Cairan hangat mulai keluar dari lubang kenikmatannya yang hangat dan dengan aroma yang khas vagina perempuan, tapi ini lain entah aku tidak tahu lagi mau ngomong apa. Kuhisap, kutelan dengan segala perasaan nikmat yang tinggi dan dia menggelinjang hebat tatkala mulutku, bibirku menyedot habis ke arah lubang kenikmatan vaginanya dengan cengkeraman yang kuat kedua belah pahanya di kepalaku. Gerakannya berputar membuat posisi kami berdua benar-benar dalam keadaan "69 position" dengan dia di atas mengulum penisku dan aku di bawah menghirup, menjilat serta menghisap klitorisnya dengan kenikmatan yang edan.
"Aaahh.. mmff.. Dhityaa sayang.." teriak kecil suaranya bagaikan hendak menangis karena aku tahu pencapaian kenikmatan orgasmenya telah mendekati titik puncak dan "Maass.. akuu.. oohh.." inilah puncak orgasmenya, bibirku, mulutku, lidahku terasa kelu akibat cairan kental hangat memenuhi rongga vagina indah itu disertai jepitan hebat kedua pahanya yang putih, mulus dan montok itu, pinggulnya bergerak ke atas ke bawah dan diam sejenak. Sementara aku bergetar rasanya di ujung penisku yang berdenyut dan aku merasa ngilu yang hebat pada pangkal pahaku sehingga aku tidak tahan lagi.
"Mbaakk.. mmff.." aku tidak kuat menahan lagi. Kedua tanganku melingkar menahan pantatnya yang gempal dan kukecup labia mayora-nya sambil menyedot klitoris mungil itu dan pantatku terangkat ke atas menekankan penisku ke dalam mulut Mbak Evie dan, "Creett.." rasa nikmat dunia yang lain tidak dapat menyaingi apa yang sedang kualami, spermaku muncrat keluar beberapa kali (sampai terasa agak perih pada ujung lubang penisku) Masuk ke mulut sensual Mbak Evie-ku yang cantik, kami sama-sama diam mengejang kaku akibat orgasme bersama dalam permainan oral seks. Aku menjatuhkan pantatku disertai keluhan panjang, dan Mbak Evie berguling tertelentang setelah melepaskan penisku dari mulutnya yang sensual itu. Aku bangun perahan sambil bergeser mendekati wajahnya yang manis terlihat puas dengan mata agak tertutup, aku terus bergeser sampai kami berbaring bersebelahan. Completely naked a pair of man and woman.
"Mbaak.." aku menyapanya dengan lembut sambil mengusap pipinya. Dia membuka matanya dan menengok ke arahku sambil tersenyum manis.
"Oohh Dhitya sayang.. aku sayang kamu.. aku mau kamu peluk aku Dhiitt." jawabnya dengan lirih, langsung kupeluk dia dengan mesra dan dia pun membalas pelukanku dengan kecupan-kecupan lembut di bibirku dan terasa masih ada sisa spermaku sendiri di bibirnya. I don't care. Sejenak kami berpelukan dan akhirnya dia bangun terus menindih tubuhku sambil meletakkan kepalanya di dadaku.
"Dhitya sayang, mengapa kita baru bertemu sekarang yaa, aku seperti nggak merasa lebih tua dari kamu dan aku juga nggak merasa sudah punya anak dua ataupun sudah punya suami sejak apa yang terjadi di villa Cibodas dulu." kata-katanya meluncur dari mulutnya yang mungil itu sambil mengelus dadaku, kemudian diangkatnya kepalanya dan memandangku dengan manisnya serta tangannya sekarang memegang kedua belah pipiku, aku sendiri dari sejak orgasme sudah tidak bisa berkata banyak saking nikmatnya rasa tersebut.
"Aku mau kamu.. aku mau bercinta terus sama kamu.. aku mau sama kamu terus Dhitya sayang.. sikap kamu tidak seperti anak muda lainnya," desahnya dengan lembut.
