Kemudian Ayah mendekatiku dan menindih tubuhku, diciumnya bibirku dengan hangat. Tangannya meremas-remas pantatku, lalu bibirnya turun di atas payudaraku dan diciumnya sambil dihisapnya bergantian. Aku hanya mendesah keenakan ketika dibukanya kedua kakiku dan Ayah berjongkok dan mulai menjilati vaginaku. Aku mendesah-desah tidak kuat, tapi Ayah terus menjilati dan menghisap-hisap vaginaku yang sudah basah lagi. Ayah pun sepertinya sudah tidak tahan, sehingga diarahkannya batangnya ke lubang vaginaku. Kemudian digesek-gesekkannya kepala batangnya yang plontos itu di belahan vaginaku berulang-ulang. Aku melenguh menahan sensasi nikmat di daerah vaginaku.
Setelah semakin basah, Ayah menekan kepala batangannya untuk masuk lebih dalam pada lubang vaginaku.
Diperlakukan seperti itu aku berteriak, "Akhh.. sakitt.. Yah..!"
"Tahan sedikit Sayang..!" ucap Ayah menenangkanku.
Kemudian Ayah mencobanya lagi hingga berkali-kali. Dan akhirnya, Blessh.. Ayah menekan batangnya dalam sekali hingga selaput daraku robek. Aku menjerit menahan nyeri dan merasakan vaginaku begitu sesak.
Ayah mendiamkan aktifitas tubuhnya sambil mengelus-elus tubuhku. Tidak terasa air mataku menetes setelah beberapa saat ayah menggerakkan pinggulnya dan mulai mengeluar-masukkan batang kemaluannya. Aku melenguh nikmat sekaligus perih. Ayah menggenjotku selama 10 menit. Vaginaku sudah semakin basah dan aku menjerit karena mendapatkan orgasme lagi. Kurasakan vaginaku berdenyut-denyut. Ayah mendiamkan batang kejantanannya di dalam vaginaku sambil menyedot-nyedot payudaraku.
Kemudian Ayah mencabut batangnya dan menyuruhku menungging. Kurasakan vaginaku dimasuki kembali batang kemaluan Ayah, setelah itu mulai dikeluar-masukkan kembali ke vaginaku dengan pelan. Sementara itu tangan Ayah masih meremas-remas dan menarik-narik puting payudaraku dengan kuat. Aku mulai mendesah menahan rasa nikmat.
"Ayahh.., ahh.. teruss.. sodokk.. sodokk.. enakk sekali..!" racauku tidak tahu malu.
Ayah terus menekan dan menarik batangnya semakin cepat, dan aku semakin meracau tidak karuan.
"Akhh.., Nissaa suka.. ohh.. teruss.. ahh..!"
Ayah terus meyodok vaginaku dengan kuat, aku pun memaju-mundurkan pantatku sehingga persetubuhan kami sangat menggairahkan. Aku dan ayah mendesah-desah penuh kenikmatan.
"Ohh.. auhh.. akhh..!" aku pun makin keras mendesah.
Ayah semakin cepat mengeluar-masukkan batang kejantanannya.
"Ahh.. Nissa mau keluarr.. Yahh..!" teriakku karena aku akan orgasme.
Ayah semakin gencar menyodok-nyodok vaginaku sambil terus menarik-narik dan meremas-remas payudaraku. Sodokan-sodokan pada vaginaku membuatku menjerit karena merasa tidak tahan lagi.
"Akhh.. ehhmm..!" lenguhku.
Tubuhku lemas sambil memeluk Ayah kuat-kuat. Karena Ayah belum orgasme, Ayah terus mengeluar-masukkan batangnya tanpa memperdulikan vaginaku yang masih ngilu.
"Ohh.. ahh.. Nissaa engga kuatt.. aughh..!" teriakkanku malah makin membuat Ayah semakin cepat menghujamkan batangnya pada vaginaku.
"Ayahh.. hampirr.. Sayang.., tahan sebentar.. ohh..!" lenguh Ayah.
Lalu kurasakan Ayah memelukku erat-erat seiring dengan tembakan spermanya, rasanya hangat dan nikmat. Tubuhku lunglai dan Ayah masih mendiamkan batangnya berada dalam vaginaku. Kami berpelukan sambil mengatur napas.
Setelah agak tenang, Ayah mencabut batangnya. Kemudian kami berciuman dengan mesra, lidah kami saling berpaut diselingi hisapan-hisapan Ayah di lidahku. Tangan Ayah tentu saja meremas-remas payudaraku. Semakin lama kami semakin terangsang kembali. Ayah memainkan puting payudaraku, dijilat-jilatnya dengan rakus dan terus menghisap dengan penuh nafsu. Aku mulai mendesah merasakan vaginaku basah kembali. Ayah meneruskan jilatannya ke perutku, kemudian menyuruhku mengangkat dan melipat kedua kakiku ke atas hingga berada di antara kepalaku. Dengan posisi ini sudah jelas vaginaku yang basah terbuka lebar di depan matanya.
Ayah menjilat-jilat vaginaku sambil menusuk-nusukkan lidahnya di antara belahan vaginaku. Mendapat rangsangan seperti itu aku mendesah tidak terkendali lagi.
"Ohh.. Ayahh.. enak sekali.. teruss.. ohh.. hisapp teruss..! Hisapp.. memekk Nissa.. ohh..!"
Ayah semakin cepat menghisap-hisap vaginaku yang banjir oleh cairan kewanitaanku. Aku semakin merengganggkan kedua kakiku lebar-lebar agar Ayah lebih leluasa melakukan gerakannya.
Jilatan-jilatan di vaginaku yang enak itu membuatku memohon-mohon.
"Ohh.. Ayahh.., masukkan..! Nissaa.. mohon..!" pintaku pada Ayah.
Ayah pun menggesek-gesekkan batang kejantanannya di vaginaku yang becek. Aku melenguh nikmat, mulutku mendesis-desis tidak tahan. Ayah memasukkan batangnya pada lubang vaginaku.
Penetrasinya itu membuatku terus meracau, "Oh.. enakk Yahh.. yeahh.. lebih cepat.. ohh.. enakk sekali.. sodok.. terus.. memek Nissa Yahh..! Akhh.. mmff.. ohh..!"
"Iya Sayangku. Ayahh.. suka memek kamu.. ohh.. Nissaa..!" racau Ayah membalasku.
Genjotan ayah di vaginaku semakin cepat dan liar hingga terasa menyentuh rahimku.
"Nissa.. mau keluar Yahh.., ohh..!" teriakku.
"Ayahh.. juga Sayang.., ohh..!"
Crott.. crott.. crott..! Kami berdua menjerit, bersamaan itu kurasakan tembakan sperma Ayah yang kuat. Ayah mencium bibirku. Karena kelelahan, kami pun tertidur lelap.
Paginya saat kami bangun, Deri naik ke ranjang.
Dia yang tidak mengerti apapun tersenyum manis sambil berkata, "Deri juga mau.. bobo ama Bunda Nissa yah."
Kami hanya berpandangan dengan penuh kemesraan sambil memeluk Deri.
Keesokannya ketika aku datang ke kamar Ayah, dia sedang berbaring di tempat tidur. Kudekati dan duduk di tepian ranjang.
"Kenapa Deri dan Ina pergi jalan-jalan tanpa Ayah..?" tanyaku pada Ayah.
"Ayah sedikit pusing Sayang." jawab Ayah sambil tersenyum.
"Hmm.. Nissa pijit ya..?" Ayah pun mengangguk.
Aku pun memijit dahi Ayah sambil menatap matanya. Mungkin karena gemas, Ayah menarik kepalaku dan mencium bibirku dengan lembut, lalu dikulumnya dan dihisap-hisapnya lidahku, aku pun membalasnya. Tiba-tiba tubuhku ditarik ke sampingnya dan Ayah menindihku sambil menciumi leherku, kemudian kembali lagi melumat bibirku yang basah.
Ayah menarik baju ketat yang kupakai. Aku pun membantu Ayah melepaskan seluruh pakaiannya hingga kami berdua telah telanjang. Lalu Ayah berbisik di telingaku.
"Sayang.., Ayah ingin bercinta denganmu." aku hanya tersenyum.
Tanpa dikomando, Ayah mencium bibirku dan tangannya sibuk meremas-remas payudaraku.
Aku pun mulai meresponnya dengan desahan, "Ahh.. Ayahh..!"
Ayah meneruskan jilatannya ke leherku, ketiak dan mengakhirinya di payudara kiriku. Dijilatinya seluruh payudaraku hingga basah.
Lalu Ayah berdiri menuju selangkanganku. Aku pun mengangkangkan kedua kakiku dan kurasakan jari Ayah menyibakkan vaginaku. Jilatan lidahnya membuatku tersentak dan medesah tidak karuan, apalagi Ayah melakukannya berulang-ulang. Refleks kakiku bergerak menjepit kepala Ayah, tapi Ayah memegangi kedua kakiku agar tetap dalam posisi mengangkang. Yang kurasakan saat itu adalah jilatan-jilatan Ayah yang sungguh luar biasa. Cairan kewanitaanku meleleh keluar terus menerus.
"Ohh.. Ayahh.. Nissa engga kuatt lagi.. ahh..!" jeritku sambil mencengkram seprei yang kami tiduri.
Setelah hampir 10 menit menjilati dan menghisap-hisap vaginaku, akhirnya aku mencapai orgasme, kujepit kepala Ayah. Ayah pun bangkit, kemudian tubuhku ditindihnya, bibirnya mencium bibirku dengan sangat bernafsu. Tangannya tidak mau kalah meremas-remas payudaraku dengan kuat. Lalu Ayah bersimpuh di antara pahaku dan menggesek-gesekkan jempolnya di belahan vaginaku yang masih basah.
Aku medesah keenakan, "Ahh.. Ayahh.. enakk.. Sayangg.., nikmat sekalii..!"
Aku semakin membuka kakiku lebar-lebar, Ayah dengan sigap mengarahkan batang kejantanannya yang sudah menegang itu ke vaginaku. Lalu kurasakan gesekan-gesekan kepala batang penisnya yang sangat enak dan hangat.
"Ohh.. Ayahh.., teruss.. Sayangg.. aughh.. enak sekali..!"
Ayah pun menekan batang kemaluannyanya hingga amblas.
"Akhh..!" jeritku.
Lalu ayah mengeluar-masukkan batangnya. Saat itu juga aku mendesah-desah lagi, cairan kewanitaanku mulai keluar dari vaginaku.
Ayah nampaknya mengerti keadaanku, sehingga dinaikkannya tempo gerakannya. Ditarik.. ditekan.. berulang-ulang. Dengan refleks kugoyang pinggulku ke kanan dan ke kiri. Akhirnya aku merasakan ada kekuatan yang menjalar di vaginaku.
Aku meracau keras, "Ahh.. Sayang.. teruss.., Ayahh.. ohh.. ohh.. Nissa.. mauu.."
Ayah pun ikutan meracau, "Iya.. Sayang.. ayo keluarkan.. ayo..! Agar memekmu bisa meremas kontolku..! Aohh..!"
Tanpa dapat kami bendung lagi, aku dan Ayah menjerit bersamaan.
"Ayahh.. keluarr.. ohh..!"
"Ayahh.. ohh..!" jeritku sambil berpelukan dengan erat.
Kurasakan lelehan cairan keluar dari vaginaku. Ayah mencium bibirku, tubuh kami terkulai lemas.
Beberapa saat kami terdiam sambil berpelukan. Lalu Ayah menyuruhku berdiri di dekat meja. Aku menurutinya saat satu kakiku dinaikkan di atas meja dan kedua tanganku bertumpu pada dinding. Ayah mencium bibirku, sedangkan tangan kirinya mengorek-ngorek vaginaku yang terbuka lebar. Aku mendesis saat jari-jari ayah menggesek-gesek klitorisku.
"Ahh.. Sayang.., teruss..! Ohh memek Nisa.. ohh..!" racauku.
Ayah tersenyum dan menimpali racauanku, tetapi tangannya masih mengorek-ngorek vaginaku yang sudah lembab.
"Kenapa memek kamu Nisa sayang..?"
"Ohh.. Ayahh.. memek Nissaa.. basahh.. Yahh.. ohh..!" jawabku sambil melenguh tidak kuat.
"Iya.. Sayang, memek kamuu basah.. Ayahh.. suka. Nanti kontol Ayah akan bersarang di sana sayangku..!"
Mendengar kata-kata jorok Ayah, aku semakin gila dan terangsang.
"Ohh.. Ayahh.. teruss.. lebihh.. cepatt..! Nisaa.. mauu.." ucapku lirih.
"Mau.. apaa.. Sayang..?" ucap Ayah sambil terus menggesek-gesekkan klitorisku yang semakin besar.
"Ohh.. Nissaa.. mauu.. kontol Ayahh.. ahh.. Ayahh.. masukin dong..! Memek.. Nissaa.. inginn.. kontol.. Ayahh..!" jawabku tidak terkendali lagi.
"Baikk.. Sayang.., memekmu sudahh tak tahan ya..? Rasakan kontol.. Ayahh.. ini.. ohh..!" ucap Ayah sambil mengarahkan batang kejantanannya pada lubang vaginaku dan menggesekkannya ke atas ke bawah.. berulang-ulang.
Aku medesah penuh kenikmatan, "Ohh.. enakk.. Yahh.. masukkan lagii.. ohh..!" pintaku pada Ayah.
Ayah pun langsung menekannya hingga amblas pada vaginaku.
"Akhh..!" jeritku menahan rasa sakit.
Ayah mengeluar-masukkan batangnya dengan cepat. Aku semakin menjerit histeris.
"Oh.. Ayahh.. enakk.. kontolmu.. masukk.. memekku.. ohh..!"
"Iya.. Sayang.. terimalahh.. kontolku.. oughh..!" lenguh Ayah sambil terus menggenjot vaginaku semakin cepat.
Gerakanku semakin liar, napas kami turun naik menahan kenikmatan yang telah sampai pada ubun-ubun kepala kami.
Akhirnya aku menyerah sambil menjerit keras, " Ahh.. Sayang.. memek.. Nissa.. mauu.. keluarr.. ohh..!"
"Iya.. Ayah.. jugaa.. tahan.. Sayangku.. rasakan.. pejuhku.. yang banyak ini.. ohh..!"
"Ayah, Nissaa.. ohh.. ohh..!" desahku menyambut orgasme yang kurasa akan meledak.
"Iyaa.. Sayang, keluarkan.. Sayang.. Ayahh.. ingin.. memek.. kamu mejepit kontol Ayahh.. ahh..!" racau Ayah menggenjotku keras dan sangat cepat.
Aku dan Ayah memekik bersamaan, "Akh.. ohh..!"
"Crott.. crot.. crot..!" sperma Ayah memenuhi vaginaku.
Ayah memelukku erat sambil menahan tubuhku yang sudah ambruk pada pundaknya. Dicabutnya batangnya, kemudian kujilati hingga bersih. Kami pun naik ke ranjang dan tertidur.
Kejadiaan itu terus berulang selama 3 bulan setelah aku mencoba memberanikan diri untuk mendekatkan diriku pada seseorang pria. Dan hubungan kami bertumbuh menjadi hubungan yang serius, aku menjadi kekasihnya. Akhirnya aku pun kemudian menikah dengannya.
TAMAT
Ima si cewek imut
Ini pengalamanku dengan anak kelas 6 SD. Aku tuh paling suka sama anak sekitar kelas 6 SD sampai 2 SMP. Kalau aku sendiri adalah mahasiswa tingkat satu di Bandung. Ceritanya pada waktu itu aku sedang jalan-jalan ke toko buku. Aku sedang ingin cari buku komik. Pas sedang cari itu, aku melihat anak yang manis, yah.. pokoknya cute banget deh! Putih, dan karena baju yang dipakainya agak ketat, buah dadanya yang agak baru tumbuh itu sedikit menjiplak di bajunya, jadi kelihatan runcing begitu.
Aku ajak kenalan saja dia, siapa tahu bisa dapat. Tidak usah aku kasih tahu proses kenalannya ya, soalnya.. ya gitu deh.. pokoknya akhirnya aku tahu itu anak kelas 6 SD dan aku tahu nomor teleponnya. Oh iya, namanya adalah Ima, aku jadi lumayan sering menelepon dia. Habis ternyata anaknya asyik juga. Kami sering ngobrol tentang Boys Band yang dia suka, (bukan berarti aku suka Boys Band, kebetulan adikku banyak tahu, jadi aku ikut-ikutan tahu).Aku sudah beberapa kali ajak dia jalan-jalan ke Mall, tapi jarang mau. Sepertinya tidak dibolehi sama ibunya. Tapi akhirnya bisa juga. Sepertinya aku memang sedang falling in love sama si Ima. Setiap pulang sekolah, dia sering aku jemput, lucu deh, jadi seperti jemput adik sendiri, nanti aku dikira pembantu pribadinya sama temennya. Biarin deh, yang penting aku sayang sama Ima.
Nah, pada suatu hari waktu dia pulang sekolah, aku ajak saja ke rumahku. Ternyata dianya mau. Asyik, pikirku. Habis dia tidak pernah mau aku ajak ke rumahku. Dan pas ketika kuajak ke kamarku, dianya mau saja dan untung tidak ada yang melihatku bawa-bawa anak SD, kan malu juga kalau ketahuan punya cewek anak SD. Setelah beberapa kali aku ajak ke rumah, baru kali ini dia mau dan mau lagi ke kamar. Kan kalau di kamar suasananya jadi lebih romance dan tenang karena berdua saja. Di kamar kustel kaset West Life, khan lumayan lembut tuh musiknya. Dia suka banget sama itu Boys Band. Pertama-tama kami ngobrol biasa tentang sekolahnya, guru-gurunya, temen-temennya, biasalah anak SD. Eh, kami akhirnya ngobrol tentang pacaran, aku tanya saja.
"Pacar kamu siapa sih..?" sambil senyum.
"Bukannya kamu.." jawabnya.
Waduh, nih anak SD polos amat.. tapi aku seneng sih, dia ngakuin aku.
"Iya nih Ma, aku sayang banget ama kamu," rayuku.
Dianya diam sambil menatapku malu. Waduh wajahnya itu lho, masih Fresh dan dia manis sekali. Tiba-tiba, gara-gara meliat parasnya yang cute itu, aku jadi ingin mencium bibirnya, tapi dia mau tidak ya?
"Sayang, kamu pernah ciuman belum?" tanyaku.
"Belum, tapi suka deh ngeliat orang ciuman di film-film," katanya.
"Mau nyobain tidak?" tanyaku, to the point saja.
Dia diam saja.
"Sama kamu? nggak ah, takut.. malu.." kata Ima.
"Nggak apa-apa lagi.." jawabku.
"Coba ya.. enak kok," kataku lagi.
"Coba deh merem!" kataku.
Dia mencoba merem, tapi melek lagi, takut katanya. Jantungnya terasa deg-degan, katanya.
"Santai saja, tidak usah tegang," kataku.
Dia mulai merem, perlahan aku dekati wajahnya, mulai terasa hembusan nafasnya. Lalu perlahan kusentuh bibirku dengan bibirnya. Ketika bibir kami mulai bersentuhan, bibirku mulai bermain di bibirnya, dia belum merespon. Dia hanya membiarkan bibirku memainkan bibirnya, terasa sekali hembusan nafasnya, bibirnya yang begitu lembut tapi akhirnya dia juga mulai memainkan bibirnya. Sekitar lima menit kami berciuman. Nafas dia terengah-engah ketika selesai berciuman. "Gimana enak tidak?" tanyaku. Dia cuma tersenyum malu-malu, "Mau lagi tidak? tapi sekarang lebih seru lagi, kumasukkan lidah ke mulut kamu, terus kamu nanti isep lidahku di dalem mulut kamu ya.. dan nanti gantian kamu yang masukin lidah ke mulutku, nanti kuisep," kata aku.
Dia merem lagi, aku dekati bibirku. Begitu kena bibirnya, langsung aku masukkan lidahku, dia langsung menghisap, ah enak, geli dan nikmat, terasa di mulut. Setelah itu dia masukkan lidahnya ke mulutku, kuhisap lidahnya lengkap beserta ludah yang ada di mulutnya. Ketika sedang asyik berciuman itu, timbul ide nakal, aku mencoba meraba dadanya yang masih baru tumbuh. Ternyata dia tidak menolak, dia masih terus menikmati berciuman dengan aku. Aku masih terus meraba-meraba dadanya yang kalau dibilang sih masih kecil untuk ukuran buah dada, tapi aku suka sekali sama buah dada yang semacam itu, runcing dengan puting yang baru tumbuh. Aku mulai nekat, kucoba masukkan ke dalam balik bajunya, di balik kaus singletnya (dia belum pakai BH, tapi karena tidak pakai BH, putingnya yang baru tumbuh itu jadi menonjol keluar, jadi kelihatan agak runcing dadanya) terdapat gundukan kecil imut nan segar. Eh, ternyata dia mulai sadar dan menghentikan ciumannya.
"Jangan dimasukkin dong tangannya," kata dia.
Wah, tampaknya dia belum berani.
"Maaf deh.. aku terlalu nafsu," kataku.
"Eh, udah sore nih, kamu aku anter pulang dulu ya," kataku.
Anak SD, kalau belum pulang sampai sore nanti dicariin, kan gawat kalau ibunya sampai tahu dia di kamarku. Akhirnya hari pertama dia di rumahku diakhiri dengan belajar ciuman.
Besok-besoknya dia tidak pernah bisa main ke rumahku. Soalnya ibunya menjemput terus. Nah, seminggu setelah dia main ke rumahku, akhirnya dia mau lagi diajak ke rumahku. Pas pulang sekolah aku ajak masuk lagi ke kamarku.
"Gimana sayang? masih mau terusin pelajaran ciuman kita minggu kemaren?" tanyaku.
Dia tersenyum.
"Mau dong.. yang pakai masukin lidah ya.." kata Ima.
"OK deh.." jawabku.
Dan mulailah kami ber-French kissing. Kami berciuman sampai beberapa menit. Tapi aku kepikiran lagi sama dada dia. Karena saking nafsunya aku ingin sekali merasakan dada cewekku ini. Aku mencoba minta ke Ima. "Ma.. aku pengen liat.. liat dada kamu boleh nggak..? Entar enak deh, bisa lebih enak dari pada ciuman," kataku. Dia diam saja sambil menatap ke arahku. Akhirnya dia mau juga setelah kubujuk. Dia aku suruh duduk di tempat tidurku. "Kamu tenang aja ya.." dia mengangguk. Aku perlahan-lahan membuka baju kemeja sekolahnya, satu per satu kancingnya kubuka. Dia menatapku dengan perasaan yang tegang. "Rilex aja lagi.. jangan tegang gitu.. tidak sakit kok," kataku. Akhirnya dia agak tenang.
Begitu kebuka semua, wah, ternyata masih ada kaus singletnya yang menghalangi buah dada mininya itu. "Aku buka semua ya.." kataku. Dia mengangkat tangannya ke atas, lalu kubuka singletnya.Wow.. ternyata indah sekali man..! Kulitnya yang putih mulus, masih halus sekali, buah dadanya yang baru muncul itu menampakkan suatu kesan yang amat indah, putingnya berwarna pink itu, membuat lidahku ingin mengulumnya. Dengan perlahan kusentuhkan lidahku ke putingnya yang berwarna pink itu. (PS: Kalau mau mencoba sama anak yang baru tumbuh buah dadanya, hati-hati, soalnya daerah itu masih sensitif sekali. Kalau kesentuh keras sedikit saja, terasa sakit sekali sama dia. Bener tidak?).
Lalu mulai kujilati dan tanganku mencoba menyentuh puting yang satu laginya. Dia merem ketika aku menjilati putingnya, dia tinggal memakai rok merah, seragamnya. Dia merem ketika aku menjilat, menghisap, menyentuh, meraba buah dada imutnya itu, dan dia mulai mendesah kenikmatan, "Ssshhssh.. mm.." desahnya, aku makin horny saja mendengarnya dan aku makin lancar mengerjai dadanya itu. Aku jilati bergantian kanan dan kiri, dan aku juga menjilati perutnya dan pusarnya. Sedang menjilati tubuhnya itu, eh, timbul lagi benak nakal. Bentuk vaginanya gimana ya? aku jadi penasaran gitu. Aku masukkan tanganku ke dalam roknya. Kuusap-usap CD-nya yang melapisi vagina imut-imut milik seorang anak kelas 6 SD yang manis itu.
"Ima.. kamu mau tidak membuka rok kamu..?" tanyaku.
"Mau kan sayang..?" tanyaku lagi.
"Tapi tidak apa-apa kan?" tanya Ima.
"Nggak kok.." kataku.
Dia kusuruh tiduran. Aku membuka roknya, aku peloroti roknya, dia tinggal memakai celana dalamnya yang berwarna pink (lucu deh, ada gambar Hello Kitty-nya), dan akhirnya aku peloroti CD-nya. Terlihatlah sekujur tubuh telanjang seorang anak SD yang membuatku ingin menidurinya. Terlihat vagina yang masih mulus, belum ada bulunya dan bibir vaginanya yang mulus juga, dan aku nafsu sekali. Aku jilati vaginanya, dianya kegelian, sehingga badannya bergoyang ketika aku jilati bagian dalam vaginanya.
Tapi lama-lama kupikir, aku jahat sekali, nih anak kan cewekku, masa aku tega sih. Ya sudah, aku selesai saja. Kalau aku sampai ML, berarti aku menghancurkan masa depan seorang anak. Aku terus menjilati vaginanya, dan aku terus menjilati bagian klitorisnya sampai dia bergoyang-goyang. Akhirnya dia mengalami orgasme, "Aahh.. aku lemes.." Akhirnya aku sudahi jilati vaginanya dan kucium pipinya.
"Gimana enak kan..?" tanyaku.
"Iya.."
"Tidak apa-apa khan?" kataku.
"Udah sore tuh kamu mau pulang..?" tanya aku.
"Iya deh, tapi kapan-kapan lagi ya.." katanya.
"Iya deh sayangku," kataku sambil kucium keningnya.
Yah begitulah ceritanya, aku tidak tega untuk merenggut keperawanan cewekku sendiri. Aku sama Ima jalan sampai dua bulan saja, karena bosan. Aku tidak pernah nge-ML sama dia dan aku sudah berjanji tidak mau ML sama dia.
OK deh, pembaca and Lolilover, segitu saja ceritaku. Yang mau mengirim saran, kritik, tapi jangan protes sama ceritaku ya, kirim saja ke email-ku, dan salam hangat selalu untuk semua pembaca dan penulis. Bye..!
TAMAT
Aku ajak kenalan saja dia, siapa tahu bisa dapat. Tidak usah aku kasih tahu proses kenalannya ya, soalnya.. ya gitu deh.. pokoknya akhirnya aku tahu itu anak kelas 6 SD dan aku tahu nomor teleponnya. Oh iya, namanya adalah Ima, aku jadi lumayan sering menelepon dia. Habis ternyata anaknya asyik juga. Kami sering ngobrol tentang Boys Band yang dia suka, (bukan berarti aku suka Boys Band, kebetulan adikku banyak tahu, jadi aku ikut-ikutan tahu).Aku sudah beberapa kali ajak dia jalan-jalan ke Mall, tapi jarang mau. Sepertinya tidak dibolehi sama ibunya. Tapi akhirnya bisa juga. Sepertinya aku memang sedang falling in love sama si Ima. Setiap pulang sekolah, dia sering aku jemput, lucu deh, jadi seperti jemput adik sendiri, nanti aku dikira pembantu pribadinya sama temennya. Biarin deh, yang penting aku sayang sama Ima.
Nah, pada suatu hari waktu dia pulang sekolah, aku ajak saja ke rumahku. Ternyata dianya mau. Asyik, pikirku. Habis dia tidak pernah mau aku ajak ke rumahku. Dan pas ketika kuajak ke kamarku, dianya mau saja dan untung tidak ada yang melihatku bawa-bawa anak SD, kan malu juga kalau ketahuan punya cewek anak SD. Setelah beberapa kali aku ajak ke rumah, baru kali ini dia mau dan mau lagi ke kamar. Kan kalau di kamar suasananya jadi lebih romance dan tenang karena berdua saja. Di kamar kustel kaset West Life, khan lumayan lembut tuh musiknya. Dia suka banget sama itu Boys Band. Pertama-tama kami ngobrol biasa tentang sekolahnya, guru-gurunya, temen-temennya, biasalah anak SD. Eh, kami akhirnya ngobrol tentang pacaran, aku tanya saja.
"Pacar kamu siapa sih..?" sambil senyum.
"Bukannya kamu.." jawabnya.
Waduh, nih anak SD polos amat.. tapi aku seneng sih, dia ngakuin aku.
