Aku tak tahu bagaimana Mbak Eliz bisa bercerita begitu polos dan terus terang tanpa basa basi seperti itu.
"Emang punya Mas Sur nggak gede?" pancing istriku
"Entahlah mbak, tapi punya Mas Hendra kelihatan begitu besar dan ah nggak tau lah mbak"
"Mbak Eliz pingin merasakannya?" pancing istriku penuh selidik, aku yakin dia sudah mulai keluar isengnya.
"Jangan marah mbak, aku Cuma berkhayal saja kok, lagian aku kan nggak mungkin selingkuh dengan suami teman sendiri, ntar aku dikira apa" Mbak Eliz terdengar canggung.
"Bagaimana kalo kuijinkan" benar sudah keluar gairah liarnya
"Maksud mbak?" Eliz terdengar kaget
"Ya kamu ngerasain yang kamu bayangkan, dari pada cuma dibayangkan dan membuatku berpikir yang negatif, lebih baik di wujudkan saja, iya kan" istriku sudah mulai nakal
"Mbak ijinin aku sama suami mbak? ah Mbak pasti bergurau nih, ah udahlah mbak, anggap pembicaraan ini nggak ada, sekedar iseng" Mbak Eliz mulai gugup.
"Mbak, tolong jawab dengan jujur, aku serius nih, Mbak Eliz mau apa enggak?"
Mereka terdiam, hanya pancuran air cucian piring yang kudengar, tiba tiba kudengar suara gelas jatuh berantakan, rupanya ada yang nervous.
"Mbak beneran nih? Mas Hendra sendiri gimana?" tanyanya kaget dan penasaran
"Udahlah, masalah itu serahkan padaku, jawab dulu kamu mau apa enggak?
Mereka terdiam lagi.
"Entahlah mbak, aku jadi malu nih" dia ragu ragu. "kalau Mas Hendra mau dan Mbak nggak keberatan, ..ya..aku sih.. emm.. malu ah"
"Ya jelas mau dong, dikasih enak kok nggak mau" tegas istriku
"Sekarang Mbak mau apa enggak? soal suami Mbak biar aku yang atasi, serahkan saja padaku, trust me, kalo emang oke ntar aku bilang ke Mas Hendra" lanjut istriku meyakinkan Mbak Eliz, entah apa yang ada dibenaknya.
Tak kudengar pembicaraan lebih lanjut, sepertinya Mbak Eliz masih ragu atau malu untuk meng-iyakan tawaran istriku.
"Tapi jangan bilang bilang Mas Sur ya mbak" kata Mbak Eliz berarti setuju tanpa meng-iyakan.
"Gila apa, emang kita mau cari perkara" suara istriku meninggi
"Temanin ya mbak"
"Ini orang, udah diijinin masih minta ditemenin lagi, kayak perawan aja" kata istriku sewot
"Bukan gitu mbak, aku kan canggung kalo langsung ke kamar Mas Hendra, ntar dikira ngajak selingkuh lagi, padahal kan seijin mbak"
"Ya udah deh, kalo gitu kita keroyok aja Mas Hendra rame rame, kita main bertiga aja, buruan ntar suamimu keburu datang dari servis mobil" jawab istriku.
Mendengar pembicaraan mereka kejantananku perlahan menegang, apalagi ketika membayangkan Mbak Eliz yang cantik dan mulus. Wanita keturunan Aceh itu umurnya 1 ? 2 tahun lebih muda dari istriku, tingginya sedikit dibawah istriku, mungkin 160, tapi body-nya sungguh menggetarkan birahi laki laki yang melihatnya, apalagi dadanya yang terlihat menonjol menantang, perkiraanku pasti tidak lebih kecil dari 36B, kulitnya yang putih mulus bak pualam, sungguh beruntung aku kalau memang ini terjadi, ingin rasanya aku segera menikmati tubuh sexy-nya. Tak lama kemudian kudengar langkah menuju ke kamar, aku pura pura tidur pulas ketika mereka masuk kamar dan mendekati tempat tidur, ranjang bergoyang ketika mereka naik.
