Seandainya saja karena kurang pengalaman dan pemahamannya, kemudian Pak Anggoro menuruti kemauan berontakku, pasti aku akan jatuh pada kekecewaan yang berkepanjangan. Bukankah kita sering mendengar, bahwa seorang istri baru bisa meraih orgasmenya pada saat dia diperkosa. Lelaki-lelaki kasar, penuh keringat dan debu telah memperkosanya. Semua perlawanannya sia-sia. Kontol lelaki itu dipaksakannya menembus kemaluannya. Dan pada saat kontolnya telah tenggelam dilahap vagina sang istri tersebut, dan sang pemerkosa mulai dengan kasarnya mengayun dan memompa kontolnya ke memeknya, baru sang istri tersebut mendapatkan kenikmatan yang tak terpana. Selanjutnya sang istri ketagihan. Tetapi suaminya tak pernah bisa memberikannya, walaupun suaminya tampan, bersih dan rapi. Tetapi tidak lagi mampu memicu birahi istrinya. Mungkinkah hal seperti itu juga mengidap pada diriku?
Pak Anggoro tidak menyelesaikan ciuman dan jilatannya hingga beliau mendekat ke pangkal pahaku. Dia lepas ikatan kimonoku. Dengan agak kasar dia balikkan tubuhku agar tengkurap. Dan dia merangkak diatasku. Dia menuju punggungku. Dia cengkeram bahuku. Dia gigit kudukku. Sekali lagi karena gelinjang birahiku, aku berusaha berontak. Untung saja tangan Pak Anggoro sangat kuat menjeratku. Ditindihnya aku dengan badannya yang berbobot 75 kg itu. Dan sedikit banyak hal itu telah membuatku benar-benar kesakitan dan menyesakkan nafasku.
Tetapi saat bibir dan lidah Pak Anggoro kembali melumat-lumat, hingga seluruh dataran serta lembah punggungku basah kuyup oleh ludahnya, segala siksaan tadi lenyap berubah menjadi nikmat birahi yang sangat kurindukan. Dengan terus merangsek tangan-tanganku agar tidak memberontak, ciuman dan jilatan Pak Anggoro melata ke pinggulku. Betapa tak tertahankan kegelianku. Di tempat ini, di pinggulku sedemikian banyak saraf-saraf peka birahiku. Aku hanya bisa berteriak mengaduh. Umpatanku tidak lagi muncul. Hanya teriakan karena deraan nikmat yang terus memenuhi kamar President Suite Pak Anggoro ini. Dan kembali kudapatkan sensasi erotik, saat tangan-tangan kuatnya membelah bukit pantatku disusul kemudian lidah Pak Anggoro menjilati duburku. Pak Anggoro yang boss besar kantor suamiku ini, kini sedang menjilati lubang pembuangan istri anak buahnya. Lidahnya yang besar dan panjang mencuci analku. Kerut-kerut analku di sedot-sedotnya. Lubang analku disedot-sedotnya. Kemudian aku ditunggingkannya agar lubang pantatku menjadi lebih terbuka hingga seluruh wajah Pak Anggoro mudah tenggelam ke dalamnya.
Aku sudah lelah menggeliat dan berteriak. Suaraku sudah parau. Aku hanya bisa menangis sekarang. Aku menangis karena rasa berjuta nikmat yang berbaur. Aku menangisi rasa nikmatku. Di sini aku mulai merasakan bahwa impianku akan hadir kembali. Rasa ingin kencing yang mendesak dari dalam vaginaku menandakan bahwa aku telah dekat dengan orgasmeku. Rasa ingin kencing itu terus menanjak. Aku seakan melihat dataran pasir yang empuk dan luas. Aku melihat kedamaian dan kelegaan birahi. Aku ingin mendarat di atasnya. Kurasakan kesempatan orgasmeku ini hadir semakin melaju menuju ambangnya. Kuisyaratkan pada Pak Anggoro. Aku menaikkan pantatku menjemput jilatan-jilatan lidahnya. Aku menaik-naikkan pantatku dan meregangkan kaki-kakiku menahan nikmat gatalnya memekku karena menahan keinginan kencingku. Pak Anggoro langsung memahaminya.
