Pengalaman Lain Dengan Tante Rissa - 2

Tante Yola pun menjelaskan. Ternyata seperti permainan lucky draw. Dalam satu Pak kartu itu ada 2 joker. Joker hitam putih berarti kartu “truth”, dan joker berwarna berarti kartu “dare”. Kartu-kartu itu dibagikan ke semua pemain dengan jumlah tertentu. Jika ada pemain yang mendapatkan kartu “truth”, maka dia harus menceritakan salah satu pengalaman seksnya dengan detil. Dan jika si pemain mendapat kartu “dare”, maka dia harus bersedia melepas salah satu atribut yang melekat di tubuhnya, bisa pakaian atau aksesoris. Itu permainan truth or dare versi Tante Yola. Aku tidak tau apakah sama dengan permainan truth or dare pada umumnya.

Permainan pun dimulai. Kami berenam duduk membentuk lingkaran. Kelima wanita itu ditemani botol-botol minumannya, hanya aku saja yang ditemani segelas orange juice. Tante Yola yang pertama kali mengocok kartu membagikan kepada kami. Aku melihat kartu-kartu yang dibagikan kepadaku. Jantungku semakin berdebar. Kami semua mengangkat kartu dan memeriksanya. Semuanya senyum-senyum sendiri.
“Oke, buka!” seru Tante Yola.
Kami pun langsung meletakkan kartu di atas lantai dalam keadaan terbuka. Tante Yola memeriksa kartu-kartu kami. Ternyata tidak ada satupun yang mendapat kartu “truth”, atau kartu “dare”. Permainan diulang lagi. Kartu dikocok dan dibagikan.
“Oh.. shit..!” tiba-tiba Tante Shinta berteriak. Kami pun mulai tertawa-tawa.
“Oke buka!” seru Tante Yola lagi.

Dan betul, Tante Shinta kebagian mendapat kartu “dare”. Artinya wanita itu harus melepas salah satu atribut yang melekat di tubuhnya. Dan karena satu-satunya pakaian luar yang dikenakan adalah gaun terusan, aku pikir wanita itu akan melepas gaunnya atau perhiasan yang melingkari bagian-bagian tubuhnya. Namun dalam keadaan mabuk rasanya mustahil kalau Tante Shinta hanya berani melepas perhiasannya.

Dugaanku meleset! Tante Shinta tidak melepas gaun terusannya, dan tidak juga perhiasannya. Lebih gila dari yang kuduga, wanita itu langsung melepas celana dalamnya yang dapat dicopotnya dengan mudah dari bawah terusannya.
“Woowww..”, keempat wanita yang lain bersorak dan bertepuk tangan.
Aku pun ikut bertepuk tangan. Permainan pun berlanjut. Karena memegang kartu “dare”, otomatis Tante Shinta juga yang mengocok kartunya. Putaran kedua, Tante Yola mendapat kartu “truth”, dan Tante Irene mendapat kartu “dare”. Tante Yola pun bercerita tentang perselingkuhannya dengan salah seorang eksekutif muda yang dikenalnya di kafe. Ternyata Tante Yola pandai sekali bercerita dengan detil. Kami sampai horny mendengarnya. Setelah selesai bercerita, giliran Tante Irene yang harus melepas atributnya. Wanita itu melepas stocking semi transparan yang sejak tadi membungkus kakinya. Gila, ternyata kakinya lebih putih dari yang kulihat. Aku tak menyangka kalau tadi Tante Irene mengenakan stocking, karena kulihat paha Tante Irene sudah putih.

Putaran berikut hanya keluar kartu “truth”. Tante Rissa yang mendapat kartu tersebut malah bercerita saat berselingkuh dengan aku. Lucu sekali, keempat sahabatnya mendengar cerita Tante Rissa sambil sesekali senyum-senyum dan melirik ke arahku. Berikutnya aku mendapat kartu “dare”, dan Tante Shinta mendapat kartu “truth”. Tante Shinta pun bercerita tentang pengalaman selingkuhnya dengan kakak iparnya yang masih keturunan Pakistan asli. Selesai tante Shinta bercerita, aku pun tanpa beban melepas kemeja yang melekat di tubuhku diiringi sorakan kelima wanita itu. Selanjutnya Tante Yola mendapat kartu “dare”. Wanita itu melepas celana suteranya hingga terlihat kakinya yang hitam legam, namun mulus.