"Iya nih Ma, aku sayang banget ama kamu," rayuku.
Dianya diam sambil menatapku malu. Waduh wajahnya itu lho, masih Fresh dan dia manis sekali. Tiba-tiba, gara-gara meliat parasnya yang cute itu, aku jadi ingin mencium bibirnya, tapi dia mau tidak ya?
"Sayang, kamu pernah ciuman belum?" tanyaku.
"Belum, tapi suka deh ngeliat orang ciuman di film-film," katanya.
"Mau nyobain tidak?" tanyaku, to the point saja.
Dia diam saja.
"Sama kamu? nggak ah, takut.. malu.." kata Ima.
"Nggak apa-apa lagi.." jawabku.
"Coba ya.. enak kok," kataku lagi.
"Coba deh merem!" kataku.
Dia mencoba merem, tapi melek lagi, takut katanya. Jantungnya terasa deg-degan, katanya.
"Santai saja, tidak usah tegang," kataku.
Dia mulai merem, perlahan aku dekati wajahnya, mulai terasa hembusan nafasnya. Lalu perlahan kusentuh bibirku dengan bibirnya. Ketika bibir kami mulai bersentuhan, bibirku mulai bermain di bibirnya, dia belum merespon. Dia hanya membiarkan bibirku memainkan bibirnya, terasa sekali hembusan nafasnya, bibirnya yang begitu lembut tapi akhirnya dia juga mulai memainkan bibirnya. Sekitar lima menit kami berciuman. Nafas dia terengah-engah ketika selesai berciuman. "Gimana enak tidak?" tanyaku. Dia cuma tersenyum malu-malu, "Mau lagi tidak? tapi sekarang lebih seru lagi, kumasukkan lidah ke mulut kamu, terus kamu nanti isep lidahku di dalem mulut kamu ya.. dan nanti gantian kamu yang masukin lidah ke mulutku, nanti kuisep," kata aku.
Dia merem lagi, aku dekati bibirku. Begitu kena bibirnya, langsung aku masukkan lidahku, dia langsung menghisap, ah enak, geli dan nikmat, terasa di mulut. Setelah itu dia masukkan lidahnya ke mulutku, kuhisap lidahnya lengkap beserta ludah yang ada di mulutnya. Ketika sedang asyik berciuman itu, timbul ide nakal, aku mencoba meraba dadanya yang masih baru tumbuh. Ternyata dia tidak menolak, dia masih terus menikmati berciuman dengan aku. Aku masih terus meraba-meraba dadanya yang kalau dibilang sih masih kecil untuk ukuran buah dada, tapi aku suka sekali sama buah dada yang semacam itu, runcing dengan puting yang baru tumbuh. Aku mulai nekat, kucoba masukkan ke dalam balik bajunya, di balik kaus singletnya (dia belum pakai BH, tapi karena tidak pakai BH, putingnya yang baru tumbuh itu jadi menonjol keluar, jadi kelihatan agak runcing dadanya) terdapat gundukan kecil imut nan segar. Eh, ternyata dia mulai sadar dan menghentikan ciumannya.
"Jangan dimasukkin dong tangannya," kata dia.
Wah, tampaknya dia belum berani.
"Maaf deh.. aku terlalu nafsu," kataku.
"Eh, udah sore nih, kamu aku anter pulang dulu ya," kataku.
Anak SD, kalau belum pulang sampai sore nanti dicariin, kan gawat kalau ibunya sampai tahu dia di kamarku. Akhirnya hari pertama dia di rumahku diakhiri dengan belajar ciuman.
Besok-besoknya dia tidak pernah bisa main ke rumahku. Soalnya ibunya menjemput terus. Nah, seminggu setelah dia main ke rumahku, akhirnya dia mau lagi diajak ke rumahku. Pas pulang sekolah aku ajak masuk lagi ke kamarku.
"Gimana sayang? masih mau terusin pelajaran ciuman kita minggu kemaren?" tanyaku.
Dia tersenyum.
"Mau dong.. yang pakai masukin lidah ya.." kata Ima.
"OK deh.." jawabku.
Dan mulailah kami ber-French kissing. Kami berciuman sampai beberapa menit. Tapi aku kepikiran lagi sama dada dia. Karena saking nafsunya aku ingin sekali merasakan dada cewekku ini. Aku mencoba minta ke Ima. "Ma.. aku pengen liat.. liat dada kamu boleh nggak..? Entar enak deh, bisa lebih enak dari pada ciuman," kataku. Dia diam saja sambil menatap ke arahku. Akhirnya dia mau juga setelah kubujuk. Dia aku suruh duduk di tempat tidurku. "Kamu tenang aja ya.." dia mengangguk. Aku perlahan-lahan membuka baju kemeja sekolahnya, satu per satu kancingnya kubuka. Dia menatapku dengan perasaan yang tegang. "Rilex aja lagi.. jangan tegang gitu.. tidak sakit kok," kataku. Akhirnya dia agak tenang.
Begitu kebuka semua, wah, ternyata masih ada kaus singletnya yang menghalangi buah dada mininya itu. "Aku buka semua ya.." kataku. Dia mengangkat tangannya ke atas, lalu kubuka singletnya.Wow.. ternyata indah sekali man..! Kulitnya yang putih mulus, masih halus sekali, buah dadanya yang baru muncul itu menampakkan suatu kesan yang amat indah, putingnya berwarna pink itu, membuat lidahku ingin mengulumnya. Dengan perlahan kusentuhkan lidahku ke putingnya yang berwarna pink itu. (PS: Kalau mau mencoba sama anak yang baru tumbuh buah dadanya, hati-hati, soalnya daerah itu masih sensitif sekali. Kalau kesentuh keras sedikit saja, terasa sakit sekali sama dia. Bener tidak?).
Lalu mulai kujilati dan tanganku mencoba menyentuh puting yang satu laginya. Dia merem ketika aku menjilati putingnya, dia tinggal memakai rok merah, seragamnya. Dia merem ketika aku menjilat, menghisap, menyentuh, meraba buah dada imutnya itu, dan dia mulai mendesah kenikmatan, "Ssshhssh.. mm.." desahnya, aku makin horny saja mendengarnya dan aku makin lancar mengerjai dadanya itu. Aku jilati bergantian kanan dan kiri, dan aku juga menjilati perutnya dan pusarnya. Sedang menjilati tubuhnya itu, eh, timbul lagi benak nakal. Bentuk vaginanya gimana ya? aku jadi penasaran gitu. Aku masukkan tanganku ke dalam roknya. Kuusap-usap CD-nya yang melapisi vagina imut-imut milik seorang anak kelas 6 SD yang manis itu.
"Ima.. kamu mau tidak membuka rok kamu..?" tanyaku.
"Mau kan sayang..?" tanyaku lagi.
"Tapi tidak apa-apa kan?" tanya Ima.
"Nggak kok.." kataku.
Dia kusuruh tiduran. Aku membuka roknya, aku peloroti roknya, dia tinggal memakai celana dalamnya yang berwarna pink (lucu deh, ada gambar Hello Kitty-nya), dan akhirnya aku peloroti CD-nya. Terlihatlah sekujur tubuh telanjang seorang anak SD yang membuatku ingin menidurinya. Terlihat vagina yang masih mulus, belum ada bulunya dan bibir vaginanya yang mulus juga, dan aku nafsu sekali. Aku jilati vaginanya, dianya kegelian, sehingga badannya bergoyang ketika aku jilati bagian dalam vaginanya.
Tapi lama-lama kupikir, aku jahat sekali, nih anak kan cewekku, masa aku tega sih. Ya sudah, aku selesai saja. Kalau aku sampai ML, berarti aku menghancurkan masa depan seorang anak. Aku terus menjilati vaginanya, dan aku terus menjilati bagian klitorisnya sampai dia bergoyang-goyang. Akhirnya dia mengalami orgasme, "Aahh.. aku lemes.." Akhirnya aku sudahi jilati vaginanya dan kucium pipinya.
"Gimana enak kan..?" tanyaku.
"Iya.."
"Tidak apa-apa khan?" kataku.
"Udah sore tuh kamu mau pulang..?" tanya aku.
"Iya deh, tapi kapan-kapan lagi ya.." katanya.
"Iya deh sayangku," kataku sambil kucium keningnya.
Yah begitulah ceritanya, aku tidak tega untuk merenggut keperawanan cewekku sendiri. Aku sama Ima jalan sampai dua bulan saja, karena bosan. Aku tidak pernah nge-ML sama dia dan aku sudah berjanji tidak mau ML sama dia.
OK deh, pembaca and Lolilover, segitu saja ceritaku. Yang mau mengirim saran, kritik, tapi jangan protes sama ceritaku ya, kirim saja ke email-ku, dan salam hangat selalu untuk semua pembaca dan penulis. Bye..!
TAMAT
Kenangan bersama sopirku
Kisah ini terjadi ketika aku masih SMU, ketika umurku masih 18 tahun, waktu itu rambutku masih sepanjang sedada dan hitam (sekarang sebahu lebih dan sedikit merah). Di SMU aku termasuk sebagai anak yang menjadi incaran para cowok. Tubuhku cukup proporsional untuk seusiaku dengan buah dada yang sedang tapi kencang serta pinggul yang membentuk, pinggang dan perutku pun ukurannya pas karena rajin olahraga, ditambah lagi kulitku yang putih mulus ini. Aku pertama mengenal seks dari pacarku yang tak lama kemudian putus, pengalaman pertama itu membuatku haus seks dan selalu ingin mencoba pengalaman yang lebih heboh. Beberapa kali aku berpacaran singkat yang selalu berujung di ranjang. Aku sangat jenuh dengan kehidupan seksku, aku menginginkan seseorang yang bisa membuatku menjerit-jerit dan tak berkutik kehabisan tenaga.
Ketika itu aku belum diijinkan untuk membawa mobil sendiri, jadi untuk keperluan itu orang tuaku mempekerjakaan Bang Tohir sebagai sopir pribadi keluarga kami merangkap pembantu. Dia berusia sekitar 30-an dan mempunyai badan yang tinggi besar serta berisi, kulitnya kehitam-hitaman karena sering bekerja di bawah terik matahari (dia dulu bekerja sebagai sopir truk di pelabuhan). Aku sering memergokinya sedang mengamati bentuk tubuhku, memang sih aku sering memakai baju yang minim di rumah karena panasnya iklim di kotaku. Waktu mengantar jemputku juga dia sering mencuri-curi pandang melihat ke pahaku dengan rok seragam abu-abu yang mini. Begitu juga aku, aku sering membayangkan bagaimana bila aku disenggamai olehnya, seperti apa rasanya bila batangnya yang pasti kekar seperti tubuhnya itu mengaduk-aduk kewanitaanku. Tapi waktu itu aku belum seberani sekarang, aku masih ragu-ragu memikirkan perbedaan status diantara kami.
Obsesiku yang menggebu-gebu untuk merasakan ML dengannya akhirnya benar-benar terwujud dengan rencana yang kusiapkan dengan matang. Hari itu aku baru bubaran pukul 3 karena ada ekstra kurikuler, aku menuju ke tempat parkir dimana Bang Tohir sudah menunggu. Aku berpura-pura tidak enak badan dan menyuruhnya cepat-cepat pulang. Di mobil, sandaran kursi kuturunkan agar bisa berbaring, tubuhku kubaringkan sambil memejamkan mata. Begitu juga kusuruh dia agar tidak menyalakan AC dengan alasan badanku tambah tidak enak, sebagai gantinya aku membuka dua kancing atasku sehingga bra kuningku sedikit tersembul dan itu cukup menarik perhatiannya.
"Non gak apa-apa kan? Sabar ya, bentar lagi sampai kok" hiburnya
Waktu itu dirumah sedang tidak ada siapa-siapa, kedua orang tuaku seperti biasa pulang malam, jadi hanya ada kami berdua. Setelah memasukkan mobil dan mengunci pagar aku memintanya untuk memapahku ke kamarku di lantai dua. Di kamar, dibaringkannya tubuhku di ranjang. Waktu dia mau keluar aku mencegahnya dan menyuruhnya memijat kepalaku. Dia tampak tegang dan berkali-kali menelan ludah melihat posisi tidurku itu dan dadaku yang putih agak menyembul karena kancing atasnya sudah terbuka, apalagi waktu kutekuk kaki kananku sehingga kontan paha mulus dan CD-ku tersingkap. Walaupun memijat kepalaku, namun matanya terus terarah pada pahaku yang tersingkap. Karena terus-terusan disuguhi pemandangan seperti itu ditambah lagi dengan geliat tubuhku, akhirnya dia tidak tahan lagi memegang pahaku. Tangannya yang kasar itu mengelusi pahaku dan merayap makin dalam hingga menggosok kemaluanku dari luar celana dalamku.
"Sshh.. Bang" desahku dengan agak gemetar ketika jarinya menekan bagian tengah kemaluanku yang masih terbungkus celana dalam.
"Tenang Non.. saya sudah dari dulu kesengsem sama Non, apalagi kalau ngeliat Non pake baju olahraga, duh tambah gak kuat Abang ngeliatnya juga" katanya merayu sambil terus mengelusi bagian pangkal pahaku dengan jarinya.
Tohir mulai menjilati pahaku yang putih mulus, kepalanya masuk ke dalam rok abu-abuku, jilatannya perlahan-lahan mulai menjalar menuju ke tengah. Aku hanya dapat mencengkram sprei dan kepala Tohir yang terselubung rokku saat kurasakan lidahnya yang tebal dan kasar itu menyusup ke pinggir celana dalamku lalu menyentuh bibir vaginaku. Bukan hanya bibir vaginaku yang dijilatinya, tapi lidahnya juga masuk ke liang vaginaku, rasanya wuiihh..gak karuan, geli-geli enak seperti mau pipis. Tangannya yang terus mengelus paha dan pantatku mempercepat naiknya libidoku, apalagi sejak sejak beberapa hari terakhir ini aku belum melakukannya lagi.
Sesaat kemudian, Tohir menarik kepalanya keluar dari rokku, bersamaan dengan itu pula celana dalamku ikut ditarik lepas olehnya. Matanya seperti mau copot melihat kewanitaanku yang sudah tidak tertutup apa-apa lagi dari balik rokku yang tersingkap. Dia dekap tubuhku dari belakang dalam posisi berbaring menyamping. Dengan lembut dia membelai permukaannya yang ditumbuhi bulu-bulu halus itu. Sementara tangan yang satunya mulai naik ke payudaraku, darahku makin bergolak ketika telapak tangannya yang kasar itu menyusup ke balik bra-ku kemudian meremas daging kenyal di baliknya.
"Non, teteknya bagus amat.. sama bagusnya kaya memeknya, Non marah ga saya giniin?" tanyanya dekat telingaku sehingga deru nafasnya serasa menggelitik.
Aku hanya menggelengkan kepalaku dan meresapi dalam-dalam elusan-elusan pada daerah sensitifku. Tohir yang merasa mendapat restu dariku menjadi semakin buas, jari-jarinya kini bukan hanya mengelus kemaluanku tapi juga mulai mengorek-ngoreknya, cup bra-ku yang sebelah kanan diturunkannya sehingga dia dapat melihat jelas payudaraku dengan putingnya yang mungil.
Aku merasakan benda keras di balik celananya yang digesek-gesek pada pantatku. Tohir kelihatan sangat bernafsu melihat payudaraku yang montok itu, tangannya meremas-remas dan terkadang memilin-milin putingnya. Remasannya semakin kasar dan mulai meraih yang kiri setelah dia pelorotkan cup-nya. Ketika dia menciumi leher jenjangku terasa olehku nafasnya juga sudah memburu, bulu kudukku merinding waktu lidahnya menyapu kulit leherku disertai cupangan. Aku hanya bisa meresponnya dengan mendesah dan merintih, bahkan menjerit pendek waktu remasannya pada dadaku mengencang atau jarinya mengebor kemaluanku lebih dalam. Cupanganya bergerak naik menuju mulutku meninggalkan jejak berupa air liur dan bekas gigitan di permukaan kulit yang dilalui. Bibirnya akhirnya bertemu dengan bibirku menyumbat eranganku, dia menciumiku dengan gemas.
Pada awalnya aku menghindari dicium olehnya karena Tohir perokok jadi bau nafasnya tidak sedap, namun dia bergerak lebih cepat dan berhasil melumat bibirku. Lama-lama mulutku mulai terbuka membiarkan lidahnya masuk, dia menyapu langit-langit mulutku dan menggelikitik lidahku dengan lidahnya sehingga lidahku pun turut beradu dengannya. Kami larut dalam birahi sehingga bau mulutnya itu seolah-olah hilang, malahan kini aku lebih berani memainkan lidahku di dalam mulutnya. Setelah puas berrciuman, Tohir melepaskan dekapannya dan melepas ikat pinggang usangnya, lalu membuka celana berikut kolornya. Maka menyembullah kemaluannya yang sudah menegang daritadi. Aku melihat takjub pada benda itu yang begitu besar dan berurat, warnanya hitam pula. Jauh lebih menggairahkan dibanding milik teman-teman SMU-ku yang pernah ML denganku. Dengan tetap memakai kaos berkerahnya, dia berlutut di samping kepalaku dan memintaku mengelusi senjatanya itu. Akupun pelan-pelan meraih benda itu, ya ampun tanganku yang mungil tak muat menggenggamnya, sungguh fantastis ukurannya.
"Ayo Non, emutin kontol saya ini dong, pasti yahud rasanya kalo diemut sama Non" katanya.
Kubimbing penis dalam genggamanku ke mulutku yang mungil dan merah, uuhh.. susah sekali memasukkannya karena ukurannya. Sekilas tercium bau keringat dari penisnya sehingga aku harus menahan nafas juga terasa asin waktu lidahku menyentuh kepalanya, namun aku terus memasukkan lebih dalam ke mulutku lalu mulai memaju-mundurkan kepalaku. Selain menyepong tanganku turut aktif mengocok ataupun memijati buah pelirnya.
"Uaahh.. uueennakk banget, Non udah pengalaman yah" ceracaunya menikmati seponganku, sementara tangannya yang bercokol di payudaraku sedang asyik memelintir dan memencet putingku.
Setelah lewat 15 menitan dia melepas penisnya dari mulutku, sepertinya dia tidak mau cepat-cepat orgasme sebelum permainan yang lebih dalam. Akupun merasa lebih lega karena mulutku sudah pegal dan dapat kembali menghirup udara segar. Dia berpindah posisi di antara kedua belah pahaku dengan penis terarah ke vaginaku. Bibir vaginaku disibakkannya sehingga mengganga lebar siap dimasuki dan tangan yang satunya membimbing penisnya menuju sasaran.
"Tahan yah Non, mungkin bakal sakit sedikit, tapi kesananya pasti ueenak tenan" katanya.
Penisnya yang kekar itu menancap perlahan-lahan di dalam vaginaku. Aku memejamkan mata, meringis, dan merintih menahan rasa perih akibat gesekan benda itu pada milikku yang masih sempit, sampai mataku berair. Penisnya susah sekali menerobos vaginaku yang baru pertama kalinya dimasuki yang sebesar itu (milik teman-temanku tidak seperkasa yang satu ini) walaupun sudah dilumasi oleh lendirku.
Tohir memaksanya perlahan-lahan untuk memasukinya. Baru kepalanya saja yang masuk aku sudah kesakitan setengah mati dan merintih seperti mau disembelih. Ternyata si Tohir lihai juga, dia memasukkan penisnya sedikit demi sedikit kalau terhambat ditariknya lalu dimasukkan lagi. Kini dia sudah berhasil memasukkan setengah bagiannya dan mulai memompanya walaupun belum masuk semua. Rintihanku mulai berubah jadi desahan nikmat. Penisnya menggesek dinding-dinding vaginaku, semakin cepat dan semakin dalam, saking keenakannya dia tak sadar penisnya ditekan hingga masuk semua. Ini membuatku merasa sakit bukan main dan aku menyuruhnya berhenti sebentar, namun Tohir yang sudah kalap ini tidak mendengarkanku, malahan dia menggerakkan pinggulnya lebih cepat. Aku dibuatnya serasa terbang ke awang-awang, rasa perih dan nikmat bercampur baur dalam desahan dan gelinjang tubuh kami.
"Oohh.. Non Citra, sayang.. sempit banget.. memekmu.. enaknya!" ceracaunya di tengah aktivitasnya.
Dengan tetap menggenjot, dia melepaskan kaosnya dan melemparnya. Sungguh tubuhnya seperti yang kubayangkan, begitu berisi dan jantan, otot-ototnya membentuk dengan indah, juga otot perutnya yang seperti kotak-kotak. Dari posisi berlutut, dia mencondongkan tubuhnya ke depan dan menindihku, aku merasa hangat dan nyaman di pelukannya, bau badannya yang khas laki-laki meningkatkan birahiku. Kembali dia melancarkan pompaannya terhadapku, kali ini ditambah lagi dengan cupangan pada leher dan pundakku sambil meremas payudaraku. Genjotannya semakin kuat dan bertenaga, terkadang diselingi dengan gerakan memutar yang membuat vaginaku terasa diobok-obok.
"Ahh.. aahh.. yeahh, terus entot gua Bang" desahku dengan mempererat pelukanku.
Aku mencapai orgasme dalam 20 menit dengan posisi seperti ini, aku melepaskan perasaan itu dengan melolong panjang, tubuhku mengejang dengan dahsyat, kukuku sampai menggores punggungnya, cairan kenikmatanku mengalir deras seperti mata air. Setelah gelombang birahi mulai mereda dia mengelus rambut panjangku seraya berkata, "Non cantik banget waktu keluar tadi, tapi Non pasti lebih cantik lagi kalau telanjang, saya bukain bajunya yah Non, udah basah gini".
Aku cuma bisa mengangguk dengan nafas tersenggal-senggal tanda setuju. Memang badanku sudah basah berkeringat sampai baju seragamku seperti kehujanan, apalagi AC-nya tidak kunyalakan. Tohir meloloskan pakaianku satu persatu, yang terakhir adalah rok abu-abuku yang dia turunkan lewat kakiku, hingga kini yang tersisa hanya sepasang anting di telingaku dan sebuah cincin yang melingkar di jariku.
Dia menelan ludah menatapi tubuhku yang sudah polos, butir-butir keringat nampak di tubuhku, rambutku yang terurai sudah kusut. Tak henti-hentinya di memuji keindahan tubuhku yang bersih terawat ini sambil menggerayanginya. Kemudian dia balikkan tubuhku dan menyuruhku menunggingkan pantat. Akupun mengangkat pantatku memamerkan vaginaku yang merah merekah di hadapan wajahnya. Tohir mendekatkan wajahnya ke sana dan menciumi kedua bongkahan pantatku, dengan gemas dia menjilat dan mengisap kulit pantatku, sementara tangannya membelai-belai punggung dan pahaku. Mulutnya terus merambat ke arah selangkangan. Aku mendesis merasakan sensasi seperti kesetrum waktu lidahnya menyapu naik dari vagina sampai anusku. Kedua jarinya kurasakan membuka kedua bibir vaginaku, dengusan nafasnya mulai terasa di sana lantas dia julurkan lidahnya dan memasukkannya disana. Aku mendesah makin tak karuan, tubuhku menggelinjang, wajahku kubenamkan ke bantal dan menggigitnya, pinggulku kugerak-gerakkan sebagai ekspresi rasa nikmat.
Di tengah-tengah desahan nikmat mendadak kurasakan kok lidahnya berubah jadi keras dan besar pula. Aku menoleh ke belakang, ternyata yang tergesek-gesek di sana bukan lidahnya lagi tapi kepala penisnya. Aku menahan nafas sambil menggigit bibir merasakan kejantanannya menyeruak masuk. Aku merasakan rongga kemaluanku hangat dan penuh oleh penisnya. Urat-urat batangnya sangat terasa pada dinding kemaluanku.
"Oouuhh.. Bang!" itulah yang keluar dari mulutku dengan sedikit bergetar saat penisnya amblas ke dalamku.
Dia mulai mengayunkan pinggulnya mula-mula lembut dan berirama, namun semakin lama frekuensinya semakin cepat dan keras. Aku mulai menggila, suaraku terdengar keras sekali beradu dengan erangannya dan deritan ranjang yang bergoyang. Dia mencengkramkan kedua tangannya pada payudaraku, terasa sedikit kukunya di sana, tapi itu hanya perasaan kecil saja dibanding sensasi yang sedang melandaku. Hujaman-hujaman yang diberikannya menimbulkan perasaan nikmat ke seluruh tubuhku.
Aku menjerit kecil ketika tiba-tiba dia tarik rambutku dan tangan kanannya yang bercokol di payudaraku juga ikut menarikku ke belakang. Rupanya dia ingin menaikkanku ke pangkuannya. Sesudah mencari posisi yang enak, kamipun meneruskan permainan dengan posisi berpangkuan membelakanginya. Aku mengangkat kedua tanganku dan melingkari lehernya, lalu dia menolehkan kepalaku agar bisa melumat bibirku. Aku semakin intens menaik-turunkan tubuhku sambil terus berciuman dengan liar. Tangannya dari belakang tak henti-hentinya meremasi dadaku, putingku yang sudah mengeras itu terus saja dimain-mainkan. Gelinjang tubuhku makin tak terkendali karena merasa akan segera keluar, kugerakkan badanku sekuat tenaga sehingga penis itu menusuk semakin dalam.
Mengetahui aku sudah diambang klimaks, tiba-tiba dia melepaskan pelukannya dan berbaring telentang. Disuruhnya aku membalikan badanku berhadapan dengannya. Harus kuakui dia sungguh hebat dan pandai mempermainkan nafsuku, aku sudah dibuatnya beberapa kali orgasme, tapi dia sendiri masih perkasa. Dia biarkan aku mencari kepuasanku sendiri dalam gaya woman on top. Kelihatannya dia sangat senang menyaksikan payudaraku yang bergoyang-goyang seirama tubuhku yang naik turun. Beberapa menit dalam posisi demikian dia menggulingkan tubuhnya ke samping sehingga aku kembali berada di bawah. Genjotan dan dengusannya semakin keras, menandakan dia akan segera mencapai klimaks, hal yang sama juga kurasakan pada diriku. Otot-otot kemaluanku berkontraksi semakin cepat meremas-remas penisnya. Pada detik-detik mencapai puncak tubuhku mengejang hebat diiringi teriakan panjang. Cairan cintaku seperti juga keringatku mengalir dengan derasnya menimbulkan suara kecipak.
Tohir sendiri sudah mulai orgasme, dia mendesah-desah menyebut namaku, penisnya terasa semakun berdenyut dan ukurannya pun makin membengkak, dan akhirnya.. dengan geraman panjang dia cabut penisnya dari vaginaku. Isi penisnya yang seperti susu kental manis itu dia tumpahkan di atas dada dan perutku. Setelah menyelesaikan hajatnya dia langsung terkulai lemas di sebelah tubuhku yang berlumuran sperma dan keringat. Aku yang juga sudah KO hanya bisa berbaring di atas ranjang yang seprei nya sudah berantakan, mataku terpejam, buah dadaku naik turun seiring nafasku yang ngos-ngosan, pahaku masih mekangkang, celah vaginaku serasa terbuka lebih lebar dari biasanya. Dengan sisa-sisa tenaga, kucoba menyeka ceceran sperma di dadaku, lalu kujilati maninya dijari-jariku.
Sejak saat itu, Tohir sering memintaku melayaninya kapanpun dan dimanapun ada kesempatan. Waktu mengantar-jemputku tidak jarang dia menyuruhku mengoralnya. Tampaknya dia sudah ketagihan dan lupa bahwa aku ini nona majikannya, bayangkan saja terkadang saat aku sedang tidak ‘mood’ pun dia memaksaku. Bahkan pernah suatu ketika aku sedang mencicil belajar menjelang Ebtanas yang sudah 2 minggu lagi, tiba-tiba dia mendatangiku di kamarku (saat itu sudah hampir jam 12 malam dan ortuku sudah tidur), karena lagi belajar aku menolaknya, tapi saking nafsunya dia nekad memperkosaku sampai dasterku sedikit robek, untung kamar ortuku letaknya agak berjauhan dariku. Meskipun begitu aku selalu mengingatkannya agar menjaga sikap di depan orang lain, terutama ortuku dan lebih berhati-hati kalau aku sedang subur dengan memakai kondom atau membuang di luar. Tiga bulan kemudian Tohir berhenti kerja karena ingin mendampingi istrinya yang TKW di Timur Tengah, lagipula waktu itu aku sudah lulus SMU dan sudah diijinkan untuk membawa mobil sendiri.