Kudengar mereka berbisik bisik sebentar, tanpa bicara lagi tiba tiba istriku langsung menciumku, pura pura kaget kubalas kuluman bibir istriku. Sambil menciumku dia meremas remas kejantananku yang menegang dibalik celana pendek, kuremas buah dadanya dibalik sweater-nya, kejantananku makin menegang, aku masih menunggu sentuhan tangan lembut Mbak Eliz, kulepas sweater-nya hingga tampak bra ungu yang tak lama kemudian tanggal dari tubuhnya. Sekilas kulirik Mbak Eliz hanya berdiri mematung melihat kami berciuman. Tak lama kemudian kami sudah sama sama telanjang bulat berpelukan dan berciuman didepan Mbak Eliz yang masih berdiri di ujung ranjang.
Aku khawatir Mbak Eliz berubah pikiran, maka kuhentikan ciumanku dan menghampirinya, dia mundur selangkah menjauhiku, tampak keragu raguan di sikapnya, untunglah istriku membantunya, didekatinya Mbak Eliz diraihnya tangannya dan dituntun ke arah kejantananku yang menegang. Ragu ragu dia memegangnya tapi istriku berhasil memaksanya untuk meremas kejantananku, dia memandangku dengan sorot mata kagum, aku suka dengan cara pandangnya yang penuh gairah itu.
Ketika Mbak Eliz mulai meremas dan mengocok, kutarik tubuhnya dalam pelukanku yang telanjang, bisa kurasakan buah dadanya yang mengganjal di dadaku. Istriku ikutan memelukku, kini dua wanita cantik dalam pelukanku, satu telanjang dan satunya masih berpakaian. Tanpa membuang kesempatan lebih lama, kucium pipi Mbak Eliz yang mulus itu dan terus bergeser ke bibir manisnya, mulanya agak canggung dia melayani ciuman bibirku tapi kemudian dibalasnya ciumanku dengan tak kalah gairahnya, dilumatnya bibirku seakan tak mau melepaskan lagi. Tanganku mulai menyusuri dadanya, kuremas dengan lembut buah dadanya, seperti dugaanku, begitu montok dan kenyal, membuatku makin gemas untuk meremas remas. Remasan dan kocokan empat tangan di kejantananku makin liar, seliar ciuman dan remasanku pada buah dada Mbak Eliz.
Kulepas kaosnya, terlihatlah buah dada montoknya yang masih terbungkus bra merah berenda, sungguh sexy dan terlihat begitu padat, aku menelan ludah melihat kemontokan tubuh nan sexy itu, segera kudaratkan ciumanku ke leher Mbak Eliz, dia menggelinjang dan mulai mendesis pelan, remasanku makin leluasa menggerayangi kedua bukit yang menantang, kuselipkan tanganku di sela bra-nya, begitu didapati putingnya segera kupermainkan dengan nakal, gelinjang Mbak Eliz makin menjadi, desisnya makin jelas terdengar. Istriku yang dari tadi memelukku dari belakang bergeser ke belakang Mbak Eliz, ternyata dia melepas bra merah itu.
"Tadaa" kata istriku setelah menarik bra Mbak Eliz.
Aku kembali terpesona melihat buah dadanya yang polos padat menggantung di dadanya, belum hilang kagumku, istriku ternyata sudah melorotkan celana pendek sekaligus celana dalamnya, untuk kesekian kalinya aku melongo melihat ke-sexy-an tubuh telanjang tetanggaku ini, rambut pubicnya yang tertata rapi membentuk segitiga, begitu indah.
Tangan Mbak Eliz dari tadi tak pernah lepas dari kejantananku, bibir dan lidahku kembali menyusuri leher jenjangnya dan lidahku langsung menuju ke puncak bukit yang kemerahan, dengan liar kupermainkan puting yang kecil menantang, kukulum dan kusedot putingnya sambil mempermainkan dengan lidahku, geliat dan desis Mbak Eliz bertambah berani, rambutnya yang panjang tergerai bebas saat dia menengadah dan mendesah.
Puas melumat kedua bukit mulusnya, ciumanku turun ke perut dan berhenti di selangkangannya. Lidahku menyusuri kedua paha hingga lututnya, sengaja aku tak menyentuh daerah vaginanya, ingin kupermainkan dia lebih lama lagi, ingin kulihat dia menggeliat seperti cacing kepanasan. Dugaanku benar, dia kelocotan dilanda birahi, berulang kali tanganku dituntun ke daerah vaginanya, tapi aku tak mau melanjutkan.
"Pleeaasse..pleaasse" desahnya yang membuat aku tak tega mempermainkan lebih lama lagi.