Permainan bergulir terus. Satu persatu pakaian-pakaian yang melekat di tubuh kami mulai terlepas. Dan aku heran kenapa tak satupun dari mereka yang melepas perhiasannya. Mereka lebih rela melepas pakaiannya ketimbang mencopot gelang emasnya.
Tante Lisbeth yang lebih dulu tampil tanpa sehelai benang pun. Birahiku semakin naik ketika menyaksikan wanita bertubuh putih mulus itu melepas celana dalamnya yang menjadi pembungkus tubuhnya yang terakhir. Gila, betul-betul mulus. Meskipun terlihat sedikit lemak di beberapa bagian namun secara keseluruhan betul-betul membuat gairahku naik.

Orang kedua yang “terpaksa”, tampil bugil adalah Tante Shinta. Wanita ini sedikit aneh karena sejak awal malah melepas pakaian dalamnya lebih dulu. Sehingga begitu wanita ini melepas gaun terusannya, tubuh mulusnya langsung terlihat jelas. Dan aku terkejut sekali melihat sesuatu yang berkilat di tengah-tengah kemaluannya yang hanya berbulu sedikit itu. Ooppss.. ternyata Tante Shinta memasang anting di bibir kemaluannya. Berikutnya yang jadi korban adalah Tante Yola. Baru kali ini aku melihat wanita berkulit hitam legam dalam keadaan telanjang bulat di depan mataku. Ternyata sexy juga. Apalagi tubuh Tante Yola sangat mulus dan terawat.

Permainan selesai ketika Tante Shinta tidak memiliki apa-apa lagi untuk dilepas. Aksesoris yang melekat di tubuh bugilnya satu persatu pun lepas. Permainan pun selesai.
“Asyiikk.. aku yang menang..”, seru Tante Rissa kegirangan.
Di akhir permainan hanya wanita itu yang masih berpakaian cukup “lengkap”. Bra, celana dalam dan stocking hitam masih melekat di tubuhnya yang putih mulus. Aku sendiri hanya menyisakan selembar celana dalam. Tante Irene juga hanya bercelana dalam saja, sementara payudaranya yang masih bulat dan montok itu terayun-ayun sejak tadi.
“Uuuhh.. dasar, curang ah.. curang..”, seru Tante Shinta sambil merajuk.
“Iya nih nggak adil, ayo buka semuanya..”, timpal Tante Lisbeth.
Tiba-tiba ketiga wanita yang sudah bugil itu menghampiri Tante Rissa.
“Ehh.. ehh.. apa-apaan nih, curang ah..”, seru Tante Rissa. Wanita itu kelabakan ketika Tante Lisbeth, Tante Shinta dan Tante Yola mengepung dan menelanjanginya. Aku dan Tante Irene tertawa menyaksikan pemandangan itu. Tante Rissa sampai merangkak-rangkak menghindari Tante Lisbeth yang bernafsu menangkapnya. Tante Yola yang mendekapnya dari belakang dengan mudah melepas bra yang menutup payudara Tante Rissa. Sementara Tante Shinta berusaha menarik celana dalam yang melingkari selangkangan Tante Rissa.

Akhirnya wanita itu tak kuasa menahan “amukan”, ketiga sahabatnya. Dalam waktu singkat, kondisinya pun tak jauh beda dengan ketiga temannya yang lebih dulu bugil. Aku dan Tante Irene sampai sakit perut karena tertawa terpingkal-pingkal.
“Eit.. jangan seneng dulu, sekarang giliran kalian..”, seruan Tante Lisbeth tiba-tiba menghentikan tawaku dan Tante Irene. Kami berdua saling berpandangan.
“Kabur..!” seruku.
Kemudian kami berdua pun berlari berpencar. Tante Irene masuk ke dalam kamarnya dan aku lari ke ruang tamu. Tante Rissa dan Tante Yola mengejar tante Irene ke dalam kamar, sedangkan Tante Lisbeth dan Tante Shinta mengejarku ke ruang tamu.
Setelah berkali-kali muter-muter di meja tamu, akhirnya aku pasrah di salah satu sudut sofa. Setengah meronta, aku merelakan Tante Shinta meloroti celana dalamku, sementara Tante Lisbeth memegangin kedua tanganku. Aku pun mendengara suara teriakan-teriakan yang seru dari dalam kamar Tante Irene.

