Setelah lewat beberapa waktu, tahun-tahun telah berlalu, aku teringat akan kisah petualanganku di Bali, yang hanya tinggal kenangan manis dan kapan akan terulang kembali aku tak tahu dan tak mengerti haruskah kisah seperti itu akan datang kembali dengan keadaan yang sudah berubah. Hanya angan-angan dan sisa-sisa kenangan manis yang kini kembali terbayang dalam pelupuk mataku menjelang aku berangkat keperaduanku.
Kisah bermula ketika aku masih semester lima disalah satu perguruan tinggi swasta di Surabaya, pada saat akhir tahun tahun ajaran yang juga merupakan akhir tahun umum, masih teringat aku ketika itu tanggal 29 Desember, salah satu adik kelasku yang bernama Budi yang pada waktu itu masih duduk di semester tiga mengajakku pergi ke Bali untuk menghabiskan liburan semester sambil menikmati pergantian tahun di Bali. Pada waktu itu aku lagi bokek alias lagi nggak punya duit sama sekali, tapi dianya ngotot ngajak aku pergi, katanya,
"Nggak apa-apa, pokoknya kita pergi. Kalau mau yaa kita pake gaya mbambung aja biar bisa ngirit duit"
"Duitmu berapa sih, terus terang aja aku nggak punya duit banyak"
"Gini aja kita berangkatnya ngandol kendaraan umum atawa kereta api barang ke Banyuwangi, terus nyebrang dari Ketapang ke Gilimanuk, terus dilanjutkan dengan kendaraan umum dari Gilimanuk ke Denpasar terus dilanjutkan ke Kuta," katanya.
"Ok, kalau itu yang jadi maumu," jawabku sekenanya.
Eh ternyata besok sorenya pada tanggal 30 Desember, dia sudah nongol ketempat kostku.
"Jadi berangkat apa nggak sih," tanyanya.
Aku sendiri masih ragu-ragu karena bekal uangku cukup pas-pasan untuk biaya perjalanan Surabaya-Denpasar dan untuk biaya hidup minimal dua hari dengan syarat makan sederhana sekali. Tapi karena sudah jadi tekatnya, akhirnya kukemasi juga pakaianku secukupnya dan kami berangkat berdua menuju terminal bus.
Diterminal bus, entah gimana caranya si Budi negosiasi dengan awak bus jurusan Surabaya-Denpasar, sampai akhirnya kami bedua bisa naik bus dengan hanya membayar satu tiket saja yang berarti kami harus duduk gantian dikursi dan diatas tutup mesin disebelah driver. Sampai sekitar jam 7.00 pagi waktu Bali, tanggal 31 Desember kami sampai diterminal bus Ubung dan kami melanjutkan perjalanan kami menuju pantai Kuta dengan menggunakan angkutan umum yang banyak menawarkan jasa disekitar terminal.
Selama dalam perjalanan tidak banyak yang kami bicarakan, mungkin berkecamuk dengan pikiran masing-masing, karena selama hidup baru kali ini perjalanan jauhku yang tidak terasa nyaman dan tenang karena bekal yang pas-pasan itu. Seharian itu aku habiskan waktuku dipantai Kuta dengan berjalan-jalan menyusuri pantai. Sedangkan Budi entah kemana aku nggak tahu, mungkin aja dia sedang menggodain cewek bule karena memang dia itu orangnya straight. Akan tetapi dia juga nggak tahu diriku yang sebenarnya sehingga aku cuekin aja dia dengan segala aktivitasnya.
Langkah demi langkah membawa diriku makin menjauhi dimana Budi sedang ngrumpi sama cewek Perancis, sedangkan aku tak tahu arah tujuan sampai mendekati Legian, dan kudengar satu suara menyapa dan kulihat sekelilingku tapi tak ada seorangpun, yang ada hanya aku dan seorang bule yang usianya jauh diatasku sedang sendirian dan melambaikan tangannya padaku.
"Hai," katanya.
"Are you alone," tanyanya.
"Yes," kujawab sekenanya.
"I need Indonesian boy for my friend today," katanya lagi.
"You like it?"
"Yes I like" jawabku.
"You free," lanjutnya lagi.
"Ok, I free," kataku lagi.
