Di tepi jalan yang cukup ramai, yang justru menghilangkan kecurigaan orang, aku pinggirkan mobilku. Kami tiduran di atas jok mobil yang ditelentangkan. Uuuhh.. Ferry memang sangat seksi dan harum. Selangkangannya menebarkan bau kelelakiannya yang sangat kuat. Sore itu juga aku sudah berkesempatan menikmati sperma Ferry yang muncrat-muncrat banyak sekali kemulutku. Wwwoo.., ngimpi apaa nih! Dan sebaliknya, air maniku dia minum dengan kerakusan yang sama. Kami berciuman cukup lama sebelum kembali meluncur untuk langsung pulang.
Sejak itu kami nggak pernah melewatkan kesempatan untuk pulang ber-sama-sama. Aku juga terus terang pada Ferry, jangan ada dorongan rasa cinta dalam hubungan denganku. Aku berterus terang, semua ini hanya mengikuti birahi antar sesama lelaki. Dan Ferry tahu persis kalau aku memiliki keluarga, yang secara nyata aku berbahagia dengan kehidupan keluarga ini. Hanya di situlah aku suburkan cinta sejatiku.
Ferry sangat senang dengan keterbukaan sikapku. Dan juga sangat sepaham. Dia juga datang dari keluarga normal dan juga bercita-cita membangun kehidupan keluarga normal pula. Dan selanjutnya yang terjadi berjalan seperti air, mengalir tanpa beban apa-apa. Semata-mata bersenang-senang menyalurkan gejolak cinta singkat sesama pria. Rekreasi. Rekreasi menuruni bukit-bukit dada pria yang kenyal. Mengarungi bulu-bulu kaki dan paha yang menebarkan aroma kelelakian yang selalu membuat hidup selalu penuh gairah. Kami adalah pria-pria yang selalu haus mencari nilai-nilai baru dalam lautan petualangan hubungan semacam ini.
Dari hubunganku dengan Ferry, aku jadi tahu bahwa di gedung itu, di mana kantorku hanyalah salah satu perusahaan yang menghuni gedung berlantai 5 itu, ada beberapa pria yang memiliki kesukaan yang sama. Bahkan salah satunya adalah atasanku sendiri, yang usianya cukup jauh diatas aku, 63 tahun. Wah, aku benar-benar nggak menduga. Dari tampilan yang kebapakan nggak nampak kesukaannya pada sesama jenis.
Tapi memang kuakui, diam-diam selama ini aku juga suka membawa dia ke peraduan khayalanku. Aku suka pria yang se-usia atau lebih tua bahkan. Aku bayangkan pria semacam Pak Budi (dia orang Aceh) ini pasti sabar banget. Dia nggak akan buru-buru untuk mengejar orgasmenya. Buat orang macam dia, yang utama adalah kualitasnya. Bercinta-ber-jam-jam tanpa harus langsung memuncratkan sperma akan menjadikan kenikmatan berhubungan badan memiliki multi dimensi. Menikmati jilatan, baik yang menjilat maupun dijilat, dari centi ke centi, dari celah satu ke celah yang lainnya, dari bukit gempal yang satu kebukit gempal lainnya dan seterusnya akan mengalami rasa dan emosi (perasaan) yang mengalir.
Hal itu disebabkan oleh pikiran dan khayalan erotik kita juga bergerak dinamis. Pikiran dan khayalan erotik tidak pernah statis berdiri di tempat. Seiring dengan aliran rasa dan emosinya pikiran dan khayalan erotik ikut mengalir dan berubah yang terkadang wujud akhirnya tak bisa diduga sebelumnya. Oleh karenanya kita sering menemui kejutan dan sensasi erotik saat kita menjalaninya. Dan itu bisa hadir spontan, bersifat sangat subyektif, tergantung pada kemampuan kita dalam mengembangkan secara kreatip pikiran dan khayalan erotik tersebut. Disinilah letaknya apa yang sering kita dengar sebagai 'petualangan seksual'. Mengarungi dunia khayal seks dengan kemungkinan menemui berbagai hal yang asing atau baru berupa kejutan erotik yang sarat dengan sensasi.
Pada saat hidung kita membaui aroma yang khas, atau bibir kita mengecupi gundukan ataupun lekukan yang khas, atau lidah kita menjilati berbagai rasa atau lekukan yang khas, bahkan telinga kita juga menangkap berbagai macam erangan, desahan, rintihan sebagai ungkapan kenikmatan yang tak tertanggungkan, pikiran dan khayalan kita juga berjalan seiring. Demikian pula pikiran dan khayalan pasangannya, pria atau lelaki lain yang menjadi obyek-obyek inderanya tadi. Pada saat-saat seperti itu, kualitas kenikmatan dalam bersebadan dengan pria atau lelaki lain akan diraih dari pikiran dan khayalan-khayalannya yang ruang edar layangnya tak terhingga. Apa saja yang ditemui dalam khayal dan pikirnya bisa menjadi sarana pencapaian puncak orgasmenya.
