Berkorespondensi via email memang menyenangkan dan punya kesan tersendiri. Walaupun biaya tagihan pulsa yang harus dibayar terkadang mengagetkan dan memberatkan, tapi bagiku itulah harga sebuah pengetahuan. Hampir setiap malam, bahkan terkadang 2 sampai 3 kali sehari dengan rata-rata waktu yang kugunakan 1 setengah jam sekali buka internet, tapi tidak sedikit pula informasi dan pengetahuan yang kudapatkan.
Melalui internet, aku bisa berkenalan dengan banyak orang baik pria maupun wanita. Tukar menukar informasi dan pengalaman merupakan tujuan utamaku, baik tentang agama, budaya, bisnis, politik maupun tentang kehidupan dalam rumah tangga. Khusus soal yang terakhir ini, aku terbilang sudah pakar dan sedikit profesional, apalagi aku selalu mengutamakan hal seperti itu jika ada pengirim email yang membicara soal rumah tangga. Aku kan sudah beristri dengan 3 orang anak yang butuh tambahan ilmu soal rumah tangga, khususnya kiat-kiat di atas ranjang sebagai hal yang alami.
Namaku adalah "Anis" yang tentu sudah tidak asing lagi bagi pembaca situs Rumah Seks berkat beberapa kisah nyataku yang telah dimuatnya. Seperti telah kuceritakan pada salah satu kisah nyataku tempo hari, bahwa aku berprofesi selaku penulis karya ilmiah, sehingga aku hidup dan membiayai keluargaku dari hasil tulisanku. Namun sejak kukenal yang namanya internet, karya ilmiahku bukan hanya digemari dan dibutuhkan oleh mahasiswa, tapi juga oleh masyarakat umum, termasuk bagi mereka yang telah berkeluarga.
Belakangan ini karya ilmiah yang kususun bukan hanya dipertanggungjawabkan di depan penguji untuk memperoleh gelar kesarjanaan, tapi lebih dari itu juga tampaknya tidak sedikit yang ingin 'mempertanggungjawabkannya' di atas ranjang, di kamar gelap, di panti pijat, di kamar hotel dan di tempat-tempat tertutup lainnya untuk mencapai kepuasan lahiriah dan batiniah.
Sejak aku aktif mengirim karya tulis dalam bentuk cerita porno tanpa bab dan daftar isi ke Rumah Seks untuk dimuat, aku tidak kurang dari belasan kali menerima pesanan dari penggemar cerita seperti itu lewat email. Beberapa di antaranya telah kami praktekkan bersama sebagai bimbingan dan ujian ranjang bagi mereka sebagaimana telah dimuat tempo hari di situs Rumah Seks ini.
Aku tidak sempat mengingat judul-judulnya, tapi kali ini akan kuceritakan pengalamanku yang terakhir kali terjadi dengan istri ketiga dari seorang pengusaha sukses yang tinggal di Kalimantan Selatan. Sebut saja namanya Ros (nama samaran). Dari email-email yang kuterima darinya, aku dapat menebak bahwa ia termasuk wanita yang tidak pernah memperoleh kepuasan dari suaminya sejak perkawinannya di tahun 2001 silam. Ros adalah wanita yang berkecukupan dari segi ekonomi berkat kesuksesan usaha yang dikelolanya dan juga yang dikelola suaminya, namun ia merasa miskin dari kepuasan batin sebab ia harus berbagi dengan kedua madunya.
Perkenalan saya dengan Ros bermula ketika aku menerima emailnya pada sekitar bulan Agustus 2004 lalu. Ia mengaku tertarik dengan salah satu cerita pornoku yang ia baca. Ia ingin berkenalan dengan aku lewat internet. Aku membalas emailnya itu dan menyatakan bahagia bisa berkenalan dengannya. Lalu ia menanyakan identitas, tempat tinggal dan statusku. Aku jawab secara jujur sekaligus mengajukan pertanyaan yang sama padanya.
