Aku akan cari jalan. Aku coba tengok di antara teman-temanku sendiri. Jangan ah, nanti rahasia keluarga tersebar. Kalau begitu hanya ada satu peluang. Dari panti pijat itu. Yaa, tapi ada sedikit spekulasinya juga. Masalahnya aku nggak tahu kapan orang macam itu ada dipanti pijat. Aku mesti survey dulu nih. Dan kulakukan survey itu 2 kali. Aku tanyakan kapan saat-saat ramai. Dan aku tahu, bahwa biasanya hari Kamis, Jumat dan Saptu setelah jam kerja para pelanggan itu berdatangan. Pada hari dan jam-jam itulah aku harus 'hunting' untuk menggaet salah satu dari mereka yang kira-kira sesuai dengan kemauan istriku.
Sesudah berunding, istriku sepakat bahwa sebaiknya aku mendapatkan kepastian dulu sebelum pergi menginap ke hotel PP. Untuk itu pada hari-hari dan jam yang tersebut di atas tadi, aku siap untuk secara intensip 'hunting' untuk bisa ketemu dengan orangnya yang tepat. Sudah 2 hari berturut-turut aku ke panti pijat di hotel PP itu tetapi belum memuahkan hasil. Ini adalah hari ke 3. Dari taksi aku turun di depan hotel langsung menuju basement. Seperti biasa nampak ber-macam-macam orang datang ke situ. Ada tua, muda, coklat, kuning, hitam, pendek maupun jangkung. Tinggal pilih sesuai selera. Mereka ini semua orang-orang yang sedang haus dan loyo. Mereka memerlukan penyegar. Memerlukan stroom untuk menggairahkan hidupnya. Mereka inilah peluangku sore ini. Sepintas aku optimis, yang kucari akan kudapatkan. Tunggu saja. ma.
Aku tengak-tengok. Ah, beli minuman dulu. Aku minta bir kaleng dari bar yang tersedia. Kemudian cari tempat kosong untuk duduk. Dari tempatku ini aku bisa melihat seluruh ruangan. Jelas orang datang dan pergi. Ada yang baru datang, ada yang menghilang ke balik dinding-dinding erotis panti pijat itu. Asap rokok ini, ah. Dari arah pintu masuk aku lihat seseorang. Kira-kira seusiaku. Rasanya setinggi aku juga. Berkulit gelap. Badannya lebih berotot tegap. Pantesnya tentara. Potongan rambutnya biasa. Pakai T-shirt biru.
Dia juga tengak tengok, juga mencari minuman. Dan beberapa saat kemudian dia duduk di seberang meja di depanku. Aku seneng melihat sosoknya. Kami tidak saling tegor. Suasananya terlampau gaduh. Aku tetap melakukan observasi. Di bar aku lihat seseorang berdiri bengong. Sepertinya menunggu seseorang. Melihat sosoknya dia bisa dijadikan targetku juga. Sementara aku catat dalam ingatan. Kemudian ada lagi. Di dekat tangga masuk, tampangnya kaya Ambon, tuh. Kulitnya gelap juga. Penuh wibawa. Aku bayangkan seandainya istriku dientotnya. Huuhh.. Aku catat dalam ingatan. Ada lagi. Itu China. Rambutnya lurus, pantesnya pedagang di Glodok.
Aku berdiri. Mencoba mendekat ke salah satu dari mereka. Pertama yang berdiri di bar. Aku mendekat ke bar. Ndengarin dan ngliat apa yang dia kerjakan. Aku berusaha mencari perhatiannya. Dia melihat aku selayang pandang. Kayaknya acuh saja. Kutinggalkan.
Di depan si Ambon, kembali aku mencari perhatian.
'Ramai banget, pak', aku mengeluarkan keluhan.
'Yaa beginilah..', jawabnya tak acuh juga.
Kutinggalkan. Ah.. susah juga. Muter lagii.. Tengak-tengok lagi.. benar susah nih..
Aku pikir perlu biar keluar dulu dah, cari udara segar, mungkin tunggu beberapa saat lagi. Khan orang datang pergi. Eee, diluar, ternya si tampang Ambon itu keluar juga. Dia yang menyapa aku,
'Gimana mas, udah dapat?',.. aku mesti menjawab apa?
Koq ngomongnya kaya orang Jawa. OK! Aku rasa aku mesti lebih agressip. Aku harus aktip mencari, aktip untuk mendapatkannya. Nggak ada yang perlu dikhawatirkan. Toh, Jakarta ini terlalu luas dengan manusia terlalu banyak. Ngomong saja apa maumu. Kalau ditolak ya udah. Kalau diterima, yaa.. toh itu sudah kamu pilih sebelumnya. Dalam hitungan detik aku berdialog dengan diriku. Akhirnya..