Dia bangkit berdiri di belakang analku. Kontolnya yang keras lurus ke depan dia sodorkan ke bibir vaginaku. Kurasakan kontolnya melekat dan kemudian dengan sedikit dorongan yang berulang, kontolnya amblas ditelan vaginaku. Aku seperti akan pingsan menerima kenikmatan ini. Seperti anjing jantan pada betinanya, Pak Anggoro setengah berdiri memelukku dengan kontolnya menerjang memekku. Mulailah ayunan dan pompaan kontol Pak Anggoro keluar masuk ke kemaluanku. Aku menggoyang-goyang dan maju mundur mengimbangi iramanya yang sangat membuatku kegatalan di seputar vaginaku. Terus terang inilah salah satu posisi favoritku. Aku merasakan kenikmatan yang maksimal dengan posisi begini. Bayangkan saja, bukankah kontol yang ngaceng cenderung mencuat ke atas dari akarnya. Saat menggosok dalam vagina, kontol seperti itu menggelitik dinding atas vaginaku dengan lebih kuat hingga titik pekaku rasanya di garuk dengan ulek-ulek sambal yang besar. Kemudian dalam posisi "Doggy Style" ini, vaginaku cenderung lebih sempit mengetat. Jadi semua urat-urat pekaku akan lebih mencengkeram kontol siapapun yang menembus memekku. Sayangnya Mas Adit tidak bisa melakukan cara seperti ini. Karena kontolnya yang terlampau kecil tidak akan mampu melewati bongkahan pantatku yang gede ini. Maka yang akan terjadi adalah, kontolnya hanya akan sedikit menyentuh gerbang vaginaku. Kontol Pak Anggoro yang jauh lebih panjang dan besar langsung bisa menggelitik tepi-tepi bibir rahimku.
Aku jadi binal. Kegatalanku sangat merasuk dalam vaginaku. Aku ingin menggaruknya. Kugoyangkan pantatku maju mundur sehingga gesekan batang kontol Pak Anggoro benar-benar kurasakan seakan-akan melumat dinding vaginaku. Aku mendesah dan merintih setiap kali Pak Anggoro menusuk maupun menarik kontolnya. Aku kagum dengan stamina Pak Anggoro. Apakah ini berkat minuman anggur Chinanya tadi? Apakah juga rasa birahiku yang semakin meninggi dikarenakan satu sloki anggur yang disodorkan Pak Anggoro kepadaku tadi? Mungkin saja. Badanku merasa lebih panas dan aliran darahku yang lebih cepat benar-benar membuat birahiku meletup-letup dan aku seakan kewalahan dalam melawan kegatalanku sendiri yang hebat melanda nonokku.
Desakan birahiku yang semakin menghebat dikarenakan kegatalan tak terkira dari vaginaku membuatku menjadi liar dan buas. Aku lupa daratan. Aku ingin jadi penguasa. Aku ingin Pak Anggoro menuruti mauku. Aku ingin Pak Angoro diam telentang dan biar aku saja yang akan memperkosanya. Aku benar-benar tak tahan lagi. Aku bangkit. Dengan tetap mempertahankan kontol Pak Anggoro dalam memekku, aku membelakanginya dan mencoba memompa dan menaikturunkan pantatku ke kontolnya. Kuraih leher Pak Anggoro yang diresponsnya dengan menjemput dan langsung memeluk buah dadaku sambil bibirnya mendekat ke bibirku. Kami saling berpagu dan melumat-lumat.