"Only just fun?" tanyanya lagi.
"Sure," jawabku.
Saat itu juga aku diajaknya kekamar ditempat dia menginap yang tidak jauh dari pantai itu, sesampai didalam kamarnya aku dipersilahkan untuk mencuci kakiku yang penuh dengan pasir dan sekalian mandi untuk menyegarkan badanku karena mulai dari pagi sampai siang ini badanku belum tersentuh air dan ketika ada kesempatan emas datang mengapa tidak kumanfaatkan sebaik-baiknya. Ketika sedang enak-enaknya aku membersihkan diriku kudengar pintu kamar mandi diketuk dari luar dan ketika kubuka si bule sudah berdiri di depan pintu dengan telanjang bulat.
"I want shower with you," katanya.
Tanpa ba-bi-bu dia langsung masuk dan mengguyur badannya dengan air pancuran yang ada didinding kamar mandi, kemudian dia minta tolong padaku untuk menyabun punggungnya, badannya, kakinya dan kemudian dia minta untuk menyabun penisnya yang gedenya bukan main walaupun belum tegang sambil kusabun dan kukocok. Akhirnya penisnya mulai menggeliat bangun dan yaa ampun pajangnya sekitar 22 cm dan gede segenggaman tanganku, kemudian dia memintaku untuk mengulum penisnya yang gede itu sampai rasanya mulut ini tak muat untuk menampung penisnya itu.
Tapi semuanya kulakukan karena memang aku juga menginginkan akan hal-hal baru yaitu ingin bermain dengan bule itu gimana sih rasanya. Saling mengisap dan saling mengocok terjadi di kamar mandi sampai akhirnya dia memintaku untuk mengeringkan tubuh dengan handuk dan kembali ketempat tidurnya dan mulai saling menghisap dengan posisi 69. Sampai akhirnya dia ngecrot duluan dan banyaknya pejuh minta ampun, tertumpah diatas perutnya. Ketika itu aku pengin memasukin lobang pantatnya dengan penisku, akan tetapi dianya nggak mau.
"Your cream for me"
"I want taste your cream"
"I'am sorry," katanya lagi.
Kuturuti kemauannya dengan kembali memasukkan penisku ke dalam mulutnya dan kugoyangkan masuk keluar dimulutnya, akan tetapi sudah cukup lama belum juga ada tanda-tanda aku segera ngecrot karena memang sangat sulit sekali bagiku kalau hanya mengandalkan dihisap saja. Sampai akhirnya dia kewalahan kemudian dia segera mengocok penisku dengan tangannya dan ketika aku mau ngecrot, cepat-cepat dia memasukkan penisku ke dalam mulutnya dan crot croott croot pejuhku keluar semua sampai tuntas didalam mulutnya.
Akupun segera memakai pakaianku kembali dan bersiap-siap untuk kembali ketempat dimana Budi berada, karena memang aku nggak berniat untuk menerima imbalan sesuatu dari si bule itu, akan tetapi tanpa kuduga sebelumnya, si bule yang aku tak tahu namanya itu mencegahku untuk pergi secepat itu meninggalkan dia yang masih dalam keadaan telentang diatas tempat tidurnya. Kemudian dia segera bangun dan membersihkan dirinya lalu dia segera memakai pakaiannya kembali dan segera dia membuka almarinya diambil dompetnya dan diberikannya kepadaku beberapa lembar uang dollar. Pada mulanya aku menolak karena memang aku tidak menginginkan itu sesuai dengan perjanjian pada awalnya. Tapi dia tetap memaksaku untuk menerima pemberiannya, karena aku tidak ingin mengecewakannya maka kuterima lembaran dollar yang diberikannya itu.
"Thank you for your cream"
"Thank you for your service"
"Thank you, thank a lot," katanya.
Aku diam saja dan segera kutinggalkan dia sambil melambaikan tanganku, aku segera berlari menyusuri pantai Kuta untuk menuju ketempat Budi berada, ternyata dia masih tetap ngrumpi dengan cewek Perancis tadi dan masih tetap ditempat yang sama ketika kutinggalkan tadi.
"Dari mana aja sih kamu ini?" tanyanya.