Tante Shinta dan Tante Lisbeth lantas menggeretku ke dalam kamar Tante Irene. Di dalam aku melihat tubuh molek Tante Irene yang tergeletak pasrah di atas ranjang dengan kedua tangannya dipegangi Tante Rissa dan Tante Yola. Tante Shinta dan Tante Lisbeth lantas menghempaskan tubuhku ke atas ranjang. Mereka tertawa-tawa.
“Nah kalo gini kan adil hihihihi..”, seru Tante Lisbeth.
Aku tak ingat siapa yang memulai yang jelas detik berikutnya canda tawa itu berubah menjadi ajang pesta orgy di antara kami.
Tante Shinta memeluk tubuhku yang tergeletak di ranjang. Kemudian dengan penuh nafsu wanita itu langsung melumat bibirku tanpa kompromi. Sementara di bawah sana aku merasakan basahnya lidah Tante Lisbeth dan Tante Irene yang asyik menjilati batang penisku yang sudah tegang sejak tadi. Ugghh.. nikmat sekali.

Sambil berciuman, aku melirik Tante Rissa dan Tante Yola yang asyik berduaan. Tante Rissa yang bersandar di ranjang membiarkan kemaluannya dilumat Tante Yola. Aku melihat pemandangan itu dengan penuh nafsu. Sementara Tante Shinta sudah asyik menjilati leher, telinga dan dadaku. Nafsu yang semakin memuncak menuntunku untuk meraih tangan Tante Rissa yang mulus itu. Aku jilati jemarinya yang lentik. Tante Rissa yang mengetahui hal itu langsung membalikkan tubuhnya ke arahku dan kami pun asyik berciuman.
“Mmmhh.. ssllpp.. mmhh.. nggak nyesel kan ikutan sama kita-kita hihihi.. mm..”, seru Tante Rissa di sela-sela lumatan bibirnya.
Aku hanya bisa mengangguk. Kulihat Tante Yola masih asyik menjelajahi daerah sensitif Tante Rissa.

Tiba-tiba Tante Irene meninggalkan Tante Lisbeth yang sedang asyik melumat penisku. Kulirik wanita itu keluar kamar. Tak lama kemudian Tante Irene kembali dengan beberapa sex toy. Keempat wanita yang sedang asyik orgy denganku tiba-tiba beralih perhatian kepada Tante Irene.
“Hei.. hei.. liat nih aku bawa apa..”, seru Tante Irene.
Keempat sahabatnya menyambut dengan penuh nafsu.
“Aahh.. ini dia yang ditunggu-tunggu..”, mereka bersorak ribut sekali.
Tante Irene langsung menghamparkan alat-alat itu di atas ranjang. Aku melihat ada beberapa vibrator dengan berbagai bentuk, berikut dengan cairan pelicinnya. Ada juga alat yang baru kali ini aku lihat. Seutas tali yang panjangnya kira-kira setengah meter, dan di sepanjang tali itu ada beberapa bola kecil dari bahan gel padat tersusun dengan jarak yang sama. Ada yang bolanya sebesar kelereng, dan ada juga yang bolanya sebesar bola golf. Di ujung tali ada kotak seukuran pemantik api dengan beberapa tombol kecil. Aku sama sekali tidak mengerti apa gunanya.

