah sambil tangannya meremasi celana depan Irfan yang semakin menggunung. Sekali lagi, bukan main. Dan pelan-pelan aku ikut meremas punyaku sendiri.
Karena tidak ada lagi kegiatan yang ditunggu, kami check out lebih awal. Saat ini yang terpikir olehku adalah kapan dan di mana aku bisa mendengarkan rekaman-rekaman itu. Aku membayangkan pasti istriku mengeluarkan suara-suara desah, rintihan, suara kuluman atau jeritan kecil sepanjang rekaman itu. Dalam hal mendengarkannya, ini adalah seni tersendiri.
Mendengar berarti menyuburkan khayalan. Dimensi mendengarkan sangatlah fleksibel. Disana ada musik yang mengiringi setiap suara yang didengar, ada berbagai aroma yang merangsang hidung, ada rasa di lidah, ada rasa dipagut atau memagut, ada rasa nikmat mengiringi kepedihan, ada libido yang mendesak celana atau.. Mungkin aku perlu mencari 'ear phone' untuk dapat mendengarkannya dengan lebih santai.
Yang agak susah adalah mencari waktu dan tempat. Rasanya tidak pantas kalau aku harus berjalan-jalan atau pergi ke suatu tempat khusus untuk itu. Pada minggu berikutnya, 10 hari sesudah peristiwa yang direkam itu, kesempatan itu baru datang. Saat istriku pamit mau mengunjungi saudaranya di daerah Lenteng Agung yang sudah lama tidak dijumpainya, aku segera naik ke tempat tidur. Dengan bersender bantal guling, bercelana kolor untuk memudahkan tanganku mengutak-utik kontolku, aku memasang ear phone di telinga dan kutekan tombol 'play'.
Menit-menit pertama yang terdengar adalah suara tas kecilku yang kutaruh di 'dressing table' yang letaknya persis di depan ranjang. Kemudian beberapa detik terdengar suaraku saat mau meninggalkan istriku bersama Astro.. Kemudian suara 'klek'. Aku ingat, itu adalah suara pintu saat aku menutupnya untuk pergi ke bawah, ke coffee shop.
Beberapa detik berlalu.., kemudian sepertinya ada sesuatu yang ditaruh ke meja atau kursi??
'Selamat malam tantee..', Suara itu mirip pula dengan suara Andre Hehanusa.
'Acchh kamu.., tadi khan udah kamu ucapkan saat kamu memperkenalkan diri'.
'Lain khan tante. Tadi khan ada oomnya, nggak bebas'..
'Memangnya sekarang bebas..?',
'Iyaa dong, lagian sambil ngeliatin tante yang cantik khan lebih sreg gitu lhoo..!'
'Ah gombal.. Lelaki biar muda selalu saja senang gombal, ya khan Astroo..'.
Itulah rentetan dialog pembukaan yang terjadi sesaat aku meninggalkan kamar. Rupanya si Astro ini pinter sekali menciptakan suasana. Selanjutnya yang terdengar adalah komunikasi dialog yang akrab. Terasa dari dialog di atas, istriku nampak menimpali omongannya dengan senang. Nampak intonasi suaranya yang segar dan spontan. Aku tahu benar, suaranya itu adalah suara yang jujur, tulus. Aku khan setiap hari mendengarnya.
Bersambung ...