Aku mencoba memperbaiki posisi tidurku dengan menambah bantal di bawah kepalaku dan sekarang aku dapat memandangnya, kupeluk dia sambil menariknya perlahan hingga wajah kami sekarang berhadapan berjarak kira-kira kurang dari 5 cm. Hidung kami bersentuhan lembut, aroma nafasnya yang harum tercium dengan nikmat di hidungku.
"Mbak Evie yang manis, aku juga sayang sama Mbak.. aku pernah punya pacar 5 tahun yang lalu Mbak dan aku juga sudah bercinta sama dia, tapi mungkin karena dia masih perawan pada waktu itu dan yah namanya juga masih SMP tapi kami akhirnya yaa.. bercinta.."
Sekonyong-konyong Mbak Evie sambil merenggut kepalaku hingga tertegak dalam cengkeramannya,"Kamu perwani dia Dhit.. iya kamu lakukan! Gila kamu!" sergahnya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, sejenak aku jadi kikuk menghadapi tatapan matanya yang tajam tiba-tiba itu.
"I.iya Mbak.. habis kita berdua sudah kepingin banget waktu itu dan sudah kayak begini ini keadaannya.. kayak seperti kita ini lho Mbak." jawabku bingung kehabisan kata-kata.
Dia memandangku agak lama, sepertinya ada sesuatu yang hendak dikatakannya dan dia tersenyum perlahan dan akhirnya tertawa renyah tertahan.
"Oh Dhitya-ku yang manis, kamu memang benar-benar playboy cap rantang, dasar tukang urut keren, akhirnya bagaimana ceritamu itu.. berapa kali kamu bercinta dengan pacarmu itu." katanya disertai tepukan-tepukan halus di pipiku sambil menggigit-gigit kecil ujung hidungku.
Kuceritakan pengalamanku secara singkat sewaktu aku masih kuliah aktif di tingkat II sambil mengusap punggungnya yang halus serta sekali-sekali meremas pantatnya yang masih gempal itu dan Mbak Evie mendengarkan dengan penuh perhatian diselingi dengan tersenyum manis, menggelengkan kepala, mencubit hidungku juga sesekali menggoyangkan pinggulnya sehingga rambut vaginanya menggesek-gesek penisku hingga mulai tegang perlahan, sepertinya dia terangsang lagi mendengar kisahku bercinta dengan pacarku tadi. Kuakhiri cerita pengalamanku padanya sambil mengecup bibirnya yang indah, dibalasnya dengan ganas dan pinggulnya sekarang benar digoyangkan sedemikian rupa yang membuat penisku benar-benar naik darah lagi dan terasa mulai dijepit diantara bibir vaginanya yang hangat. Tanganku bergerilya ke susunya yang besar dan menggemaskan.
"Oooh Dhitya sayang, aku mau lagi, mau lagi bercinta sama kamu lagi.. aku mau burungmu berada di dalam vaginaku dengan hangat, sayang.. ayo kamu mau kan, nggak capek kan?" katanya manja dan disertai pagutan-pagutan yang mulai garang dan liar itu.
Tanpa banyak bicara kulayani kemauannya dengan membalas kecupannya, lidahku bermain dengan agak kasar di dalam mulutnya sementara dia tetap berada di atas tubuhku, vaginanya digosokkan ke penisku dengan agak kasar juga dengan harapanku terangsang. Memang aku sudah sangat terangsang.
"Dhitya.. oh Dhitya.. aku nggak tahan Sayang.. masukin burungmu sekarang.. sekarang!" jeritnya sendu sambil mengangkat pantatnya serta merta diarahkan ke penisku yang tegak 16 cm itu, dan aku pun memegang dan menempelkan pada lubang kenikmatannya dengan tangan kananku sementara tangan kiriku meremas susu dan putingnya yang mengeras dan nikmat terasa kami berdua waktu penisku amblas ke dalam vagina Mbak Evie yang terasa hangat dan basah serta licin itu.