Jadi tak perlu heran, terkadang hal-hal yang dalam batas nilai-nilai konvensional itu jorok, menjijikan, rendah, hina atau apalah, tetapi pada kondisi pikir dan khayal seseorang yang sedang didera oleh gejolak erotik akan menerima dan sekaligus merubahnya menjadi sarana dalam mencapai puncak kenikmatan. Anal atau dubur berbulu lelaki, merupakan obsesi untuk sasaran jilatan, kecupan, sedotan atau gigitan penikmat hubungan seksual sesama pria, misalnya. Demikian pula sperma yang muncrat di lidah atau air kencing yang menyirami wajah, bahkan mengisi mulutnya. Dan orang macam Pak Budi, aku percaya, dia termasuk orang-orang yang mengejar kualitas seperti itu. Dan itu memberikan rasa penasaran padaku.
Semenjak aku mengetahui siapa sesungguhnya Pak Budi ini, rasa penasaranku untuk mendapatkan perhatiannya tumbuh pada diriku. Pada berbagai kesempatan aku akan berusaha mendekatinya, berbaik hati dan lebih-lebih lagi akan berusaha menggoda (bukan hanya perempuan yang menggoda lelaki) agar dia tahu bahwa ada yang naksir dia. Dan aku sendiri, dari beberapa komentar teman kencan sejenis, penampilanku cukup menarik, khususnya bagi pecinta sesama pria tua maupun muda, sebagaimana yang sering saya tanggap dari para lelaki lain yang pernah aku kencani. Dengan tinggi 175 cm, berat 60, kumis tipis dengan sedikit uban di atas bibirku, gaya alami rambutnya yang masih lebat dan lurus laiknya remaja masa kini, aku masih nampak tegap dan sehat.
Pada suatu kesempatan Ferry menceritakan awal mula hubungannya dengan Pak Budi. Dimulai saat mereka berdua selama 3 hari mendapat tugas kantor ke luar kota. Di kota itu, di hotel yang sama, Pak Budi yang termasuk jajaran Direksi menempati kamar Suite Room yang besar, sementara Ferry yang hanya karyawan biasa mendapat kamar Standar. Pada siang hari mereka melakukan berbagai pertemuan atau mendatangi klien-klien penting perusahaan.
Malam pertama, sesudah seharian mereka sibuk urusan tugas, Pak Budi mengundang Ferry ke kamarnya. Begitu mengetok pintu dan mendengar perintah, 'Masuk', dia bergegas membuka pintu dan masuk. Dia agak terperangah, begitu masuk ke kamarnya dilihatnya Pak Budi dalam keadaan setengah telanjang. Tubuhnya yang besar dengan perutnya yang agak buncit pula, hanya memakai cawat sambil duduk dengan pahanya ngangkang di sofa Suite Roomnya.
Nampaknya banyak urusan yang dia harus selesaikan. Dengan tetap membaca kertas-kertas kerja, tanpa mendongakkan kepalanya, dia kembali memerintah, 'Duduk!'. Dan Ferry langsung menduduki bangku yang tersedia persis di depan duduknya Pak Budi.
Yaa, yang namanya hanya karyawan, kalau atasannya tidak mengajak bicara, Ferry juga diam saja. Menit-menit berlalu. Pak Budi masih sibuk dengan kertas kerjanya dan sama sekali belum bicara apa-apa kecuali menyuruhnya duduk tadi. Dengan posisi duduk tanapa ada pilihan, Ferry hanya menyaksikan paha Pak Budi yang ngangkang setengah telanjang itu.
Ternyata Pak Budi ini kulitnya putih. Walaupun sepintas wajahnya wajah Timur Tengah (banyak orang Aceh keturunan Arab), dia pasti turunannya dari Timur Tengah yang berklas priyayi. Mungkin masih ada darah turunan raja Arabnya, barangkali. Dan putihnya itu nampak sampai jauh ke pangkal pahanya. Walaupun usianya sudah cukup tinggi, Pak Budi yang kepalanya agak botak ini masih gagah. Pahanya yang ditumbuhi bulu lebat di sekujur kakinya, nampak sehat ber-otot.
Sesekali kaki-kakinya itu bergerak sedikit merubah posisi, tetapi bukan menutup selangkangannya, bahkan makin melebarkan kangkangnya hingga jelas mempertontonkan bayangan kontolnya yang mengalur gede dan panjang. Dan sesekali, tangan kirinya melepas kertas-kertas dokumennya, turun ke selangkangannya, menggaruk-garuk cawatnya atau antara celah cawat dan pangkal pahanya. Mungkin ada gatal di sana.