TAMAT
Ketika itu aku belum diijinkan untuk membawa mobil sendiri, jadi untuk keperluan itu orang tuaku mempekerjakaan Bang Tohir sebagai sopir pribadi keluarga kami merangkap pembantu. Dia berusia sekitar 30-an dan mempunyai badan yang tinggi besar serta berisi, kulitnya kehitam-hitaman karena sering bekerja di bawah terik matahari (dia dulu bekerja sebagai sopir truk di pelabuhan). Aku sering memergokinya sedang mengamati bentuk tubuhku, memang sih aku sering memakai baju yang minim di rumah karena panasnya iklim di kotaku. Waktu mengantar jemputku juga dia sering mencuri-curi pandang melihat ke pahaku dengan rok seragam abu-abu yang mini. Begitu juga aku, aku sering membayangkan bagaimana bila aku disenggamai olehnya, seperti apa rasanya bila batangnya yang pasti kekar seperti tubuhnya itu mengaduk-aduk kewanitaanku. Tapi waktu itu aku belum seberani sekarang, aku masih ragu-ragu memikirkan perbedaan status diantara kami.
Obsesiku yang menggebu-gebu untuk merasakan ML dengannya akhirnya benar-benar terwujud dengan rencana yang kusiapkan dengan matang. Hari itu aku baru bubaran pukul 3 karena ada ekstra kurikuler, aku menuju ke tempat parkir dimana Bang Tohir sudah menunggu. Aku berpura-pura tidak enak badan dan menyuruhnya cepat-cepat pulang. Di mobil, sandaran kursi kuturunkan agar bisa berbaring, tubuhku kubaringkan sambil memejamkan mata. Begitu juga kusuruh dia agar tidak menyalakan AC dengan alasan badanku tambah tidak enak, sebagai gantinya aku membuka dua kancing atasku sehingga bra kuningku sedikit tersembul dan itu cukup menarik perhatiannya.
"Non gak apa-apa kan? Sabar ya, bentar lagi sampai kok" hiburnya
Waktu itu dirumah sedang tidak ada siapa-siapa, kedua orang tuaku seperti biasa pulang malam, jadi hanya ada kami berdua. Setelah memasukkan mobil dan mengunci pagar aku memintanya untuk memapahku ke kamarku di lantai dua. Di kamar, dibaringkannya tubuhku di ranjang. Waktu dia mau keluar aku mencegahnya dan menyuruhnya memijat kepalaku. Dia tampak tegang dan berkali-kali menelan ludah melihat posisi tidurku itu dan dadaku yang putih agak menyembul karena kancing atasnya sudah terbuka, apalagi waktu kutekuk kaki kananku sehingga kontan paha mulus dan CD-ku tersingkap. Walaupun memijat kepalaku, namun matanya terus terarah pada pahaku yang tersingkap. Karena terus-terusan disuguhi pemandangan seperti itu ditambah lagi dengan geliat tubuhku, akhirnya dia tidak tahan lagi memegang pahaku. Tangannya yang kasar itu mengelusi pahaku dan merayap makin dalam hingga menggosok kemaluanku dari luar celana dalamku.
"Sshh.. Bang" desahku dengan agak gemetar ketika jarinya menekan bagian tengah kemaluanku yang masih terbungkus celana dalam.
"Tenang Non.. saya sudah dari dulu kesengsem sama Non, apalagi kalau ngeliat Non pake baju olahraga, duh tambah gak kuat Abang ngeliatnya juga" katanya merayu sambil terus mengelusi bagian pangkal pahaku dengan jarinya.
Tohir mulai menjilati pahaku yang putih mulus, kepalanya masuk ke dalam rok abu-abuku, jilatannya perlahan-lahan mulai menjalar menuju ke tengah. Aku hanya dapat mencengkram sprei dan kepala Tohir yang terselubung rokku saat kurasakan lidahnya yang tebal dan kasar itu menyusup ke pinggir celana dalamku lalu menyentuh bibir vaginaku. Bukan hanya bibir vaginaku yang dijilatinya, tapi lidahnya juga masuk ke liang vaginaku, rasanya wuiihh..gak karuan, geli-geli enak seperti mau pipis. Tangannya yang terus mengelus paha dan pantatku mempercepat naiknya libidoku, apalagi sejak sejak beberapa hari terakhir ini aku belum melakukannya lagi.
Sesaat kemudian, Tohir menarik kepalanya keluar dari rokku, bersamaan dengan itu pula celana dalamku ikut ditarik lepas olehnya. Matanya seperti mau copot melihat kewanitaanku yang sudah tidak tertutup apa-apa lagi dari balik rokku yang tersingkap. Dia dekap tubuhku dari belakang dalam posisi berbaring menyamping. Dengan lembut dia membelai permukaannya yang ditumbuhi bulu-bulu halus itu. Sementara tangan yang satunya mulai naik ke payudaraku, darahku makin bergolak ketika telapak tangannya yang kasar itu menyusup ke balik bra-ku kemudian meremas daging kenyal di baliknya.
"Non, teteknya bagus amat.. sama bagusnya kaya memeknya, Non marah ga saya giniin?" tanyanya dekat telingaku sehingga deru nafasnya serasa menggelitik.
Aku hanya menggelengkan kepalaku dan meresapi dalam-dalam elusan-elusan pada daerah sensitifku. Tohir yang merasa mendapat restu dariku menjadi semakin buas, jari-jarinya kini bukan hanya mengelus kemaluanku tapi juga mulai mengorek-ngoreknya, cup bra-ku yang sebelah kanan diturunkannya sehingga dia dapat melihat jelas payudaraku dengan putingnya yang mungil.
Aku merasakan benda keras di balik celananya yang digesek-gesek pada pantatku. Tohir kelihatan sangat bernafsu melihat payudaraku yang montok itu, tangannya meremas-remas dan terkadang memilin-milin putingnya. Remasannya semakin kasar dan mulai meraih yang kiri setelah dia pelorotkan cup-nya. Ketika dia menciumi leher jenjangku terasa olehku nafasnya juga sudah memburu, bulu kudukku merinding waktu lidahnya menyapu kulit leherku disertai cupangan. Aku hanya bisa meresponnya dengan mendesah dan merintih, bahkan menjerit pendek waktu remasannya pada dadaku mengencang atau jarinya mengebor kemaluanku lebih dalam. Cupanganya bergerak naik menuju mulutku meninggalkan jejak berupa air liur dan bekas gigitan di permukaan kulit yang dilalui. Bibirnya akhirnya bertemu dengan bibirku menyumbat eranganku, dia menciumiku dengan gemas.
Pada awalnya aku menghindari dicium olehnya karena Tohir perokok jadi bau nafasnya tidak sedap, namun dia bergerak lebih cepat dan berhasil melumat bibirku. Lama-lama mulutku mulai terbuka membiarkan lidahnya masuk, dia menyapu langit-langit mulutku dan menggelikitik lidahku dengan lidahnya sehingga lidahku pun turut beradu dengannya. Kami larut dalam birahi sehingga bau mulutnya itu seolah-olah hilang, malahan kini aku lebih berani memainkan lidahku di dalam mulutnya. Setelah puas berrciuman, Tohir melepaskan dekapannya dan melepas ikat pinggang usangnya, lalu membuka celana berikut kolornya. Maka menyembullah kemaluannya yang sudah menegang daritadi. Aku melihat takjub pada benda itu yang begitu besar dan berurat, warnanya hitam pula. Jauh lebih menggairahkan dibanding milik teman-teman SMU-ku yang pernah ML denganku. Dengan tetap memakai kaos berkerahnya, dia berlutut di samping kepalaku dan memintaku mengelusi senjatanya itu. Akupun pelan-pelan meraih benda itu, ya ampun tanganku yang mungil tak muat menggenggamnya, sungguh fantastis ukurannya.
"Ayo Non, emutin kontol saya ini dong, pasti yahud rasanya kalo diemut sama Non" katanya.
Kubimbing penis dalam genggamanku ke mulutku yang mungil dan merah, uuhh.. susah sekali memasukkannya karena ukurannya. Sekilas tercium bau keringat dari penisnya sehingga aku harus menahan nafas juga terasa asin waktu lidahku menyentuh kepalanya, namun aku terus memasukkan lebih dalam ke mulutku lalu mulai memaju-mundurkan kepalaku. Selain menyepong tanganku turut aktif mengocok ataupun memijati buah pelirnya.
"Uaahh.. uueennakk banget, Non udah pengalaman yah" ceracaunya menikmati seponganku, sementara tangannya yang bercokol di payudaraku sedang asyik memelintir dan memencet putingku.
Setelah lewat 15 menitan dia melepas penisnya dari mulutku, sepertinya dia tidak mau cepat-cepat orgasme sebelum permainan yang lebih dalam. Akupun merasa lebih lega karena mulutku sudah pegal dan dapat kembali menghirup udara segar. Dia berpindah posisi di antara kedua belah pahaku dengan penis terarah ke vaginaku. Bibir vaginaku disibakkannya sehingga mengganga lebar siap dimasuki dan tangan yang satunya membimbing penisnya menuju sasaran.
"Tahan yah Non, mungkin bakal sakit sedikit, tapi kesananya pasti ueenak tenan" katanya.
Penisnya yang kekar itu menancap perlahan-lahan di dalam vaginaku. Aku memejamkan mata, meringis, dan merintih menahan rasa perih akibat gesekan benda itu pada milikku yang masih sempit, sampai mataku berair. Penisnya susah sekali menerobos vaginaku yang baru pertama kalinya dimasuki yang sebesar itu (milik teman-temanku tidak seperkasa yang satu ini) walaupun sudah dilumasi oleh lendirku.
Tohir memaksanya perlahan-lahan untuk memasukinya. Baru kepalanya saja yang masuk aku sudah kesakitan setengah mati dan merintih seperti mau disembelih. Ternyata si Tohir lihai juga, dia memasukkan penisnya sedikit demi sedikit kalau terhambat ditariknya lalu dimasukkan lagi. Kini dia sudah berhasil memasukkan setengah bagiannya dan mulai memompanya walaupun belum masuk semua. Rintihanku mulai berubah jadi desahan nikmat. Penisnya menggesek dinding-dinding vaginaku, semakin cepat dan semakin dalam, saking keenakannya dia tak sadar penisnya ditekan hingga masuk semua. Ini membuatku merasa sakit bukan main dan aku menyuruhnya berhenti sebentar, namun Tohir yang sudah kalap ini tidak mendengarkanku, malahan dia menggerakkan pinggulnya lebih cepat. Aku dibuatnya serasa terbang ke awang-awang, rasa perih dan nikmat bercampur baur dalam desahan dan gelinjang tubuh kami.
"Oohh.. Non Citra, sayang.. sempit banget.. memekmu.. enaknya!" ceracaunya di tengah aktivitasnya.
Dengan tetap menggenjot, dia melepaskan kaosnya dan melemparnya. Sungguh tubuhnya seperti yang kubayangkan, begitu berisi dan jantan, otot-ototnya membentuk dengan indah, juga otot perutnya yang seperti kotak-kotak. Dari posisi berlutut, dia mencondongkan tubuhnya ke depan dan menindihku, aku merasa hangat dan nyaman di pelukannya, bau badannya yang khas laki-laki meningkatkan birahiku. Kembali dia melancarkan pompaannya terhadapku, kali ini ditambah lagi dengan cupangan pada leher dan pundakku sambil meremas payudaraku. Genjotannya semakin kuat dan bertenaga, terkadang diselingi dengan gerakan memutar yang membuat vaginaku terasa diobok-obok.
"Ahh.. aahh.. yeahh, terus entot gua Bang" desahku dengan mempererat pelukanku.
Aku mencapai orgasme dalam 20 menit dengan posisi seperti ini, aku melepaskan perasaan itu dengan melolong panjang, tubuhku mengejang dengan dahsyat, kukuku sampai menggores punggungnya, cairan kenikmatanku mengalir deras seperti mata air. Setelah gelombang birahi mulai mereda dia mengelus rambut panjangku seraya berkata, "Non cantik banget waktu keluar tadi, tapi Non pasti lebih cantik lagi kalau telanjang, saya bukain bajunya yah Non, udah basah gini".
Aku cuma bisa mengangguk dengan nafas tersenggal-senggal tanda setuju. Memang badanku sudah basah berkeringat sampai baju seragamku seperti kehujanan, apalagi AC-nya tidak kunyalakan. Tohir meloloskan pakaianku satu persatu, yang terakhir adalah rok abu-abuku yang dia turunkan lewat kakiku, hingga kini yang tersisa hanya sepasang anting di telingaku dan sebuah cincin yang melingkar di jariku.
Dia menelan ludah menatapi tubuhku yang sudah polos, butir-butir keringat nampak di tubuhku, rambutku yang terurai sudah kusut. Tak henti-hentinya di memuji keindahan tubuhku yang bersih terawat ini sambil menggerayanginya. Kemudian dia balikkan tubuhku dan menyuruhku menunggingkan pantat. Akupun mengangkat pantatku memamerkan vaginaku yang merah merekah di hadapan wajahnya. Tohir mendekatkan wajahnya ke sana dan menciumi kedua bongkahan pantatku, dengan gemas dia menjilat dan mengisap kulit pantatku, sementara tangannya membelai-belai punggung dan pahaku. Mulutnya terus merambat ke arah selangkangan. Aku mendesis merasakan sensasi seperti kesetrum waktu lidahnya menyapu naik dari vagina sampai anusku. Kedua jarinya kurasakan membuka kedua bibir vaginaku, dengusan nafasnya mulai terasa di sana lantas dia julurkan lidahnya dan memasukkannya disana. Aku mendesah makin tak karuan, tubuhku menggelinjang, wajahku kubenamkan ke bantal dan menggigitnya, pinggulku kugerak-gerakkan sebagai ekspresi rasa nikmat.
Di tengah-tengah desahan nikmat mendadak kurasakan kok lidahnya berubah jadi keras dan besar pula. Aku menoleh ke belakang, ternyata yang tergesek-gesek di sana bukan lidahnya lagi tapi kepala penisnya. Aku menahan nafas sambil menggigit bibir merasakan kejantanannya menyeruak masuk. Aku merasakan rongga kemaluanku hangat dan penuh oleh penisnya. Urat-urat batangnya sangat terasa pada dinding kemaluanku.
"Oouuhh.. Bang!" itulah yang keluar dari mulutku dengan sedikit bergetar saat penisnya amblas ke dalamku.
Dia mulai mengayunkan pinggulnya mula-mula lembut dan berirama, namun semakin lama frekuensinya semakin cepat dan keras. Aku mulai menggila, suaraku terdengar keras sekali beradu dengan erangannya dan deritan ranjang yang bergoyang. Dia mencengkramkan kedua tangannya pada payudaraku, terasa sedikit kukunya di sana, tapi itu hanya perasaan kecil saja dibanding sensasi yang sedang melandaku. Hujaman-hujaman yang diberikannya menimbulkan perasaan nikmat ke seluruh tubuhku.
Aku menjerit kecil ketika tiba-tiba dia tarik rambutku dan tangan kanannya yang bercokol di payudaraku juga ikut menarikku ke belakang. Rupanya dia ingin menaikkanku ke pangkuannya. Sesudah mencari posisi yang enak, kamipun meneruskan permainan dengan posisi berpangkuan membelakanginya. Aku mengangkat kedua tanganku dan melingkari lehernya, lalu dia menolehkan kepalaku agar bisa melumat bibirku. Aku semakin intens menaik-turunkan tubuhku sambil terus berciuman dengan liar. Tangannya dari belakang tak henti-hentinya meremasi dadaku, putingku yang sudah mengeras itu terus saja dimain-mainkan. Gelinjang tubuhku makin tak terkendali karena merasa akan segera keluar, kugerakkan badanku sekuat tenaga sehingga penis itu menusuk semakin dalam.
Mengetahui aku sudah diambang klimaks, tiba-tiba dia melepaskan pelukannya dan berbaring telentang. Disuruhnya aku membalikan badanku berhadapan dengannya. Harus kuakui dia sungguh hebat dan pandai mempermainkan nafsuku, aku sudah dibuatnya beberapa kali orgasme, tapi dia sendiri masih perkasa. Dia biarkan aku mencari kepuasanku sendiri dalam gaya woman on top. Kelihatannya dia sangat senang menyaksikan payudaraku yang bergoyang-goyang seirama tubuhku yang naik turun. Beberapa menit dalam posisi demikian dia menggulingkan tubuhnya ke samping sehingga aku kembali berada di bawah. Genjotan dan dengusannya semakin keras, menandakan dia akan segera mencapai klimaks, hal yang sama juga kurasakan pada diriku. Otot-otot kemaluanku berkontraksi semakin cepat meremas-remas penisnya. Pada detik-detik mencapai puncak tubuhku mengejang hebat diiringi teriakan panjang. Cairan cintaku seperti juga keringatku mengalir dengan derasnya menimbulkan suara kecipak.
Tohir sendiri sudah mulai orgasme, dia mendesah-desah menyebut namaku, penisnya terasa semakun berdenyut dan ukurannya pun makin membengkak, dan akhirnya.. dengan geraman panjang dia cabut penisnya dari vaginaku. Isi penisnya yang seperti susu kental manis itu dia tumpahkan di atas dada dan perutku. Setelah menyelesaikan hajatnya dia langsung terkulai lemas di sebelah tubuhku yang berlumuran sperma dan keringat. Aku yang juga sudah KO hanya bisa berbaring di atas ranjang yang seprei nya sudah berantakan, mataku terpejam, buah dadaku naik turun seiring nafasku yang ngos-ngosan, pahaku masih mekangkang, celah vaginaku serasa terbuka lebih lebar dari biasanya. Dengan sisa-sisa tenaga, kucoba menyeka ceceran sperma di dadaku, lalu kujilati maninya dijari-jariku.
Sejak saat itu, Tohir sering memintaku melayaninya kapanpun dan dimanapun ada kesempatan. Waktu mengantar-jemputku tidak jarang dia menyuruhku mengoralnya. Tampaknya dia sudah ketagihan dan lupa bahwa aku ini nona majikannya, bayangkan saja terkadang saat aku sedang tidak ‘mood’ pun dia memaksaku. Bahkan pernah suatu ketika aku sedang mencicil belajar menjelang Ebtanas yang sudah 2 minggu lagi, tiba-tiba dia mendatangiku di kamarku (saat itu sudah hampir jam 12 malam dan ortuku sudah tidur), karena lagi belajar aku menolaknya, tapi saking nafsunya dia nekad memperkosaku sampai dasterku sedikit robek, untung kamar ortuku letaknya agak berjauhan dariku. Meskipun begitu aku selalu mengingatkannya agar menjaga sikap di depan orang lain, terutama ortuku dan lebih berhati-hati kalau aku sedang subur dengan memakai kondom atau membuang di luar. Tiga bulan kemudian Tohir berhenti kerja karena ingin mendampingi istrinya yang TKW di Timur Tengah, lagipula waktu itu aku sudah lulus SMU dan sudah diijinkan untuk membawa mobil sendiri.
TAMAT
Hadiah spesial buat Riniku - 2
Tapi waktu, tempat dan kesempatan mempertemukan kami sehingga membuat kehidupan saling mengisi dan malah sudah saling membutuhkan. Aku butuh semangat dan gairah muda yang berkobar dari Rini sedangkan dia butuh tempat berlindung yang kokoh dan teduh dari aku.. Klop deeh.
"Hei jangan nglamun," Rini mencubit pahaku ketika pelayan sudah berdiri tepat di depanku tapi aku tidak menghiraukannya.
"Oh oh.. Iya Mbak.. Es jeruk buat aku dan kelapa kopyor itu buat dia," aku memberitahu Mbak pelayan sambil menunjuk Rini.
"Om.. Kalau kali ini Rini minta sesuatu boleh nggak!"
"Kenapa tidak.. Kalau Om sanggup pasti Om kabulkan"
"Sebetulnya Rini mau memberikan satu hadiah spesial buat Om tapi sebelumnya Rini minta sesuatu dulu.. Gimana Om.""
"Ok nggak masalah",. Jawab ku sambil mempersilahkan dia minum.
"Rini tahu kok, Om nggak pernah mau ngerayain HUT Om, tapi kali ini Rini minta untuk dirayakan sebagai hadiah juga buat Rini, kita rayain ya!" Kulihat wajahnya sangat berharap.
Betul sekali, aku Mamang paling ntidak suka dengan yang namanya pesta HUT gitu, jadi wajar saja kalau aku lupa hari itu aku sebetulnya ulang tahun.
"Well.. Kita mau ngerayain seperti apa, dimana degan siapa aja Rin""
"Maksud Rini kita rayain berdua aja, gimana kalau kita cari tempat yang jauh dari keramaian agar lebih leluasa, kayak dipantai gitu!" belum sempat kujawab Rini sudah ngrocos lagi.
"Jangan khawatir, Rini tadi sudah pamit mau nginap di rumah teman sama paman."
Dia seperti bisa membaca jalan fikiranku.
"OK apa kita mau ke Ancol!"
"Jangan Om disana terlalu ramai, Rini ingin ke Merak disana kita bisa lihat ferry keluar masuk dermaga sepanjang malam"
Setelah telpon ke rumah memberitahukan bahwa aku ada rapat dinas, maka kami langsung tancap gas ke Merak. Disitu ada sebuah hotel pantai yang memang sudah tidak terlalu bagus lagi karena termakan usia, tetapi sangat strategis, tempatnya di pinggir jalan raya dan menghadap langsung ke selat Sunda dan Pelabuhan ferry.
Setelah mandi, Rini tidak lagi paklai jean ketat, tetapi rupanya dia sudah siap dengan baju tidur putih setengah transparan sehingga lekuk tubuh dan tonjolan dadanya begitu jelas.
"Rin.. Om masih penasaran kamu mau ngasih hadiah spesial apa sih sama Om," aku bertanya sambil telentang ditempat tidur.
"Nanti aja deh.. Om pasti bakal tahu juga," Rini merebahkan diri disamping kananku.
Tiba tiba kami saling menghadap sehingga wajah kami hampir bersentuhan. Aroma nafasnya menerpa hidungku dan bau mulutnya yang wangi membuat gelora hasratku terpancing.
Kulingkarkan tangan kiriku ke tubuhnya, dia diam dan malah memejamkan matanya. Pelan tapi pasti bibirku menyentuh bibir Rini dengan lembut. Rini seperti tersentak tiba tiba. Tubuhnya sedikit mengigil dan nafasnya jadi memburu.
Kuhentikan gerakan bibirku persis diantara kedua bibir Rini, ujung lidahku kudorong keluar sedikit demi sedikit dan bibir Ranum itu mulai kujilati dengan penuh perasaan. Aku sengaja mengontrol gerakan dan keinginan ku sedemikian rupa agar Rini dapat merasakan suatu sensasi kelembutan yang membuai dan akan membuat dia terhanyut dalam kenikmatan.
"Rin.. Boleh nggak Om teruskan," aku berbisik sambil mengecup kupingnya.
Tubuhnya bergetar dan posisi tidurnya tidak lagi menghadap aku tetapi bergerak telentang dalam dekapanku.
"Nggak pa pa Om terus aja," Rini menjawab disela deburan jantungnya yang menggila.
Aku segera mengecup kulit putih tepat dibelakang telinganya, Rini mengerang, "Om.. Geli.. Bulu roma Rini jadi berdiri semua."
"Nggak apa apa Rin," aku menjawab sambil terus mengerakkan bibir dan lidahku meluncur di lehernya yang jenjang.
Leher mulus itu kujilat dengan lembut dan pelan, terus turun.. Turun.. Dan Ouh.. Baju tidur Rini tiba tiba terbuka di bagian dadanya, buah dada itu begitu ranum, kulitnya putih dan halus, disekitar putingnya berwarna coklat kemerahan, ditumbuhi bintik bintik putih halus melingkar memagari puting susunya yang kehitaman dan sudah berdiri tegak.
Sungguh satu pemandangan yang sangat indah melihat payudara muda dan baru pertama mengalami rangsangan sexual. Bentuknya masih bulat dan padat membuat aku tak sanggup lagi menahan diri.
Putting muda itu kuhisap dengan lembut dan tubuh Rini kembali bergetar.
"Oouuhh Om.. Rini nggak tahan Om. "
"Nggak tahan apanya Rin"
"Nggak tahu Om.. Nggak tahan aja"
Aku lupa kalau Rini belum pernah mengalami rangsangan seperti ini.
"Nggak pa pa Rin jangan ditahan.. Kalau Rini ngerasa sesuatu ikutin aja," aku berkata sambil memutarkan jempol dan telunjukku ke puting susunya.
"Om.. Terus Om.."
"Iya Rin. Tapi bajunya buka dulu ya."
"Terserah Om.. Aja"
Semua pakaian Rini kulucuti begitu juga aku, kami sekarang telanjang lonjong eh.. Bulat. Tubuh putih polos Rini sekarang terhidang pasrah dihadapanku. Sementara penisku sudah mulai teler mengeluarkan cairan putih bening pertanda siap tempur. Rini kembali kudekap dengan pelan, penisku kutempatkan persis ditengah belahan vagina Rini.
"Ouuh Om.. Rini jadi basah Om.. "
"Iya sayang.. Om Juga"
Kugerakkan pinggulku turun naik penuh irama, pelan pelan penisku menyentuh clitoris Rini.
"A.. aduh Om.."
Cengkraman tanga Rini seperti mau merobek kulit punggungku. Dia mulai terangsang dengan hebatnya, matanya sayu dan redup, bibirnya merekah setengah terbuka dan basah oleh hasrat kewanitaan yang minta dipuasi. Sementara aku mulai merasakan cairan panas mengaliri batang penisku, itu adalah cairan vagina Rini yang keluar bagaikan mata air pegunungan sukabumi, kental dan licin.
Kedua tanganku mulai membelai payudara Rini denga gerakan melingkar dari bawah ke atas dan berakhir diputingnya yang tegak berdiri. Aku menyadari ini belumlah saat yang tepat untuk melakukan penetrasi, Rini harus diberi kenikmatan puncak senggama dengan cara lain, setelah nikmat klimaks itu dia cicipi buat pertama kali didalam hidupnya, barulah penetrasi akan akan kulakukan.
Pelan pelan kedua kaki Rini kudorong kepinggir, sekarang vagina Rini terbentang jelas dihadapan penisku. Bulunya sedikit kepirangan (nggak pernah disampoin kali) tepat diatas clitorisnya bulu tersebut membentuk lingkaran kecil seakan disiapkan buat tempat pendaratan lidahku.
Aku sudah mau menjilat clitoris itu sambil menunduk tapi tiba tiba.
"Om jangan dijilat ya.. Rini pasti nggak tahan, kata teman teman kalau vagina Rini dijilat, Rini pasti lansung klimaks.. Oouuh padahal Rini masih kepingin lebih lama ngerasain seperti ini."
Kuurungkan niat untuk menjilat vagina Rini yang sudah terbuka lebar tersebut. Kulit di seputar vagina itu putih dan bersih, sementara ketika bibir vaginanya kusibak dengan jariku, kelihatan warna merah membayang dipinggir bibir dan lubang vagina yang sekarang telah dipenuhi cairan putih bening nan wangi.
Kakinya kuangkat lebih tinggi dan sedikit mengangkan sehingga bibir vagina Rini betul betul terbuka menantang penisku.
"Rin.. Kita peting aja dulu ya.. "
"Peting itu apa Om.. "
"Nih. Begini nih"
Batang penisku kuletakkan persis ditengan tengah bibir vagina Rini dan dengan gerakkan turun naik yang berirama, penisku mulai menggosok bibir vagina dan clitoris Rini.
Aku merasakan tangan Rini mulai menekan pinggulku agar batang penisku lebih erat menepel di vaginanya. Gerakkanku semakin cepat dan pingul Rinipun mulai turun naik seirama tarian dangdut penisku. Lendir vagina Rini semakin banyak membuat penisku dengan leluasa bergerek didekapan vaginanya.
Akibat licin dan hangat, serta sensasi clitoris yang tersentuh oleh ujung penisku, aku mulai merasakan gerakan sperma menyeruak ingin menyemprot, kukendalikan diri agar airbah sperma ku jangan tumpah duluan sebelum Rini dapat kupuaskan. Gerakan Rini semakin lama semakin liar, dia mulat menggigit bahu dan tetekku, jemarinya mencengkram kencan pantat belakangku.
"Oomm, Rini ngerasa melayang.. Dan oouuh ada yang mendesak dari bawah vaginaku.. Oh apa ini kok rasanya seperti ini.. Oomm Rini nggak tahan.. Om tolong gosokkan penisnya yang kencang.. Oouhh dia datang ouhh.."
Sebelum Rini terkulai lemas karena klimaks pertamanya, akupun merasakan gerakan sperma yang tiba tiba kuat menekan dari sela sela kedua torpedoku, terus meniti batang, terus kebagian kepala dan sekarang tepat diujung penis
"OOh.. Rin.. Omm lepass sayang.."