"Ooohh Dhitya sayaangg, kamuu.. akuu.. puasi aku sayang!" kembali jeritnya tertahan sambil menggoyangkan pantatnya yang bulat dan gempal itu naik turun.. naik.. turun makin cepat.. makin cepat.. makin cepat dan terasa makin licin serta hangat, basah di penisku, denyut-denyut ngilu menggigit di kepala penisku menandakan tanda-tanda orgasme akan mencapai pada puncaknya. Aku mencoba bertahan sambil meremas lembut kedua susunya yang bergoyang dengan hebatnya seiring gerakan tubuh Mbak Evie yang makin liar dan garang itu di atas tubuhku. Tiba-tiba dia menjatuhkan tubuhnya ke atas tubuhku sambil menjepitkan kedua pahanya ke pinggangku dan otot-otot vagina perempuan cantik yang sedang memperkosaku ini menjepit serta mengurut penisku dengan kenikmatan luar biasa rasanya. Dia mencapai orgasme yang kesekian kalinya.
"Aaawww.." teriakku tanpa sadar karena terasa sakit dan pedih di dadaku sebelah kanan yang ternyata digigit oleh Mbak Evie yang mencapai puncak orgasme beberapa detik yang lalu."Ooohh.. nnggmmff, Dhitya sayang.. Dhiitt.." kembali suaranya seperti melolong, jepitan pahanya tidak mengendur dan terasa denyutan ototnya pun tidak berhenti beberapa saat, aku mulai tidak tahan dengan denyutan-denyutan di kepala penisku ini dengan rasa ngilu dan setengah memaksa kupeluk Mbak Evie dan kubalikkan badanku sehingga aku berada di atasnya dengan kedua belah kaki serta pahanya yang menggemaskan itu masih mengelilingi dan menjepit pinggangku. Aku menggenjot dan memompakan tubuhku, pantatku, dadaku dengan segala daya yang masih ada pada diriku saat itu, kuhujamkan habis-habisan penisku ke dalam vaginanya yang hangat dan nikmat sampai akhirnya, "Mbaakk.. aahh.. mmff.." aku mengerang dan spermaku lepas, mucrat, keluar dengan dahsyatnya di dalam lubang kenikmatan perempuan cantik, putih yang amat menggemaskan itu hingga perih terasa di ujung lubang penisku itu dan untuk kesekian kalinya aku sudah melupakan siapa aku, siapa wanita yang sedang kutiduri ini, di mana kami sedang berada, dalam rangka apa kami di sini, yang ada dalam benakku saat ini adalah nikmat bercinta, nikmat sanggama, enjoying Make Love tidak peduli dengan siapa.
Kami berpelukan dengan eratnya seolah-olah tidak akan dapat terpisahkan oleh apapun, tanpa sadar aku menyusupkan kepalaku sambil menciumi leher jenjang dan putih Mbak Evie, dia pun memeluk erat dan menciumi kepalaku dengan lembut.
Jepitan pahanya mengendur disertai keluhan panjang, kedua betis indah bagai padi bunting itupun terasa lepas dari pinggangku, elusan tangannya tetap membelai punggungku, sementara aku masih tertelungkup di atas tubuhnya seperti anak kecil takut ditinggal ibunya. Hancur rasanya semua sendi-sendi tulangku, habis rasanya semua cairan tubuhku dihisap oleh kekuatan magis tubuh Mbak Evie-ku yang cantik.
Aku bergerak mundur seolah-olah akan melepaskan pelukannya tapi Mbak Evie menahanku sambil berkata, "Jangan dilepas Sayang, aku ingin merasakan burungmu tetap ada disarangnya sampai aku merasa puas, Sayang.. kamu mau kan?" Mbak Evie berbisik di telingaku dengan mesra.
"Dhitya sayang, hey.. kenapa kamu Sayang.." lagi sapanya lembut sambil mengelus pipiku, aku tersadar dan mencoba bangun sambil memutar badanku ke kanan sehingga aku berada di sebelah kanan Mbak Evie dan dia mengikuti gerakanku sambil tetap memelukku seperti memeluk guling, guling hidup yang berpredikat tukang urut.
