Dengan uang satu juta yang kujanjikan, Edi kembali mengeluarkan batang kontolnya dari dalam celana, dan aku menikmatinya. Kokocok-ngocok batang kontolnya dengan mulutku, membetotnya, menikmati daging kenyal tersebut senti demi senti, menjilatinya hingga batang kontolnya basah oleh air lidahku.
Kontol Edi kembali kulumat hingga tenggelam sampai ke pangkalnya. Kugerakkan lidahku agar laki-laki tersebut merasakan hisapanku. Desahan Edi tenggelam tak terdengar sama sekali di antara suara sound system bioskop yang kencang.
Aku merasakan kalau mani Edi telah muncrat di dalam mulutku hingga tubuhnya mengejang, kakinya merenggang, menahan puncak kenikmatan yang dia rasakan. Aku menjilati batang kontolnya hingga licin, tidak ada mani yang tertetes, maninya yang kental kulahap semuanya. Akhh.. enaknya.. Aku beralih ke Anton, ingin juga merasakan kontolnya, kuremas-remas. Anton hanya diam menatapku
"Om akan memberimu satu juta", ucapku sambil mengerlingkan mata kananku.
"Keluarkan totong lo, Om rasa sudah tidak tahan mengisapnya".
Anton mengeluarkan batang kontolnya yang panjang dan diameter kontolnya tidak begitu besar. Kembali mulutku langsung mencaplok batang kontol Anton dan menarik-nariknya sesaat, lalu kukocok-kocok di dalam mulutku. Saat Edi kembali dari toilet, melihatku yang lagi asyik mengisap-isap kontol Anton, dengan tenang duduk dan menikmati film kembali.
Anton mendesah kegelian, saat batang kontolnya kujepit dengan kedua bibirku, tanganku masuk ke dalam kaosnya dan mengelus-elus dadanya, memegangi puting teteknya.
"Akhh.." desahnya.
"Enak..? Nikmat..?", tanyaku melepas kontolnya sesaat dari mulutku dan kembali kulumat lagi sampai ke pangkalnya.
"Akhh..", Anton akhirnya tidak mampu menahan kenikmatan dan kegelian yang luar biasa, mulutku terasa di semprot dengan air maninya yang banyak.
Edi dan Anton setuju ikut bersamaku kembali menghabiskan malam panjang ini bersama-sama saling bercumbu dan menikmati petualangan sex sesama lelaki, sementara Bambang hanya diam saja dengan tatapan kosong, yah laki-laki tersebut sudahh di bawah penguasaanku, di bawah kontrolku, di bawah pengaruh hipnotisku. Aku mengajak mereka ke rumahku yang berjarak ratusan kilometer dari tempat tinggal mereka. Pembantu setiaku Nano, menyambut kami.
"Anak baik", ucapku mengelus pipinya, laki-laki tersebut begitu manis, dengan usia 23 tahun, tampan, dengan badan bulat berisi, pembantu dan sekaligus merangkap istriku.
Aku mengajaknya tinggal bersamaku saat aku menemuinya di terminal bus antar kota, kebingungan sendirian dan tidak mau bertanya, mungkin malu, saat kuhampiri dan menanyakan tujuannya, dia menggelengkan kepalanya, tujuannya mencari kerja di kota tanpa sanak keluarga di sini. Aku mengajaknya tinggal bersamaku. Aku tersenyum saat melihat Nano yang terkagum-kagum melihat rumahku.., "Wah, besar, bagus, bagus sekali rumah Om ini", ucapnya.
Nano mengikutiku masuk ke dalam kamar, dan menyuruhnya untuk membersihkan tubuhnya yang bau oleh keringat, aku menunjukkan kamar mandi yang berada di dalam kamarku. Nano kembali menemuiku.
"Om, airnya habis", ucapnya polos, aku tersenyum dan menghantarkan Nano kembali ke kamar mandi tersebut. Kuputar keran yang berada di bathtub, merasakan campuran air panas dan dingin dari kedua keran yang kubuka.
"Nah, sudah ada airnya khan?", ucapku tersenyum menatap Nano yang juga tersenyum.
"Maklum wong dusun, Om", ucapnya.
"Sini, Om bantu, membuka baju kamu"
Aku membuka kaosnya yang entah sudah berapa hari tidak diganti, bau keringatnya masih terasa. Celana jeans yang dikenakannya juga aku buka.
"Akh, isin (malu) Om", ucapnya polos saat aku ingin membuka kolornya.
"Yah sudah, kamu mandi saja dulu"
"Gayungnya mana Om?", tanyanya lagi.