Sejak saat itu, kami saling bertukar informasi hingga saat ini, baik soal kehidupan sewaktu remaja, latar belakang perkawinan, kehidupan rumah tangga maupun soal-soal lainnya. Bahkan pengalaman kami di atas ranjang adalah sebagai bahan cerita utama yang selalu kami tukarkan. Kami berhubungan email bagaikan orang yang berpacaran saja. Kami tidak pernah kehabisan bahan untuk saling dipertukarkan. Kami sudah sama-sama menyatakan saling cinta, berselingkuh kecil-kecilan dan melakukan hubungan gelap secara tidak langsung. Kami sama-sama memandang hubungan ini adalah sebagai suatu hal yang pantas, normal dan alami bagi setiap insan yang normal sebab tidak ada yang dirugikan dan tidak sampai merusak kehidupan rumah tangga kami masing-masing.
Mungkin karena rasa penasaran yang tinggi ingin mendengar langsung suara asliku (bukan suara hati saja), tiba-tiba Ros mendesak agar aku mengirimkan nomor telepon rumahku setelah sebelumnya ia beberapa kali meminta nomor HP-ku, namun selalu kujawab bahwa aku belum memiliki HP karena persoalan keuanganku yang terbatas. Meskipun ia telah mengirimkan nomor HP-nya padaku lewat emailnya, namun aku tetap tidak berani meneleponnya. Aku takut ketahuan keluarga, apalagi istri dan anakku. Menyampaikan nomor telepon rumahku sama halnya mengundang problem rumah tangga dan resiko berat bagiku. Setelah kujelaskan alasanku, ia nampaknya juga sangat maklum dan tidak tersinggung, tapi dengan satu syarat yaitu aku diharuskan mengirimkan cerita porno khusus untuknya.
Aku sangat menyetujui permintaannya itu. Aku mencoba menyusun cerita porno dengan menggambarkan seolah-olah aku dan dia sebagai pelakunya. Aku kirimkan ke emailnya dengan tiga tahap. Tahap pertama mengenai awal perkenalan kami. Tahap kedua mengenai kesepakatan kami untuk bertemu di salah satu hotel (di Makassar). Tahap ketiga mengenai praktek langsung kami di hotel tersebut sebagai bimbingan dan ujian ranjang terhadapnya.
Setiap tahapan cerita yang kukirimkan untuknya, selalu ia sambut baik meskipun ia selalu merasa tersiksa batinnya karena ia tidak pernah bisa mempraktekkan dengan suaminya. Suaminya selalu sibuk di luar dan lebih banyak menghabiskan waktunya bersama istri keduanya. Ia mengaku selalu menangis membayangkan alangkah nikmatnya sekiranya ceritaku itu betul-betul bisa ia wujudkan. Terutama ketika ia membaca tahap ketiga ceritaku itu, ia hampir tidak bisa tidur semalaman membayangkan betapa masih banyaknya gaya dan posisi sex mengasyikkan yang belum pernah ia dapatkan dari suaminya. Apalagi katanya sudah satu minggu suaminya tidak pulang ke rumah. Entah keluar kota atau ia di rumah istri-istri lainnya.
"Mas, ada sebuah HP murah yang kukirim melalui teman saya buat Mas. Silakan hubungi teman saya atas nama MRJN di kantor DKR Makassar. Kebetulan ia bekerja di situ. Tapi tolong jangan ceritakan hubungan kita, sebab aku sudah sampaikan kalau Mas adalah seorang pelanggan di tokoku. Aku khan penjual HP. Tolong dihubungi aku lewat HP itu jika sudah diterima. Isinya sudah lengkap dan kuharap nomornya hanya kita berdua yang mengetahuinya. Semoga HP itu mempunyai arti buat Mas, khususnya dalam memudahkan kita untuk berkomunikasi langsung. Jangan dinilai harganya yach Mas, tapi nilailah manfaatnya buat kita berdua" demikian tulisnya dalam email saat memberikan sebuah HP untukku.