Spermaku muncrat menyirami pusar Rini yang putih bersih, sperma itu begitu kental seperti ingus yang sudah mingguan nginap dihidung., diam dan sama sekali tidak meleleh ke bawah, sekalipun dia dipinggir perut Riniku yang telah tertidur pulas.
Jam 12 malam kami terbangun karena lapar, tetapi sebelum bangun tiba tiba aku menyentuh payudara Rini. Akibatnya Ruar biaa.. Sa. Rini langsung terangsang dan mencium bibirku penuh semangat. Tak ada pilihan lain biarkan perut menunggu sebentar, toh yang bibawah perut juga kelaparan. Ciuman Rini kusambut dengan hangat, pelan tapi pasti pergumulan kembali terulang, remas berbalas remas, kecup dibalas kecup, jilat dibayar jilat, dan itulah yang saat ini sedang aku lakukan.
Vagina Rini kusibak dengan jariku, ujung lidahku menerobos dengan lembut menuju clitorisnya. Clitoris itu kuhisap bagaikan menghisap puncak es cream, lembut, pelan dan sedikit dijilat dengan ujung lidah. Dengan gerakan tiba tiba Rini mebalikkan tubuhku sehingga dia sekarang mengangkangi kepala ku, vaginanya persis diatas mulutku dan bibirnya siap mematuk penisku.
Bibir Rini yang lembut dan basah kurasakan menyentuh lubang kecil diujung penisku
"Ouuhh Rin, jilat terus sayang.. Jangan kena gigi ya.."
"Iyyaa Om, tapi Om jangan diam dong.."
Aku lupa dengan tugasku karena keasyikan dihisap Rini. Lidahku kembali beraksi, kali ini sedikit menerobos ke dalam vagina karena posisi ku tepat dibawahnya. Rini menggelinjang hebat. Pahanya makin menjepit mukaku, tapi hisapan dan kulumannya dipenisku juga semakin kencang. Kupikir inilah saatnya keperawanan Rini harus kunikmati. Dengan klimaks yang sudah dia rasakan ditambah dengan rangsangan yang saat ini dia alami, maka penetrasi pertama ku ke dalam vaginanya kukira tidak akan membuat dia kesakitan.
Posisi kurubah, sekarang Rini telentang tepat dibawahku, kulihat bibirnya masih berlepotan ciran bening penisku, dia mejilat sudut bibirnya dan cairan itupun besih menghilang. Kakinya terentang membuat posisi vaginanya jelas terbuka, pelan pelan kutempatkan ujung penisku dilubang vagina Rini tetapi aku masih diam. Aku ingin dia merasakan sensasi dan getaran hangat dari ujung penisku.
"Oom ayo dong," Rini menyodorkan payudara kirinya untuk kuhisap.
"Mm.." aku langsung menghisapnya, tubuh Rini kembali bergetar hebat dan tanpa dia sadari. Ujung runcing penisku pelan pelan telah membuka jalan masuk ke vaginanya.
"Om.. Perih.." Rini mendekapku ketika batang penisku telah hampir separuh jalan menuju singasananya.
Dinding vagina Rini yang masih perawan terasa menjepit dan menahan gerakan maju penisku, itu mungkin yang membuat dia merasa sedikit perih. Kutarik penisku dengan pelan, ujungnya kuarahkan ke clitorisnya. Dengan gerakan mencongkel yang lembut ujung penisku beradu dengan clitorisnya.
"Om aku nggak tahan.."
Melihat Rini mulai terangsang hebat, sasaran penisku kembali kuarahkan ke jalan yang benar, yaitu lubang kenikmatan. Kali ini ujung penis menerobos dengan lancar.
"Oh ouhh masuk semua ya Om..! rasanya sesak sekali."
"Masih perih sayang," kataku berbisik dikupingnya.
"Nggak papa Om terus aja"
"Nih.. Om tusuk ya."
"Iya Oom.., yang dalam Om."
"Iya.. Om sudah masuk semua nih, Rini.. Oh Rin.. Terimaksih ya.. Sungguh nikmat sekali saya.. Ng.."
"Iya Om ini hadiah istimewa dari Rini."
"Oh Om.. Rini nggak tahan. Terus Om. Yang kencang Om.. Ohh iya Om terus.. Kayak itu.. Aja Ouhh!"
Dengan iringan erangan panjang, Rini mencapai klimaks untuk kedua kali dalam hidupnya.
"Om.. Maaf ya. Rini nggak tahan.., padahal Om belum lepas kan.."
"Nggak apa sayang.. Tidak satu jalan ke Jakarta, lewat Priuk bisa, lewat bekasi juga bisa."
Rini mengerti apa yang kumaksud, penisku segera dibelainya dengan lembut, makin ke ujung, makin ke ujung terus. Terus.. Dan terus, aku nggak tahu apa apa lagi, yang aku rasa hanya panasnya lidah dan bibir Rini diseputar kepala penisku.
"Rin.. Sayang terus.. Hisap.. Sambil dijilat dikit.. Oh. Ya dengan ujung idah sayang.. Oh."
Pandanganku gelap, dunia terasa mengambang, tubuhku seperti mengapung, ketika semprotan demi semprotan cairan kenikmatan muncrat dari ujung penis dan membasahi bibir dan hidung Riniku.
Tiga tahun sudah berlalu, sekarang aku kehilangan Rini dia hilang ditelan banjir bandang Bahorok. Dia bekerja sebagai guide lepas pada satu perusahan pengelola pariwisata. Selama dia di SMU dulu, dia kukursuskan bahasa Inggris di salah satu tempat kursus ternama di dekat kantorku. Dengan modal bahasa dan wajahnya yang ayu serta sifatnya yang supel akhirnya dia diterima di perusahaan itu.
Masih kusimpan kaos oblong warna hitam dengan gambar lidah menjulur dan tulisan Bali di bawahnya, di dalam lemari pakaianku. Itu adalah hadiah dari Rini sewaktu dia menerima gaji pertamanya.
"Rini aku menyayangimu, aku merindukanmu.. Tetapi kau takkan pernah kembali lagi. Maaf kan aku sayang. Melalui surat ini aku inginkan Rini.. Rini lain menggantikan posisimu disampingku. Aku akan berikan semua apa yang pernah kau terima, dan akan kujaga dia sama seperti aku menjagamu."
Buat anda yang mau menggantikan Riniku silahkan hubungi aku di omkusayang@yahoo.com kamu akan jadi pengganti Riniku yang hilang dengan segala haknya.
TAMAT
"Hei jangan nglamun," Rini mencubit pahaku ketika pelayan sudah berdiri tepat di depanku tapi aku tidak menghiraukannya.
"Oh oh.. Iya Mbak.. Es jeruk buat aku dan kelapa kopyor itu buat dia," aku memberitahu Mbak pelayan sambil menunjuk Rini.
"Om.. Kalau kali ini Rini minta sesuatu boleh nggak!"
"Kenapa tidak.. Kalau Om sanggup pasti Om kabulkan"
"Sebetulnya Rini mau memberikan satu hadiah spesial buat Om tapi sebelumnya Rini minta sesuatu dulu.. Gimana Om.""
"Ok nggak masalah",. Jawab ku sambil mempersilahkan dia minum.
"Rini tahu kok, Om nggak pernah mau ngerayain HUT Om, tapi kali ini Rini minta untuk dirayakan sebagai hadiah juga buat Rini, kita rayain ya!" Kulihat wajahnya sangat berharap.
Betul sekali, aku Mamang paling ntidak suka dengan yang namanya pesta HUT gitu, jadi wajar saja kalau aku lupa hari itu aku sebetulnya ulang tahun.
"Well.. Kita mau ngerayain seperti apa, dimana degan siapa aja Rin""
"Maksud Rini kita rayain berdua aja, gimana kalau kita cari tempat yang jauh dari keramaian agar lebih leluasa, kayak dipantai gitu!" belum sempat kujawab Rini sudah ngrocos lagi.
"Jangan khawatir, Rini tadi sudah pamit mau nginap di rumah teman sama paman."
Dia seperti bisa membaca jalan fikiranku.
"OK apa kita mau ke Ancol!"
"Jangan Om disana terlalu ramai, Rini ingin ke Merak disana kita bisa lihat ferry keluar masuk dermaga sepanjang malam"
Setelah telpon ke rumah memberitahukan bahwa aku ada rapat dinas, maka kami langsung tancap gas ke Merak. Disitu ada sebuah hotel pantai yang memang sudah tidak terlalu bagus lagi karena termakan usia, tetapi sangat strategis, tempatnya di pinggir jalan raya dan menghadap langsung ke selat Sunda dan Pelabuhan ferry.
Setelah mandi, Rini tidak lagi paklai jean ketat, tetapi rupanya dia sudah siap dengan baju tidur putih setengah transparan sehingga lekuk tubuh dan tonjolan dadanya begitu jelas.
"Rin.. Om masih penasaran kamu mau ngasih hadiah spesial apa sih sama Om," aku bertanya sambil telentang ditempat tidur.
"Nanti aja deh.. Om pasti bakal tahu juga," Rini merebahkan diri disamping kananku.
Tiba tiba kami saling menghadap sehingga wajah kami hampir bersentuhan. Aroma nafasnya menerpa hidungku dan bau mulutnya yang wangi membuat gelora hasratku terpancing.
Kulingkarkan tangan kiriku ke tubuhnya, dia diam dan malah memejamkan matanya. Pelan tapi pasti bibirku menyentuh bibir Rini dengan lembut. Rini seperti tersentak tiba tiba. Tubuhnya sedikit mengigil dan nafasnya jadi memburu.
Kuhentikan gerakan bibirku persis diantara kedua bibir Rini, ujung lidahku kudorong keluar sedikit demi sedikit dan bibir Ranum itu mulai kujilati dengan penuh perasaan. Aku sengaja mengontrol gerakan dan keinginan ku sedemikian rupa agar Rini dapat merasakan suatu sensasi kelembutan yang membuai dan akan membuat dia terhanyut dalam kenikmatan.
"Rin.. Boleh nggak Om teruskan," aku berbisik sambil mengecup kupingnya.
Tubuhnya bergetar dan posisi tidurnya tidak lagi menghadap aku tetapi bergerak telentang dalam dekapanku.
"Nggak pa pa Om terus aja," Rini menjawab disela deburan jantungnya yang menggila.
Aku segera mengecup kulit putih tepat dibelakang telinganya, Rini mengerang, "Om.. Geli.. Bulu roma Rini jadi berdiri semua."
"Nggak apa apa Rin," aku menjawab sambil terus mengerakkan bibir dan lidahku meluncur di lehernya yang jenjang.
Leher mulus itu kujilat dengan lembut dan pelan, terus turun.. Turun.. Dan Ouh.. Baju tidur Rini tiba tiba terbuka di bagian dadanya, buah dada itu begitu ranum, kulitnya putih dan halus, disekitar putingnya berwarna coklat kemerahan, ditumbuhi bintik bintik putih halus melingkar memagari puting susunya yang kehitaman dan sudah berdiri tegak.
Sungguh satu pemandangan yang sangat indah melihat payudara muda dan baru pertama mengalami rangsangan sexual. Bentuknya masih bulat dan padat membuat aku tak sanggup lagi menahan diri.
Putting muda itu kuhisap dengan lembut dan tubuh Rini kembali bergetar.
"Oouuhh Om.. Rini nggak tahan Om. "
"Nggak tahan apanya Rin"
"Nggak tahu Om.. Nggak tahan aja"
Aku lupa kalau Rini belum pernah mengalami rangsangan seperti ini.
"Nggak pa pa Rin jangan ditahan.. Kalau Rini ngerasa sesuatu ikutin aja," aku berkata sambil memutarkan jempol dan telunjukku ke puting susunya.
"Om.. Terus Om.."
"Iya Rin. Tapi bajunya buka dulu ya."
"Terserah Om.. Aja"
Semua pakaian Rini kulucuti begitu juga aku, kami sekarang telanjang lonjong eh.. Bulat. Tubuh putih polos Rini sekarang terhidang pasrah dihadapanku. Sementara penisku sudah mulai teler mengeluarkan cairan putih bening pertanda siap tempur. Rini kembali kudekap dengan pelan, penisku kutempatkan persis ditengah belahan vagina Rini.
"Ouuh Om.. Rini jadi basah Om.. "
"Iya sayang.. Om Juga"
Kugerakkan pinggulku turun naik penuh irama, pelan pelan penisku menyentuh clitoris Rini.
"A.. aduh Om.."
Cengkraman tanga Rini seperti mau merobek kulit punggungku. Dia mulai terangsang dengan hebatnya, matanya sayu dan redup, bibirnya merekah setengah terbuka dan basah oleh hasrat kewanitaan yang minta dipuasi. Sementara aku mulai merasakan cairan panas mengaliri batang penisku, itu adalah cairan vagina Rini yang keluar bagaikan mata air pegunungan sukabumi, kental dan licin.
Kedua tanganku mulai membelai payudara Rini denga gerakan melingkar dari bawah ke atas dan berakhir diputingnya yang tegak berdiri. Aku menyadari ini belumlah saat yang tepat untuk melakukan penetrasi, Rini harus diberi kenikmatan puncak senggama dengan cara lain, setelah nikmat klimaks itu dia cicipi buat pertama kali didalam hidupnya, barulah penetrasi akan akan kulakukan.
Pelan pelan kedua kaki Rini kudorong kepinggir, sekarang vagina Rini terbentang jelas dihadapan penisku. Bulunya sedikit kepirangan (nggak pernah disampoin kali) tepat diatas clitorisnya bulu tersebut membentuk lingkaran kecil seakan disiapkan buat tempat pendaratan lidahku.
Aku sudah mau menjilat clitoris itu sambil menunduk tapi tiba tiba.
"Om jangan dijilat ya.. Rini pasti nggak tahan, kata teman teman kalau vagina Rini dijilat, Rini pasti lansung klimaks.. Oouuh padahal Rini masih kepingin lebih lama ngerasain seperti ini."
Kuurungkan niat untuk menjilat vagina Rini yang sudah terbuka lebar tersebut. Kulit di seputar vagina itu putih dan bersih, sementara ketika bibir vaginanya kusibak dengan jariku, kelihatan warna merah membayang dipinggir bibir dan lubang vagina yang sekarang telah dipenuhi cairan putih bening nan wangi.
Kakinya kuangkat lebih tinggi dan sedikit mengangkan sehingga bibir vagina Rini betul betul terbuka menantang penisku.
"Rin.. Kita peting aja dulu ya.. "
"Peting itu apa Om.. "
"Nih. Begini nih"
Batang penisku kuletakkan persis ditengan tengah bibir vagina Rini dan dengan gerakkan turun naik yang berirama, penisku mulai menggosok bibir vagina dan clitoris Rini.
Aku merasakan tangan Rini mulai menekan pinggulku agar batang penisku lebih erat menepel di vaginanya. Gerakkanku semakin cepat dan pingul Rinipun mulai turun naik seirama tarian dangdut penisku. Lendir vagina Rini semakin banyak membuat penisku dengan leluasa bergerek didekapan vaginanya.
Akibat licin dan hangat, serta sensasi clitoris yang tersentuh oleh ujung penisku, aku mulai merasakan gerakan sperma menyeruak ingin menyemprot, kukendalikan diri agar airbah sperma ku jangan tumpah duluan sebelum Rini dapat kupuaskan. Gerakan Rini semakin lama semakin liar, dia mulat menggigit bahu dan tetekku, jemarinya mencengkram kencan pantat belakangku.
"Oomm, Rini ngerasa melayang.. Dan oouuh ada yang mendesak dari bawah vaginaku.. Oh apa ini kok rasanya seperti ini.. Oomm Rini nggak tahan.. Om tolong gosokkan penisnya yang kencang.. Oouhh dia datang ouhh.."
Sebelum Rini terkulai lemas karena klimaks pertamanya, akupun merasakan gerakan sperma yang tiba tiba kuat menekan dari sela sela kedua torpedoku, terus meniti batang, terus kebagian kepala dan sekarang tepat diujung penis
"OOh.. Rin.. Omm lepass sayang.."
Spermaku muncrat menyirami pusar Rini yang putih bersih, sperma itu begitu kental seperti ingus yang sudah mingguan nginap dihidung., diam dan sama sekali tidak meleleh ke bawah, sekalipun dia dipinggir perut Riniku yang telah tertidur pulas.
Jam 12 malam kami terbangun karena lapar, tetapi sebelum bangun tiba tiba aku menyentuh payudara Rini. Akibatnya Ruar biaa.. Sa. Rini langsung terangsang dan mencium bibirku penuh semangat. Tak ada pilihan lain biarkan perut menunggu sebentar, toh yang bibawah perut juga kelaparan. Ciuman Rini kusambut dengan hangat, pelan tapi pasti pergumulan kembali terulang, remas berbalas remas, kecup dibalas kecup, jilat dibayar jilat, dan itulah yang saat ini sedang aku lakukan.
Vagina Rini kusibak dengan jariku, ujung lidahku menerobos dengan lembut menuju clitorisnya. Clitoris itu kuhisap bagaikan menghisap puncak es cream, lembut, pelan dan sedikit dijilat dengan ujung lidah. Dengan gerakan tiba tiba Rini mebalikkan tubuhku sehingga dia sekarang mengangkangi kepala ku, vaginanya persis diatas mulutku dan bibirnya siap mematuk penisku.
Bibir Rini yang lembut dan basah kurasakan menyentuh lubang kecil diujung penisku
"Ouuhh Rin, jilat terus sayang.. Jangan kena gigi ya.."
"Iyyaa Om, tapi Om jangan diam dong.."
Aku lupa dengan tugasku karena keasyikan dihisap Rini. Lidahku kembali beraksi, kali ini sedikit menerobos ke dalam vagina karena posisi ku tepat dibawahnya. Rini menggelinjang hebat. Pahanya makin menjepit mukaku, tapi hisapan dan kulumannya dipenisku juga semakin kencang. Kupikir inilah saatnya keperawanan Rini harus kunikmati. Dengan klimaks yang sudah dia rasakan ditambah dengan rangsangan yang saat ini dia alami, maka penetrasi pertama ku ke dalam vaginanya kukira tidak akan membuat dia kesakitan.
Posisi kurubah, sekarang Rini telentang tepat dibawahku, kulihat bibirnya masih berlepotan ciran bening penisku, dia mejilat sudut bibirnya dan cairan itupun besih menghilang. Kakinya terentang membuat posisi vaginanya jelas terbuka, pelan pelan kutempatkan ujung penisku dilubang vagina Rini tetapi aku masih diam. Aku ingin dia merasakan sensasi dan getaran hangat dari ujung penisku.
"Oom ayo dong," Rini menyodorkan payudara kirinya untuk kuhisap.
"Mm.." aku langsung menghisapnya, tubuh Rini kembali bergetar hebat dan tanpa dia sadari. Ujung runcing penisku pelan pelan telah membuka jalan masuk ke vaginanya.
"Om.. Perih.." Rini mendekapku ketika batang penisku telah hampir separuh jalan menuju singasananya.
Dinding vagina Rini yang masih perawan terasa menjepit dan menahan gerakan maju penisku, itu mungkin yang membuat dia merasa sedikit perih. Kutarik penisku dengan pelan, ujungnya kuarahkan ke clitorisnya. Dengan gerakan mencongkel yang lembut ujung penisku beradu dengan clitorisnya.
"Om aku nggak tahan.."
Melihat Rini mulai terangsang hebat, sasaran penisku kembali kuarahkan ke jalan yang benar, yaitu lubang kenikmatan. Kali ini ujung penis menerobos dengan lancar.
"Oh ouhh masuk semua ya Om..! rasanya sesak sekali."
"Masih perih sayang," kataku berbisik dikupingnya.
"Nggak papa Om terus aja"
"Nih.. Om tusuk ya."
"Iya Oom.., yang dalam Om."
"Iya.. Om sudah masuk semua nih, Rini.. Oh Rin.. Terimaksih ya.. Sungguh nikmat sekali saya.. Ng.."
"Iya Om ini hadiah istimewa dari Rini."
"Oh Om.. Rini nggak tahan. Terus Om. Yang kencang Om.. Ohh iya Om terus.. Kayak itu.. Aja Ouhh!"
Dengan iringan erangan panjang, Rini mencapai klimaks untuk kedua kali dalam hidupnya.
"Om.. Maaf ya. Rini nggak tahan.., padahal Om belum lepas kan.."
"Nggak apa sayang.. Tidak satu jalan ke Jakarta, lewat Priuk bisa, lewat bekasi juga bisa."
Rini mengerti apa yang kumaksud, penisku segera dibelainya dengan lembut, makin ke ujung, makin ke ujung terus. Terus.. Dan terus, aku nggak tahu apa apa lagi, yang aku rasa hanya panasnya lidah dan bibir Rini diseputar kepala penisku.
"Rin.. Sayang terus.. Hisap.. Sambil dijilat dikit.. Oh. Ya dengan ujung idah sayang.. Oh."
Pandanganku gelap, dunia terasa mengambang, tubuhku seperti mengapung, ketika semprotan demi semprotan cairan kenikmatan muncrat dari ujung penis dan membasahi bibir dan hidung Riniku.
Tiga tahun sudah berlalu, sekarang aku kehilangan Rini dia hilang ditelan banjir bandang Bahorok. Dia bekerja sebagai guide lepas pada satu perusahan pengelola pariwisata. Selama dia di SMU dulu, dia kukursuskan bahasa Inggris di salah satu tempat kursus ternama di dekat kantorku. Dengan modal bahasa dan wajahnya yang ayu serta sifatnya yang supel akhirnya dia diterima di perusahaan itu.
Masih kusimpan kaos oblong warna hitam dengan gambar lidah menjulur dan tulisan Bali di bawahnya, di dalam lemari pakaianku. Itu adalah hadiah dari Rini sewaktu dia menerima gaji pertamanya.
"Rini aku menyayangimu, aku merindukanmu.. Tetapi kau takkan pernah kembali lagi. Maaf kan aku sayang. Melalui surat ini aku inginkan Rini.. Rini lain menggantikan posisimu disampingku. Aku akan berikan semua apa yang pernah kau terima, dan akan kujaga dia sama seperti aku menjagamu."
Buat anda yang mau menggantikan Riniku silahkan hubungi aku di omkusayang@yahoo.com kamu akan jadi pengganti Riniku yang hilang dengan segala haknya.
TAMAT
Hasil Chatting - 1
Kejadian ini terjadi bulan Febuari 2001, dan aku ingin sekali berbagi pengalaman pada para pembaca. Aku Nissa 22 tahun, ciri-ciri diriku mempunyai tinggi 165 cm dan berat 55 kg, kulit putih bersih, rambutku coklat ikal dan panjang. Kata teman-temanku wajahku mirip dengan seorang artis Hollywood Catherine Jetazones. Mereka bilang wajahku klasik dan tubuhku sexy, mungkin karena 4 darah campuran yang kudapat dari kakek dan orangtuaku. Aku masih kuliah di PTS Bandung dan mengontrak sebuah rumah di kawasan jalan Anggrek bersama seorang temanku yang bernama Lia.
Suatu hari tepatnya malam minggu aku pergi ke warnet untuk mengerjakan tugas mengetikku dan memeriksa email yang masuk. Teman sekontrakanku sudah dari siang pergi malam mingguan dengan pacarnya. Aku sendiri saat itu masih sendiri dan aku menikmatinya.
Selama hampir 3 jam aku mengetik, akhirnya selesai sudah tugas-tugasku, jam sudah menunjukkan pukul 8 malam. Setelah itu kubuka MIRC karena aku berniat chatting beberapa jam. Aku masuk chanel Bandung. Tiba-tiba sebuah nickname 'ayah_bdg' mengajakku untuk mojok, aku pun mengobrol dengannya, obrolan kami makin asyik, mulai dari kuliah, hobi, dan sebagainya. Hingga tidak terasa hampir 1 jam aku mengobrol dengannya.
Dari obrolan itu aku mengetahui kalau dia bernama Adit, usia 40 tahun, mempunyai perusahaan sendiri di Jakarta dan statusnya duda beranak satu, dan saat ini sedang ada di Bandung untuk refresing bersama anak dan baby sisternya. Pembicaraan kami pun berubah, dia menanyakan warnet tempat aku chatting. Tanpa curiga aku pun memberitahukannya. Lalu Adit meminta kami bertukar nomor telpon dan photo. Aku pun memberikannya dengan senang hati. Baru saja 5 menit berlalu, HP-ku berbunyi dan Mas Adit menelponku langsung.
"Hallo.. Nissa."
"Hallo.. ayah_bdg, wah engga nyangka langsung telpon nih.." jawabku.
"Iya.. habis Nissa cantik sih."
"Hmm.. gini deh.., kita jalan yuk..! Aku jemput kamu disana yah..?"
"Boleh.. aja." jawabku lagi.
"Ok deh, tunggu 10 menit dan cari deh mobilku berplat B di depan warnet yah..!"
"Ok.." jawabku mengakhiri pembicaraan kami.
Setelah hampir 10 menit, HP-ku berbunyi dan Mas Adit telah menungguku di tempat parkir. Kubereskan tasku dan kusisir rambutku, lalu kubayar jasa warnet dan berjalan menuju tempat parkir. Kulihat sebuah mobil BMW hitam berplat B berwarna hitam, dan di dalamnya Mas Adit tersenyum. Aku pun tersenyum dan menghampiri mobilnya lalu kubuka pintu mobilnya dan duduk di sebelahnya.
"Hallo.. ayah_bdg." ucapku malu-malu.
"Hallo juga Nissa.., kita makan yuk..?" ajaknya sambil menjalankan mobil.
Aku pun mengangguk. Selama diperjalanan kami cepat menjadi akrab, lagi pula kupikir Mas Adit ganteng juga, selain badannya tinggi besar dia juga kebapakan.
Kami makan di Haritage Banda sambil meneruskan perbincangan kami.
"Hmm.. Mas, engga pa-pa kan kalo Nissa panggil ayah saja..? Seperti nickname Mas." tanyaku padanya.
"Ah.. boleh saja, tapi khusus buat Nissa saja." ucapnya tersenyum.
Setelah selesai makan, tiba-tiba ponsel ayah berbunyi, ternyata dari baby sitter anaknya.
"Nissa, mau ikut Ayah engga besok..?" tanya Ayah sambil mengajakku keluar dari Haritage menuju tempat parkir.
"Memangnya Ayah mau kemana..?" tanyaku sambil membuka pintu.
"Ayah mau ke Ciater dengan Deri juga Ina, baby sitter-nya." jawab Ayah sambil menjalankan mobil keluar dari tempat parkir.
"Memangnya berapa hari di sana..?" tanyaku.
"Cuma dua hari." jawab Ayah.
Akhirnya aku pun bersedia ikut, lalu Ayah mengantarku pulang ke kontrakanku.
Pagi-paginya Ayah sudah datang menjemputku. Aku pun berkenalan dengan Deri anaknya juga Ina baby sitter anaknya. Selama di perjalanan, Deri sudah dekat denganku, bahkan dia memanggilku Bunda Nissa, aku sih cuek saja. Deri anaknya manis dan cerdas, sungguh kasihan dia ditinggal oleh ibu kandungnya karena meninggal saat melahirkan Deri.
Akhirnya kami sampai di Ciater setelah memesan 2 kamar di sebuah hotel. Ayah, aku dan Deri pergi berenang dan bercanda bersama. Pada saat itu kurasa kami bertiga bagaikan sebuah keluarga kecil yang bahagia. Setelah puas berenang, kami kembali ke hotel untuk makan, lalu aku menidurkan Deri di kamar bersama Ayah. Kami mendampinginya sampai Deri tertidur.
"Nissa.. terimakasih karena kamu sudah baik pada Deri." ucap Ayah sambil bangkit berdiri di depan jendela.
Aku mengikuti Ayah dan berdiri di sampingnya.
"Tidak perlu berterimakasih.., Nissa sayang pada anak-anak, apalagi Deri anak yang lucu dan pintar." jawabku tersenyum.
"Baiklah, jika mau istirahat, pergilah ke kamar sebelah..! Di sana Ina pasti sudah menunggu." ucap Ayah.
"Ok.., kalau ada apa-apa, Ayah panggil Nissa ya..!" jawabku sambil berlalu dan pergi ke kamar sebelah.
Kulihat Ina sudah tertidur dengan pulas. Lalu aku mengganti bajuku dengan lingerie yang biasa kupakai. Aku melamun selama hampir 1 jam, dan anehnya aku mengkhayalkan bagaimana jika aku menjadi istri Ayah. Itu ide gila ya pembaca..? Tapi aku merasa sudah mengenal Ayah seperti bertahun-tahun. Tiba-tiba pintu kamarku diketuk, Tok.. tok.. tok.