Kelima wanita itu berebutan memilih alat yang mereka suka. Tante Rissa mengambil sebuah vibrator dengan warna pink transparan. Panjangnya kira-kira 20 centimeter. Lentur sekali sehingga bisa melenting ke segala arah. Kemudian dengan gaya yang erotis dan dibuat-buat, Tante Rissa mengambil sebotol cairan pelicin dan meneteskannya ke ujung vibrator itu. Terlihat cairan itu menjalar ke beberapa bagian vibrator.
“Heii.. who wants to be the first..”, serunya kepada keempat sahabatnya.
Tante Irene yang paling antusias.
“Aahh.. aku dulu dong..”, seru Tante Irene.
Wanita itu lantas merebahkan tubuh mulusnya di atas ranjang dengan posisi telentang, sementara kedua kakinya yang putih dibukanya lebah-lebar. Sambil tersenyum Tante Rissa menghampiri vagina Tante Irene yang hanya ditumbuhi sedikit bulu itu.
“Hmm.. vibratornya sih udah licin, tapi pasti lebih asyik kalo pake pelicin yang alami.. mmhh.. ssllpp..”, Tante Rissa langsung menjilati vagina Tante Irene dengan buas.
Yang dijilat spontan terkejut. Tubuhnya mulai menggelinjang menahan rasa nikmat.

Tante Yola yang berada tak jauh dari Tante Irene mengambil sehelai bulu angsa, kemudian digelitiknya tubuh Tante Irene dengan bulu itu. Tentu saja Tante Irene semakin kelojotan.
“Ssshh.. aahh.. oohh kamu gila ya La.. sshh..”, bibir sexynya tak henti-henti mengerang menahan nikmat.
Tante Yola yang melihat bibir Tante Irene terbuka langsung melumatnya dengan bibirnya yang masih tersapu lipstik warna gelap itu. Uhh.. betul-betul pemandangan yang membuat urat nafsuku semakin naik.

Tiba-tiba Tante Shinta mengambil seutas tali yang diselingi butiran-butiran yang kulihat tadi. Aku jadi penasaran, gimana sih menggunakan alat yang ini. Tante Shinta kemudian mengangkat sebelah kaki Tante Yola. Wanita berkulit hitam itu melirik sebentar dan tersenyum.
“Oowww.. not that toy again Shin..”, serunya manja.
Tante Shinta tak peduli. Dibasahinya tali berbutir itu dengan cairan pelicin, kemudian satu demi satu Tante Shinta memasukkan butiran-butiran sebesar bola golf itu ke dalam vagina Tante Yola.
“Ughh..”, desah Tante Yola setiap kali butiran itu dimasukkan ke dalam vaginanya.
Setelah seluruh butiran yang berbaris di tali itu masuk ke dalam vagina Tante Yola, Tante Shinta mulai memainkan tombol-tombol yang ada di ujungnya.
“Aaahh.. Shintaa.. sshh..”, tiba-tiba Tante Yola menggelinjang cukup hebat.
Keempat sahabatnya cekikikan melihat reaksinya, termasuk Tante Irene yang sedang dioral oleh Tante Rissa. Aku baru mengerti cara kerja alat itu. Tante Shinta tampak asyik sekali ngejain Tante Yola. Aku pun mulai tak tahan untuk ikut bergabung. Tante Shinta yang asyik ngerjain Tante Yola tampaknya agak “lengah”, dengan tubuhnya. Dengan birahi yang sudah ke ubun-ubun, aku langsung memeluk kedua belah paha Tante Shinta yang mulus, dan langsung menyambar vagina yang masih rapat itu dengan lidahku.

Tante Shinta hanya menengok sejenak dan mengusap-usap kepalaku sambil tersenyum. Kemudian wanita itu asyik lagi dengan permainannya. Aku semakin bernafsu melumat vagina Tante Shinta yang kenyal itu. Ughh.. betul-betul nikmat. Sementara Tante Lisbeth yang sedari tadi berada di dekatku mulai merayapi pahaku. Ahh.. lembut sekali kulitnya. Aku bisa merasakannya di sekujur kakiku. Hingga akhirnya wanita keturunan Chinese itu menggenggam batang penisku yang sudah sejak tadi tegang. Dijilatinya buah pelirku. Hmm.. lidah Tante Lisbeth betul-betul lihay.