Alangkah terkejut dan bahagianya aku ketika membaca email Ros tersebut. Aku seolah bermimpi dan tidak bisa percaya begitu saja kata-katanya itu. Dalam hati kecilku, tidak mungkin seorang wanita, apalagi istri orang lain yang sama sekali belum pernah kutemui dan mengetahui asal usulku, sebaik itu mau mengirimkan sebuah HP secara cuma-cuma kepada pria yang sama sekali tidak diketahui jelas kepribadiannya.
Semalaman penuh aku tidak bisa tidur memikirkan pesan-pesan Ros itu. Aku sulit meyakininya, tapi juga aku selalu dihantui rasa penasaran akan kebenarannya mengingat email-email Ros yang kuterima selama ini sangat bersahabat. Istriku tidak pernah tahu bahwa aku tidak tidur malam itu.
Dengan alasan tertentu, aku diizinkan oleh istriku berangkat ke Makassar besok paginya guna mencek kebenaran email Ros. Aku segera menanyakan nama teman Ros itu pada kantor yang dimaksud. Setelah bertemu, aku sampaikan maksudku, namun ia tidak langsung percaya. Aku maklumi sikapnya itu. Kami lalu menghubungi Ros dengan HP itu. Setelah kusinggung sedikit mengenai pertukaran email kami selama ini, Ros pun percaya dan sangat bahagia saat mendengar pertama kali suaraku. Ros lalu minta temannya agar menyerahkan HP itu padaku. Aku pun segera berterima kasih lalu pergi meninggalkannya agar ia tidak bertanya macam-macam padaku. Aku langsung ke terminal bus untuk pulang ke rumahku. Setelah tiba di rumah, kurahasiakan HP itu pada istriku dan tidak kuaktifkan.
Kenyataan yang kualami itu sulit dipercaya, tapi itulah kenyataannya. Aku sendiri heran kenapa masih ada orang seberani dan sebaik itu mau mengirimkan HP mahal padaku tanpa pamrih. Aku bicara panjang lebar dengan Ros ketika istriku ke pasar sampai pulsanya habis dan Ros pun berjanji akan mengirimkan biaya pulsa melalui rekening yang akan saya buka pada salah satu bank selama pulsanya kugunakan untuk berkomunikasi dengannya. Aku tiba-tiba merasa mendapat rezeki seolah turun dari langit tanpa kerja keras.
Sejak saat itu, aku setiap hari bicara dengan Ros ketika istriku atau aku berada di luar rumah, namun tidak pernah lama karena perasaan berat membebani Ros. Lagipula jika ada yang perlu kujelaskan, aku kirim lewat email saja. Kecintaan dan kerinduan kami semakin mendalam. Kami saling menawarkan diri apakah aku yang ke Banjarmasin atau Ros ke Makassar untuk bertemu langsung pada salah satu hotel. Hingga akhirnya kami sepakat bahwa Roslah yang ke Makassar, selain untuk menemui temannya si pembawa HP itu, juga ia lebih luang waktunya, terutama ketika suaminya keluar kota untuk beberapa hari. Sementara aku, sulit membuat alasan yang tepat untuk meninggalkan istri selama beberapa hari di Kalimantan.
Setelah kami sepakati jadwal dan penginapan tempat pertemuan kami di Makassar baik lewat email maupun lewat telepon, kamipun bertemu di salah satu hotel yang telah kami sepakati sebelumnya, tentunya setelah kami saling menginformasikan ciri-ciri pakaian kami masing-masing. Tidak satu pun ciri-ciri yang ia sebutkan meleset, sehingga kami segera berangkulan, berpelukan, bahkan berciuman di ruang tamu hotel setelah kami saling menatap sejenak dan saling menyebutkan nama. Cukup lama kami berpelukan karena rasa kerinduan kami yang hampir tak dapat ditahan lagi, yang diiringi pula dengan dorongan syahwat yang besar.
"Yuk, kita ke lantai atas saja. Aku sudah pesan kamar beberapa jam yang lalu" ajak Ros sambil menuntunku naik ke lantai 2 hotel itu dan langsung masuk kamar yang telah dipesannya.