'Bapak gimana.., dapat?'.
'Ah.. Penuh.. saya malahan bingung..'.
'Maunya yang bagaimana sih pak?'.
Dia nggak jawab. Dia ngliatin aku, sepertinya menyelidik. Diam..
'Kalau ada yang udah pengalaman. Saya itu punya obsesi, perempuan umur-umur 40 s/d 45, istri orang, bukan janda lho. Khan susah tuh'.
'Selingkuh dong',
'Yaa ituu.. Soalnya selingkuh itu nikmatnya nggak keruan. Coba bayangkan, saat kita telanjang bulat nindihin seorang perempuan yang telanjang bulat pula yang dia ada suaminya'.
Aku bengong juga mendengarnya. Sedari tadi aku tertarik dengan stylenya, angkuh dan dengar ngomongnya.. dia menjadi penguasa, yang bisa mengambil istri orang, selingkuh saenaknya. Sifat macam itu sangat erotis lho di telingaku. Bahkan kini aku melihat segala tingkahnya nampak begitu sensual. Kulitnya yang hitam, mulutnya agak monyong dengan bibir yang tebal. Tapi koq serasi gituu.. Aku bayangkan lelaki macam ini ngnetoti istriku. Dan aku bayangkan bagaimana mulut istriku menyedoti mulutnya yang berbibir tebal itu. Dan bokongnya.., sepertinya bokong bebek, gede dengan kebelakang sedikit. Uuuhh okong yang sangat seksi. Jadinya koq seperti bakul ketemu tutupnya. Saya serta merta nyahut omongannya.
'Wwwoo, saya jadi heran pak.., sepertinya sudah diatur saja.. '.
'Koq macam diatur.., apa maksud mas?'.
'Begini pak, terus terang yaa.. Obsesi bapak itu bisa terpenuhi.. dan gratis lagi'.
'Ah, yang benar mas, dimana?'. 'Tadi bapak bilang yang punya suami khan?',
'Yaa.. tapi masa ada sih yang mau begituu..??'.
'Ini orang telah beberapa kali menggunakan jasa panti pijat sini. Dia panggil beberapa anak muda dari panti pijat untuk melayani dia. Sekarang dia pengin pria yang dewasa, kaya bapak begini'.
'Ah, yang benarr.. Lantas bapak siapa?',
'Begini pak, supaya bapak yakin bagaimana kalau kita temui itu dulu, petugas dan anak yang biasa dipanggil ibu itu, setuju? Nanti bapak omong-omong saja sendiri dengan mereka'.
Dia diam berpikir sejenak. Aku memang nggak mau menjawab pertanyaannya yang terakhir mengenai siapa saya. Jawaban apapun yang aku berikan akan membawa kemungkinan ragu-ragu padanya. Pada waktunya toh dia akan tahu.
'Boleehh.. Ayoo..'.
Kemudian kami bersama-sama menemui petugas panti pijat itu. Aku panggil petugas yang biasa nglayani aku,
'Mas, kita sering ketemu khan, kamu tahu saya khan'.
'Ya tahu, bapak khan sering kemari. Tempo hari pesan si Astro ya, kemudian si Irfan 2 kali. Saya ingat',
'Yaa, yaa.. bisa nggak aku mau ketemu Irfan sebentar',
'Bisaa pak, n'tar aku panggili. Irfan.. Ada tamunya..!!'.
Tak lama kemudian dari pintu dalam keluar Irfan.
'Fan, sini..'.
'Hai oom, pa kabar.. Sendiri?',
'Iya lah.. nih oom.. siapa pak..??',
'Widyo..', benar dia Jawa,
'Oom Widyo pengin ngomong-ngomong sedikit, kamu bantu yaa..'.
'Silahkan pak, biar bebas, bapak bicara saja sendiri.. n'tar saya tunggu di depan.. eeh atau di lobby saja ya pak'.
Sesuai dengan keyakinanku, sekitar 10 menit kemudian Pak Widyo masuk lobby dengan wajah cerah.
'Maaf mas, saya khan harus hati-hati. N'tar kaya di Jakarta ini khan banyak yang tidak bisa diduga',
'Nggak apa apa, saya maklum banget Pak koq. Jadi bagaimana?'.
'Yaa.. cerita si Irfan terus terang membuat saya penasaran.. Jadi dari pada nggak bisa tidur yaa di coba saja khan?? Tapi apa kira-kiranya perempuan bersuami itu mau sih sama aku begini..?!'. Haa.. percaya dirinya terganggu tuh..