"Oooh Sayang, dadamu luka Sayang, kenapa? Oh gara-gara kugigit tadi yaa.. maaf.. maaf ya Sayang.. aduh kasihan, sakit yaa.. aduuh maafkan Mbak ya Sayang.. mmuah.." katanya penuh penyesalan sambil mengecup dadaku yang terluka itu dengan penuh kelembutan dan kasih sayang. Aku meringis menahan pedih sedikit waktu lidahnya yang tipis menyentuh luka di dadaku itu.
Kemudian sambil menyusupkan wajah serta kepalaku di dada yang membusung dan nikmat itu sambil menciumi puting coklat muda yang menjadi kegemaranku itu dan berkata, "Mbaak, aku juga sayang sama Mbak, tapi gimana dengan Mas Iwan dan adik-adik, Mbak?" jawabku dengan manja diselingi mengecup susunya yang montok persis seperti bayi minum ASI.
"Ah kamu nggak perlu mikirin soal itu, Mas Iwan cukup memberikan apa-apa yang kuminta untukku dan anak-anak. Aku juga akan tetap memperhatikan mereka.. sudah ah, nggak usah ngomongin yang begituan, sekarang aku hanya mau sama kamu, mau dekat kamu dan mau bercinta sama kamu, Sayang." katanya sambil menciumi kepalaku dengan lembut.
Malam itu kami bercinta dua kali lagi sampai seluruh persendianku mau lepas rasanya.
Kegiatan FFA berlangsung terus sampai ke Denpasar, Bali dan aku beserta rombongan termasuk Mas Echa, Mbak Ranti, Mbak Evie terbang ke sana. Acara penutupan seperti biasa dihadiri oleh seluruh negara peserta termasuk para aktor, aktris, sutradara, produser berlangsung meriah dihadiri oleh menteri penerangan saat itu Bpk A.M.(alm). Tugasku dapat kuselesaikan dengan baik dan menerima honor yang cukup lumayan untuk tambah-tambah uang ujian dan uang saku.
Hari-hari terakhir FFA di Bali kulalui bersama Mbak Evie dengan mesra, kami menginap di Sanur Beach Hotel sampai dengan malam penutupan FFA. Kami jalan-jalan mengendarai mobil sewaan yang banyak di sana, kemudian kami mencari penginapan sejenis home stay yang menurutku lebih santai dan tidak banyak aturan ataupun formalitas seperti di hotel-hotel berbintang, Mbak Evie menuruti apa permintaanku yang tentu saja aku juga sudah memperhitungkan bahwa hal-hal tersebut tidak akan menyusahkan dia.
Kami mendapatkan satu home stay berbentuk rumah panggung kira-kira 1 meter tingginya dari permukaan tanah yang agak terpisah dengan villa/bungalow/hotel lainnya tetapi cukup bersih, rapi dan jaraknya kira-kira 100 m dari pantai Sanur.
"Oh Dhitya sayang, kamu kok pinter cari tempat seperti ini.. sepi, tenang dan exotis." Dia berkata saat kami berdiri berhadapan bagaikan sepasang kekasih (memang kami sepasang kekasih kok) sambil memandangku di depan halaman tempat kami akan menginap untuk dua hari lagi, tangannya yang putih halus dengan nakalnya mengelus dadaku yang bidang dengan kancing baju terlepas sampai ke perutku, terus turun di balik celana pendek pantai yang baru saja kubeli dari hasil kerja part time, mengelus halus benda di pangkal pahaku yang mulai menegang akibat tangannya yang nakal itu. Aku melihat ke sekitar tempat tersebut, sepi dari lalu lalang orang desa maupun para turis lokal dan mancanegara.