Kutuntun dia ke arah ranjang dan kutelentangkan, kini tubuh telanjang dan sexy Mbak Eliz telentang penuh pasrah, aku menikmati saat saat seperti ini. Kutindih tubuh montok itu, kami kembali berciuman sebentar sebelum akhirnya aku jongkok di antara kedua kakinya.
"Ini yang kamu mau bukan?" kata istriku yang dari tadi telanjang berdiri menonton suaminya sedang mencumbu Mbak Eliz, istri tetangga.
Lidahku menyusuri pahanya yang mulus, lalu berhenti di selangkangannya. Aku mulai menjilati bibir vaginanya, dia menggeliat dan menjerit tertahan ketika lidahku menyentuh klitorisnya, tangannya digigitnya untuk menahan jeritannya. Istriku yang duduk di sampingnya tersenyum melihatnya, lidahku menari nari di vaginanya, sesekali kusedot liang vaginanya, tak jarang cairan vaginanya tertelan mulutku. Mbak Eliz menggeliat tanpa kontrol, pahanya menjepit kepalaku, tapi tak kuhiraukan. Dua jari tanganku sudah mengocok liang vaginanya sembari lidahku menyapu klitorisnya, dia menjerit penuh nikmat.
"Aaauugghh.. yess..yess.. truss" jeritnya lepas sambil meremas remas rambutku, seakan lupa bahwa dia sedang menikmati suami orang.
"Aaagghh..sshh..sshh..yess..yess.. yaa..aku keluaar" jeritnya tertahan, ternyata dia sudah orgasme hanya dengan jilatan lidah.
Aku tak mempedulikannya, terus kujilati dan kukocokkan jari tanganku.
"Aaaghh.. ssudah.. ssudah.. pleeaase" dia memohonku menghentikan jilatanku, tapi aku tak mau berhenti begitu saja.
"Mas, udah mas, kasih dia istirahat dulu" celetuk istriku.
Dengan berat hati aku beranjak dari selangkangan Mbak Eliz, telentang diantara kedua wanita itu, istriku segera bergeser ke selangkanganku, diremasnya kejantananku dan langsung dikulumnya, tak lama kemudian kejantananku sudah meluncur keluar masuk mulutnya. Kakiku diangkatnya dan dia menjilati kantong bola hingga ke lubang anusku, aku mendesis sambil meraba dan meremas remas buah dada Mbak Eliz yang masih telentang di sampingku. Mbak Eliz memiringkan tubuhnya, kini dia dipelukanku, kepalanya disandarkan di bahu ketika istriku sedang menjilati penisku. Mbak Eliz mulai kembali menciumi wajahku, terus beralih ke leher dan dadaku, dikulumnya putingku, aku menggeliat nikmat mendapat perlakuan kedua wanita cantik ini secara bersamaan.
"Mbak, aku duluan ya" pintanya pada istriku ketika ciumannya sudah sampai di perut.
"You are my guest, terserah, asal mau berbagi ini" jawab istriku sambil menyodorkan penisku ke muka Mbak Eliz. Dia meraih penisku dan mengocoknya dengan tangannya, sepertinya dia agak ragu untuk mengulum penisku.
"Terlalu besar mbak, nggak muat nih" katanya kemudian
"Coba aja dulu, ntar akan masuk sendiri" jawab istriku masih asik menjilati pangkal paha dan kantong bolaku.
Mbak Eliz mulai menjilati kepala penisku, lidahnya berputar putar di ujung penis, lalu turun ke batangnya hingga pangkalnya, terus naik lagi ke ujung, kepala kedua wanita itu berimpit di selangkanganku. Wonderful, dua wanita cantik bermain dengan kejantananku, I'm flying to heaven. Jari tanganku mengocok vagina Mbak Eliz yang basah, dia menjilat sambil mendesis.
"Ya gitu terus masukin, pelan pelan saja" istriku seakan mengajari Mbak Eliz, dan kepala penisku sudah berada di mulutnya. Kulihat dia kesulitan untuk memasukkan batangnya, istriku segera mengambil alih, diraihnya penisku dan langsung dimasukkan ke mulutnya dengan lahapnya, dia mengocok penuh gairah, lalu dikembalikan lagi ke Mbak Eliz, seperti anak kecil yang mengembalikan permainan yang dipinjamnya.