"Ina.., Nissa..!" kata suara di balik pintu.
"Iya.., sebentar.." jawabku sambil membuka pintu.
Ketika pintu kubuka, kulihat Ayah terkejut dan menatapku lekat-lekat.
"Nissa, kamu cantik sekali." ucap Ayah sambil tersenyum.
"Ah.., bisa saja." jawabku sambil merapikan lingerie yang kupakai.
"Kebetulan Ayah mau ngajak kalian makan, Ayah memesan pizza tadi."
"Wah.. Nissa suka tuh, tapi Ina sudah tidur Yah..!" ucapku singkat.
Akhirnya aku dan Ayah pergi ke kamarnya. Kami duduk di sofa sambil menikmati pizza juga menonton televisi.
"Nissa.., Ayah sayang padamu." kata Ayah tiba-tiba sambil menggenggam tanganku, aku tersenyum dan entah kenapa secara spontan kucium kening Ayah.
"Nissa juga." ucapku.
Ayah memeluk tubuhku dan aku membiarkannya. Lalu kurasakan Ayah menatap mataku dalam-dalam.
"Kamu cantik sekali." ucap Ayah lalu mengecup hidungku, aku diam saja dan menikmatinya.
Ayah semakin berani, diciuminya seluruh wajahku hingga kurasakan hembusan napasnya yang hangat. Aku pasrah karena menyukainya, lagi pula ada aliran aneh pada tubuhku yang menuntut lebih banyak lagi. Lalu Ayah mendaratkan bibirnya di bibirku, dilumatnya dan kubalas dengan mengulum lidahnya lembut. Kuluman Ayah membuatku mulai sulit bernapas. Sementara itu tangan Ayah mulai menurunkan tali lingerie-ku hingga payudaraku terlihat setengahnya.
Ditariknya tubuhku untuk berdiri dan aku menurutinya. Sambil terus melumat bibirku, kedua tangan Ayah menarik-narik lingerie-ku hingga akhirnya terjatuh di antara kakiku. Ayah mengelus-elus punggungku yang sudah telanjang dan mendorong tubuhku agar duduk di sofa. Kupandangi Ayah yang sedang membuka kimono-nya, luar biasa..! Aku menyukai badannya yang berbulu. Lalu Ayah membuka CD-nya, aku melongo karena kagum. Batang Ayah sangat panjang dan besar, belum lagi bulu-bulu di sekitarnya.
Ayah mendekatiku, kemudian berjongkok di antara kakiku. Dielus-elusnya vaginaku yang masih terbungkus g-string. Aku melenguh saat jari-jarinya mengelus belahan vaginaku. Kemudian Ayah menarik CD-ku hingga terlepas. Lalu Ayah tersenyum karena melihat vaginaku merekah di depan matanya. Ayah mencium bibirku dan aku membalasnya, kurasakan payudaraku tergesek-gesek bulu-bulu dadanya yang membuatku kegelian.
Ciumannya makin liar karena telah beralih ke telinga dan leherku. Aku mulai mendesah pelan, kuusap-usap rambut Ayah dengan lembut. Ayah meneruskan jilatannya pada puting payudara kananku, dijilatnya beruputar-putar dan berulang-ulang, membuatku semakin mendesah. Payudara kiriku diremas-remasnya dengan lembut. Napasku mulai memburu karena perlakuan Ayah pada kedua payudaraku. Selama beberapa saat aku hanya mendesa-desah.
"Ayahh.., ohh.., ohh..!"
"Ayah ingin menjadikanmu sebagai istriku, kamu mau Nissa..?" tanya Ayah menghentikan jilatannya di payudaraku.
Aku menatap matanya dan kuanggukkan kepalaku karena aku tidak dapat berpikir apa-apa lagi, karena nafsuku sudah tinggi. Ayah tersenyum dan melumat bibirku sambil mengelus-elus payudaraku yang sudah basah oleh air liurnya. Lalu Ayah menyuruhku mengangkat kedua kakiku ke atas sofa dan merengganggkannya lebar-lebar.
Kemudian Ayah mendekatkan kepalanya di vaginaku yang sudah basah, dan mulai menjilatinya. Aku mendesah saat ujung lidahnya menyentuh vaginaku, "Ohh..!"
Ayah terus menjilatinya secara teratur dan berulang-ulang. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku menahan kenikmatan. Ayah terus menjilatinya dan mulai menyedot-nyedot klitorisku. Aku meracau sambil menjambaki rambut Ayah.
"Ahh.. teruss.. teruss, enak Yahh..! Ohh..!"
Ayah terus menyedot-nyedot dan aku pun berteriak seiring dengan menjepit kepala Ayah kuat-kuat. Kusemburkan cairan kewanitaanku dan Ayah menjilati dan menghisapnya pelan sekali. Mungkin dia tahu aku menahan ngilu pada vaginaku. Ayah lalu mencium payudaraku dan menghisapnya cukup lama hingga aku terangsang kembali. Aku langsung menggenggam batangnya yang sudah tegang itu. Kuelus-elus, kemudian kumasukkan dalam mulutku. Kujilat-jilat, kugigit-gigit lembut kepala batangnya. Ayah melenguh mengusap-usap rambutku.
"Nissa.. teruss.. Sayangg..! Hisapp teruss Sayangkuu..! Ohh..!" desahnya.
Aku terus menghisap dan mengeluar-masukkan batang Ayah dalam mulutku semakin cepat, kukocok-kocok semakin cepat dan kuat.
"Akhh.. Nissaa.. Ayahh.. mauu.. keluarr..!"
"Crot.. crott.. crott..!" batang Ayah menembakkan spermanya ke dalam mulutku aku tersedak dan menelan sperma Ayah.
Kuhisap-hisap ujung penisnya sampai bersih, Ayah melenguh dan ambruk di sampingku. Kemudian kucium bibir Ayah.
"Nissa sayang Ayah..!" ucapku sambil membiarkan Ayah meremas payudaraku.
Lalu Ayah menggendongku sambil terus melumat bibirku, dibaringkannya tubuhku di samping Deri.
"Ayah.., nanti Deri bangun." ucapku pelan.
"Sstt..!" guman Ayah sambil mengangkat Deri dan dibaringkannya di sofa.
Bersambung...
Suatu hari tepatnya malam minggu aku pergi ke warnet untuk mengerjakan tugas mengetikku dan memeriksa email yang masuk. Teman sekontrakanku sudah dari siang pergi malam mingguan dengan pacarnya. Aku sendiri saat itu masih sendiri dan aku menikmatinya.
Selama hampir 3 jam aku mengetik, akhirnya selesai sudah tugas-tugasku, jam sudah menunjukkan pukul 8 malam. Setelah itu kubuka MIRC karena aku berniat chatting beberapa jam. Aku masuk chanel Bandung. Tiba-tiba sebuah nickname 'ayah_bdg' mengajakku untuk mojok, aku pun mengobrol dengannya, obrolan kami makin asyik, mulai dari kuliah, hobi, dan sebagainya. Hingga tidak terasa hampir 1 jam aku mengobrol dengannya.
Dari obrolan itu aku mengetahui kalau dia bernama Adit, usia 40 tahun, mempunyai perusahaan sendiri di Jakarta dan statusnya duda beranak satu, dan saat ini sedang ada di Bandung untuk refresing bersama anak dan baby sisternya. Pembicaraan kami pun berubah, dia menanyakan warnet tempat aku chatting. Tanpa curiga aku pun memberitahukannya. Lalu Adit meminta kami bertukar nomor telpon dan photo. Aku pun memberikannya dengan senang hati. Baru saja 5 menit berlalu, HP-ku berbunyi dan Mas Adit menelponku langsung.
"Hallo.. Nissa."
"Hallo.. ayah_bdg, wah engga nyangka langsung telpon nih.." jawabku.
"Iya.. habis Nissa cantik sih."
"Hmm.. gini deh.., kita jalan yuk..! Aku jemput kamu disana yah..?"
"Boleh.. aja." jawabku lagi.
"Ok deh, tunggu 10 menit dan cari deh mobilku berplat B di depan warnet yah..!"
"Ok.." jawabku mengakhiri pembicaraan kami.
Setelah hampir 10 menit, HP-ku berbunyi dan Mas Adit telah menungguku di tempat parkir. Kubereskan tasku dan kusisir rambutku, lalu kubayar jasa warnet dan berjalan menuju tempat parkir. Kulihat sebuah mobil BMW hitam berplat B berwarna hitam, dan di dalamnya Mas Adit tersenyum. Aku pun tersenyum dan menghampiri mobilnya lalu kubuka pintu mobilnya dan duduk di sebelahnya.
"Hallo.. ayah_bdg." ucapku malu-malu.
"Hallo juga Nissa.., kita makan yuk..?" ajaknya sambil menjalankan mobil.
Aku pun mengangguk. Selama diperjalanan kami cepat menjadi akrab, lagi pula kupikir Mas Adit ganteng juga, selain badannya tinggi besar dia juga kebapakan.
Kami makan di Haritage Banda sambil meneruskan perbincangan kami.
"Hmm.. Mas, engga pa-pa kan kalo Nissa panggil ayah saja..? Seperti nickname Mas." tanyaku padanya.
"Ah.. boleh saja, tapi khusus buat Nissa saja." ucapnya tersenyum.
Setelah selesai makan, tiba-tiba ponsel ayah berbunyi, ternyata dari baby sitter anaknya.
"Nissa, mau ikut Ayah engga besok..?" tanya Ayah sambil mengajakku keluar dari Haritage menuju tempat parkir.
"Memangnya Ayah mau kemana..?" tanyaku sambil membuka pintu.
"Ayah mau ke Ciater dengan Deri juga Ina, baby sitter-nya." jawab Ayah sambil menjalankan mobil keluar dari tempat parkir.
"Memangnya berapa hari di sana..?" tanyaku.
"Cuma dua hari." jawab Ayah.
Akhirnya aku pun bersedia ikut, lalu Ayah mengantarku pulang ke kontrakanku.
Pagi-paginya Ayah sudah datang menjemputku. Aku pun berkenalan dengan Deri anaknya juga Ina baby sitter anaknya. Selama di perjalanan, Deri sudah dekat denganku, bahkan dia memanggilku Bunda Nissa, aku sih cuek saja. Deri anaknya manis dan cerdas, sungguh kasihan dia ditinggal oleh ibu kandungnya karena meninggal saat melahirkan Deri.
Akhirnya kami sampai di Ciater setelah memesan 2 kamar di sebuah hotel. Ayah, aku dan Deri pergi berenang dan bercanda bersama. Pada saat itu kurasa kami bertiga bagaikan sebuah keluarga kecil yang bahagia. Setelah puas berenang, kami kembali ke hotel untuk makan, lalu aku menidurkan Deri di kamar bersama Ayah. Kami mendampinginya sampai Deri tertidur.
"Nissa.. terimakasih karena kamu sudah baik pada Deri." ucap Ayah sambil bangkit berdiri di depan jendela.
Aku mengikuti Ayah dan berdiri di sampingnya.
"Tidak perlu berterimakasih.., Nissa sayang pada anak-anak, apalagi Deri anak yang lucu dan pintar." jawabku tersenyum.
"Baiklah, jika mau istirahat, pergilah ke kamar sebelah..! Di sana Ina pasti sudah menunggu." ucap Ayah.
"Ok.., kalau ada apa-apa, Ayah panggil Nissa ya..!" jawabku sambil berlalu dan pergi ke kamar sebelah.
Kulihat Ina sudah tertidur dengan pulas. Lalu aku mengganti bajuku dengan lingerie yang biasa kupakai. Aku melamun selama hampir 1 jam, dan anehnya aku mengkhayalkan bagaimana jika aku menjadi istri Ayah. Itu ide gila ya pembaca..? Tapi aku merasa sudah mengenal Ayah seperti bertahun-tahun. Tiba-tiba pintu kamarku diketuk, Tok.. tok.. tok.
"Ina.., Nissa..!" kata suara di balik pintu.
"Iya.., sebentar.." jawabku sambil membuka pintu.
Ketika pintu kubuka, kulihat Ayah terkejut dan menatapku lekat-lekat.
"Nissa, kamu cantik sekali." ucap Ayah sambil tersenyum.
"Ah.., bisa saja." jawabku sambil merapikan lingerie yang kupakai.
"Kebetulan Ayah mau ngajak kalian makan, Ayah memesan pizza tadi."
"Wah.. Nissa suka tuh, tapi Ina sudah tidur Yah..!" ucapku singkat.
Akhirnya aku dan Ayah pergi ke kamarnya. Kami duduk di sofa sambil menikmati pizza juga menonton televisi.
"Nissa.., Ayah sayang padamu." kata Ayah tiba-tiba sambil menggenggam tanganku, aku tersenyum dan entah kenapa secara spontan kucium kening Ayah.
"Nissa juga." ucapku.
Ayah memeluk tubuhku dan aku membiarkannya. Lalu kurasakan Ayah menatap mataku dalam-dalam.
"Kamu cantik sekali." ucap Ayah lalu mengecup hidungku, aku diam saja dan menikmatinya.
Ayah semakin berani, diciuminya seluruh wajahku hingga kurasakan hembusan napasnya yang hangat. Aku pasrah karena menyukainya, lagi pula ada aliran aneh pada tubuhku yang menuntut lebih banyak lagi. Lalu Ayah mendaratkan bibirnya di bibirku, dilumatnya dan kubalas dengan mengulum lidahnya lembut. Kuluman Ayah membuatku mulai sulit bernapas. Sementara itu tangan Ayah mulai menurunkan tali lingerie-ku hingga payudaraku terlihat setengahnya.
Ditariknya tubuhku untuk berdiri dan aku menurutinya. Sambil terus melumat bibirku, kedua tangan Ayah menarik-narik lingerie-ku hingga akhirnya terjatuh di antara kakiku. Ayah mengelus-elus punggungku yang sudah telanjang dan mendorong tubuhku agar duduk di sofa. Kupandangi Ayah yang sedang membuka kimono-nya, luar biasa..! Aku menyukai badannya yang berbulu. Lalu Ayah membuka CD-nya, aku melongo karena kagum. Batang Ayah sangat panjang dan besar, belum lagi bulu-bulu di sekitarnya.
Ayah mendekatiku, kemudian berjongkok di antara kakiku. Dielus-elusnya vaginaku yang masih terbungkus g-string. Aku melenguh saat jari-jarinya mengelus belahan vaginaku. Kemudian Ayah menarik CD-ku hingga terlepas. Lalu Ayah tersenyum karena melihat vaginaku merekah di depan matanya. Ayah mencium bibirku dan aku membalasnya, kurasakan payudaraku tergesek-gesek bulu-bulu dadanya yang membuatku kegelian.
Ciumannya makin liar karena telah beralih ke telinga dan leherku. Aku mulai mendesah pelan, kuusap-usap rambut Ayah dengan lembut. Ayah meneruskan jilatannya pada puting payudara kananku, dijilatnya beruputar-putar dan berulang-ulang, membuatku semakin mendesah. Payudara kiriku diremas-remasnya dengan lembut. Napasku mulai memburu karena perlakuan Ayah pada kedua payudaraku. Selama beberapa saat aku hanya mendesa-desah.
"Ayahh.., ohh.., ohh..!"
"Ayah ingin menjadikanmu sebagai istriku, kamu mau Nissa..?" tanya Ayah menghentikan jilatannya di payudaraku.
Aku menatap matanya dan kuanggukkan kepalaku karena aku tidak dapat berpikir apa-apa lagi, karena nafsuku sudah tinggi. Ayah tersenyum dan melumat bibirku sambil mengelus-elus payudaraku yang sudah basah oleh air liurnya. Lalu Ayah menyuruhku mengangkat kedua kakiku ke atas sofa dan merengganggkannya lebar-lebar.
Kemudian Ayah mendekatkan kepalanya di vaginaku yang sudah basah, dan mulai menjilatinya. Aku mendesah saat ujung lidahnya menyentuh vaginaku, "Ohh..!"
Ayah terus menjilatinya secara teratur dan berulang-ulang. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku menahan kenikmatan. Ayah terus menjilatinya dan mulai menyedot-nyedot klitorisku. Aku meracau sambil menjambaki rambut Ayah.
"Ahh.. teruss.. teruss, enak Yahh..! Ohh..!"
Ayah terus menyedot-nyedot dan aku pun berteriak seiring dengan menjepit kepala Ayah kuat-kuat. Kusemburkan cairan kewanitaanku dan Ayah menjilati dan menghisapnya pelan sekali. Mungkin dia tahu aku menahan ngilu pada vaginaku. Ayah lalu mencium payudaraku dan menghisapnya cukup lama hingga aku terangsang kembali. Aku langsung menggenggam batangnya yang sudah tegang itu. Kuelus-elus, kemudian kumasukkan dalam mulutku. Kujilat-jilat, kugigit-gigit lembut kepala batangnya. Ayah melenguh mengusap-usap rambutku.
"Nissa.. teruss.. Sayangg..! Hisapp teruss Sayangkuu..! Ohh..!" desahnya.
Aku terus menghisap dan mengeluar-masukkan batang Ayah dalam mulutku semakin cepat, kukocok-kocok semakin cepat dan kuat.
"Akhh.. Nissaa.. Ayahh.. mauu.. keluarr..!"
"Crot.. crott.. crott..!" batang Ayah menembakkan spermanya ke dalam mulutku aku tersedak dan menelan sperma Ayah.
Kuhisap-hisap ujung penisnya sampai bersih, Ayah melenguh dan ambruk di sampingku. Kemudian kucium bibir Ayah.
"Nissa sayang Ayah..!" ucapku sambil membiarkan Ayah meremas payudaraku.
Lalu Ayah menggendongku sambil terus melumat bibirku, dibaringkannya tubuhku di samping Deri.
"Ayah.., nanti Deri bangun." ucapku pelan.
"Sstt..!" guman Ayah sambil mengangkat Deri dan dibaringkannya di sofa.
Bersambung...
Ganasnya Tanteku, binalnya sepupuku - 2
Karena kelelahanku yang sangat menguasai seluruh jaringan tubuhku, aku benar-benar mampu tertidur dengan pulas dan tenang. Entah sudah berapa lama aku tertidur pulas, yang jelas saat kubangun udara dingin segera menyergapku. Sial. Aku sadar, ini di desa dekat Merapi, tentu saja dingin. Tidak berapa lama jam dinding berdentang lima sampai enam kali. Jam enam pagi..! Dengan agak malas aku beranjak berdiri, tetapi tidak kulihat Tante Yus ada di kamar ini. Sepi dan kosong. Dimana dia..? Aku terus mencoba ingin tahu. Dalam keadaan bugil ini, aku melangkah mendekati meja lampu. Secarik kertas kutemukan dengan tulisan dari tangan Tante Yustina.
Andrew sayang, Tante kudu buru-buru ke Jakarta pagi ini. Udah dijemput. Ada pameran di sana. Tolong jaga rumah dan Vivi. Ttd, Yustina.
Aku menghela nafas dalam-dalam. Gila, setelah menikmati diriku, dia minggat. Tetapi tidak apa-apa, aku dapat beristirahat total di sini, ditemani Vivi. Eh, tapi dimana dia..? Aku segera mengambil selembar handuk putih kecil yang segera kulilitkan pada tubuh bawahku. Tanpa membuang waktu lagi aku segera menyusuri rumah, dari ruang ke ruang dari kamar ke kamar. Tetapi sosok bocah SD itu tidak kelihatan sama sekali. Aku hampir putus asa, tetapi mendadak aku mendengar suara gemericik air pancuran dari kamar mandi ruang tamu di depan sana. Vivi. Ya itu pasti dia. Aku segera memburu.
Kubuka pintu kamar tamu yang luas dan asri ini. Benar. Kulihat pintu kamar mandinya tidak ditutup, ada bayangan orang di situ yang sedang mandi sambil bernyanyi melagukan Westlife. Edan, anak SD nyanyinya begitu. Aku hanya tersenyum saja. Perlahan aku mendekati gawang pintu. Aku seketika hanya menelan ludahku sendiri. Vivi berdiri membelakangiku masih asyik bergoyang-goyang sambil menggosok seluruh tubuhnya yang telanjang bulat itu dengan sabun. Rambut panjangnya tumbuh lurus dan hitam sebatas pinggang. Berkulit kuning langsat dan nampaknya halus sekali. Kusadari dia telah tumbuh lebih dewasa.
Air shower masih menyiraminya dengan hangat. Pantatnya sungguh indah bergerak-gerak penuh gairah. Hanya aku belum lihat buah dadanya. Tanpa kuduga, Vivi membalikkan badannya. Aku yang melamun, seketika terkejut bukan main, takut dan khawatir membuatnya kaget lalu marah besar. Ternyata tidak.
"Mas..? Mas Andrew..?" bertanya Vivi tidak percaya dengan wajah senang bercampur kaget.
Aku hanya menghela nafas lega. Dapat kuperhatikan kini, buah dadanya Vivi telah tumbuh cukup besar. Puting-putingnya hitam memerah kelam dan tampak menonjol indah. Kira-kira buah dadanya ya, sekitar seperti tutup gelas itu. Seperti belum tumbuh, tetapi kok terlihat sudah memiliki daging menonjolnya. Sedangkan rambut kemaluannya sama sekali belum tumbuh. Masih bersih licin.
"Hai vivi, apa kabarnya..?" tanyaku mendekat.
Vivi hanya tersenyum, "Masih ingat ketika kita renang bersama di rumahku dulu..? Kita berdua kan..? Hmm..?" sambungku meraih bahunya.
Air terus menyirami tubuhnya, dan kini juga tubuhku. Vivi mengangguk ingat.
"Ya. Ngg.., bagaimana kalau kita mandi bareng lagi Mas. Vivi kangen.. Mas andrew.. ouh..!" ujarnya memeluk pinggangku.
Aku mengangkut tubuhnya yang setinggi dadaku ini dengan erat.
"Tentu saja, yuk..!"
Aku menurunkan Vivi.
"Kapan Mas datangnya..?"
"Tadi malam. Vivi lagi tidur ya..?"
"Hm.. Mh..!"
Aku melepas handukku yang kini basah. Saat kulepas handukku, Vivi tampak kaget melihat rambut kemaluanku yang tumbuh rapih. Segera saja tangannya menjamah buah kemaluan dan bantang kejantananku.
"Ouh.., Mas sudah punya rambut lebat ya. Vivi belum Mas..," ujarnya sambil memperhatikan vaginanya yang kecil.
Tentu saja aku jadi geli, batang kemaluanku diraba-raba dan ditimang-timang jemari tangan mungil Vivi yang nakal ini.
"Itu karena Vivi masih kecil. Nanti pasti juga memiliki rambut kemaluan. Hmm..?" ucapku sambil membelai wajahnya yang manis sekali.
Vivi hanya tersipu. Sialnya, aku kini jadi kian geli saat Vivi menarik-narik batang kejantananku dengan candanya.
"Ihh.., kenyal sekali.. ouh.., seperti belalai ya Mas..!"
Aku jadi terangsang. Gila.
"Belalai ini bisa akan jadi tumbuh besar dan panjang lho. Vivi mau lihat..?"
"Iya Mas.., gimana tuh..?"
"Vivi mesti mengulum, menghisap-hisap dan menyedotnya dengan kuat sekali batang zakar ini. Gimana..? Enak kok..!" kataku merayu dengan hati yang berdebar-debar kencang.
Vivi sejenak berpikir, lalu tanpa menoleh ke arahku lagi, dia memasukkan ujung batang kejantananku ke dalam mulutnya. Wow..! Gadis kecil ini langsung melakukan perintahku, lebih-lebih aku mengarahkan juga untuk mengocok-ngocok batang kemaluanku ini, Vivi menurut saja, dia malah kegirangan senang sekali. Dianggapnya batang ku adalah barang mainan baginya.
"Iya Mas. Tambah besar sekali dan panjang..!" serunya kembali melumat-lumatkan batang kejantananku dan mengocok keras batangnya.
Sekarang Vivi kuajari lagi untuk meremas buah kemaluanku. Aku membayangkan semua itu bahwa Tante Yus yang melakukan. Indah sekali sensasinya. Tetapi nyatanya aku tengah dipompa nafsu seksku dari bocah cilik ini. Edan, sepupuku lagi. Tetapi apa boleh buat. Aku lagi kebelet sekali kini. Yang ada hanyalah Vivi yang lugu dan bodoh tetapi mengasyikan sekali. Batang kejantananku kini benar-benar telah tumbuh sempurna keras dan panjangnya. Vivi kian senang. Aku kian tidak tahan.
"Teruskan Vi, teruskan.. ya.., ya.. lebih keras dan kenceng.. lakukanlah Sayang..!" perintahku sambil mengerang-erang.
Setelah hampir lima belas menit kemudian, air maniku muncrat tepat di dalam mulut Vivi yang tengah menghisap batang kemaluanku.
"Creet.. croot.. creet.. cret..!"
"Hup.. mhHP..!" teriak kaget Vivi mau melepaskan batang kemaluanku.
Tetapi secepat itu pula dia kutahan untuk tetap memasukkan batang kemaluanku di dalam mulutnya.
"Telan semua spermanya Vi. Itu namanya sperma. Enak sekali kok, bergizi tinggi. Telan semuanya, ya.. yaa.. begitu.. terus bersihkan sisa-sisanya dari batangnya Mas..!" perintahku yang dituruti dengan sedikit enggan.
Tetapi lama kelamaan Vivi tampak keasyikan mencari-cari sisa air maniku.
"Enak sekali Mas. Tapi kental dan baunya, hmm.., seperti air tajin saat Mama nanak nasi..! Enak pokoknya..! Lagi dong Mas, keluarkan spermanya..!"
Gila. Gila betul. Aku masih mencoba mengatur jalannya nafasku, Vivi minta spermaku lagi..? Edan anak ini.
"Baik, tapi kini Vivi ikuti perintahku ya..! Nanti tambah asyik, tapi sakit. Gimana..?"
"Kalau enak dan asyik, mauh. Nggak papa sakit dikit. Tapi spermanya ada lagi khan..?"
Aku mengangguk. Vivi mulai kubaringkan sambil kubuka kedua belahan pahanya yang mulus itu untuk melingkari di pinggangku. Vivi memperhatikan saja. Air dari shower masih mengucuri kami dengan dingin setelah tadi sempat kuganti ke arah cool.
"Auuh, aduh.. Mas..!" teriak vivi kaget saat aku memasukkan batang kejantananku ke dalam liang vaginanya yang jelas-jelas sangat sempit itu.
Tetapi aku tidak perduli lagi. Kukocok vagina Vivi dengan deras dan kencang sambil kuremas-remas buah dadanya yang kecil, serta menarik-narik puting-puting buah dadanya dengan gemas sekali. Vivi semakin menjerit-jerit kesakitan dan tubuhnya semakin menggerinjal-gerinjal hebat.
"Sakiit.. auuh Mas.., Mas hentikan saja.. sakiit, perih sekali Mas, periihh.. ouuh akkh.. aouuhkk..!" menjerit-jerit mulut manisnya itu yang segera saja kuredam dengan melumat-lumat mulutnya.
"Blesep.. blesep.. slebb..!" suara persetubuhkan kami kian indah dengan siraman shower di atas kami.
Aku semakin edan dan garang. Gerakan tubuhku semakin kencang dan cepat. Dapat kurasakan gesekan batang kemaluanku yang berukuran raksasa ini mengocok liang vaginan Vivi yang super rapat sempitnya. Dari posisi ini, aku ganti dengan posisi Vivi yang menungging, aku menyodok vaginanya dari belakang. Lalu ke posisi dia kupangku, sedangkan aku yang bergerak mengguncangkan tubuhnya naik, lalu kuterima dengan menikam ke atas menyambut vaginanya yang melelehkan darah.
"Tidak Mass.. ouh sakit.. uhhk.. huuk.. ouhh.. sakiit..!" tangisnya sejadi-jadinya.
Tetapi aku tidak perduli, sepuluh posisi kucobakan pada tubuh bugil mungil Vivi. Bahkan Vivi nyaris pingsan. Tetapi disaat gadis itu hendak pingsan, puncak ejakulasiku datang.
"Creet.. croot.. sreet.. crreet..!" muncratnya air mani yang memenuhi liang vaginanya Vivi bercampur dengan darahnya.
Vivi jatuh pingsan. Aku hanya mengatur nafasku saja yang tidak karuan. Lemas. Vivi pingsan saat aku memasangkan kembali batang kemaluanku ke posisi dia, kugendong di depan dengan dadanya merapat pada dadaku. Pelan-pelan kujatuh menggelosor ke bawah dengan batang kemaluanku yang masih menancap erat di vaginanya.
