Namaku Dini (ini bukan nama asliku), aku masih single. Karena tuntutan pekerjaan, maka saat ini aku tinggal di Bandung. Aku bekerja pada salah satu Bank Swasta di Bandung dalam jajaran staf direksi. Nah, pengalamanku kali ini berhubungan dengan Cyberpace dan setelah membaca e-mail ini, para laki-laki yang telah mengirimkan e-mailnya kepadaku akan menyadari mengapa saya tidak pernah membalas e-mail mereka karena pengalaman yang kualami ini. Hal ini semuanya berawal pada suatu malam ketika hujan mengguyur kota Bandung dengan derasnya, dan aku dihinggapi rasa sepi luar biasa, entah mengapa malam itu aku tak bisa memejamkan mataku. Aku masih ingat, hari itu hari Jumat malam, aku tidak tahu apa yang mesti kulakukan untuk mengisi malam ini dan besoknya buat weekend, biasanya aku melewatkan waktu dengan beredar ke Caf atau diskotik di Bandung bersama sahabatku Lisa, dan beberapa teman gaulku lainnya, tetapi malam itu tiba-tiba aku malas untuk pergi ke mana-mana, lagipula hujan belum berhenti, sedangkan Lisa sahabatku sedang berada di Jakarta untuk urusan bisnisnya selama lima hari.
Aku lalu memutuskan untuk membuat susu panas, chees toast dengan scramble egg di dapur, sementara aku memasak, beberapa temanku menelepon mengajak pergi, tetapi aku menolaknya, aku tidak berminat mengikuti ajakan mereka, aku memutuskan untuk berdiam diri di rumah saja malam itu.
Setelah semua yang kumasak sudah jadi, aku membawanya ke ruang tengah di lantai atas rumahku, lalu aku mulai meng-connect PC-ku dengan internet provider. Mulailah aku menjelajahi dunia maya, ditemani segelas susu panas dan teman-temannya tadi. Aku membuka mIRC, dan mencoba chatting dengan beberapa netter lain, tak lama kemudian aku akhirnya online dengan beberapa cowok, satu diantaranya menarik perhatianku, dia memakai nickname [hujanderas] yang kebetulan sama dengan keadaan diluar. Dia bilang, dia berumur 28 tahun, bekerja di salah satu Trading Company di Bandung juga, dan kebetulan belum married, walaupun terus terang aku tidak mempercayai sepenuhnya, tetapi aku menanggapinya juga, karena dia lebih sopan dibandingkan yang lain, dan dari segi bahasa yang digunakan juga menunjukkan dia (mungkin) seseorang yang 'berkelas', hal itu membuatku untuk men-disconnect cowok-cowok lainnya, dan hanya melayani chat dengan si [hujanderas] saja.
Ternyata [hujanderas] orang yang menyenangkan juga, dan lumayan berwawasan luas, segala hal yang aku omongkan 'nyambung', hingga kadang secara tidak sadar aku senyum-senyum sendiri di depan layar monitor PC-ku, mirip orang yang tidak waras. Lumayan lama aku chatting dengannya hingga tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 4 dinihari, gelas susu panas tadi sudah lama kosong, begitu juga toast yang sudah tandas duluan, lalu akupun mulai merasakan mataku berat dan badanku penat, akhirnya setelah memutuskan untuk bertemu dengannya sore nanti, aku segera beranjak tidur.
Aku tidur nyenyak sekali, rupanya aku benar-benar kelelahan setelah semalaman chatting dengan [hujanderas]. Aku terbangun oleh dering telepon yang terletak di meja kecil tepat di samping tempat tidurku. Dengan malas kuraih gagang telepon yang berbentuk boneka Garfield itu, seseorang menyapaku di ujung sana.
"Din, elo masih tidur gini hari?!" ternyata Lisa.
"Mmm.. elo di mana Lis..?" suaraku terdengar serak karena aku memang masih ngantuk berat.
"Masih di rumah Jakarta, ntar gue pulang dua hari lagi kok, udah dulu yah.. met tidur lagi deh.. hi.. hi.. hi.. 'Klik!" telepon ditutup.
"Sableng.." kataku dalam hati. Mataku melirik ke arah weker, "Gila, udah jam setengah satu siang.."
Dengan malas aku turun dari tempat tidurku, lalu kubuka tirai jendela kamarku, di luar hari sangat terang, matahari bersinar dengan cerahnya, kulihat ke bawah salah satu pembantuku yang masih muda, si Imas sedang menyiram tanaman, aku menikmati sebentar udara luar yang masuk ke kamarku, lalu aku mulai melakukan senam-senam kecil, meregangkan otot-otot tubuhku yang terasa kaku, setelah sedikit berkeringat, aku turun ke lantai bawah.
