'Mamii. aku ingin ngentot kamu Mamm.. Mamiku sayang.. Nikmati kontolku yaa..'.
Kemudian diangkatnya kedua kaki Ferry, dipanggulnya ke bahunya. Dengan sedikit menekan rebah, Pak Budi mengarahkan kontolnya yang juga putih dan gede panjang itu ke lubang anal Ferry. Ferry menyadari bahwa birahi Pak Budi kini meluncur tak terbendung. Dia akan memberikan yang terbaik. Dilipatnya kakinya hingga pahanya menyentuh tubuh, kemudian direngkuhnya tubuh Pak Budi hingga kakinya benar-benar rekat ke kanan kiri dadanya. Hal itu membuat lubang anal Ferry menjadi lebih gampang dijangkau kontol Pak Budi.
Dia lakukan itu sambil mengerang dan mendesah dengan dahsyat. Dan Pak Budi dengan sigap menempatkan ujung kontolnya tepat pada lubangnya. Dia dorong.. dorong lagi.. dorong lagi dan dorong lagi. Ujung kontol itu mulai penetrasinya. Dan lubang anal Ferry pelan-pelan menelannya. Rasa perih tidak lagi menghambat untuk membiarkan kontol itu menerjangi duburnya. Sekali lagi Ferry mengaduh .. menerima tusukkan dan mengaduh lagi ..
'Enak Pap. Ppaapii aduuhh .Papii. ennakk. banget Pii kontol Papi gede bangett ..', dan mengaduh lagi .untuk menerima kenikmatan sanggama sesama pria.
Ketika seluruh batangan gede panjang itu sudah masuk setengahnya, kesulitan awal telah dilewati. Pak Budi dengan penuh mantab menarik kemudian mendorongnya kembali. Dia mulai memompa. Dan selanjutnya adalah pola klasik. Pak Budi rebah memeluk tubuh Ferry dengan sepenuh birahi sambil bibirnya dia daratkan dan langsung melumat bibir Ferry.
'Mam.. Aku cinta Mamii banget nihh ..Mamii',
'Yaa paap, Mami juga sayangg..'. Keduanya berpagut penuh keasyikkan berbarengan dengan kontol dan anal mereka yang saling memompa.
Ciuman mereka semakin meliar. Pak Budi mengecupi seluruh wajah Ferry. Juga lehernya. Juga dadanya. Dan juga ketiak Ferry yang kini lepas terbuka yang memang menunggu ciuman dan jilatan Pak Budi. Ketika pompaan Pak Budi semakin cepat. Ketika nafas Pak Budi semakin memburu, Ferry tahu bahwa Pak Budi sedang menuju pucak kepuasannya. Dia pastikan tidak lama lagi air maninya akan tumpah. Ferry kepingin makan dan minum lender-lendir sperma Pak Budi.
'Paapp. keluarin di mulut Mami. ppaapp.. Keluarin dimulut Mamii yaa.. Mami haus bangett. paap. keluarin di mulut Mami pap'.
'Hhee eehh, hhee eehh, hhee..nih mam .. Nih telen mam .. telen kontolku mam ..'.
Dalam hitungan detik, seperti beruang yang marah Pak Budi langsung bangkit. Batang kontol panjangnya di pegangnya dengan tangan kanannya. Dengan kedua lututnya dia bergerak mengangkangi Ferry, beringsut maju hingga bokongnya tepat menindih ke dadanya dan kontol gede panjang itu tepat mengarah ke mulut Ferry yang sudah menganga. Tangan Pak Budi mengocoki batang itu. Cepat. Cepat.. Makin cepat..
Mata Ferry, walaupun harus melirik ke bawah, menonton kontol itu. Uuuhh ujungnya yang berbonggol seperti jamur.. Uuuhh mengkilatnya.. Lidahnya dia julurkan-julurkan seperti anjing yang lapar. Ferry tidak ingin sperma Pak Budi tercecer. Kocokkan Pak Budi yang semakin kilat itu membuat ujung kontol itu tidak diam pada tempat yang di mauinya. Khawatir puncratan sperma tercecer ke mana-mana, secepatnya mulut Ferry mencaplok jamur itu. Dan pada saat yang bersamaan ..