Itulah pengalamanku dengan Tante Yus dan putrinya Vivi yang keduanya memang binal itu. Teriring salam untuk Vivi.
TAMAT
Andrew sayang, Tante kudu buru-buru ke Jakarta pagi ini. Udah dijemput. Ada pameran di sana. Tolong jaga rumah dan Vivi. Ttd, Yustina.
Aku menghela nafas dalam-dalam. Gila, setelah menikmati diriku, dia minggat. Tetapi tidak apa-apa, aku dapat beristirahat total di sini, ditemani Vivi. Eh, tapi dimana dia..? Aku segera mengambil selembar handuk putih kecil yang segera kulilitkan pada tubuh bawahku. Tanpa membuang waktu lagi aku segera menyusuri rumah, dari ruang ke ruang dari kamar ke kamar. Tetapi sosok bocah SD itu tidak kelihatan sama sekali. Aku hampir putus asa, tetapi mendadak aku mendengar suara gemericik air pancuran dari kamar mandi ruang tamu di depan sana. Vivi. Ya itu pasti dia. Aku segera memburu.
Kubuka pintu kamar tamu yang luas dan asri ini. Benar. Kulihat pintu kamar mandinya tidak ditutup, ada bayangan orang di situ yang sedang mandi sambil bernyanyi melagukan Westlife. Edan, anak SD nyanyinya begitu. Aku hanya tersenyum saja. Perlahan aku mendekati gawang pintu. Aku seketika hanya menelan ludahku sendiri. Vivi berdiri membelakangiku masih asyik bergoyang-goyang sambil menggosok seluruh tubuhnya yang telanjang bulat itu dengan sabun. Rambut panjangnya tumbuh lurus dan hitam sebatas pinggang. Berkulit kuning langsat dan nampaknya halus sekali. Kusadari dia telah tumbuh lebih dewasa.
Air shower masih menyiraminya dengan hangat. Pantatnya sungguh indah bergerak-gerak penuh gairah. Hanya aku belum lihat buah dadanya. Tanpa kuduga, Vivi membalikkan badannya. Aku yang melamun, seketika terkejut bukan main, takut dan khawatir membuatnya kaget lalu marah besar. Ternyata tidak.
"Mas..? Mas Andrew..?" bertanya Vivi tidak percaya dengan wajah senang bercampur kaget.
Aku hanya menghela nafas lega. Dapat kuperhatikan kini, buah dadanya Vivi telah tumbuh cukup besar. Puting-putingnya hitam memerah kelam dan tampak menonjol indah. Kira-kira buah dadanya ya, sekitar seperti tutup gelas itu. Seperti belum tumbuh, tetapi kok terlihat sudah memiliki daging menonjolnya. Sedangkan rambut kemaluannya sama sekali belum tumbuh. Masih bersih licin.
"Hai vivi, apa kabarnya..?" tanyaku mendekat.
Vivi hanya tersenyum, "Masih ingat ketika kita renang bersama di rumahku dulu..? Kita berdua kan..? Hmm..?" sambungku meraih bahunya.
Air terus menyirami tubuhnya, dan kini juga tubuhku. Vivi mengangguk ingat.
"Ya. Ngg.., bagaimana kalau kita mandi bareng lagi Mas. Vivi kangen.. Mas andrew.. ouh..!" ujarnya memeluk pinggangku.
Aku mengangkut tubuhnya yang setinggi dadaku ini dengan erat.
"Tentu saja, yuk..!"
Aku menurunkan Vivi.
"Kapan Mas datangnya..?"
"Tadi malam. Vivi lagi tidur ya..?"
"Hm.. Mh..!"
Aku melepas handukku yang kini basah. Saat kulepas handukku, Vivi tampak kaget melihat rambut kemaluanku yang tumbuh rapih. Segera saja tangannya menjamah buah kemaluan dan bantang kejantananku.
"Ouh.., Mas sudah punya rambut lebat ya. Vivi belum Mas..," ujarnya sambil memperhatikan vaginanya yang kecil.
Tentu saja aku jadi geli, batang kemaluanku diraba-raba dan ditimang-timang jemari tangan mungil Vivi yang nakal ini.
"Itu karena Vivi masih kecil. Nanti pasti juga memiliki rambut kemaluan. Hmm..?" ucapku sambil membelai wajahnya yang manis sekali.
Vivi hanya tersipu. Sialnya, aku kini jadi kian geli saat Vivi menarik-narik batang kejantananku dengan candanya.
"Ihh.., kenyal sekali.. ouh.., seperti belalai ya Mas..!"
Aku jadi terangsang. Gila.
"Belalai ini bisa akan jadi tumbuh besar dan panjang lho. Vivi mau lihat..?"
"Iya Mas.., gimana tuh..?"
"Vivi mesti mengulum, menghisap-hisap dan menyedotnya dengan kuat sekali batang zakar ini. Gimana..? Enak kok..!" kataku merayu dengan hati yang berdebar-debar kencang.
Vivi sejenak berpikir, lalu tanpa menoleh ke arahku lagi, dia memasukkan ujung batang kejantananku ke dalam mulutnya. Wow..! Gadis kecil ini langsung melakukan perintahku, lebih-lebih aku mengarahkan juga untuk mengocok-ngocok batang kemaluanku ini, Vivi menurut saja, dia malah kegirangan senang sekali. Dianggapnya batang ku adalah barang mainan baginya.
"Iya Mas. Tambah besar sekali dan panjang..!" serunya kembali melumat-lumatkan batang kejantananku dan mengocok keras batangnya.
Sekarang Vivi kuajari lagi untuk meremas buah kemaluanku. Aku membayangkan semua itu bahwa Tante Yus yang melakukan. Indah sekali sensasinya. Tetapi nyatanya aku tengah dipompa nafsu seksku dari bocah cilik ini. Edan, sepupuku lagi. Tetapi apa boleh buat. Aku lagi kebelet sekali kini. Yang ada hanyalah Vivi yang lugu dan bodoh tetapi mengasyikan sekali. Batang kejantananku kini benar-benar telah tumbuh sempurna keras dan panjangnya. Vivi kian senang. Aku kian tidak tahan.
"Teruskan Vi, teruskan.. ya.., ya.. lebih keras dan kenceng.. lakukanlah Sayang..!" perintahku sambil mengerang-erang.
Setelah hampir lima belas menit kemudian, air maniku muncrat tepat di dalam mulut Vivi yang tengah menghisap batang kemaluanku.
"Creet.. croot.. creet.. cret..!"
"Hup.. mhHP..!" teriak kaget Vivi mau melepaskan batang kemaluanku.
Tetapi secepat itu pula dia kutahan untuk tetap memasukkan batang kemaluanku di dalam mulutnya.
"Telan semua spermanya Vi. Itu namanya sperma. Enak sekali kok, bergizi tinggi. Telan semuanya, ya.. yaa.. begitu.. terus bersihkan sisa-sisanya dari batangnya Mas..!" perintahku yang dituruti dengan sedikit enggan.
Tetapi lama kelamaan Vivi tampak keasyikan mencari-cari sisa air maniku.
"Enak sekali Mas. Tapi kental dan baunya, hmm.., seperti air tajin saat Mama nanak nasi..! Enak pokoknya..! Lagi dong Mas, keluarkan spermanya..!"
Gila. Gila betul. Aku masih mencoba mengatur jalannya nafasku, Vivi minta spermaku lagi..? Edan anak ini.
"Baik, tapi kini Vivi ikuti perintahku ya..! Nanti tambah asyik, tapi sakit. Gimana..?"
"Kalau enak dan asyik, mauh. Nggak papa sakit dikit. Tapi spermanya ada lagi khan..?"
Aku mengangguk. Vivi mulai kubaringkan sambil kubuka kedua belahan pahanya yang mulus itu untuk melingkari di pinggangku. Vivi memperhatikan saja. Air dari shower masih mengucuri kami dengan dingin setelah tadi sempat kuganti ke arah cool.
"Auuh, aduh.. Mas..!" teriak vivi kaget saat aku memasukkan batang kejantananku ke dalam liang vaginanya yang jelas-jelas sangat sempit itu.
Tetapi aku tidak perduli lagi. Kukocok vagina Vivi dengan deras dan kencang sambil kuremas-remas buah dadanya yang kecil, serta menarik-narik puting-puting buah dadanya dengan gemas sekali. Vivi semakin menjerit-jerit kesakitan dan tubuhnya semakin menggerinjal-gerinjal hebat.
"Sakiit.. auuh Mas.., Mas hentikan saja.. sakiit, perih sekali Mas, periihh.. ouuh akkh.. aouuhkk..!" menjerit-jerit mulut manisnya itu yang segera saja kuredam dengan melumat-lumat mulutnya.
"Blesep.. blesep.. slebb..!" suara persetubuhkan kami kian indah dengan siraman shower di atas kami.
Aku semakin edan dan garang. Gerakan tubuhku semakin kencang dan cepat. Dapat kurasakan gesekan batang kemaluanku yang berukuran raksasa ini mengocok liang vaginan Vivi yang super rapat sempitnya. Dari posisi ini, aku ganti dengan posisi Vivi yang menungging, aku menyodok vaginanya dari belakang. Lalu ke posisi dia kupangku, sedangkan aku yang bergerak mengguncangkan tubuhnya naik, lalu kuterima dengan menikam ke atas menyambut vaginanya yang melelehkan darah.
"Tidak Mass.. ouh sakit.. uhhk.. huuk.. ouhh.. sakiit..!" tangisnya sejadi-jadinya.
Tetapi aku tidak perduli, sepuluh posisi kucobakan pada tubuh bugil mungil Vivi. Bahkan Vivi nyaris pingsan. Tetapi disaat gadis itu hendak pingsan, puncak ejakulasiku datang.
"Creet.. croot.. sreet.. crreet..!" muncratnya air mani yang memenuhi liang vaginanya Vivi bercampur dengan darahnya.
Vivi jatuh pingsan. Aku hanya mengatur nafasku saja yang tidak karuan. Lemas. Vivi pingsan saat aku memasangkan kembali batang kemaluanku ke posisi dia, kugendong di depan dengan dadanya merapat pada dadaku. Pelan-pelan kujatuh menggelosor ke bawah dengan batang kemaluanku yang masih menancap erat di vaginanya.
Itulah pengalamanku dengan Tante Yus dan putrinya Vivi yang keduanya memang binal itu. Teriring salam untuk Vivi.
TAMAT
Guru matematikaku
Waktu aku kelas satu SMA ada guru matematika yang cantik dan sangat enak jika memberikan pelajaran. Namanya Asmiati umurnya dua puluh sembilan, kulitnya putih halus dan bodynya padat berisi terlebih lagi dia menikah pada usia dua puluh tujuh tapi sekarang janda karna suaminya meninggal waktu usia perkawinan mereka baru tiga bulan karna kecelakaan lalulintas. Yang aku senang dari Bu Asmi adalah jika mengajar ia sering tak sadar kalau bagian atas bajunya agak terbuka sehingga tali BH pada bagian pundaknya sering terlihat oleh aku yang jika pelajarannya selalu mengambil duduk di depan dekat meja guru. BH yang dia gunakan selalu warna hitam dan itu selalu menjadi tontonan gratisku setiap pelajarannya.
Pagi itu sekitar jam delapan lewat kami sudah dipulangkan karna akan ada rapat guru. Aku agak kesal karna pelajaran kedua matematika artinya aku gak bisa ngeliat pemandangan indah hari ini, dan untuk menghilangkan suntuk aku pun pergi main ketempat kawanku. Aku masih tak tahu aku akan dapat rejeki nomplok.
Sekitar jam sembilan lewat aku pergi pulang, dan pada saat lewat sekolah aku melihat Bu Asmi sedang menunggu angkot, aku pun mengajaknya
" mari saya antar Bu " ajakku tanpa berharap dia mau
" tapi rumah ibu agak jauh ko " ia mencoba menolak
" gak pa-pa kok bu, gak enak sama guru PPKN " candaku
setelah berpikir sebentar akhirnya ia mau " iya deh tapi ibu pegangan ya soalnya ibu pernah jatuh dari motor "
" silahkan Bu " setelah itu kau menjalnkan motorku dengan kecepatan sedang.
Tangan Bu Asmi yang berpegangan pada pahaku menyebabkan reaksi pada penisku, apalagi jika mengerem pada lampu merah aku merasa ada sesuatu yang empuk menekan dari belakang.
Sampai dirumahnya yang agak berjauhan dengan rumah-rumah yang lain aku disuruh masuk dulu. Dan ketika sudah duduk di sofa empuk Bu Asmi bicara
"ibu ganti baju dulu ya ko "
setelah itu ia masuk kamar dan menutup pintu mungkin karna kurang rapat sehingga pintu itu terbuka lagi sedikit. Entah setan mana yang masuk kekepala ku sehingga aku memberanikan diri untuk mengintip ke dalam. Di dalam sana aku bisa melihat bagaimana Bu Asmi sedang membuka satu persatu kancing bajunya dan setelah kancing terakhir ia tidak langsung menanggalkan bajunya, tapi itu sudah cukup membuat napasku membuat nafasku memburu karna kau bisa melihat kalau sepasang dadanya yang besar seperti hendak melompat keluar. Karna terlalu asyik pintu itupun terbuka lebar. Aku kaget dan hanya bisa mematung karna ketakutan. Bahkan penisku langsung mengkerut.
Melihat aku, Bu Asmi tidak terlihat kaget dan tetap membiarkan bajunya terbuka. Setelah itu ia mendekati aku
" kamu sering ngeliat BH ibu kan " tanyanya didekat telingaku
" i..iya Bu " jawabku ketakutan.
" kalau gitu ibu kasih kamu hukuman " lalu ia menarikku dan didudukkan ditepi tempat tidur.
" sekarang kamu baring tutup mata dan jangan gerak kalo teriak boleh aja " katanya dengan suara nafas yang agak memburu.
Aku pun menurut karna merasa bersalah. Lalu ia membuka retsleting celana sekolahku menurunkan CDnya dan mengelus-elus penisku dengan lembut, setelah penisku tegak lagi dia berjongkok dan menjilatinya.
"auh.. uh.. uuh .." rintihku menahan kenikmatan semantara Bu Asmi sibuk dengan aktivitasnya
"ah .. mmhh.. Bu stop bu" rintihku karna aku merasa seperti mau meledak
Dia tak menjawab, malah semakin hebat menyedot penisku. Tubuhku semakin mengejang dan tanpa bisa kubendung lagi, muncratlah cairan putih itu dan aku langsung terduduk sambil berpegangan pada tepi ranjang.
Rasanya seperti sedang melayang, ia telan habis spermaku sementara aku masih terduduk kaku, malu takut dan senang bercampur jadi satu. Bu Asmi lalu berdiri dan tersenyum
"gimana..lebih enak dari pada cuman liat khan..?" sambil kedua tangannya menjambak rambutku
"iya Bu enak sekali" jawabku mulai berani sambil ikut berdiri.
Setelah wajah kami berhadapan ia menciumku dengan lembut, lalu membimbingku duduk ditempat tidur. Kami berpelukan dan Asmi kembali menciumku, lalu melumat bibirku sementara tangannya menanggalkan seluruh pakaian ku, dengan tangkas aku mengimbangi gerakan tangan itu sehingga akhirnya kami sama sama tanpa pakaian. Bedanya aku telanjang bulat sementara Asmi masih memakai BH hitamnya karna memang sengaja tak ku lepas.
Asmi melepaskan ciuman dibibirku lalu mengarahkan kepala ku kebawah yaitu payudaranya, aku segera melepas BH nya dan mulai meremas-remas dadanya, sekali-sekali aku puntir putingnya sehingga ia melenguh panjang. Puas meraba aku lalu menyapu seluruh dadanya dengan lidahku dan menyedot ujung putingnya sambil digigit-gigit sedikit. Hasilnya hebat sekali Asmi bergoyang sambil meracau dengan kata-kata yang tak jelas. Setelah itu Asmi berdiri sehingga aku berhadapan dengan vaginanya, wangi yang baru pernah kucium itu membuatku bertambah panas sehingga kujilati semua permukaan vaginanya yang sudah banjir itu.
Setelah itu Asmi merebahkan diri di ranjang tangannya mendekap kepalaku pahanya dibuka. Sehingga memudahkan aku menjilat dan memasukkan lidahku kedalam vaginanya dan menggigit-gigit bagian daging yang merah jambu. Sehingga tubuh Asmi semakin mengejang hebat
"sshh.. aahh.. terus ko" pintanya diikuti desah nafasnya.
Sekitar lima menit ku sapu vaginaya aku melepaskan dekapan pada kepalaku dan kembali mengulum bibirnya. Ia lalu meraih penisku
"masukkan ya ko udah gak tahan" katanya dengan terengah dan membimbing penisku menerobos goa miliknya yang tek pernah lagi merasakan penis semenjak suaminya meninggal.
Aku merasakan kenikmatan yang kebih hebat dibandingkan saat dimasukkan kemulutnya.
"slep..slep..slep" kuputar-putar didalam sambil mengikuti goyangan pantat Asmi. sambil kupompa bibir kami terus berperang dan tanganku meraba dan meremas payudaranya dan sekali kali memuntir putingnya.
"uh..ah..mm..ssh..terus ko..mmh" desahnya sambil meremas pantatku.
Penisku terasa semakin menegang dan vaginanya semakin hebat berdenyut memijit penisku, tak terasa sudah sepuluh menit kami "bergoyang".
"ooh ..mmh.. ah udah gak kuat.. biarin aja di situ ko mmh .." rintih Asmi terpejam.
Akupun semakin memperdalam tusukanku dan mempercepat tempo karna juga merasakan sesuatu yang akan keluar.
"sshh..aarrgghh" jeritnya sambil mencengkram punggungku,
"aahh..aahh" desahku pada saat yang bersamaan sambil mulutku menyedot kedua puting susunya kuat-kuat secara bergantian.
Air maniku muncrat bertepatan dengan air hangat yang terasa memandikan penisku didalam vaginanya.Kami menikmati puncak orgasme sampai betul-betul habis, baru aku mencabut penisku setelah sangat lelah dan bebaring di sebelahnya sambil meremas dadanya pelan-pelan.
Kemudian dia menindihku dari atas dan bertanya "gimana hukuman dari aku ko ..?"
"enak Bu hukuman terenak didunia makasih ya"
"ibu yang terima kasih udah lama ibu bendung hasrat, hari ini dan seterusnya ibu akan tumpahkan kekamu semuanya" sambil mencium ku.
Setelah istirahat beberapa waktu kami kembali melanjutkan aktivitas itu tentu saja dengan tehnik dan gaya yang berbeda-beda. Tak terhitung berapa kali aku melakukannya sewaktu SMA yang jelas jika aku pulang kesana pasti kami melakukan lagi dan lagi.
TAMAT
Pagi itu sekitar jam delapan lewat kami sudah dipulangkan karna akan ada rapat guru. Aku agak kesal karna pelajaran kedua matematika artinya aku gak bisa ngeliat pemandangan indah hari ini, dan untuk menghilangkan suntuk aku pun pergi main ketempat kawanku. Aku masih tak tahu aku akan dapat rejeki nomplok.
Sekitar jam sembilan lewat aku pergi pulang, dan pada saat lewat sekolah aku melihat Bu Asmi sedang menunggu angkot, aku pun mengajaknya
" mari saya antar Bu " ajakku tanpa berharap dia mau
" tapi rumah ibu agak jauh ko " ia mencoba menolak
" gak pa-pa kok bu, gak enak sama guru PPKN " candaku
setelah berpikir sebentar akhirnya ia mau " iya deh tapi ibu pegangan ya soalnya ibu pernah jatuh dari motor "
" silahkan Bu " setelah itu kau menjalnkan motorku dengan kecepatan sedang.
Tangan Bu Asmi yang berpegangan pada pahaku menyebabkan reaksi pada penisku, apalagi jika mengerem pada lampu merah aku merasa ada sesuatu yang empuk menekan dari belakang.
Sampai dirumahnya yang agak berjauhan dengan rumah-rumah yang lain aku disuruh masuk dulu. Dan ketika sudah duduk di sofa empuk Bu Asmi bicara
"ibu ganti baju dulu ya ko "
setelah itu ia masuk kamar dan menutup pintu mungkin karna kurang rapat sehingga pintu itu terbuka lagi sedikit. Entah setan mana yang masuk kekepala ku sehingga aku memberanikan diri untuk mengintip ke dalam. Di dalam sana aku bisa melihat bagaimana Bu Asmi sedang membuka satu persatu kancing bajunya dan setelah kancing terakhir ia tidak langsung menanggalkan bajunya, tapi itu sudah cukup membuat napasku membuat nafasku memburu karna kau bisa melihat kalau sepasang dadanya yang besar seperti hendak melompat keluar. Karna terlalu asyik pintu itupun terbuka lebar. Aku kaget dan hanya bisa mematung karna ketakutan. Bahkan penisku langsung mengkerut.
Melihat aku, Bu Asmi tidak terlihat kaget dan tetap membiarkan bajunya terbuka. Setelah itu ia mendekati aku
" kamu sering ngeliat BH ibu kan " tanyanya didekat telingaku
" i..iya Bu " jawabku ketakutan.
" kalau gitu ibu kasih kamu hukuman " lalu ia menarikku dan didudukkan ditepi tempat tidur.
" sekarang kamu baring tutup mata dan jangan gerak kalo teriak boleh aja " katanya dengan suara nafas yang agak memburu.
Aku pun menurut karna merasa bersalah. Lalu ia membuka retsleting celana sekolahku menurunkan CDnya dan mengelus-elus penisku dengan lembut, setelah penisku tegak lagi dia berjongkok dan menjilatinya.
"auh.. uh.. uuh .." rintihku menahan kenikmatan semantara Bu Asmi sibuk dengan aktivitasnya
"ah .. mmhh.. Bu stop bu" rintihku karna aku merasa seperti mau meledak
Dia tak menjawab, malah semakin hebat menyedot penisku. Tubuhku semakin mengejang dan tanpa bisa kubendung lagi, muncratlah cairan putih itu dan aku langsung terduduk sambil berpegangan pada tepi ranjang.
Rasanya seperti sedang melayang, ia telan habis spermaku sementara aku masih terduduk kaku, malu takut dan senang bercampur jadi satu. Bu Asmi lalu berdiri dan tersenyum
"gimana..lebih enak dari pada cuman liat khan..?" sambil kedua tangannya menjambak rambutku
"iya Bu enak sekali" jawabku mulai berani sambil ikut berdiri.
Setelah wajah kami berhadapan ia menciumku dengan lembut, lalu membimbingku duduk ditempat tidur. Kami berpelukan dan Asmi kembali menciumku, lalu melumat bibirku sementara tangannya menanggalkan seluruh pakaian ku, dengan tangkas aku mengimbangi gerakan tangan itu sehingga akhirnya kami sama sama tanpa pakaian. Bedanya aku telanjang bulat sementara Asmi masih memakai BH hitamnya karna memang sengaja tak ku lepas.
Asmi melepaskan ciuman dibibirku lalu mengarahkan kepala ku kebawah yaitu payudaranya, aku segera melepas BH nya dan mulai meremas-remas dadanya, sekali-sekali aku puntir putingnya sehingga ia melenguh panjang. Puas meraba aku lalu menyapu seluruh dadanya dengan lidahku dan menyedot ujung putingnya sambil digigit-gigit sedikit. Hasilnya hebat sekali Asmi bergoyang sambil meracau dengan kata-kata yang tak jelas. Setelah itu Asmi berdiri sehingga aku berhadapan dengan vaginanya, wangi yang baru pernah kucium itu membuatku bertambah panas sehingga kujilati semua permukaan vaginanya yang sudah banjir itu.
Setelah itu Asmi merebahkan diri di ranjang tangannya mendekap kepalaku pahanya dibuka. Sehingga memudahkan aku menjilat dan memasukkan lidahku kedalam vaginanya dan menggigit-gigit bagian daging yang merah jambu. Sehingga tubuh Asmi semakin mengejang hebat
"sshh.. aahh.. terus ko" pintanya diikuti desah nafasnya.
Sekitar lima menit ku sapu vaginaya aku melepaskan dekapan pada kepalaku dan kembali mengulum bibirnya. Ia lalu meraih penisku
"masukkan ya ko udah gak tahan" katanya dengan terengah dan membimbing penisku menerobos goa miliknya yang tek pernah lagi merasakan penis semenjak suaminya meninggal.
Aku merasakan kenikmatan yang kebih hebat dibandingkan saat dimasukkan kemulutnya.
"slep..slep..slep" kuputar-putar didalam sambil mengikuti goyangan pantat Asmi. sambil kupompa bibir kami terus berperang dan tanganku meraba dan meremas payudaranya dan sekali kali memuntir putingnya.
"uh..ah..mm..ssh..terus ko..mmh" desahnya sambil meremas pantatku.
Penisku terasa semakin menegang dan vaginanya semakin hebat berdenyut memijit penisku, tak terasa sudah sepuluh menit kami "bergoyang".
"ooh ..mmh.. ah udah gak kuat.. biarin aja di situ ko mmh .." rintih Asmi terpejam.
Akupun semakin memperdalam tusukanku dan mempercepat tempo karna juga merasakan sesuatu yang akan keluar.
"sshh..aarrgghh" jeritnya sambil mencengkram punggungku,
"aahh..aahh" desahku pada saat yang bersamaan sambil mulutku menyedot kedua puting susunya kuat-kuat secara bergantian.
Air maniku muncrat bertepatan dengan air hangat yang terasa memandikan penisku didalam vaginanya.Kami menikmati puncak orgasme sampai betul-betul habis, baru aku mencabut penisku setelah sangat lelah dan bebaring di sebelahnya sambil meremas dadanya pelan-pelan.
Kemudian dia menindihku dari atas dan bertanya "gimana hukuman dari aku ko ..?"
"enak Bu hukuman terenak didunia makasih ya"
"ibu yang terima kasih udah lama ibu bendung hasrat, hari ini dan seterusnya ibu akan tumpahkan kekamu semuanya" sambil mencium ku.
Setelah istirahat beberapa waktu kami kembali melanjutkan aktivitas itu tentu saja dengan tehnik dan gaya yang berbeda-beda. Tak terhitung berapa kali aku melakukannya sewaktu SMA yang jelas jika aku pulang kesana pasti kami melakukan lagi dan lagi.
TAMAT
Hadiah spesial buat Riniku - 1
Hujan turun deras sekali penglihatan sedikit kabur karena kaca mobil tertutup embun yang menempel dikaca depan. AC kunyalakan walaupun udara terasa dingin menusuk tulang. Saat itu sudah jam 7.30 pagi, jadi sudah tak mungkin lagi menunda untuk berangkat kekantor apalagi jam 8.00 ada janji meeting dengan client.
Mobil kujalankan pelan dan hati hati, maklum jalan di depan rumah tidak begitu lebar. Dari rumah ke jalan raya tidaklah begitu jauh setelah satu tikungan kekiri maka akan kelihatan sebuah kaca spion besar warna merah diperempatan jalan dan itulah jalan raya yang akan membawa arah perjalananku menuju kantor.
Persis ditikungan sebelah kiri di depan sebuah wartel seseorang melambaikan tangan meminta aku berhenti untuk minta tumpangan. Aku tidak bisa melihat dengan jelas wajahnya karena terhalang hujan yang sangat deras, tetapi dia berambut sebahu dan berseragam SMU.
Mobil kupelankan, dan tanpa tunggu aba aba lagi dia lansung membuka pintu depan dan duduk disebelahku.
"Maaf Om saya kehujanan, dari tadi nunggu angkot penuh melulu.. Ya dari pada terlambat terpaksa mobil Om kustop, sorry ya Om."
Dia berkata polos sambil mengibaskan rambutnya yang menempel di kerah baju karena basah.Sekilas tanpa sengaja tengkuknya kelihatan, putih.. Bersih.. Dan ditumbuhi rambut rambut halus yang mebentuk satu garis lurus ditengahnya.
"Nggak apa apa kok, memang hujan hujan begini angkotnya jadi sulit, apalagi diujung jalan sana biasanya kan banjir, jadi sopir angkot jadi enggan lewat sini."
Aku menjawab seadanya sambil kembali konsentrasi melihat jalan yang sudah digenangi air hujan.
"Om kantornya dimana," dia memecah kesunyian.
"Di daerah kuningan, memangnya kamu sekolah dimana," aku bertanya sambil melirik wajahnya.
Wow rupanya seorang bidadari kecil sedang duduk disebelahku, wajahnya sungguh cantik. Bibirnya tipis kemerahan, hidungnya runcing dan mancung sedangkan alis matanya hitam melengkung tipis diatas matanya yang bulat bersinar.
Aku sedikit gugup dan kehilangan konsentrasi, mobil tiba tiba memasuki genangan air yang cukup dalam. Air terbelah dua dan muncrat kepinggir seperti gulungan ombak pantai selatan.