Pompaan pantatku diterima Pak Anggoro dengan erangan bak serigala yang mendapatkan mangsa dan dengan taring-taringnya merobek daging-dagingnya dengan buas. Dengan keliaran dan kebuasan nafsuku, aku akan mengubah posisiku. Aku menginginkan apa yang menjadi keinginanku. Kulepaskan kontol Pak Anggoro dari vaginaku. Kudorong dia agar telentang di kasur. Kemudian kunaiki tubuhnya yang besar itu. Aku beringsut hingga kontolnya berada tepat di bawah vaginaku. Kuraih dan kuarahkan kontolnya ke lubang memekku. Nonokku yang menyempit membuat terobosan kontol Pak Anggoro tidak langsung bisa tertelan vaginaku. Aku harus lebih menekannya dengan sekaligus menggeliat kecil memutar pantatku. Dengan cara itu lubang vaginaku akan lebih longgar. Dan akhirnya kemaluanku dapat menelan seluruh batang kontol Pak Anggoro.
Dalam posisi ini aku melakukan gerakan "tekan dan maju-mundur", sambil menekan lebih ke bawah, pantatku maju mundur untuk membuat batang keras Pak Anggoro bisa seakan menggaruki gatalnya rongga vaginaku yang dipenuhi peka birahi, dan Pak Anggoro akan merasakan nikmat kontolnya yang dilumat-lumat nonokku. Inilah kenikmatan yang sama-sama dirasakan oleh Pak Anggoro dan aku. Kegatalan yang tetap meruyak dalam vaginaku memaksaku mempercepat goyangan pantatku. Bahkan Pak Anggoro kuminta tidak bergerak agar dapat lebih merasakan betapa vaginaku meremas dengan ketat kontolnya. Dan Pak Anggoro patuh saja, karena dengan cara itu dia telah merasakan kenikmatan luar biasa tanpa harus melakukan gerakan yang melelahkan. Aku juga melakukan "tekan dan putar", dengan cara menekan nonokku ke bawah lebih keras kemudian memutar-mutar pantatku. Dengan cara itu aku dapat menikmati bagaimana kontol Pak Anggoro "mengobok-obok" rongga vaginaku, dan Pak Anggoro merasakan nikmat kontolnya yang diremas-remas oleh vaginaku. Dua cara tersebut kujadikan andalan di samping sesekali juga melakukan "pompa naik turun" atau pompa maju-mundur" yang selalu berulang kulakukan.
Variasi dan selang-seling teknik di atas akan menghasilkan sejuta nikmat birahi. Apalagi dalam melaksanakannya dibarengi dengan permainan remasan tanganku pada dada, ketiak dan pinggul Pak Anggoro, dan sebaliknya remasan tangan-tangan Pak Anggoro pada pinggulku dan buah dada serta puting-putingku. Sungguh kenikmatannya tak akan pernah kami lupakan. Kami secara berbarengan menjerit, mendesah, merintih dan mengerang. Dan lahirlah simfoni gerak dan suara-suara erotik bagaikan operet birahi oleh dua "artis penikmat seksual" yang sangat gaduh dalam kamar mewah President Suite Grand Hyatt Hotel itu. Dan akibatnya adalah aliran darah kami yang semakin cepat terpacu, birahi kami terbakar menyala-nyala. Kami bergerak mendekati keliaran.
Semua remasan, desahan, pompaan, sedotan, gerakan maju-mundur, sedotan, semuanya menjadi tingkah laku yang cepat dan kasar. Simfoni bibir-bibir kami menjadi racauan tak terkendali. Saling melukai, saling mencaci dan mengumpat dengan mata-mata kami yang terbeliak karena kesetanan birahi kami sendiri.
"Ayo Bu Adit pelacurku, sundalku, nikmat mana kontolku dan kontol Adit? Ayoo Buu jawab.., nikmat manaa.., hah?".
"Aaayoo Anggoroo, teruzz, kontolmu enhhaakk.., teruzz, Anggoroo.., anjingkuu.., terusszzhh".
Entah apa lagi. Semua kata-kata begitu saja terlontar tanpa takut akan ada sanksi sopan-santun maupun etika dan batas kesopanan. Semua kata-kata itu menjadi begitu indah dan nikmat di telinga-telinga kami.