"Selamat siang Neng Dini, mau makan apa neng..?" sapa pembantuku yang lain lagi.
"Tolong bikinin telur dadar pakai kornet ya Bik," pintaku.
"Baik Neng.."
Aku lalu membuka kulkas, kutuang segelas orange juice dingin dalam gelas dan meneguknya habis, lalu tak lama kemudian aku makan dengan telur dadar kornet dan sup panas sambil membaca The Jakarta Post edisi hari itu. Beberapa berita di koran membuatku berharap agar tidak ada lagi fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dollar, karena kalau hal itu terjadi maka itu bakalan menjadi suatu pekerjaan lagi bagiku di kantor.
Selesai makan aku beranjak lagi ke atas, lalu masuk kamarku lagi, kuambil bathrobe dan towel, lalu aku mulai mandi. Entah mengapa, tiba-tiba dalam kamar mandi aku mencoba membayangkan si [hujanderas] tadi, walaupun semalam aku sudah melihat fotonya yang dikirimkan padaku, dimana dia terlihat lumayan tampan, tetapi karena aku belum melihatnya secara keseluruhan (karena fotonya hanya setengah badan) maka dalam bayanganku dia bertubuh tegap, dan atletis. Lalu dalam keadaan telanjang bulat di dalam kamar mandi, aku mulai merangsang diriku sendiri.
Tanpa sadar tanganku mulai menggerayangi bagian-bagian sensitif sekujur tubuhku. Anganku melayang membayangkan seolah cowok itu datang memelukku, lalu menciumi tubuhku dengan mesra, hingga kurasakan tubuhku merinding, lambat namun pasti kurasakan tangannya meremas dadaku yang kenyal, jemarinya memelintir puting-putingnya dengan lembut, hingga kedua putingku mengacung keras. Aku mulai mengejang dan dia mulai berbuat lebih jauh lagi, tangannya menelusup di selangkanganku, lalu membelai lembut gumpalan daging lunak penuh bulu, menyibakkannya lalu menelusupkan tiga jarinya, menggosok dan mengucek-ngucek klitoris dalam liang kewanitaanku hingga aku makin mendesah-desah penuh kenikmatan, tubuhku mulai berkeringat sementara rongga bagian dalam kewanitaanku mulai licin, basah dan berdenyut-denyut hangat, aku makin tak tahan lagi.
Sesaat kemudian aku segera membuka laci toilet, dan kuambil vibrator berbentuk kemaluan laki-laki berulir dengan panjang sekitar 30 cm, yang digerakkan tenaga baterai, dan segera menghidupkannya. Batangan plastik itu bergerak-gerak dan bergetar perlahan, aku lalu memasukkannya senti demi senti dalam lubang kewanitaanku dan.., "Srett.. srett..!" kubayangkan cowok itu menghunjamkan batang kejantanannya menembus dalam-dalam lubang kewanitaanku menyungkal hingga ke pangkalnya, sampai aku merasakan geli namun nikmat luar biasa, akibat gesekan dinding-dinding lubang kewanitaanku dengan permukaannya yang berulir. Kurasakan hawa hangat mulai menjalari seluruh saraf tubuhku, berpusat dari pangkal selangkanganku.
Mulailah aku mengocok-ngocokkan batang bergetar itu keluar masuk liang kewanitaanku, hingga batang itu berlumuran lendir bening hangat kental yang berbau khas, aku sendiri makin mengerang-erang pelan, keringatku makin banyak. "Ohh.. mmhh.. sshh.. aahh.. ahh.. ouwfouwww.. hhmmhh.." Akhirnya setelah berulang kali batang itu keluar masuk dalam liang kewanitaanku, kurasakan sesuatu mendesak dari dalam tubuhku, seakan-akan ada sesuatu yang akan meledak, aku mencoba bertahan dan tanganku makin menggila mengucek-ucek liang kewanitaanku sampai-sampai sebagian lendir hangatnya meleleh, berleleran di antara paha dan pantatku. Hingga akhirnya aku tak bisa lagi menahannya dan.., "Auuhh! oohh! aahh! ouww! hehhsshh!" maka jebollah pertahananku, kurasakan sesuatu meledak dari lubang kewanitaanku, begitu nikmat menjalari seluruh saraf tubuhku, hingga kurasakan badanku melayang ringan dan seakan-akan seluruh persendian tubuhku berlolosan. Tubuhku bergetar hebat, dan mataku terpejam erat, sedang nafasku terengah-engah menikmati sensasi luar biasa. Aku mencapai klimaks.