"Yah, endak usah pake gayung, langsung saja nyebur ke bathtub itu", ucapku sambil tersenyum.
Aku kembali lagi melihatnya yang sedang duduk di bathtub, sambil mencipratkan air ke sekujur tubuhnya. Aku tertawa kecil melihatnya, tersenyum, mendekatinya, membuka celana pendekku dan masuk ke dalam bathtub dengan bertelanjang bulat dan merangkul badannya.
"Kenapa kolornya tidak dibuka?", tanyaku sambil tersenyum.
"Isin, Om", jawabnya lagi.
"Ah, tak perlu malu", ucapku, memintanya untuk berdiri dan tanganku memerosotkan kolornya. Laki-laki tersebut malu-malu saat aku memegang kontolnya yang panjang dan masih tidur itu.
"Ah, begini khan enak, nyaman khan?", ucapku, menyuruhnya untuk duduk kembali dan menyabuni seluruh tubuhnya dengan sabun cair. Aku memberi shampoo pada rambutnya yang ikal dan sedikit panjang.
"Bagaimana? Segar kan?", tanyaku.
"Iya, Om", jawabnya malu-malu.
"Mulai sekarang, panggil saya Ayah, Nano saya anggap sebagai anak angkat, mau?", tanyaku lagi memandang wajahnya yang oval dan begitu tampan. Nano mengangguk dan beberapa kali mengucapkan terimakasih kepadaku.
Tanganku kembali mengusap-usap punggungnya, menyikatnya dengan spons, memintanya berdiri karena aku akan menyabuni kedua kakinya. Nano menurut, kedua pahanya yang sedikit besar aku sabuni, kedua pantatnya mendapat giliran, aku meremas-remas kedua pantatnya, dan pada belahan pantatnya, hem, sangat kenyal, hingga aku terangsang dan totongku bereaksi, menjadi tegang, bertambah panjang dan membesar. Saat Nano membalikkan badannya, saat itu kontolnya bereaksi bertambah besar dan panjang, aku tersenyum melihat anak tersebut yang menjadi tersipu malu. Kontolnya persis berada di depan mukaku.
"Terangsang yah", sindirku, Nano bertambah malu.
"Tidak, perlu malu, Ayah suka kok dengan kontol Nano ini", ucapku, dan langsung memegangnya, meremas-remasnya, mengocok-ngocok batang kontolnya yang panjang melebihi kontolku.
Aku semakin geram melihat batang kontolnya dan langsung kutelan, kujilati, kukocok-kocok dengan mulutku.
"Akhh.. Om", desah Nano di sela-sela keheranannya.
Aku terus mempermainkan kontolnya di mulutku. Jilatan lidahku dari ujung batangnya, dari kepala totongnya hingga ke pangkal batang kontolnya. Tubuh Nano sedikit limbung menahan kegelian, kenikmatan yang dia rasakan dan aku menyarankannya untuk duduk di sisi bathtub, dan kembali mengempot batang totongnya, menelannya, mengocok-ngocok kontolnya di dalam mulutku. Biji totongnya yang besar menggantung panjang, kutarik-tarik, sambil batang kontolnya tetap berada di dalam mulutku.
"Akhh.., aduh omm.." desah Nano.
"Enak..?", ucapku sambil tersenyum.
Nano hanya mengangguk. Kembali batang kontolnya kukocok-kocok dengan mulutku, dan mempercepat goyangan kepalaku maju mundur, agar batang kontolnya keluar masuk di dalam mulutku, sambil membetot batang kontolnya dengan kedua bibirku yang kukatupkan. Nano merasakan kegelian yang luar biasa dan aku langsung mengeluarkan batang kontolnya dari mulutku, menggenggam batang kontolnya erat yang sedang menyemburkan mani kental, sangat kental dan banyak. Aku menatapnya sambil tersenyum, melihat sisa-sisa maninya kembali keluar dari lubang kencingnya, aku langsung menjilati sisa mani tersebut hingga membuat tubuh Nano mengejang sesaat.
"Nikmat, sayang?", tanyaku.
Nano kembali mengangguk dengan malu. Aku masih meremas batang kontolnya dan berdiri, tanganku menarik batang kontolnya mengajaknya keluar dari bathtub, membalikkan tubuhnya ke arah tembok kamar mandi, meremas batang kontolku dan dengan pelan berusaha memasukan batang kontolku ke dalam lubang pantatnya. Blesszz, krkk, terdengar koyakan burit Nano saat kepala kontolku masuk ke dalam, aku menekan pantatku agar batang kontolku lebih masuk ke dalam, tidak menghiraukan jeritan Nano yang kesakitan, meminta ampun, aku terus melanjutkan permainanku, hingga batang kontolku lebih masuk ke dalam, dan kutekan pantatku kembali hingga membuat batang kontolku amblas seluruhnya di dalam pantatnya.