Yang paling membuat Ferry kelimpungan adalah saat Pak Budi sedikit menurunkankan duduknya kemudian mengangkat kaki kanannya menyilang pada lutut kirinya. Disitu Ferry menyaksikan pantat Pak Budi tepat pada lokasi analnya yang walaupun tertutup cawat tetap menampakkan alur kehitaman. Ferry memastikan bahwa itu bulu-bulu tebalnya tumbuh lebat di sekitar analnya. Khayalan Ferry langsung melayang, seandainya dia bisa membenamkan wajahnya kesitu ..huh.huh.huuhh.. jantung Ferry berdegup keras.
Pada awalnya Ferry sedikit kesal, dia merasa nggak di anggap orang. Dipanggil, disuruh duduk dan didiamkan. Tetapi sekarang justru dia mendapatkan kesenangan. Melihat tontonan paha putih, sehat dan berbulu di depannya, diam-diam kontolnya ngaceng. Pada awalnya memang hanya matanya yang menjelajahi paha Pak Budi, namun kemudian pikiran dan khayalannya mengajak hidung, bibir dan lidahnya ikut menjelajahi juga. Dalam bayangan Ferry, alangkah nikmatnya apabila lidahku, hidungku dan bibirku bisa meruyak ke celah itu. Wwwoo, pasti bau selangkangan Pak Budi ini sedaapp sekali!
Dia bayangkan bagaimana lidahnya menjilati bulu-bulu itu hingga kuyup oleh air liurnya. Kemudian dia bayangkan, tangan Pak Budi yang kokoh itu meraih kepalanya, mengelusnya sambil mendesah atas kenikmatan jilatan yang dia lakukan pada sepasang pahanya.
Dia juga melihati jari-jari kakinya. Uuhh, putihnya. Pasti bau sepatunya masih nempel di situ. Dia merasakan betapa nikmatnya lidahnya menari-nari diantaranya. Dan memang dia senang mengisap-isapi celah-celah jari kakinya itu. Dia juga akan kulum setiap jari-jarinya. Dan itu pasti akan memberikan nikmat tak terhingga bagi Pak Budi.
Tanpa disadari Ferry menurunkan tangan kirinya ke selangkangannya sendiri. Kontolnya yang ngacengnya makin keras telah mendorong kancing-kancing celananya. Tangan kirinya itu sepertinya menekan agar tonjolannya tidak terlampau nampak, sekaligus membetulkan arah kontolnya untuk mengurangi sempitnya dalam celana.
Tetapi pada kesempatan itu dia juga mengelus-elus dan memijat-mijatnya secara halus. Demikian halus, agar tidak terlihat oleh Pak Budi. Ternyata elusan dan pijatan halus itu nikmat banget. Ferry, yang tadinya ndongkol karena atasannya tidak menaruh perhatian yang layak kepadanya, dan membiarkan duduk kaku sementara dia terus membaca sambil duduk saenaknya, kini dia malahan berharap mudah-mudahan bacaan Pak Budi atasannya itu nggak habis-habis. Agar dia bisa lebih lama menikmati pandangan paha berbulunya yang mengundang nafsu erotisnya, sambil tangannya akan terus mengelus dan memijat kontolnya dari bagian luar celananya.
Tanpa merubah posisi duduknya yang memang harus tegak kaku, karena berada di depan atasannya, mata Ferry semakin melotot. Mata itu seakan hendak menelan seluruh yang nampak. Telapak kaki, jari-jari, betis, dengkul, paha, pangkal paha dan ujung selangkangannya. Dan pikiran serta khayalannya yang selalu setia mengiringinya, membawa hidungnya, bibirnya serta lidahnya melumat seluruh tungkai kaki hingga bokong Pak Budi itu.
Nikmatnya elusan serta pijatan tangan kirinya menggiring spermanya mendesak ke batang kontolnya, nyaris muncrat. Elusan dan pijatannya itu makin diperkeras, sepertinya tak disembunyikan lagi. Dan pelan sekali Ferry juga mengeluarkan desahan. Nafasnya ditekan, seperti sedang mengejan. Desahannya lebih mirip dengusan.
Saat spermanya hampir menyentuh ujung kontolnya karena dorongan dari khayalannya itu, tiba-tiba langsung surut dan buyar. Pak Budi melemparkan berkas-berkas dokumennya ke sofanya, berdiri dan nyamperin Ferry. Dipegangnya bahu Ferry, dan untuk beberapa detik dia diam saja, dan itu membuat Ferry serasa disiksa bertahun-tahun, dan Ferry sama sekali tidak berani memandang Pak Budi,
'Mati aku, dia ngeliat kali ..', begitu yang terlintas dalam pikirannya. Dia sudah putuskan untuk mohon maaf atas perbuatannya. Tetapi sebelum dia ngomong Pak Budi telah mendahuluinya.
Bersambung . . .