Mbak Eliz berusaha untuk memasukkan sebanyak mungkin penisku ke rongga mulutnya, hanya setengah yang bisa dia kulum, istriku menjilati batang penis yang tidak tertampung, penisku mulai meluncur keluar masuk mulut Mbak Eliz, kocokan jariku di vaginanya makin cepat, desahnya tertahan penisku.
Mbak Eliz beranjak menaiki tubuhku, sepertinya dia ingin segera merasakan penisku di vaginanya, tapi istriku mencegahnya.
"Jangan posisi ini dulu, pelan pelan saja, santai saja" kata istriku meminta Eliz telentang di sampingku.
Segera kunaiki dan kutindih tubuhnya, kucium dan kujilati leher mulusnya, istriku dengan setia menuntun kejantananku ke vagina Mbak Eliz, perlahan lahan kudorong masuk menguak liang sempit di selangkangannya.
"Aaagghh.. pe..lan.. pe..lan.. mas, sakiit, besar bangeet" desahnya seperti seorang perawan yang baru bercinta.
"Santai saja mbak, nggak usah tegang, Mas jangan kasar dong" kata istriku yang selalu bertindak sebagai sutradara dan pengatur laku.
Kudorong penisku memasuki liang sempit itu sebentar lalu kutarik lagi perlahan lahan, kudorong lagi dan kutarik lagi, makin lama makin dalam penisku melesak kedalam liang vaginanya, hingga akhirnya semua penisku masuk dalam vaginanya, kudiamkan sejenak dan kunikmati expresi di wajahnya yang bersemu merah. Mbak Eliz menggigit bibirnya, entah sakit entah nikmat, padahal liang vaginanya sudah basah, tangannya mencengkeram pantatku dengan kencangnya. Dia menahan tubuhku ketika aku mulai gerakan menarik, kudiamkan lagi sambil menciumi lehernya, buah dadanya masih terasa mengganjal di dadaku.
"Gila gede banget, penuh rasanya mas, tak kusangka bisa sepenuh ini" bisiknya ditelingaku. Istriku mulai mengelus kantong bola-ku, membuatku menggelinjang di atas tubuh Mbak Eliz, dia memelukku lebih erat lagi.
Perlahan aku mulai menarik dan mendorong penisku, makin lama makin cepat hingga akhirnya aku bisa mengocok Mbak Eliz dengan gerakan normal, desahan nikmat keluar dari mulut manisnya membuatku makin bernafsu menggoyangkan pantatku. Dia ikutan menggoyangkan pantatnya mengimbangiku, rupanya sudah bisa menyesuaikan diri.
Aku berlutut sambil mengocoknya, kuamati wajah Mbak Eliz yang sedang dilanda birahi, wajah cantiknya makin cantik ketika dia mendesah, membuatku semakin bernafsu.
"Egh.. egh.. egh.. enak mas, trus mass..yess..fuck me..yess" desahnya lepas seirama kocokanku.
Buah dada montok Mbak Eliz berguncang guncang, diremasnya sendiri kedua bukitnya itu sambil dia mempermainkan putingnya. Istriku meletakkan kedua kaki Mbak Eliz ke pundakku, membuat penisku makin melesak ke dalam.
"Ouhh..yaa.. makasih mbak,..trus mass" desahnya makin merasakan kenikmatannya, makin cepat kocokanku makin liar dia mendesah.
"Gimana? enak mbak?" goda istriku sambil mengelus elus rambutnya.
"Uff.. bu.. bukan enak lagii.. toop deh" jawabnya di sela sela desahan sambil meremas remas buah dadanya sendiri.
"Enak mana sama suami mbak?" tanyaku keceplosan, tak seharusnya aku membandingkan seperti ini.
"Tau ahh"
"Enak mana?" desakku sambil menyodoknya keras
"Aaauugghh.. ss.. en.. nak.. i.. nnii" jawaban atau desahannya, tentu saja dia akan menjawab begitu, mana mungkin dia menjawab lain kalau sedang menikmati yang ini.
"Aaagghh..shit..shit..yess" teriaknya sambil mencengkeram erat lenganku, dan bersamaan dengan itu kurasakan remasan otot vaginanya pada penisku, dia mencapai orgasme lagi, tak lebih sepuluh menit aku mengocoknya.
Bersambung ...