"Biasa, dari jalan-jalan sampai kedaerah Legian," jawabku, tanpa harus menceritakan pengalaman yang baru saja kunikmati. Karena memang aku nggak berniat ngrumpi dengan cewek, maka Budi segera kutinggalkan kembali ke arah yang berbeda karena kulihat dia makin asyik dengan sicewek bule itu.
Akhirnya sampailah aku ke seorang penjual bakso, kemudian aku membeli baksonya sambil ngobrol sana sini dengan si penjual bakso itu, ternyata dia datang dari daerah Banyuwangi, karena sore itu cuaca agak mendung sehingga pantai Kuta kelihatan agak sepi, atau mungkin semua turis yang ada disitu pada tidur semua untuk persiapan malam tahun baru, aku nggak tahu. Tapi suasana sore itu cukup mendukung untuk mengadakan pendekatan pada sipenjual bakso yang masih muda dan kelihatan kekar itu, akhirnya setelah aku selesai makan bakso, dan terus ngobrol dengannya karena memang tidak ada pembeli lagi karena mendung makin gelap sampai akhirnya turun hujan rintik-rintik halus, karena jauh dari tempat berteduh maka akhirnya kami berdua menuju kesemak-semak yang ada disekitar pantai itu sambil meinggalkan rombong baksonya yang dibiarkan begitu saja ditengah-tengah pasir dipantai Kuta.
Karena semak-semak itu sempit dan kami saling berdempetan, maka mulailah tangan nakalku bergerilya untuk mulai mengetahui isinya yang sedari tadi membuatku penasaran itu, mula-mula kupegang pahanya sambil kuelus-elus, dia diam saja dan tanpa reaksi maka segera tanganku menuju penisnya yang masih tertidur segera kuremas-remas dan kupijit dan mulailah mengeliat bangun dengan makin tegangnya dan tanpa kuduga sebelumnya dia malah merebahkan dirinya disemak-semak itu sehingga makin memudahkan aku untuk mengenggamnya penisnya yang sudah keras itu dan makin mudah pula aku membuka celana jeansnya itu dan segera kukeluarkan penisnya yang berwarna hitam dan tidak segede penis bule tadi tapi cukup oke juga kalau aku bermain-main dengan penisnya, kemudian mulai kukulum penisnya dan dia mengerang kenikmatan sambil mulutnya meracau.
"Ayyoo, terus, teerruuss"
"Yaa, eennaakk"
"Eeehhmm, tteerruuss"
Waktu berjalan beberapa saat, dan puncak kenikmatan yang kuinginkan belum tercapai, tiba-tiba kudengar suara motor datang mendekati tempat kami berdua, maka segera dia mengancingkan kembali celananya dan aku segera mengambil sikap duduk lagi, dan ternyata ada seorang anak yang sebaya denganku tiba-tiba menerobos masuk kesemak-semak itu dengan maksud ikut berteduh, maka buyarlah sudah acara menghisap penis tadi, yang ada hanya saling memandang antara aku dan si penjual bakso tadi, ada rasa penyesalan dan kecewa karena tidak bisa mencapai kepuasan. Setelah hujan agak reda, dia segera menghampiri rombong baksonya dan mulai berjalan keliling lagi dan akupun juga menuju ketempat dimana Budi berada, dan kulihat dia masih tetap ngrumpi dengan cewek bule tadi akan tetapi tempatnya sudah bergeser menuju ketempat yang lebih terlindung dari siraman air hujan, didekat semak-semak yang ada dipantai itu.
Kudekati Budi dan aku mengajaknya untuk mencari tempat berteduh dan tempat menginap karena hari telah mulai gelap disamping suasana mendung juga matahari mulai bergeser ke arah barat. Akhirnya kuhampiri kembali si penjual bakso dan aku mengutarakan kalau pengin mandi ditempat mondoknya dia, dan diapun tidak keberatan untuk memberikan tumpangan untuk sekedar mandi akan tetapi dia keberatan kalau memberikan tumpangan untuk menginap, karena ditempatnya mondok tidak ditempatinya sendiri akan tetapi banyak penjual bakso yang semuanya mondok disitu, ada kurang lebih tujuh atau delapan orang.