Dan disinilah "puncak jamuan malam" bagi Pak Anggoro dan "puncak nikmat pesta perselingkuhan" bagiku, sama-sama kami raih. Rasa ingin kencingku yang sedari tadi telah mengalir membahana dan rasa ingin muntahnya kontol Pak Anggoro yang menerima kombinasi serangan nikmat dari nonokku secara bersamaan mewujud. Dengan teriakan keras mirip lolong serigala lapar di malam hari dari mulut lupa diri Pak Anggoro serta teriakan keras penuh beban histeris dari mulutku, Pak Anggoro memuntahkan spermanya. Dan cairan birahiku pun meledak tumpah ruah, mewujudkan orgasmeku yang paling nikmat yang pernah kudapatkan.
Gerakan kami tetap terus meninggi hingga kami berdua benar-benar tidak menyisakan apapun pada tubuh-tubuh kami. Seakan tubuh-tubuh kami secara menyeluruh mencair menjadi sperma dan cairan birahi. Kemudian segalanya hilang, lumpuh dan sunyi. Seperti laiknya orang jatuh pingsan, segala yang kami pegang terlepas. Tangan-tangan kami, jepitan dan penetrasi kami lumpuh kendor dan lepas. Kami jatuh ke ranjang. Terlena dan pulas. Kami tertidur.
Saat aku terbangun karena kedinginan ruang AC kamar, kusempatkan untuk turun membuang air kecil. Kulihat Pak Anggoro sudah meringkuk dalam selimutnya. Kemudian aku kembali tertidur. Kami terbangun sekitar pukul 9 pagi. Cahaya matahari yang hangat terasa menembus celah-celah tirai gorden hotel mewah ini. Aku menggeliat dan melepas senyum pagiku pada Pak Anggoro yang sudah bangun lebih dahulu dan sedang membaca koran pagi di sofa. Dia lempar koran itu dan menyongsongku rebah kembali ke "ranjang pengantin" kami malam ini. Dia jemput bau kecut tubuhku. Dia cium aku. Dia cium ketiak, payudara, perut maupun pahaku. Dia jilat dan kulum betis dan jari-jariku. Itulah "ucapan selamat pagi" Pak Anggoro padaku. Aku seakan putrinya yang baru terbangun setelah selama seribu satu malam terlena dalam ayunan sihir nenek sakti. Aku sangat bahagia dan perasaan tersanjungku terbit di pagi hari saat aku bangun ini.
Kuambil dan kupakai kembali kimono kamar tidurku. Aku bangkit menyusulnya duduk di sofa. Dari kursinya, Pak Anggoro menghubungi room service. Dia minta 2 American breakfast dengan masing-masing double, telur setengah matang campur madu Arab. Kami saling mendekat, mendekatkan tubuh. Aku bersandar di dadanya. Pak Anggoro memelukkan tangannya pada dadaku. Tak banyak kata-kata yang keluar dari mulut kami. Pikiran-pikiran kami berkelana sesuai dengan apa-apa yang telah rutin dan biasa menjadi kehidupan kami. Aku teringat bunga di rumah yang seharusnya sedang kusirami pada jam-jam ini.
Tak sampai 10 menit, American breakfast kami telah dihidangkan. Kami sarapan dengan tetap tidak banyak berkata-kata. Selesai sarapan aku mandi. Air panas hotel mewah ini sungguh menyegarkan semua sendi-sendi tubuhku. Keluar dari kamar mandi, kulihat Pak Anggoro sibuk telepon sana sini. Mungkin memang demikian kehidupan seorang eksekutif seperti dia. Kemudian Pak Anggoro pergi mandi. Selesai mandi, masih dalam kimono kami masing-masing, kami kembali duduk di sofa. Dan kembali tubuh-tubuh kami saling mendekat dan melekat. Kemudian kami saling berpagut. Saling melumat, bertukar lidah. Sesekali Pak Anggoro menggigit bibirku, dan aku membalasnya. Tanganku menyusup ke dalam kimononya. Bulu-bulu tubuhnya tetap saja membuatku merinding dan bergetar. Aku sedikit mendesah.
Bersambung ...