"Akhh.." Desahku menahan nafas, menikmati keperawanan lubang pantat Nano yang menjepit batang kontolku yang besar, perlahan aku menggerak-gerakkan pantatku.
"Aduh, Om, ampun, sakit.. Sakit..", jerit Nano. Aku terus dengan permainanku, goyangan pantatku semakin kupercepat, menyodok-nyodok lubang pantatnya..
"Hemm.. Hemm.. Akhh.. Akhh.. Akhh.." desahku tak beraturan menambah energiku untuk menyodomi anak lugu tersebut.
Kontolku terlepas dari lubang pantat Nano, dan aku menyuruh laki-laki tersebut untuk berbaring di lantai dan aku langsung menindih tubuhnya dan menyodomi buritnya kembali, rontaan Nano membuat kepuasan bagiku, kedua pahanya terbuka lebar dan aku semakin leluasa untuk menyodomi lubang pantatnya, menyodok-nyodok buritnya yang kini merekah lebar, hingga aku dapat menikmati kepuasan yang luar biasa hingga nafsuku terpenuhi.
"Akhh.." Aku terkulai lemas di samping tubuh Nano, laki-laki tersebut menangis terisak.
"Sudahlah", ucapku mengelus rambutnya.
Selesai mandi dan melampiaskan nafsuku, aku mengajak Nano makan makanan yang telah aku beli. Nano menyantap makanan tersebut dengan lahap. Dan selanjutnya pembaca bisa menebak apa yang kulakukan kembali kepada Nano, aku terus merenuk kepuasan dari anak polos tersebut berkali-kali, dan sebaliknya Nano juga aku ajarkan bagaimana cara memuaskan nafsunya dengan menyodomi buritku.
Hari-hari berikutnya, aku dan Nano kembali ngentot saling memuaskan nafsu kami berdua, di ranjang, di kamar mandi dan di mana saja di saat nafsuku memuncak bersama laki-laki tersebut. Untuk mencari variasi bersama laki-laki lain, aku keluar untuk mencarinya, menghipnotisnya, merampok uangnya, atau dengan membayar laki-laki tersebut dengan harapan nafsu sexku terpuaskan, yah seperti saat ini, aku lebih menyukai ngentot bersama laki-laki yang bukan karena pengaruh hipnotisku, karena aku bisa melampiaskan imajinasi sexku sepuasnya, menikmati kepuasan bersama-sama, saling bernafsu, saling bercumbu, saling terpuaskan, dan bersama-sama mencapai puncak kenikmatan.
Ketiga tamuku duduk dengan baik di sofa, Edi dan Anton memperhatikan rumahku dan mungkin kagum melihat isi rumahku yang komplit. Tak berapa lama kemudian aku kembali menjumpai mereka dengan memakai pakaian santai, kaos singlet dan celana pendek saja lalu duduk di antara Edi dan Anton. Nano membawakan kami beberapa krat bir dan menghidangkannya di depan, laki-laki tersebut memutarkan film yang enak ditonton, yaitu film porno homosex.
Tanganku sejak tadi sudah bermain-main di dada Edi, meremas-remasnya, menciumi lehernya sesekali. Edi merasa risih dengan kelakuanku, laki-laki tersebut menggerak-gerakkan badannya hingga cumbuanku sering menyerempet dan tidak mengenai ke sasaran. Laki-laki tersebut mungkin merasa malu atau karena belum biasa dicumbu oleh sesama laki-laki. Aku menghentikan permainanku, berdiri menarik tangan Bambang ke belakang dan kembali menemui mereka. Bambang kuperlakukan sebagai pancingan bagi Edi dan Anton agar tidak merasa malu dengan permainan yang akan kulakukan karena Bambang yang masih berada dalam hipnotisku bisa kuperintahkan untuk berbuat sekehendakku.
Sekembalinya aku menemui mereka, Bambang langsung menari-nari di depan kami dengan musik house yang di setel oleh Nano. Tarian Bambang semakin panas, laki-laki tersebut membuka kaosnya, meremas-remas kontolnya dan sesekali mengelus-elus badannya, hingga tarian Bambang terus memanas dan membuatku semakin terangsang, saat laki-laki tersebut membuka celana jeansnya bersamaan dengan kolor yang dikenakannya. Menari telanjang bulat di depan kami, Anton tertawa terbahak-bahak beberapa kali mengatakan Bambang gila dan sebagainya, Edi hanya tersenyum.
Bersambung . . . .