Aku kembali menatapnya dengan tersenyum lembut, kukecup bibir sensualnya sambil tanganku juga bermain menyusup dan meremas susunya yang montok di balik baju casual-nya dengan kancing terbuka sampai ke bagian dada yang seperti kuceritakan sewaktu kami bertemu di Yogya. Dia mendesah merasakan remasan lembut tanganku di buah dadanya yang selalu menggairahkanku, kutuntun Mbak Evie dengan mesra tanpa melepaskan pelukan kami berdua serta tangan kami yang nakal tetap pada tempat kenikmatan masing-masing. Kami masuk ke dalam rumah, terus ke dalam kamar menuju kasur tertutup sprei berwarna biru muda lembut ukuran king size yang terhampar di lantai (kamar exotis tanpa tempat tidur konvensional).
Kembali kami berdiri berhadapan, saling memandang dengan mesra, kemudian dengan hati-hati dan perlahan kubuka kancing baju Mbak Evie yang tersisa 4 buah itu dan dia pun membuka kancing bajuku yang tersisa 2 buah itu, baju kami jatuh ke lantai, tubuhku telanjang sebatas perut diusapnya dengan lembut sambil menatapku dengan matanya yang hitam indah itu. Aku tidak tinggal diam, tanganku dengan hati-hati mencoba membuka BH putih tipis dengan renda halus yang berusaha menyangga buah dada yang besar, indah, putih serta montok seolah-olah akan keluar dari BH tersebut. Akhirnya terlepas sudah penyangga susu yang montok itu terlihat dengan indahnya bergantung lembut mencuat di dada Mbak Evie-ku yang manis. Tanganku menyentuh puting susunya yang berwarna coklat muda dan memilinnya dengan lembut.
"Oooh Dhitya.. Dhitya sayangku.. teruss, Sayang.. teruss.." desahnya berbisik sambil berusaha memelukku dan menempelkan kedua buah dadanya yang besar dan montok itu ke dadaku. Akhirnya kuhentikan permainan tanganku dan menyambut dekapan dadanya yang lembut dan amat menggemaskanku itu. Kepalanya menempel di dadaku sejenak, kemudian dia menengadah menatap ke arah wajahku sambil menyentuhkan dagunya yang lucu di dadaku dan tangannya melingkar di pinggangku, aku pun memeluknya dengan melingkarkan kedua tanganku ke lehernya yang jenjang dan putih itu.
"Mbak Evie sayang.. aku juga mau memperkosamu, now!" kataku sambil agak kasar membuka celana kulotnya serta menjatuhkannya ke lantai, sementara dia tetap memandangku dengan sikap acuh tak acuh dan tetap menempelkan dagunya di dadaku.
"Coba kalau kamu berani.. aku mau lihat keberanian serta kejantanan si tukang urut memperkosaku." jawabnya enteng sambil tersenyum, aku tersenyum juga dan mengangkat tanganku seperti orang menyerah.
"Iya deh, aku menyerah karena aku nggak bisa melakukan itu sama Mbak.." dan tangannya dengan cepat membuka celana pantaiku sekaligus CD-ku dan, "Tuing!" Penisku dipegang, diremas dengan lembut, kulepaskan CD-nya juga dan kami berdua sudah telanjang bulat. Tanganku meremas kembali mainan bayinya yang besar, montok, dihiasi puting coklat muda yang amat menggemaskan serta membuat Birahi Tinggi bagiku.
Keluhannya terdengar panjang dan mendayu-dayu, kedua paha putihnya nan mulus merenggang mencoba agar vaginanya yang hangat itu menyentuh penisku yang sedang dipegangnya. "Dhitya sayang, aku mau make love yang lama ya hari ini sama kamu, yaa.." katanya dan dia menarikku dengan pelan, kami duduk di pinggir kasur sambil berpandangan mesra. Dengan lembut kurebahkan Mbak Evie dan kukecup keningnya, matanya yang hitam indah itu, pipi lembutnya, terus turun ke sudut bibirnya yang sensual, kugigit pelan bibir bawahnya disertai desahan serta tarikan nafasnya terdengar, "Mmmff.." pelukan tangannya di leherku, di kepalaku sambil mengusap punggungku. Dia membalas kecupanku dengan membalas menggigit kedua bibirku sehingga aku terdiam sejenak tidak bisa menggerakan kepalaku.
Bersambung . . . .