Akupun menyetujuinya, dan kamipun berjalan melalui lorong-lorong yang sempit untuk menuju ketempat pemondokannya, setelah sampai aku dan Budi segera menuju kekamar mandi yang sederhana sekali dan tanpa basa-basi aku segera melepaskan seluruh pakaianku demikian halnya dengan Budi, walaupun Budi sudah telanjang bulat dihadapanku, akan tetapi tidak ada keinginanku untuk menggodai Budi, atau untuk memegang penisnya, dan akupun juga tidak ada nafsu untuk mengerjainya, karena aku tahu siapa Budi dan aku juga nggak mau Budi tahu siapa aku sebenarnya.
Setelah selesai mandi aku dan Budi segera mengenakan pakaian yang bersih dan kami segera berpamitan dengan si penjual bakso yang kukenal itu, segera kami lalui lorong-lorong sempit itu kembali untuk menuju ke arah pantai Kuta untuk sekedar mencari makanan untuk mengisi perut. Setelah kami makan bersama aku segera mencari tempat untuk duduk sambil menikmati deburan ombak dipantai Kuta yang tiada henti-hentinya, sedangkan aku nggak tahu Budi sudah berjalan-jalan kemana saja, karena memang kami sudah sepakat tidak ingin mengganggu kenikmatan masing-masing dalam perjalanan kali ini. Sehingga kemana dia pergi tidak ada yang tahu mau kemana asal nanti bertemu ditempat yang telah kami sepakati.
Malam kian larut dan hujanpun sudah mulai reda sejak petang tadi, sehingga jalan-jalan mulai ramai dengan orang yang berlalu-lalang ingin menikmati suasana malam tahun baru, aku sudah begitu lelah sehingga aku mengambil tempat dikerumunan anak-anak muda di depan sebuah toko, dan ternyata mereka juga sama kayak kami yaitu ingin menikmati suasana malam tahun baru, akan tetapi tidak punya cukup banyak uang, kelihatannya mereka pergi dengan sekelompok besar, ternyata setelah aku ikut bergabung dengan mereka ternyata ada yang datang sendirian dan juga ada yang datang berdua dan juga bertiga jadi kami merasa senasib sehingga walaupun baru saja saling mengenal kelihatannya sudah begitu akrab, saling berbagi cerita dan pengalaman dan diselingi canda dan tawa sehingga membuat waktu cepat berlalu tanpa terasa sudah menunjukkan pukul 23.00 waktu Bali. Tiba-tiba Budi datang menghampiriku, memang sejak sore tadi aku sudah merasa lelah sehingga aku nggak mengikuti kemana dia pergi.
"Ayo, ikut aku," katanya.
"Aku dapet kenalan orang bule, sedangkan bahasa inggrisku nggak lancar," lanjutnya.
"Kamu aja yang ngajak dia ngomong," tambahnya lagi.
Dengan ogah-ogahan akhirnya aku bangun dari dudukku dan dengan berat hati aku meninggalkan kawan-kawan senasib yang baru kukenal, pergi meninggalkan mereka mengikuti langkah Budi yang ada di depanku menuju ke arah pantai Kuta. Setelah sampai didekat pantai maka oleh Budi aku diperkenalkan dengan seorang bule yang umurnya lebih tua dari aku.
"Steve, he is my friend Adi," kata Budi pada bule itu.
"How do you do?'" katanya.
"How do you do," balasku.
Setelah berbasa-basi sejenak, sambil ngobrol ditepi pantai, menayakan identitas masing-masing maka kuketahui bahwa dia masih berumur 27 tahun, karena cambang diwajahnya begitu lebat maka dia kelihatan lebih tua dari usianya yang sebenarnya. Kami bertiga cepat menjadi akrab, hanya Budi saja yang jarang sekali berbicara karena memang bahasa inggrisnya dia masih kurang fasih dan masih amburadul sehingga akulah yang banyak mengambil peran untuk terus mengobrol dengan Steve si bule itu. Sampai tak terasa pergantian tahun tinggal beberapa detik lagi yang ditandai dengan adanya kembang api beraneka warna warni diudara dan orang-orang disekitar pantai pada menghitung sambil melihat jam mereka masing-masing.. Lima.. Empat.. Tiga.. Dua.. Satuu happy new year, kata mereka serentak.
Bersambung . . . .