Tangan kiri Pak Budi menjambak rambutnya dengan keras. Aduh pedihnyaa. Pak Budi tekan kepala Ferry ke kontolnya. Pak Budi ingin mulut Ferry menelan seluruh batangan panjang gede itu. Dan.. Crot crot crot crot..
'Telan Mamm. Minum Mamm.. Makan maniku Mamm.. Wwwuu.'.
Entah berapa kali semprotan laharr panas menembaki rongga mulut Ferry. Dengan teriakan keras dalam kamar hotel yang sound proof itu, Pak Budi menumpahkan air maninya sangat banyak. Sepertinya itu merupakan simpanan beberapa hari yang nggak tersalur.
Sebelum dicabut kontolnya dari mulut Ferry, diperasinya batangnya agar tak ada lagi yang tersisa cairan kental pada saluran mani di batang itu. Dan Ferry tetap terus mengulum dan kemudian menjilatinya hingga bersih. Pak Budi mendongakkan kepalanya ke atas. Rasa ngilu yang disebabkan jilatan dan kuluman akhir oleh Ferry menandai bahwa dia telah menumpahkan seluruh kerinduan dan birahinya.
Rasa ngilu itu pertanda akumulasi darah di kontolnya sudah menyurut. Birahinya yang ikut menurun membuat sentuhan-sentuhan halus pun pada kontolnya itu terasa ngilu. Beberapa saat kemudian rebah. Dengan penuh kepuasan Pak Budi rebah dengan kedua tangannya terentang hingga ketiak berbulunya terbuka. Dan Ferry yang masih mengenyami rasa gurih asin air mani Pak Budi juga rebah, mencari posisi santai agar nafasnya bisa mendapatkan udara yang lebih leluasa.
Yang terdengar kemudian hanya nafas-nafas yang panjang..
Tengah malam ..
AC dingin Suite Room membuat Ferry, tangan Ferry mencari-cari selimut dan terbangun. Saat dia mengamati ruangan dingin itu, dia ingat bahwa saat ini berada di kamar Pak Budi. Pergulatan terakhir dengan Pak Budi rupanya membuat sama-sama terlelap. Dilihatnya Pak Budi, si Papi, meringkuk di bawah selimutnya. Jam tangannya menunjukkan jam 03.00 dini hari. Merasa ingin kencing, dia bergerak bangun. Disibakkan selimutnya kemudian turun. Masih telanjang. Dia ingat persanggamaan terakhirnya tadi. Dan dia ingat pula bagaimana mereka saling panggil Papi dan Mami .. Pak Budi menembusi pantatnya. Saat ini masih terasa pedihnya. Kemudian bergerak ke kamar kecil ..
Saat mengacungkan kontolnya ke kloset Pak Budi menyusul masuk ke kamar kecil juga. Rupanya dia ikut terbangun. Pak Budi mendekati dan merangkul pinggangnya dan menciumi tengkuknya. Kemudian tangannya turun meraih kontolnya. Kencing Ferry tertahan.
'Mau kencing ya mamm..? Papi mau dikencingin Mami hheh? Papi ingin Mami kencingin mulut Papi ..?', bisikan birahi Pak Budi langsung mengalir. Ferry jadi tahu bahwa Pak Ferry juga suka kencing. Banyak lelaki yang mendambakan kencing dari pasangan sesama prianya. Mereka minum kencingnya, mereka minta dikencingn mulutnya, badannya. Mereka tampung air kencing pasangannya dan meminumnya.
Tanpa menunggu jawaban Ferry, Pak Budi langsung jongkok, tangannya mengarahkan kontol yang siap mengeluarkan kencing itu ke mulutnya. Dingangakan mulutnya menunggu saat-saat kencing Ferry mancur keluar.
'Ayo mamm. ayoo mamm..'.
'Pak Budi atasanku minum air kencingku', demikian Ferry bicara dalam hatinya.