"Hati hati Om, banyak genangan dan licin..! Kita bisa slip nih," dia mengingatkan sambil menepuk pundakku.
"I.. i.. ya" jawabku sedikit tergagap.
"Kamu sekolah dimana," kuulangi pertanyaan yang belum dia jawab sekedar menghilangkan rasa kaget dan gugup yang datang tiba tiba.
Perempuan memang makhluk yang luar biasa, aku sudah terbiasa menghadapi banyak ragam perempuan, mulai dari yang centil di karaoke, yang kenes di bar-bar sampai mantan pacar dirumah, tetapi kok aku tiba tiba seperti menjadi seperti seekor tikus di incar kucing dihadapan seorang anak SMU. Aku merasa kehilangan bahan pembicaraan, padahal dikantor aku terkenal tukang bikin ketawa dengan omonganku yang suka ngelantur.
"Di.. " dia menyebutkan sebuah sekolah di daerah Mampang Prapatan.
"O.. Kalau begitu kamu bisa ikut sampai timah, nanti tinggal nyambung naik metromini."
Rasa gugupku mulai hilang, pengalaman sebagai tukang cipoak berhasil mengontrol dan mengembalikan rasa percaya diriku.
"Makasih Om, kalau sudah sampai situ sih.. Gampang, jalan kaki juga nggak jauh kok."
"E.. ngomong ngomong kamu tinggal dimana sih, kok rasanya saya nggak pernah lihat kamu selama ini."
"Terang aja nggak pernah Om, orang aku baru pindah kok. Dulu aku sekolah di Kudus sama Ibu, tapi.. " dia terdiam dan kelihatan wajahnya seperti menyembunyikan sesuatu, apalagi aku dan dia sama sekali belum berkenalan.
"Oh.. Pantas aja dong, e.. e.. namamu siapa?" aku bertanya tiba tiba agar dia tidak merasa jengah karena aku tahu dia tidak mau meneruskan cerita tentang masa lalunya di Kudus sana.
"Rini Om, Rini Kusumawardhani."
"Wah.. Itu betul betul sebuah nama yang pas buat kamu," aku mulai melepaskan tembakan pertama sambil tersenyum semanis mungkin, ha ha ha ha ha awas ada semut.
"Ah.. Om bisa aja," dia menjawab sambil tersipu. Woouu.. Hatiku meronta melihat rona pipinya yang tiba tiba memerah bak awan senja diufuk barat. Awan diufuk barat merah apa kuning ya! sebodoh amatlah..
"Tolong ambilkan uang di box dibawah tape itu Rin, buat bayar tol."
Dia menundukkan badan untuk menjangkau uang ke dalam box, aku melirik ke kiri, tiba tiba pemandangan indah terbentang di sela sela kerah bajunya. BH ukuran 34b sedang terisi dengan sempurna oleh gelembung payudara yang kelihatan tambah putih dibalik baju seragamnya.
"Yang ini Om.. Oup," tiba tiba dia menyadari aku sedang menatap kedua payudaranya yang kelihatan jelas dari balik kancing baju yang terbuka diurutan paling atas.
"Maaf, Iya yang itu.. Yang lima ribuan," aku menjawab sambil memalingkan muka dan lansung menginjak rem karena mobil di depan berhenti tiba tiba. Tangan kanannya yang tadinya akan menutup kerah baju tiba tiba menggapai sesuatu untuk pegangan agar dia tidak terantuk ke dashboard mobil yang kurem secara mendadak.
Kali ini dia berteriak kecil
"Maaf Om aku nggak sengaja," tiba tiba dia menutup muka dengan kedua tangannya karena malu dan jengah, soalnya sewaktu mencari tempat berpegangan tadi, tangannya masuk kesela sela pahaku dan dia memegang sesuatu yang sedang bergerak tumbuh menjadi keras nun dibalik CD ku.
Aku merasakan hentakan yang luar biasa keluar dari pangkal pahaku menjalar ke batang penis dan terus bergerak bagai kilat ke arah kepalanya, gerakan itu begitu dahsyat dan tiba tiba akibat terpegang oleh tangan halus si Rini. Ruisleting celana ku seperti didorong sesuatu sehingga menonjol runcing kedepan dan hapir mentok di stir mobil.
"Alah mak. Jan.." kepalaku atas bawah berdenyut kencang, tetapi klakson mobil dibelakang mengejutkan aku agar segera memberi jalan.
"Oi! pacaran jangan di tol, no pergi ke.." sisopir mengumpat sambil menyebutkan sebuah nama pantai yang terkenal sebagai surganya mobil goyang.
Itu adalah awal perkenalanku dengan Rini, gadis Kudus kelas 3 SMU di Mampang Prapatan. Semenjak itu hampir tiap pagi Rini dengan setia menunggu di depan wartel untuk berangkat bareng dengan mobilku.
Kami mulai bercerita tentang keadaan masing masing, rupanya dia pindah ke Jakarta ikut pamannya karena orang tuanya bercerai dan Ibunya tidak sanggup membiayai sekolahnya.
Di Jakarta dia hidup sangat prihatin, maklum tinggal dengan orang lain walaupun dia paman sendiri tetapi tentu saja sipaman akan lebih memperhatikan kepentingan anak serta istrinya terlebih dahulu sebelum buat si Rini.
Hampir tiap hari dia hanya dibekali uang yang hanya cukup buat ongkos angkot sedangkan buat jajan dan lain lain adalah suatu kemewahan kalau memang lagi ada.
Hari demi hari berlalu dengan cepat dan aku dengan Rini kian dekat saja, kalau dia disekolah ada kegiatan ekstrakulikuler maka pulangnya dia akan mampir ketempat kerjaku, maklum kantorku berada diatas sebuah plaza yang cukup besar.
Tugasku sebagai salah satu manager dengan gampang bisa kutinggalkan 1 atau 2 jam, toh ada sekretaris yang ngurusin. Aku juga tidak menegerti kenapa Rini jadi begitu dekat denganku, kami jalan bersama, nonton makan dan adakalanya dia minta dibeliin sesuatu, seperti baju ataupun parfum. Tetapi itu tidak terlalu sering yang paling dia harapkan dari aku adalah perhatian karena pernah satu hari dia terus terang bicara.
"Om maaf ya kalau 2 minggu kemaren Rini nggak nemui Om dan juga sama sekali nggak ngasih kabar."
Dia berhenti sejenak sambil menatap aku, saat itu kami sedang berjalan dipantai Ancol, dia memegang erat lenganku sambil menyandarkan kepalanya. Tanpa dia sadari tangan kiriku sudah berulangkali menyentuh ujung payudaranya apalagi ketika dia semakin erat merangkul. Payudara itu begitu kenyal dan kelelakianku tiba tiba mulai terusik.
"Memangnya ada apa," aku menjawab sambil mengajak dia duduk disebuah bangku tembok dibawah pohon kelapa.
"Tadinya Rini sudah mau berhenti sekolah, habisnya uang sekolah sudah 2 bulan tidak dibayar dan buat beli buku juga nggak punya." Dia merenung sambil memandang jauh ketengah laut yang ditaburi kerlap kerlip lampu nelayan dan sesekali kelihatan lampu pesawat yang hendak turun di Sukarno Hatta.
"O.. Itu masalahnya, lantas kenapa kamu nggak ngomong aja sama Om"
"Nggak enak Om, ntar dikirain saya matre lagi.." dia menjawab sambil tersenyum.
"Rini.. Gini aja deh, kamu kan sudah tahu kalau Om mau Bantu kamu, tapi kalau kamu nggak bilang, Ya terang aja Om nggak tahu! iya toh."
"Makasih Om.. Terus terang memang Rini mau minta tolong Om untuk yang satu ini. Om nggak usah mikirin mau Bantu yang lain deh, tapi aku akan berterimakasih sekali kalau Om bisa menyelamatkan sekolahku.. Itu aja."
Dia tertunduk, wajahnya begitu sendu dan sorot matanya hampa tanpa gairah. Aku begitu terenyuh melihat seorang Rini yang hari harinya seharusnya dihiasi oleh tawa ceria dan penuh optimisme ternyata harus menanggung beban demikian berat.
"Oup.. " Rini berteriak kecil karena kaget ketika kupingnya kutiup untuk memutus siklus lamunannya.
"Om nakal ya.." dia menepuk bahuku dengan mesra dan akhirnya malah memeluk aku.
Bau harum tubuhnya memenuhi rongga hidungku dan membangkitkan keinginan untuk balas memeluknya. Kuraih bahu kirinya kurebahkan dia diatas kedua pahaku, dia sedikit kaget, ingin menolak tetapi itu terjadi demikian cepatnya. Akhirnya Rini meraih tangan kiriku dan entah sengaja atu tidak tanganku didekap erat didadanya. Oooh.. Lembutnya daging itu, payudara muda yang masih segar dan ranum telah mengalirkan sensasi elektrik ribuan volt ke sekujur tubuhku.
Aku yakin Rini merasakan sesuatu yang bergerak menyentuh punggungnya, karena posisi tidurnya persis tepat di atas batang penisku. Aku tahu itu karea Rini berusaha mengangkat pungungnya untuk kembali duduk dan wajahnya kelihatan memerah karena malu. Tapi dengan lembut gerakan duduknya kutahan dengan menekan dadanya.
"Rin.. Sudah tidur aja.. Nih Om kipasin biar nggak gerah."
Aku hanya sekedar bicara karena jujur aja otakku sudah ditaburi bayangan lain yang lebih seru. Tapi kuyakinkan diriku.
"Ini si Rini yang sama sekali belum berpengalaman, sedikit saja kamu salah langkah akan bubar semuanya. Sabar.. Sabar, gunung nggak usah dikejar emang dia nggak pernah lari kok."
Dia kembali tidur dipangkuanku dan sekarang dia malah membiarkan tanganku menekan kedua payudaranya. Kulihat nafasnya mulai tidak beraturan ketika pelan pelan tanganku bersentuhan dengan pucuk payudaranya. Ini adalah pengalaman pertama buat payudaranya disentuh tubuh laki laki. Walaupun itu hanya dari balik baju dan BH, tetapi buat Rini yang baru pertama merasakan, sudah membuat dia sulit bernafas karena mulai terangsang.
"Rin kita pulang yok, sudah jam 8 nanti pamanmu bingung dan lapor polisi." Kataku sambil bercanda.
"Nanti aja Om.. Bentar lagi, Rini masih ingin disini 2 jam lagi," dia makin erat memelukku.
"Oupt.. Besok besok kita bisa jalan ke sini lagi, tapi kalau kamu dimarahin karena terlambat pulang, ya.. Kita akan kesulitan untuk jalan jalan lagi.."
Aku berkata sambil mebangunkan Rini dari pangkuanku.
"Ok deh Om.." dan secepat kilat dia mengecup pipiku. Aku hanya bisa terdiam kaget, karena nggak nyangka.
"Lho kok bengong Om.. Katanya mau pulang, ayo." Rini menarik tanganku.
"Ayo," kami berjalan berdekapan.
Dua tahun sudah berlalu, hari itu hari Jumat dan Rini memberitahuku agar aku menemuinya di tempat biasa kami ketemu, di sebuah café dibawah kantorku jam 4 sore. Aku sampai disitu persis jam 4, tapi aku nggak lihat batang hidungnya si Rini, tiba tiba ada bisikan lembut di belakang kupingku.
"Surprise!!"
Aku sempat nggak percaya dengan apa yang kulihat. Seorang wanita cantik dengan celana jean dan kaos ketat berdiri di depanku. Pahanya yang panjang dan mulus terlihat jelas dibawah balutan celana jean. Disela pahanya tergambar jelas belahan kewanitaan yang belum pernah tersentuh laki laki. Kaos ketat mempertegas beberadaan dua gunung kembar didadanya, sedangkan bagian bawah kaos yang sedikit pendek memperlihatkan kulit putih, bersih dan dihiasi sebuah tahi lalat kecil tepat di bawah pusar. Oh.. Sungguh pemandangan yang indah dan langka.
"Jangan ngliatin gitu dong Om! emangnya nggak pernah lihat cewek pakai jean"
"Sorry, Rin.. Kamu luar biasa, membuat Om jadi linglung."
"Ah jangan ngerayu ah.."
"Nggak kok, hei kenapa tiba tiba kamu tampil beda begini," aku bertanya sambil menggamit tangannya untuk mencari tempat duduk.
"Ehem.. Ada yang lupa rupanya, hari Ini aku bukan anak SMU lagi, aku sudah lulus, lulus, lulus dan merdeka dari segala pasungan dan aturan sekolah.. Katanya sambil berlagak kayak Rendra baca puisi.
"Eh ingat kita lagi di café.. Tuh lihat tuh orang orang pada mandangin kamu."
"Sorry lah, habisnya hanya dengan Om aku bisa berbagi rasa jadi jangan salahkan daku kalau nggak bisa nahan diri."
"Om ku yang baik, hari ini aku ngucapin terimakasih yang sebesar besarnya, karena kalau bukan Om yang Bantu sudah pasti sekolahku berantakan."
Dia berdiri dari kursinya dan dengan cepat memberikan ciuman ringan dipipiku.
"Rin, nggak enak dilihatin tuh" aku berlagak alim lah dikit.
"Justru karena banyak yang lihatin Rini brani nyium Om, kalau ditempat yang sepi.. Wah bisa bahaya dong..!" Dia mencubit hidungku dengan gemas.
Aku bisa menduga isi fikiran orang orang disekitar kami, "Lha ini bapak sama anak atau Om sama.. Pacar mudanya ya!"
Mereka nggak salah, Rini adalah seorang gadis cantik yang sedang tumbuh, sedangkan aku adalah laki laki 'Tua sih belum tapi muda sudah lewat' ibarat mangga sudah mengkal kata orang Betawi, sudah nggak enak dirujak.
Bersambung...
Mobil kujalankan pelan dan hati hati, maklum jalan di depan rumah tidak begitu lebar. Dari rumah ke jalan raya tidaklah begitu jauh setelah satu tikungan kekiri maka akan kelihatan sebuah kaca spion besar warna merah diperempatan jalan dan itulah jalan raya yang akan membawa arah perjalananku menuju kantor.
Persis ditikungan sebelah kiri di depan sebuah wartel seseorang melambaikan tangan meminta aku berhenti untuk minta tumpangan. Aku tidak bisa melihat dengan jelas wajahnya karena terhalang hujan yang sangat deras, tetapi dia berambut sebahu dan berseragam SMU.
Mobil kupelankan, dan tanpa tunggu aba aba lagi dia lansung membuka pintu depan dan duduk disebelahku.
"Maaf Om saya kehujanan, dari tadi nunggu angkot penuh melulu.. Ya dari pada terlambat terpaksa mobil Om kustop, sorry ya Om."
Dia berkata polos sambil mengibaskan rambutnya yang menempel di kerah baju karena basah.Sekilas tanpa sengaja tengkuknya kelihatan, putih.. Bersih.. Dan ditumbuhi rambut rambut halus yang mebentuk satu garis lurus ditengahnya.
"Nggak apa apa kok, memang hujan hujan begini angkotnya jadi sulit, apalagi diujung jalan sana biasanya kan banjir, jadi sopir angkot jadi enggan lewat sini."
Aku menjawab seadanya sambil kembali konsentrasi melihat jalan yang sudah digenangi air hujan.
"Om kantornya dimana," dia memecah kesunyian.
"Di daerah kuningan, memangnya kamu sekolah dimana," aku bertanya sambil melirik wajahnya.
Wow rupanya seorang bidadari kecil sedang duduk disebelahku, wajahnya sungguh cantik. Bibirnya tipis kemerahan, hidungnya runcing dan mancung sedangkan alis matanya hitam melengkung tipis diatas matanya yang bulat bersinar.
Aku sedikit gugup dan kehilangan konsentrasi, mobil tiba tiba memasuki genangan air yang cukup dalam. Air terbelah dua dan muncrat kepinggir seperti gulungan ombak pantai selatan.
"Hati hati Om, banyak genangan dan licin..! Kita bisa slip nih," dia mengingatkan sambil menepuk pundakku.
"I.. i.. ya" jawabku sedikit tergagap.
"Kamu sekolah dimana," kuulangi pertanyaan yang belum dia jawab sekedar menghilangkan rasa kaget dan gugup yang datang tiba tiba.
Perempuan memang makhluk yang luar biasa, aku sudah terbiasa menghadapi banyak ragam perempuan, mulai dari yang centil di karaoke, yang kenes di bar-bar sampai mantan pacar dirumah, tetapi kok aku tiba tiba seperti menjadi seperti seekor tikus di incar kucing dihadapan seorang anak SMU. Aku merasa kehilangan bahan pembicaraan, padahal dikantor aku terkenal tukang bikin ketawa dengan omonganku yang suka ngelantur.
"Di.. " dia menyebutkan sebuah sekolah di daerah Mampang Prapatan.
"O.. Kalau begitu kamu bisa ikut sampai timah, nanti tinggal nyambung naik metromini."
Rasa gugupku mulai hilang, pengalaman sebagai tukang cipoak berhasil mengontrol dan mengembalikan rasa percaya diriku.
"Makasih Om, kalau sudah sampai situ sih.. Gampang, jalan kaki juga nggak jauh kok."
"E.. ngomong ngomong kamu tinggal dimana sih, kok rasanya saya nggak pernah lihat kamu selama ini."
"Terang aja nggak pernah Om, orang aku baru pindah kok. Dulu aku sekolah di Kudus sama Ibu, tapi.. " dia terdiam dan kelihatan wajahnya seperti menyembunyikan sesuatu, apalagi aku dan dia sama sekali belum berkenalan.
"Oh.. Pantas aja dong, e.. e.. namamu siapa?" aku bertanya tiba tiba agar dia tidak merasa jengah karena aku tahu dia tidak mau meneruskan cerita tentang masa lalunya di Kudus sana.
"Rini Om, Rini Kusumawardhani."
"Wah.. Itu betul betul sebuah nama yang pas buat kamu," aku mulai melepaskan tembakan pertama sambil tersenyum semanis mungkin, ha ha ha ha ha awas ada semut.
"Ah.. Om bisa aja," dia menjawab sambil tersipu. Woouu.. Hatiku meronta melihat rona pipinya yang tiba tiba memerah bak awan senja diufuk barat. Awan diufuk barat merah apa kuning ya! sebodoh amatlah..
"Tolong ambilkan uang di box dibawah tape itu Rin, buat bayar tol."
Dia menundukkan badan untuk menjangkau uang ke dalam box, aku melirik ke kiri, tiba tiba pemandangan indah terbentang di sela sela kerah bajunya. BH ukuran 34b sedang terisi dengan sempurna oleh gelembung payudara yang kelihatan tambah putih dibalik baju seragamnya.
"Yang ini Om.. Oup," tiba tiba dia menyadari aku sedang menatap kedua payudaranya yang kelihatan jelas dari balik kancing baju yang terbuka diurutan paling atas.
"Maaf, Iya yang itu.. Yang lima ribuan," aku menjawab sambil memalingkan muka dan lansung menginjak rem karena mobil di depan berhenti tiba tiba. Tangan kanannya yang tadinya akan menutup kerah baju tiba tiba menggapai sesuatu untuk pegangan agar dia tidak terantuk ke dashboard mobil yang kurem secara mendadak.
Kali ini dia berteriak kecil
"Maaf Om aku nggak sengaja," tiba tiba dia menutup muka dengan kedua tangannya karena malu dan jengah, soalnya sewaktu mencari tempat berpegangan tadi, tangannya masuk kesela sela pahaku dan dia memegang sesuatu yang sedang bergerak tumbuh menjadi keras nun dibalik CD ku.
Aku merasakan hentakan yang luar biasa keluar dari pangkal pahaku menjalar ke batang penis dan terus bergerak bagai kilat ke arah kepalanya, gerakan itu begitu dahsyat dan tiba tiba akibat terpegang oleh tangan halus si Rini. Ruisleting celana ku seperti didorong sesuatu sehingga menonjol runcing kedepan dan hapir mentok di stir mobil.
"Alah mak. Jan.." kepalaku atas bawah berdenyut kencang, tetapi klakson mobil dibelakang mengejutkan aku agar segera memberi jalan.
"Oi! pacaran jangan di tol, no pergi ke.." sisopir mengumpat sambil menyebutkan sebuah nama pantai yang terkenal sebagai surganya mobil goyang.
Itu adalah awal perkenalanku dengan Rini, gadis Kudus kelas 3 SMU di Mampang Prapatan. Semenjak itu hampir tiap pagi Rini dengan setia menunggu di depan wartel untuk berangkat bareng dengan mobilku.
Kami mulai bercerita tentang keadaan masing masing, rupanya dia pindah ke Jakarta ikut pamannya karena orang tuanya bercerai dan Ibunya tidak sanggup membiayai sekolahnya.
Di Jakarta dia hidup sangat prihatin, maklum tinggal dengan orang lain walaupun dia paman sendiri tetapi tentu saja sipaman akan lebih memperhatikan kepentingan anak serta istrinya terlebih dahulu sebelum buat si Rini.
Hampir tiap hari dia hanya dibekali uang yang hanya cukup buat ongkos angkot sedangkan buat jajan dan lain lain adalah suatu kemewahan kalau memang lagi ada.
Hari demi hari berlalu dengan cepat dan aku dengan Rini kian dekat saja, kalau dia disekolah ada kegiatan ekstrakulikuler maka pulangnya dia akan mampir ketempat kerjaku, maklum kantorku berada diatas sebuah plaza yang cukup besar.
Tugasku sebagai salah satu manager dengan gampang bisa kutinggalkan 1 atau 2 jam, toh ada sekretaris yang ngurusin. Aku juga tidak menegerti kenapa Rini jadi begitu dekat denganku, kami jalan bersama, nonton makan dan adakalanya dia minta dibeliin sesuatu, seperti baju ataupun parfum. Tetapi itu tidak terlalu sering yang paling dia harapkan dari aku adalah perhatian karena pernah satu hari dia terus terang bicara.
"Om maaf ya kalau 2 minggu kemaren Rini nggak nemui Om dan juga sama sekali nggak ngasih kabar."
Dia berhenti sejenak sambil menatap aku, saat itu kami sedang berjalan dipantai Ancol, dia memegang erat lenganku sambil menyandarkan kepalanya. Tanpa dia sadari tangan kiriku sudah berulangkali menyentuh ujung payudaranya apalagi ketika dia semakin erat merangkul. Payudara itu begitu kenyal dan kelelakianku tiba tiba mulai terusik.
"Memangnya ada apa," aku menjawab sambil mengajak dia duduk disebuah bangku tembok dibawah pohon kelapa.
"Tadinya Rini sudah mau berhenti sekolah, habisnya uang sekolah sudah 2 bulan tidak dibayar dan buat beli buku juga nggak punya." Dia merenung sambil memandang jauh ketengah laut yang ditaburi kerlap kerlip lampu nelayan dan sesekali kelihatan lampu pesawat yang hendak turun di Sukarno Hatta.
"O.. Itu masalahnya, lantas kenapa kamu nggak ngomong aja sama Om"
"Nggak enak Om, ntar dikirain saya matre lagi.." dia menjawab sambil tersenyum.
"Rini.. Gini aja deh, kamu kan sudah tahu kalau Om mau Bantu kamu, tapi kalau kamu nggak bilang, Ya terang aja Om nggak tahu! iya toh."
"Makasih Om.. Terus terang memang Rini mau minta tolong Om untuk yang satu ini. Om nggak usah mikirin mau Bantu yang lain deh, tapi aku akan berterimakasih sekali kalau Om bisa menyelamatkan sekolahku.. Itu aja."
Dia tertunduk, wajahnya begitu sendu dan sorot matanya hampa tanpa gairah. Aku begitu terenyuh melihat seorang Rini yang hari harinya seharusnya dihiasi oleh tawa ceria dan penuh optimisme ternyata harus menanggung beban demikian berat.
"Oup.. " Rini berteriak kecil karena kaget ketika kupingnya kutiup untuk memutus siklus lamunannya.
"Om nakal ya.." dia menepuk bahuku dengan mesra dan akhirnya malah memeluk aku.
Bau harum tubuhnya memenuhi rongga hidungku dan membangkitkan keinginan untuk balas memeluknya. Kuraih bahu kirinya kurebahkan dia diatas kedua pahaku, dia sedikit kaget, ingin menolak tetapi itu terjadi demikian cepatnya. Akhirnya Rini meraih tangan kiriku dan entah sengaja atu tidak tanganku didekap erat didadanya. Oooh.. Lembutnya daging itu, payudara muda yang masih segar dan ranum telah mengalirkan sensasi elektrik ribuan volt ke sekujur tubuhku.
Aku yakin Rini merasakan sesuatu yang bergerak menyentuh punggungnya, karena posisi tidurnya persis tepat di atas batang penisku. Aku tahu itu karea Rini berusaha mengangkat pungungnya untuk kembali duduk dan wajahnya kelihatan memerah karena malu. Tapi dengan lembut gerakan duduknya kutahan dengan menekan dadanya.
"Rin.. Sudah tidur aja.. Nih Om kipasin biar nggak gerah."
Aku hanya sekedar bicara karena jujur aja otakku sudah ditaburi bayangan lain yang lebih seru. Tapi kuyakinkan diriku.
"Ini si Rini yang sama sekali belum berpengalaman, sedikit saja kamu salah langkah akan bubar semuanya. Sabar.. Sabar, gunung nggak usah dikejar emang dia nggak pernah lari kok."
Dia kembali tidur dipangkuanku dan sekarang dia malah membiarkan tanganku menekan kedua payudaranya. Kulihat nafasnya mulai tidak beraturan ketika pelan pelan tanganku bersentuhan dengan pucuk payudaranya. Ini adalah pengalaman pertama buat payudaranya disentuh tubuh laki laki. Walaupun itu hanya dari balik baju dan BH, tetapi buat Rini yang baru pertama merasakan, sudah membuat dia sulit bernafas karena mulai terangsang.
"Rin kita pulang yok, sudah jam 8 nanti pamanmu bingung dan lapor polisi." Kataku sambil bercanda.
"Nanti aja Om.. Bentar lagi, Rini masih ingin disini 2 jam lagi," dia makin erat memelukku.
"Oupt.. Besok besok kita bisa jalan ke sini lagi, tapi kalau kamu dimarahin karena terlambat pulang, ya.. Kita akan kesulitan untuk jalan jalan lagi.."
Aku berkata sambil mebangunkan Rini dari pangkuanku.
"Ok deh Om.." dan secepat kilat dia mengecup pipiku. Aku hanya bisa terdiam kaget, karena nggak nyangka.
"Lho kok bengong Om.. Katanya mau pulang, ayo." Rini menarik tanganku.
"Ayo," kami berjalan berdekapan.
Dua tahun sudah berlalu, hari itu hari Jumat dan Rini memberitahuku agar aku menemuinya di tempat biasa kami ketemu, di sebuah café dibawah kantorku jam 4 sore. Aku sampai disitu persis jam 4, tapi aku nggak lihat batang hidungnya si Rini, tiba tiba ada bisikan lembut di belakang kupingku.
"Surprise!!"
Aku sempat nggak percaya dengan apa yang kulihat. Seorang wanita cantik dengan celana jean dan kaos ketat berdiri di depanku. Pahanya yang panjang dan mulus terlihat jelas dibawah balutan celana jean. Disela pahanya tergambar jelas belahan kewanitaan yang belum pernah tersentuh laki laki. Kaos ketat mempertegas beberadaan dua gunung kembar didadanya, sedangkan bagian bawah kaos yang sedikit pendek memperlihatkan kulit putih, bersih dan dihiasi sebuah tahi lalat kecil tepat di bawah pusar. Oh.. Sungguh pemandangan yang indah dan langka.
"Jangan ngliatin gitu dong Om! emangnya nggak pernah lihat cewek pakai jean"
"Sorry, Rin.. Kamu luar biasa, membuat Om jadi linglung."
"Ah jangan ngerayu ah.."
"Nggak kok, hei kenapa tiba tiba kamu tampil beda begini," aku bertanya sambil menggamit tangannya untuk mencari tempat duduk.
"Ehem.. Ada yang lupa rupanya, hari Ini aku bukan anak SMU lagi, aku sudah lulus, lulus, lulus dan merdeka dari segala pasungan dan aturan sekolah.. Katanya sambil berlagak kayak Rendra baca puisi.
"Eh ingat kita lagi di café.. Tuh lihat tuh orang orang pada mandangin kamu."
"Sorry lah, habisnya hanya dengan Om aku bisa berbagi rasa jadi jangan salahkan daku kalau nggak bisa nahan diri."