'Wah.. saya ikut senang. Percaya saya kalau soal mau tidaknya dia pasti suka sama bapak. Nih perempuan aneh, justru dia nggak begitu tertarik pada yang ganteng atau bagus atau tampan. Yang penting ininya paakk.
'Apaan tuh?',
'Perempuan bersuami ini senengnya yang ininya gede gitu pak!'.
'Hah, kalau itu mas, jangan khawatir. Jangan khawatir. Mau lihat??', katanya sambil ketawa.
'Ah nggak pak, Cuma hal ini khan harus saya sampaikan ke bapak'.
'Ya, tolong sampaikan tuh perempuan, 19 cm dengan 4.5 cm, dia pasti tahu kombinasi angka itu'.
'Baik pak, tapi bapak sabar khan menunggunya, yaa kira-kira 1.5 jam lah. Sekarang jam 5. Kita minum-minum dulu atau main bilyar, biar saya telpon dia untuk meluncur kemari. Bapak mau? Setuju?',
"Okeeyy.. Kita main bilyar duluu.. Ayoo..'.
Ah, aku senang Pak Widyo benar-benar rileks orangnya. Cocok ini dengan karakter istriku. Kemudian aku telpon istriku.
'Makan malam di hotel saja. Tolong kalau mau nyampai telpon ya, biar aku minta disiapin meja untuk kita'.
Yaa, dia dandan kira-kira 30 menit (maklum perempuan), dan dengan taksi dari rumah perlu maksimum 60 menit lah.
Setelah yakin akan kedatangan istriku, Pak Widyo ke front office untuk minta disediakan kamar VIP yang luas di lantai 3. Kubiarkan, nggak enak kalau aku yang ngatur. Istriku pasti maklum juga. Bagaimanapun Pak Widyo telah menunjukkan 'goodwill'nya. Tentu aku sangat menghargainya. Dan lebih dari itu aku juga menyimpan rasa aman. Aku nggak perlu khawatir istriku bersama dia.
Selesai permainan bilyar 3 game, Pak Widyo ngasih masalah pada aku,
'O ya, Mas apanya perempuan itu..? Siapa nama mas?', inilah pertanyaannya yang sedari tadi aku hindari. Dan aku sangat kesulitan menjawabnya. Mau terus terang khawatir mempengaruhi keputusannya yang telah di ambil. Kalau tidak terus terang, nanti kalau akhirnya tahu ..? Disini aku merasa masih memperhitungkan eksistensiku sebagai orang yang masih memerlukan penghargaan, penghormatan atau setidak-tidaknya simpati. Aku tidak ingin orang melihatku lantas mengelus dada sambil bergumam, 'Kasihaann..'.
'Saya ini pengagum keindahan pak.. photographer.., saya suka memotret perempuan ini.. karena saya dibolehkan memotret dia, dan kebetulan saya tahu masalah dia.. ya apa salahnya kalau saya membantu, gituu. Nama saya Wibowo'.
Tiba-tiba, dengan aku sertai sedikit senyuman dan nada kelakar, meluncur begitu saja jawaban penuh improvisasiku. Pak Widyo memandangiku,
'Dan sesekali Mas Bowo menikmati kecantikannya sesudah memotretnya.. begitu..?'. Ha ha ha.. kami sama-sama terbahak.
'Dasar orang laki..!!', ha ha ha.. kembali sama-sama terbahak. Ah.. lega aku akhirnya terjawab juga masalah krusialku. Dan aku nggak khawatir, kalau toh pada akhirnya nanti dia tahu persis yang sebenarnya siapa aku, pasti itu sudah lepas dariku, sudah tidak akan lagi mempengaruhi keputusannya. Kalau dia sudah dalam rengkuhan istriku, kemudian merasakan kenikmatan pagutannya, masalah tadi dengan sendirinya sirna.
HP-ku berdering.
'Pak dia mau datang sebentar lagi. Yok kita tunggu direstoran saja. Dia pengin makan malam dulu'. Kemudian kami bergegas ke restoran hotel PP itu, mencari meja yang nyaman, menunggu istriku. Pak Widyo tertegun saat kutunjukkan 'perempuan bersuami' itu. Istriku yang dengan segenap kecantikannya, muncul di pintu memasuki restoran. Walaupun usianya sudah memasuki 47 tahun, dan tampil dengan celana jean serta blus sutra kembang-kembang, istriku yang kulitnya putih bersih itu memancarkan kecantikannya sebagai perempuan yang anggun dan penuh pesona.
Bersambung ...