Dan dengan sedikit mengejan kencingnya akhirnya mancur. Kencing Ferry malam itu berwarna keruh ijo tua kekuningan. Baunya sangat keras. Mungkin itu kencing simpanannya. Memang sejak kemarin sore dia tidak kencing. Juga banyak banget, mungkin ada barang seliter. Dengan penuh gairah Pak Budi menampung dengan mulutnya, sesekali meneguknya dan lainnya tercecer, membasahi tubuhnya atau langsung jatuh ke lantai kamar kecil itu. Dibasuhnya pula mukanya dengan kencing itu.
Selesai kencing, Pak Budi masih menjilati sisa-sisanya.
'Terimakasih Mamiku sayangg.? Kencingmu sedap banget loh'.
Kemudian dia berdiri, diciumnya Ferry. Dan Ferry menyambutnya. Mereka saling melumat. Ferry akhirnya juga merasai kencingnya sendiri.
'Eeii, kita mandi aja yo mam. Mandi air panas seger lho. Habis mandi nongkrong di coffeeshop, ngopi, bubur ayam sambil ngorol sampai pagi. Nanti Papi bawa laptop. Beberapa catatan untuk besok pagi bisa disiapkan. OK, mam?!',
aahh. ajakan menarik juga. Toh tidak mungkin bisa tidur lagi. Dan dengan panggilan Mami Papi ini Ferry sungguh menikmati. Dia merasa menjadi perempuan yang harus meladeni.
'OK, Pap. Papi mandi dulu yaa, nanti Mami nyusul ..'.
Ferry kagum juga dengan semangatnya Pak Budi yang 63 tahun itu. Sehatnya dan kuat lagi. Dia kembali keruangan, buka channel CNN. Berita persiapan penyerangan Amerika masih mendominir. Dia pindahkan ke Metro TV, iklan. Dia pindahkan lagi ke MTV, uh. musik keras, bosan. Dia tutup kembali. Kemudian dia duduk menunggu Pak Budi selesai mandi. Rupanya kota ini nggak pernah tidur. Lihat saja, pada jam 4 dini hari masih banyak orang nongkrong. Siapa mereka ini?, Bisnisman, pelacur, penyair kemalaman, orang-orang kesepian?
Pak Budi minta bubur ayam dengan bir. Komposisi yang aneh. Rupanya dia nggak bisa lepaskan birnya. Ferry setuju dengan bbubur ayam. Dia minum kopi.
'Kontolmu enak banget mam ..', Pak Budi membuka pembicaraan erotis sambil membuka laptopnya. Pasti orang-orang yang melihatnya berpikir bahwa mereka berdua ini adalah orang-orang yang maniak kerja. Yang benar hanya satu. Maniaknya..
'Pantat Papi juga sedeepp banget. Mami akan selalu ketagihan'.
'Mudah diatur, setiap saat kalau Mami atau Papi yang ingin, ketok saja ruanganku. N'tar aku bilang sekretarisku agar tidak menerima tamu dan telepon, sedang rapat penting. Papi akan membuka celana dan mengeluarkan kontol Papi, dan Mami akan menjilatinya. Bisa bergantian. Kalau Papi haus ingin minum, Mami boleh kencingin mulut Papi di kamar mandi pribadiku, beres. Paling-paling 20 menit juga sudah tuntas'.
Demikian Ferry telah menceritakan awal dari pertemuannya dengan Pak Budi. Sepanjang cerita itu kepalaku serasa dibakar. Nut-nutan menahan birahiku yang meledak dahsyat mendengar detail cerita Ferry bersama Pak Budi.
'N'tar pulang kantor kita ke Bekasi yoo', aku langsung mengajak Ferry untuk melampiaskan birahiku itu.
Ferry setuju. Hari itu aku sampai di rumah sekitar jam 9 malam. Normal, sebagai warga Jakarta yang selalu macet ini. Hari-hari berikutnya yang selalu mengganggu pikiranku adalah bayangan anal Pak Budi. Kapan aku berkesempatan meraihnya??