"Om ku yang baik, hari ini aku ngucapin terimakasih yang sebesar besarnya, karena kalau bukan Om yang Bantu sudah pasti sekolahku berantakan."
Dia berdiri dari kursinya dan dengan cepat memberikan ciuman ringan dipipiku.
"Rin, nggak enak dilihatin tuh" aku berlagak alim lah dikit.
"Justru karena banyak yang lihatin Rini brani nyium Om, kalau ditempat yang sepi.. Wah bisa bahaya dong..!" Dia mencubit hidungku dengan gemas.
Aku bisa menduga isi fikiran orang orang disekitar kami, "Lha ini bapak sama anak atau Om sama.. Pacar mudanya ya!"
Mereka nggak salah, Rini adalah seorang gadis cantik yang sedang tumbuh, sedangkan aku adalah laki laki 'Tua sih belum tapi muda sudah lewat' ibarat mangga sudah mengkal kata orang Betawi, sudah nggak enak dirujak.
Bersambung...
Gairah tetangga - 6
Kupeluk buah dadanya dalam tangkupan telapak tanganku dan ia membungkuk berpegangan ke bak dan pantatnya, pinggulnya berputar-putar, rasanya penisku diulek-ulek dan tiap kali ia berputar tambah cepat dan gelombang-gelombang sinyal kenikmatan mulai terbentuk seperti tsunami bergelora, "Aahk.." ia menjerit cukup kencang sampai aku sempat sekilas kaget berpikir, wah kalau kedengaran tetangga bisa gawat, tapi langsung hilang karena orgasmeku sudah menjelang. "Plok.. plek.. plekk.." bunyi tubuh kami beradu bercampur keringat dan cairan bau di sekitar situ sudah mesum sekali bau sex, edan. Meletuplah Mbak Icih dan erangan-erangannya terus menerus. Tiba-tiba cengkeraman vaginanya begitu kuat sampai aku menjerit karena agak sakit dan dikendorkannya sedikit. Aku pun tidak kuat lagi menahan, "Mbak Icihh.." kukandaskan dalam-dalam batang penisku dan zakarku rapat-rapat dengan bibir vaginanya, dan akhrinya kami saking lemasnya jatuh terduduk di depan bak cuci piring itu. Terengah-engah dan berpelukan telanjang bulat. Spermaku bertebaran di lantai dapur. "Mbak Mbak.. enak sekalii.. Mbak Icih hebat bangett.." Mukanya agak merengut dan aku sengaja tidak memberi tadi tubuhnya. "Mas To, aduh saya sudah beneran mau gila tadi rasanya.. untung masih inget kalau tidak saya sudah teriak kencang-kencang," katanya sekarang sambil tertawa mengingat keadaan tadi.
"Tapi enak kan ya Mbak, capek tidak Mbak?"
"Nggak Mas To.." sergahnya dengan cepat.
"Sudah, entar tidur di sini saja deh Mbak Icih," bujukku dengan penuh rencana.
"Entar saya kasih tahu Bu Etty atau Tante Ida kalau mereka pulang, aku bilang takut sendirian di sini."
"Hi hi hi, mana mereka percaya Mas To.. mereka juga tahu lah..paling entar Bu Etty bilang biar dia yang temenin.. hi hi hi.. " cekikan Mbak Icih menggodaku.
"Atau Mbak dan Bu Etty yang tidur di sini Mas To.."
Eh ini orang jahil pisan.
"Tapi pasti dikasih deh.." ujarnya lagi.
"Saya mandi dulu ya Mas To. Apa mau sama-sama mandi," godanya lagi.
"Sudah deh Mas To, istirahat dulu kan sudah 2 hari ini capek," lho kok dia tahu saja ya, padahal kemarin kan dia tidak lihat. Aku belum tahu dan tidak curiga lebih lanjut sampai beberapa waktu akhirnya aku mengerti, itu cerita lain lagi yang seru juga.
Aku manggut saja, memang remuk rasanya badanku terasa juga, dan dengan gontai aku masuk ke kamar dan aku juga mandi. Penisku kelihatan merah tua sekali kepalanya dan sekitar kulit di kepala penis kelihatan agak seperti lecet tapi aku tidak merasa sakit malah "baal", kebanyakan kali ya. Hmm, kemarin pagi aku masih perjaka, luar biasa nasibku dalam 2 hari aku main dengan 3 cewek hebat-hebat. Sambil mandi aku melamun kenapa tidak dari dulu ya, tapi ya sudah memang jalannya gitu barangkali, batinku.
Setelah mandi aku baring-baring tetap telanjang, tidak ada siap siapa. Maksudnya menunggu Mbak Icih mandi dan Ibu Etty cs balik, kan aku mesti menelepon mereka. Eh, baru 3 menit aku ketiduran, bangun-bangun aku kaget sekali karena sudah tengah malam. Aku bangun dan kulihat Mbak Icih masih nonton TV, hanya pakai sarung dikembenin t-shirtnya entah kemana. Bahunya kuning bersih dan pinggang dan pinggulnya seksi sekali dilihat dari belakang.
"Mbak sudah makan?"
"Sudah Mas To, dan tadi Bu Etty ke sini, saya sudah kasih tahu juga, Mas To takut sendiri."
"Apa kata Bu Etty?" tanyaku ingin tahu.
"Kata Ibu ya sudah temenin saja. Dan mereka katanya mau tidur juga capek."
"Mas To mau makan lagi apa? Mbak gorengin nasi mau, mesti makan telor Mas, buat nambah tenaga," katanya sambil senyum nakal.
Aku rasanya lesu dan lemas badanku.
"Tidak usah Mbak Icih, aku mau tidur lagi.. tapi Mbak Icih tidurnya ditempat saya ya.. kan ranjangnya besar sekali."
"Ah malu Mas To.."
"Duh Mbak, apanya lagi yang malu, kan tidak ada siapa-siapa."
"Iya deh Mas To, entar Mbak mau nonton dulu ini sinetron ya.."
Sialan sinetron jelek dia mau nonton, mana ada sih sinetron kita yang bagus, bukan sekalian bikin film biru munafik deh.
Besoknya pagi-pagi telepon membangunkan aku, "Kringg.."
"Ya hallo," sambutku.
"Oh Toto ini Tante Ida, kamu lagi sibuk tidak? Bisa ke rumah Tante sekarang?"
Kontan saja mendengar suaranya si buyung mulai menggeliat. Dasar ngeres dan sudah ngerti.
"Tentu Tante, aku ke sana sekarang ya," jawabku dengan gembira ria.
Setiba di rumahnya, Tante Ida sudah cantik berpakaian rapi mau pergi. Aku agak kecewa dan ia melihat itu.
"To, aku perlu pergi ke kantor Oom mau ngambil gaji. Dan sebentar lagi Ibu Etty pulang arisan dan dia lupa bawa kunci. Mbak Icih lagi nganter anak-anak ke pesta temen sekolah Ita. Kamu tidak keberatan kan jagain sebentar, paling seperempat jam lagi pulang kok Bu Etty," ujarnya sambil memeluk pundakku.
Susunya nyengsol-nyengsol menyentuh lenganku. Uhh, sudah ingin remas saja deh, dan si buyung sudah separuh naik. Sialan hanya mau diminta menunggu rumah, batinku. Tadinya aku ingin tidur siang. Capai, habis krida hari ini.
Ya deh Tante Ida, tapi entar aku minta oleh-oleh ya," kataku sambil meraba pantatnya dan seketika Tante Ida menggelinjang geli dan ia memeluk erat.
"Iya.." desahnya basah di daun telingaku.
"Aduh gelinyaa.."
Si "Ujang" langsung naik. Kumasukkan tanganku dari bawah blusnya dan kuremas-remas bagian bawah buah dadanya. Biar minta bonus sedikit, dan penisku kutempelkan di paha atas si tante biar dia tahu aku sudah siap. Tante Ida melenguh dan, "To, aku mesti pergi, entar telat, kasirnya tutup nih," dan ditariknya tanganku lembut dan dengan terengah-engah ikut nafsu juga. "To, Tante usahakan pulang secepatnya deh, kamu sabar ya," lenguhnya berusaha melepaskan remasanku.
Tapi sambil kepingin diteruskan juga sepertinya. Akhirnya lepas juga sambil terengah-engah dan parasnya merona merah Tante Ida keluar, jalannya agak terhuyung-huyung. Aku jamin celana dalamnya sudah basah lembab tuh. Tinggal aku sendirian. Ya sudah aku ambil majalah lagi dan aku baring-baring baca di kursi malas di kamar tamu. "Ahh.." aku meronta-ronta dan kok keras amat si buyung dan terasa disedot-sedot orang. Wah rupanya aku ketiduran dan mimpi, kupikir. Waktu kubuka mata aku terkejut melihat wajah tak kukenal, dan astaga aku sudah telanjang bulat. Tanganku terikat ke atas di kursi malas dan penisku sedang dilumat-lumat. Aku tak tahu siapa satu lagi wanita, aku hanya melihat kepalanya dan punggungnya telanjang. Kakiku, kakiku, walah terikat juga ke kiri dan kanan kursi malas. Aku masih setengah mengantuk dan bingung, sakit kepalaku rasanya terbangun tiba-tiba. Akhirnya aku sadar betul dan ketika kupalingkan muka ke kanan ada Bu Etty dan dan dia sudah bulat-bulat juga telanjang. "Bu.. saya diapakan ini," kataku sambil nyengir keenakan. "Diam saja dah kamu," kata Bu Etty tersenyum Ia bertolak pinggang dan duh buah dadanya menantang betul. Tapi tanganku tidak bisa mencapainya. Ini siapa Bu semuanya, saya mau diapakan sih?" Buah zakarku terasa geli sekali digaruk-garuk kuku wanita yang menyedoti penisku.
Aku menggelinjang geli, dan Bu Etty meraba puting susuku. "Ahh.. enakk.." dan tersiksa betul rasanya tanganku tidak bisa aktif, sudah ingin betul meremas susu Bu Etty yang gundal gandul di dekat bahuku. "Ini temen-temen Ibu, To. Bu Endah dan Bu Inggit. Kita tadi ngeliat kamu ketiduran dan ya seperti Ibu bilang ini temen-temen ibu itu lho," katanya sambil menggeserkan buah dadanya di dadaku. Putingnya ditekannya ke putingku. Enak, empuk, hangat, dan seketika aku tambah bingung, lha tapi kenapa saya diikat. "Ya, kata Bu Etty kan kemarin itu kamu ngikat Mbak Icih. Ha ha.. ha.. nah kami tadi iseng pengen ngerjain kamu nih To."
Hisapan Bu Endah terasa tambah menghebat, lidahnya berputar-putar di sekitar kepala penisku dan aku sudah tidak kuat lagi mau meledak. Dan kuangkat pantatku agar masuk lebih dalam. "Ehh.." Bu Endah malah berdiri dan melepaskan mulutnya. Wah tergantung aku. Dengan terengah-engah aku bilang, "Bu tolong dong Bu sedot lagii.. sudah mau muncrat nihh.. Buu.." Bu Endah, Bu Etty dan Bu Ingit tertawa ramai-ramai, dan aku belum sempat memperhatikan seksama buah dada mereka kontal kantil terguncang-guncang karena mereka tertawa melihat aku yang seperti cacing kepanasan. Mataku masih sepet dan berkunang-kunang dari ketiduran tadi. Bu Ingit kemudian mendekat dan mengangkang. Pantatnya mengarah ke mukaku dan ia mulai turun sambil memegang batang penisku, digosok-gosoknya ke mulut liang vaginanya dan aku mendesah lagi, karena enak sekali dan aku sudah siap meledakkan orgasmeku. Bu Endah menggosokkan buah dadanya ke mulutku yang langsung kontan saja aku sergap, dan putingnya kuhisap dan lidahku berputar-putar di kacang keras itu.
Bu Endah merem melek dan kulit buah dadanya yang bening kelihatan garis-garis hijau biru halus dan meremang pori-porinya. Bu Ingit masih hanya memasukkan separuh kepala penisku dan senut-senut kempotan bibir mulut vaginanya hangat dan enak sekali. Aku rasanya mau gila karena kenapa dia tidak memasukkan semuanya, aku berusaha menaikkan pantatku tapi Bu Ingit selalu menjaga jaraknya. Kurang ajar, dalam hatiku dan aku rasanya mau menjerit tapi mulutku disumpal buah dada kenyal. Kuku tajam jari Bu Etty terasa mulai menggaruk di sekitar duburku dan buah zakarku, menambah kebinalan di dalam otakku yang sudah tak bisa berpikir lagi. Aku hanya terengah-engah dalam siksaan ketiga ibu-ibu sexy sintal ini. Bisa dibayangkan, tidak semua mereka telanjang bulat (aku juga) dan aku tidak bisa semauku. Keningku terlihat kencang mengejang dan urat-urat dahiku keluar semua. Aku menggeram, "Ahh.. Ayo Buu.. aku pengen, tolong dong.. masukkin Bu.." Bu Endah menarik buah dadanya dan ia berlutut dan diturunkannya vaginanya ke mulutku, aku tak berdaya dan bau harum aku rasakan keluar dan hawa panas hangat dari vaginanya yang lembab.
Aku ulurkan keluar lidahku dan kujilat-jilat, Bu Endah melenguh, "Uuhh sedapnya," dan pantatnya maju-mundur menggeruskan vaginanya di atas mulutku. Terus di gerus-geruskan bibir vaginanya ke mulutku dan terasa cairan-cairan dari dalam vaginanya meleleh masukk. Lidahku aktif menjilati lubangnya dan klitorisnya yang sebesar kacang ijo. Bu Etty sih sebesar kacang merah nongol. Bu Ingit sementara hanya berputar di atas kepala penisku. Telapak tangannya bertopang di atas pahaku dan sambil meraba-raba dengan halus. Gilaa.. pahaku digarisnya dengan kukunya yang panjang, "Alamakk.. gelii Bu.."
Bu Etty menungging dan merangkak ke dekat pantatku dan mulutnya mulai menjilat-jilat daerah yang digaruk-garuknya tadi, sekarang dijilatnya dengan lidahnya yang hangat, dan buah zakarku dikulum-kulum seperti lagi makan cupacup dan dijilatnya pelan-pelan seperti orang makan biji salak. Akhirnya aku tidak kuat lagi dan pantatku kunaikkan, kakiku mengejang. Bu Inggit terkejut dan cepat ia membenamkan penisku dalam-dalam dan diputir-putirnya pantatnya sampai kandas dan seketika letupan orgasmeku membanjir deras di dalam vagina Bu Inggit dan Bu Inggit sendiri menggarukkan klitorisnya di batangku dengan cepat dan pantatnya yang sintal berputar-putar, sebentar kemudian ia pun menahan jeritannya, "Ahh.." kemudian diangkatnya naik-turun, aku melihat bibir vaginanya keluar-masuk merekah belah oleh batang penisku yang basah mengkilap. Bulu kemaluannya basah kuyup dan bersatu. "Uukhh.. Ahh.."
Bu Inggit kemudian bangkit dan "Plop," bunyi waktu penisku masih setengah tegang lepas dari genggaman erat vaginanya. Spermaku meleleh sepanjang pahanya yang putih. Bu Etty masih di bawah situ mengecup buah zakarku dan tertetes-tetes di pipinya beberapa gumpalan spermaku. Kami terengah-engah semua dan aku merasa nikmat yang luar biassa. Sepanjang beberapa jam itu aku gantian ditunggangi oleh Bu Endah kemudian terakhir Bu Etty, karena dia nyonya rumah jadi terakhir. Aku sendiri di servis demikian merasa sesuatu pengalaman yang lain dari yang lain. Belum pernah aku dimanjakan oleh 3 wanita sekaligus begitu. Malam itu aku ketiduran di antara ketiganya dalam keadaan telanjang bulat.
TAMAT
"Tapi enak kan ya Mbak, capek tidak Mbak?"
"Nggak Mas To.." sergahnya dengan cepat.
"Sudah, entar tidur di sini saja deh Mbak Icih," bujukku dengan penuh rencana.
"Entar saya kasih tahu Bu Etty atau Tante Ida kalau mereka pulang, aku bilang takut sendirian di sini."
"Hi hi hi, mana mereka percaya Mas To.. mereka juga tahu lah..paling entar Bu Etty bilang biar dia yang temenin.. hi hi hi.. " cekikan Mbak Icih menggodaku.
"Atau Mbak dan Bu Etty yang tidur di sini Mas To.."
Eh ini orang jahil pisan.
"Tapi pasti dikasih deh.." ujarnya lagi.
"Saya mandi dulu ya Mas To. Apa mau sama-sama mandi," godanya lagi.
"Sudah deh Mas To, istirahat dulu kan sudah 2 hari ini capek," lho kok dia tahu saja ya, padahal kemarin kan dia tidak lihat. Aku belum tahu dan tidak curiga lebih lanjut sampai beberapa waktu akhirnya aku mengerti, itu cerita lain lagi yang seru juga.
Aku manggut saja, memang remuk rasanya badanku terasa juga, dan dengan gontai aku masuk ke kamar dan aku juga mandi. Penisku kelihatan merah tua sekali kepalanya dan sekitar kulit di kepala penis kelihatan agak seperti lecet tapi aku tidak merasa sakit malah "baal", kebanyakan kali ya. Hmm, kemarin pagi aku masih perjaka, luar biasa nasibku dalam 2 hari aku main dengan 3 cewek hebat-hebat. Sambil mandi aku melamun kenapa tidak dari dulu ya, tapi ya sudah memang jalannya gitu barangkali, batinku.
Setelah mandi aku baring-baring tetap telanjang, tidak ada siap siapa. Maksudnya menunggu Mbak Icih mandi dan Ibu Etty cs balik, kan aku mesti menelepon mereka. Eh, baru 3 menit aku ketiduran, bangun-bangun aku kaget sekali karena sudah tengah malam. Aku bangun dan kulihat Mbak Icih masih nonton TV, hanya pakai sarung dikembenin t-shirtnya entah kemana. Bahunya kuning bersih dan pinggang dan pinggulnya seksi sekali dilihat dari belakang.
"Mbak sudah makan?"
"Sudah Mas To, dan tadi Bu Etty ke sini, saya sudah kasih tahu juga, Mas To takut sendiri."
"Apa kata Bu Etty?" tanyaku ingin tahu.
"Kata Ibu ya sudah temenin saja. Dan mereka katanya mau tidur juga capek."
"Mas To mau makan lagi apa? Mbak gorengin nasi mau, mesti makan telor Mas, buat nambah tenaga," katanya sambil senyum nakal.
Aku rasanya lesu dan lemas badanku.
"Tidak usah Mbak Icih, aku mau tidur lagi.. tapi Mbak Icih tidurnya ditempat saya ya.. kan ranjangnya besar sekali."
"Ah malu Mas To.."
"Duh Mbak, apanya lagi yang malu, kan tidak ada siapa-siapa."
"Iya deh Mas To, entar Mbak mau nonton dulu ini sinetron ya.."
Sialan sinetron jelek dia mau nonton, mana ada sih sinetron kita yang bagus, bukan sekalian bikin film biru munafik deh.
Besoknya pagi-pagi telepon membangunkan aku, "Kringg.."
"Ya hallo," sambutku.
"Oh Toto ini Tante Ida, kamu lagi sibuk tidak? Bisa ke rumah Tante sekarang?"
Kontan saja mendengar suaranya si buyung mulai menggeliat. Dasar ngeres dan sudah ngerti.
"Tentu Tante, aku ke sana sekarang ya," jawabku dengan gembira ria.
Setiba di rumahnya, Tante Ida sudah cantik berpakaian rapi mau pergi. Aku agak kecewa dan ia melihat itu.
"To, aku perlu pergi ke kantor Oom mau ngambil gaji. Dan sebentar lagi Ibu Etty pulang arisan dan dia lupa bawa kunci. Mbak Icih lagi nganter anak-anak ke pesta temen sekolah Ita. Kamu tidak keberatan kan jagain sebentar, paling seperempat jam lagi pulang kok Bu Etty," ujarnya sambil memeluk pundakku.
Susunya nyengsol-nyengsol menyentuh lenganku. Uhh, sudah ingin remas saja deh, dan si buyung sudah separuh naik. Sialan hanya mau diminta menunggu rumah, batinku. Tadinya aku ingin tidur siang. Capai, habis krida hari ini.
Ya deh Tante Ida, tapi entar aku minta oleh-oleh ya," kataku sambil meraba pantatnya dan seketika Tante Ida menggelinjang geli dan ia memeluk erat.
"Iya.." desahnya basah di daun telingaku.
"Aduh gelinyaa.."
Si "Ujang" langsung naik. Kumasukkan tanganku dari bawah blusnya dan kuremas-remas bagian bawah buah dadanya. Biar minta bonus sedikit, dan penisku kutempelkan di paha atas si tante biar dia tahu aku sudah siap. Tante Ida melenguh dan, "To, aku mesti pergi, entar telat, kasirnya tutup nih," dan ditariknya tanganku lembut dan dengan terengah-engah ikut nafsu juga. "To, Tante usahakan pulang secepatnya deh, kamu sabar ya," lenguhnya berusaha melepaskan remasanku.
Tapi sambil kepingin diteruskan juga sepertinya. Akhirnya lepas juga sambil terengah-engah dan parasnya merona merah Tante Ida keluar, jalannya agak terhuyung-huyung. Aku jamin celana dalamnya sudah basah lembab tuh. Tinggal aku sendirian. Ya sudah aku ambil majalah lagi dan aku baring-baring baca di kursi malas di kamar tamu. "Ahh.." aku meronta-ronta dan kok keras amat si buyung dan terasa disedot-sedot orang. Wah rupanya aku ketiduran dan mimpi, kupikir. Waktu kubuka mata aku terkejut melihat wajah tak kukenal, dan astaga aku sudah telanjang bulat. Tanganku terikat ke atas di kursi malas dan penisku sedang dilumat-lumat. Aku tak tahu siapa satu lagi wanita, aku hanya melihat kepalanya dan punggungnya telanjang. Kakiku, kakiku, walah terikat juga ke kiri dan kanan kursi malas. Aku masih setengah mengantuk dan bingung, sakit kepalaku rasanya terbangun tiba-tiba. Akhirnya aku sadar betul dan ketika kupalingkan muka ke kanan ada Bu Etty dan dan dia sudah bulat-bulat juga telanjang. "Bu.. saya diapakan ini," kataku sambil nyengir keenakan. "Diam saja dah kamu," kata Bu Etty tersenyum Ia bertolak pinggang dan duh buah dadanya menantang betul. Tapi tanganku tidak bisa mencapainya. Ini siapa Bu semuanya, saya mau diapakan sih?" Buah zakarku terasa geli sekali digaruk-garuk kuku wanita yang menyedoti penisku.
Aku menggelinjang geli, dan Bu Etty meraba puting susuku. "Ahh.. enakk.." dan tersiksa betul rasanya tanganku tidak bisa aktif, sudah ingin betul meremas susu Bu Etty yang gundal gandul di dekat bahuku. "Ini temen-temen Ibu, To. Bu Endah dan Bu Inggit. Kita tadi ngeliat kamu ketiduran dan ya seperti Ibu bilang ini temen-temen ibu itu lho," katanya sambil menggeserkan buah dadanya di dadaku. Putingnya ditekannya ke putingku. Enak, empuk, hangat, dan seketika aku tambah bingung, lha tapi kenapa saya diikat. "Ya, kata Bu Etty kan kemarin itu kamu ngikat Mbak Icih. Ha ha.. ha.. nah kami tadi iseng pengen ngerjain kamu nih To."
Hisapan Bu Endah terasa tambah menghebat, lidahnya berputar-putar di sekitar kepala penisku dan aku sudah tidak kuat lagi mau meledak. Dan kuangkat pantatku agar masuk lebih dalam. "Ehh.." Bu Endah malah berdiri dan melepaskan mulutnya. Wah tergantung aku. Dengan terengah-engah aku bilang, "Bu tolong dong Bu sedot lagii.. sudah mau muncrat nihh.. Buu.." Bu Endah, Bu Etty dan Bu Ingit tertawa ramai-ramai, dan aku belum sempat memperhatikan seksama buah dada mereka kontal kantil terguncang-guncang karena mereka tertawa melihat aku yang seperti cacing kepanasan. Mataku masih sepet dan berkunang-kunang dari ketiduran tadi. Bu Ingit kemudian mendekat dan mengangkang. Pantatnya mengarah ke mukaku dan ia mulai turun sambil memegang batang penisku, digosok-gosoknya ke mulut liang vaginanya dan aku mendesah lagi, karena enak sekali dan aku sudah siap meledakkan orgasmeku. Bu Endah menggosokkan buah dadanya ke mulutku yang langsung kontan saja aku sergap, dan putingnya kuhisap dan lidahku berputar-putar di kacang keras itu.
Bu Endah merem melek dan kulit buah dadanya yang bening kelihatan garis-garis hijau biru halus dan meremang pori-porinya. Bu Ingit masih hanya memasukkan separuh kepala penisku dan senut-senut kempotan bibir mulut vaginanya hangat dan enak sekali. Aku rasanya mau gila karena kenapa dia tidak memasukkan semuanya, aku berusaha menaikkan pantatku tapi Bu Ingit selalu menjaga jaraknya. Kurang ajar, dalam hatiku dan aku rasanya mau menjerit tapi mulutku disumpal buah dada kenyal. Kuku tajam jari Bu Etty terasa mulai menggaruk di sekitar duburku dan buah zakarku, menambah kebinalan di dalam otakku yang sudah tak bisa berpikir lagi. Aku hanya terengah-engah dalam siksaan ketiga ibu-ibu sexy sintal ini. Bisa dibayangkan, tidak semua mereka telanjang bulat (aku juga) dan aku tidak bisa semauku. Keningku terlihat kencang mengejang dan urat-urat dahiku keluar semua. Aku menggeram, "Ahh.. Ayo Buu.. aku pengen, tolong dong.. masukkin Bu.." Bu Endah menarik buah dadanya dan ia berlutut dan diturunkannya vaginanya ke mulutku, aku tak berdaya dan bau harum aku rasakan keluar dan hawa panas hangat dari vaginanya yang lembab.
Aku ulurkan keluar lidahku dan kujilat-jilat, Bu Endah melenguh, "Uuhh sedapnya," dan pantatnya maju-mundur menggeruskan vaginanya di atas mulutku. Terus di gerus-geruskan bibir vaginanya ke mulutku dan terasa cairan-cairan dari dalam vaginanya meleleh masukk. Lidahku aktif menjilati lubangnya dan klitorisnya yang sebesar kacang ijo. Bu Etty sih sebesar kacang merah nongol. Bu Ingit sementara hanya berputar di atas kepala penisku. Telapak tangannya bertopang di atas pahaku dan sambil meraba-raba dengan halus. Gilaa.. pahaku digarisnya dengan kukunya yang panjang, "Alamakk.. gelii Bu.."
Bu Etty menungging dan merangkak ke dekat pantatku dan mulutnya mulai menjilat-jilat daerah yang digaruk-garuknya tadi, sekarang dijilatnya dengan lidahnya yang hangat, dan buah zakarku dikulum-kulum seperti lagi makan cupacup dan dijilatnya pelan-pelan seperti orang makan biji salak. Akhirnya aku tidak kuat lagi dan pantatku kunaikkan, kakiku mengejang. Bu Inggit terkejut dan cepat ia membenamkan penisku dalam-dalam dan diputir-putirnya pantatnya sampai kandas dan seketika letupan orgasmeku membanjir deras di dalam vagina Bu Inggit dan Bu Inggit sendiri menggarukkan klitorisnya di batangku dengan cepat dan pantatnya yang sintal berputar-putar, sebentar kemudian ia pun menahan jeritannya, "Ahh.." kemudian diangkatnya naik-turun, aku melihat bibir vaginanya keluar-masuk merekah belah oleh batang penisku yang basah mengkilap. Bulu kemaluannya basah kuyup dan bersatu. "Uukhh.. Ahh.."
Bu Inggit kemudian bangkit dan "Plop," bunyi waktu penisku masih setengah tegang lepas dari genggaman erat vaginanya. Spermaku meleleh sepanjang pahanya yang putih. Bu Etty masih di bawah situ mengecup buah zakarku dan tertetes-tetes di pipinya beberapa gumpalan spermaku. Kami terengah-engah semua dan aku merasa nikmat yang luar biassa. Sepanjang beberapa jam itu aku gantian ditunggangi oleh Bu Endah kemudian terakhir Bu Etty, karena dia nyonya rumah jadi terakhir. Aku sendiri di servis demikian merasa sesuatu pengalaman yang lain dari yang lain. Belum pernah aku dimanjakan oleh 3 wanita sekaligus begitu. Malam itu aku ketiduran di antara ketiganya dalam keadaan telanjang bulat.
TAMAT