Ternyata Ros sudah tiba di hotel itu sejak beberapa jam yang lalu. Aku tak sempat lagi menanyakan ia naik apa dan dengan siapa ke Makassar. Aku sudah terkonsentrasi hanya pada satu tujuan yaitu saling menukar pengalaman, membuktikan ceritaku selama ini dan memberikan bimbingan serta ujian di atas ranjang.
"Mas, kita lepaskan kerinduan dulu di atas ranjang ini baru berbincang-bincang atau sebaliknya?" tanya Ros dengan tatapan mata yang tajam penuh kerinduan sambil memeluk aku dan menyandarkan kepala di bahuku.
"Terserah Mbak deh, aku nurut aja" jawabku singkat seolah aku kehabisan bahan dan tidak mampu berkata apa-apa melihat pemandangan yang indah dan sempurna sekali.
Ros ternyata melebihi apa yang kubayangkan selama ini. Ia memiliki bodi yang cukup sederhana. Langsing, putih bersih, bibir merah dan rambut sebatas bahu dengan bau parfum yang menyengat di hidungku. Perkiraanku bahwa harga pakaian dan parfumnya pasti mahal. Senyumannya cukup manis dan sorotan matanya memancing syahwatku.
"Kalau gitu kita lepasin kerinduan kita aja daripada nyiksa batin kita terus menerus. Yach, khan Mas..?" katanya sambil menarikku duduk di tepi dipan kamar itu.
Bagaikan harimau lapar dan kehausan, Ros segera melumat bibirku dan menghisap lidahku dengan keras sekali sambil tangan kirinya membuka kancing bajuku satu persatu. Lidahnya menyapu seluruh tubuhku yang terbuka dari ujung rambut hingga perut setelah bajuku terlepas. Aku tentu menyambutnya dengan tindakan yang sama.
Mulut kami tidak banyak mengeluarkan kata-kata, tapi tangan dan lidah kami sangat aktif bergerak saling bertukar kerinduan. Kedua tanganku berhasil melepas baju Ros dari tubuhnya sehingga tampak kulit putih dan lembutnya yang dihiasi dengan dua bukit mungil terbungkus BH warna abu-abu tipis. BH itu tak lama melekat di tubuhnya karena tanganku dengan lincah melepaskannya lalu kususul dengan serangan mulut yang menempel di antara kedua bukit itu. Perlahan kugeser hingga secara bergantian kedua ujung bukit yang berwarna kecoklatan dan sedikit agak mengeras itu kujilat dan kuhisap berkali-kali. Desah nafas kami saling memburu yang diwarnai dengan keringat khas yang membasahi tubuh kami.
"Mas, aku buka yach.." pinta Ros saat tangannya sudah melepas resleting celanaku dan menariknya turun hingga lepas.
Aku pun melakukan hal yang sama, sehingga yang melekat di tubuh kami hanya tinggal celana dalam. Karena aku lelah dan belum istirahat, aku segera melepaskan CD-nya dan ia pun hampir bersamaan melepaskan CD-ku meskipun kami belum puas bermain-main. Kami saling bugil, saling berguling dan bergantian menindih.
Dengan posisi berlawanan, kami saling menjilati kemaluan dengan lahap. Jika kupercepat dan kukeraskan jilatanku, Ros pun melakukan hal yang sama. Kami seolah saling mengerti dengan yang akan kami lakukan selanjutnya. Kami lalu duduk berhadapan dan saling bercumbu sejenak, lalu kudorong tubuh Ros agar telentang, lalu aku menindihnya. Entah siapa yang mengarahkan penisku ke lubang memek Ros, tiba-tiba ujungnya sudah menancap seolah melihat sasarannya.