Suatu pagi, di meja kerjaku kulihat selembar surat dengap kop perusahaan. Pada alenia hal, kulihat tulisan, Surat Perintah, yang ditebalkan dan diberi garis bawah. Aku pikir surat perintah yang rutin yang selalu muncul berkala. Aku baca. Begitu isinya menyebut, .. untuk mendampingi Bp. Budi .., selama 2 hari dari tanggal x s/d y, Mei 2002, mengikuti Konferensi Pemasaran di Sby.., aku langsung bersorak. Aku nggak bayangkan bahwa akulah yang akan ditunjuk untuk tugas macam itu .. Aku jadi berfikir .. Adakah ini ulah Ferry..??
Setelah menerima surat perintah ini diharapkan saudara untuk menghadap Bp. Budi dan mempersiapkan hal-hal yang diperlukan.., begitu bunyi lanjutannya .. Ketika eberapa kali kubaca ulang bunyi surat itu nggak berubah. Aku yakin ini pasti ulah Ferry. Aku telepon dia. Dia tertawa keras, dia bilang khan aku telah menunggu kesempatan macam ini..
Saat pulang bareng, dia cerita bahwa semula dia yang beliau ajak, tetapi kebetulan pada saat bersamaan dia ada acara keluarga yang nggak mungkin dihindarkan. Dia mesti pulang ke Medan untuk mengunjungi perkawinan saudaranya.
'Aku nggak mau tahu', demikian hardik Pak Budi,
'Kecuali kamu bisa mencaikan gantinya ..'.
Dan seketika itu pula aku sampaikan namamu. Semula dia heran. Dia langsung bertanya. Apakah Barri bisa menggantikan aku sebagai Maminya?? Jangan khawatir Pap.. Dia sangat baik dan uuhh .. Papi mesti merasakan nikmat-nikmat yang Barri bisa berikan. Pasti Papi akan mendapatkan banyak kejutan dari Barri ini. Dengan pandangan selidik padaku dia akhirnya mau menerima kamu selaku penggantiku. Demikian cerita Ferry padaku.
'Besoknya, saat aku menghadap Pak Budi aku lapor bahwa sudah siap menjalankan tugas. Dan berjanji akan membantu berbagai hal yang diperlukan agar tugas selesai dengan baik.
Pak Budi mendengarkanku tanpa ngomong. Dia perhatikan aku dengan tajam. Panfangan yang sangat menusuk. Tetapi aku khan jauh lebih berpengalaman dari pada si Ferry. Aku tidak menunjukkan gugup.
'Setahuku, kamu ini Barr, kan hanya mengurus personalia. Apakah kamu bisa mengikuti konferensi dengan baik. Menyimak semua pembicara dan kemudian merumuskannya?'.
'Khan semua pembicaraan selalu disertai print out Pak. Jadi kita tidak harus tegang menyimak. Kemudian iasanya pada saat penutupan semua pembicaraan dan kesimpulan juga mereka siapkan. Jadi saya rasa semuanya akan berjalan dengan nyaman khan?', aku menjawab secara professional.
'Nyaman?, kamu bilang nyaman? Kamu tahu arti nyaman bagi aku?', 'Aku sudah mendapat arahan dari Ferry pak', jawabku telak, agar dia menghentikan kepura-puraannya dan bisa lebih yakin lagi bahwa segala harapan dan keinginan Pak Budi nggak akan kapiran.
Sekali lagi Pak Budi melotot, 'Apa yang bisa diceritakan oleh orang macam Ferry padamu?'.
'Yaah, dia bilang bahwa konferensi itu kita bisa dengarkan dan raih kesimpulan akhirnya dari tempat tidur saja. Begitu Papiku sayangg..', kali ini benar-benar tembak langsung. Ucapan terakhir ini aku sertai dengan berdiri dari kursi dan beranjak nyamperin Pak Budi di balik meja besar Wakil Direkturnya. Dia diam ..
Kemudian ..,
'Ya ya ya, kamu memang hebat Barr. Aku senang kamu bergabung. Sini. Sebagai pemanasan. Aku ingin mencicipi apa yang kamu bisa berikan padaku'.
Bersambung . . . .