Dengan kedua tangannya, Ros membuka kedua bibir vaginanya agar memudahkan penisku masuk. Aku pun mengikuti dan menekannya agak keras supaya masuk dengan cepat. Tapi tidak bisa dengan mudah masuk ke lubangnya walaupun penisku tergolong normal bagi ukuran Indonesia, sementara memek Ros jarang dikocok oleh kontol seukuran kontolku, maka wajar saja jika berkali-kali aku dorong masuk, namun selalu saja kesulitan meskipun kami saling mengupayakannya dengan berbagai cara. Tapi karena lubang memek Ros tidak jauh berbeda dengan memek wanita lain yang bisa menguak dan bagaikan karet berlubang, maka sebesar apapun penisku sepanjang masih bisa mengeras seperti tongkat akhirnya masuk juga dengan selamat tanpa cedera sedikitpun, bahkan membawa kenikmatan luar biasa bagi kami.
"Mas, ayo.. kocok donk.. Ahh.. Ukkh. Teruss.. Maas.. Ukhh.. Mm. Auhh.. Eenakk.. Maass.. Yahh.." kata Ros sambil mengeluarkan nafas keras ketika kocokan kontolku kupercepat dan kukeraskan hingga amblas sampai kedua biji pelirku sedikit terasa sakit karena hentakan kerasku.
"Ini baru pendahuluan sayangngg. Akan ada ujian susulan nantii.." kataku sambil terus mengocok sampai menimbulkan bunyi khas tersendiri.
"Aakuu.. dii.. aatass.. Yaahh.. Uuhh.." pinta Ros sambil membalikkan tubuhnya hingga ia mengangkangi tubuhku tanpa melepas kontolku dari dalam kemaluannya.
Ia bagaikan naik kuda loncat-loncat di atasku menghentakkan pantatnya sambil mengeluarkan nafas yang tak beraturan. Aku pun tidak sanggup lagi menahan cairan kental yang sedikit hangat bergerak dari dalam batang penisku. Aku akan memberitahukan hal itu kepada Ros, tapi Ros tidak mau memperlambat gerakan pinggulnya, bahkan matanya tertutup ketika spermaku terasa menyemprot ke dalam rahimnya. Ros tampaknya tahu hal itu dan ia malah tersenyum tanpa penyesalan seolah ia sangat menikmati puncaknya. Tiba-tiba ia berhenti bergerak dan menjatuhkan kepalanya di atas dadaku lemas seperti orang yang pingsan. Aku merangkul punggungnya dengan erat sambil berbisik ke telinganya..
"Mbak, lelah yachh.. Atau tidur..?" tanyaku sambil merapatkan mulutku di telinganya. Tapi ia terdiam. Aku biarkan saja dia tidur di atasku karena kelelahan. Aku pun lalu ikut tertidur.
Setelah kurang lebih 45 menit kami tertidur dalam posisi Ros masih menindihku, kami terbangun dan langsung ber ciuman lalu saling melempar senyum tanpa kata-kata. Ros segera masuk kamar mandi dan aku menyusulnya. Kami menyiram badan masing-masing. Setelah bersih, kami lalu keluar dan langsung berbaring lagi tanpa busana. Barulah kami saling berbicara mengungkapkan perasaan masing-masing panjang lebar.
Ros tampaknya sangat bahagia dan puas, meskipun aku menyampaikan bahwa ujian susulan itu nanti pasti akan lebih dari itu, sebab masih banyak gaya dan posisi yang pernah kuceritakan yang akan kami praktekkan nanti. Ros malah bersedia tinggal beberapa hari lagi di hotel itu semata-mata untuk membuktikan apa yang telah kuceritakan. Ia tidak menolak saat aku menyemprotkan sperma di dalam rahimnya karena ia yakin bahwa ia mandul dan tak akan membuahkan janin dalam rahimnya.
Kami melakukan hubungan yang lebih mengasyikkan lagi selama tiga kali sehari karena semua gaya dan posisi seks yang kuketahui, kami coba praktekkan semua. Selama 3 hari kami melakukannya 3 kali sehari di hotel itu tanpa keluar jalan-jalan hingga Ros pulang dan berjanji akan kembali lagi nanti saat kami telah menyepakati untuk meneruskan ujian-ujian susulannya.
*****
Jika ada yang tertarik dengan ceritaku, silakan hubungi emailku di bawah.
Tamat