Dalam keheningan kamar mandiku, aku bermasturbasi gara-gara membayangkan bersetubuh dengan seseorang yang aku sama sekali belum pernah ketemu, setelah nafasku teratur, aku menyeka keringat tubuhku dengan handuk, kusimpan lagi vibrator berulir yang telah 'berjasa' itu setelah sebelumnya mencucinya bersih-bersih, dan akhirnya aku mulai benar-benar mandi. Kurasakan kesegaran luar biasa saat air hangat mengguyur tubuhku dari shower.
Tak lama aku sudah selesai berdandan. Aku merasa seksi sekali hari itu, kukenakan hipster hitam dengan tank top dan cardigan-nya, sengaja aku hanya memoles sedikit make-up pada wajahku, setelah menyemprotkan Aqua Di Gio pada tubuhku, aku segera menyambar tas tangan Prada dan kunci kontak Honda Estillo hitamku, lalu turun ke bawah.
"Mau pergi Neng?" tanya pembantuku yang sudah agak tua.
"Iya Bi, tolong si Imas suruh bukain pintu garasi!" perintahku.
"Jaga rumah baik-baik ya Bik, kunci semua pintu dan jendela, kalau ada orang yang nggak dikenal, jangan biarkan masuk.." sambungku lagi. Aku selalu mengingatkan pembantuku dalam hal keamanan, karena aku tinggal sendirian di rumah, dan hanya ditemani mereka berdua saja.
Kemudian aku sudah meluncur ke arah Dago bawah, matahari sudah mulai condong ke Barat, aku ingin jalan-jalan sebentar cuci mata di Galleria BIP, melewatkan waktu sebentar sebelum jam 5 sore, dimana aku ada janji dengan si [hujanderas] nanti. Aku melihat baju-baju yang ada di gerai-gerai Galleria Matahari, coba-coba beberapa potong, dan akhirnya tanpa kurencanakan aku membeli dua potong pakaian Invio, dua botol kecil nail enamel dan satu clear mascara. Aku selalu saja tak bisa menahan nafsu belanjaku apabila sedang berjalan-jalan.
Aku bergegas pergi saat kulihat arloji di pergelangan tanganku menunjukkan pukul lima kurang seperempat. Aku menyempatkan untuk menghubungi nomor HP si [hujanderas] dengan telepon kartu, sengaja aku tidak menghubunginya via HP-ku, karena aku tidak ingin dia mengetahui nomor HP-ku. Dia mengatakan sudah berada di Caf itu menungguku, memberitahuku warna bajunya dan tempat duduknya, akupun mengatakan warna baju dan ciri-ciriku padanya. Lalu aku berjalan menuju Caf Victoria yang ada di dekat pintu masuk BIP II, dan segera menemukannya duduk sendirian. Aku lalu berkenalan dengannya, dan mengambil tempat duduk di hadapannya, lalu beberapa saat kemudian aku sudah terlibat obrolan ringan dengannya, dan aku tidak memerlukan waktu yang lama untuk mengetahuinya bahwa dia sangat berbeda dari bayanganku, dan berbeda pula dari semua hal yang dia telah katakan semalam dalam chatting. Aku menilainya sebagai pria yang arogan sekali, walaupun wajahnya lumayan bersih, tetapi tidak cukup tampan dan bahkan tidak mempunyai sex appeal sama sekali, untuk bisa memenuhi kriteriaku.
Aku benar-benar kecewa, tetapi aku masih bisa bersikap wajar menghadapinya. Hingga kira-kira setelah satu setengah jam aku menghabiskan waktuku dengannya, aku meninggalkannya dengan satu alasan yang kukarang. Beruntung dia tidak berkeberatan hingga aku bisa langsung pergi tanpa meninggalkan nomor HP-ku padanya, jadi tak ada jejak yang tertinggal. "Weekend yang konyol.." aku tertawa sendiri dalam hati.
Akhirnya sisa weekend-ku kuhabiskan dengan sendirian lagi di rumah, dari kejadian itu paling tidak aku mengambil hikmahnya, bahwa lain kali aku tidak akan pernah berharap banyak pada sesorang yang kutemui dalam cyberspace. Untuk itulah aku berbagi pengalamanku ini dengan rekan wanita lainnya, agar berhati-hati menghadapi setiap netter pria di internet, dan jangan keburu 'GR' dengan pujian dan kata-kata manis yang banyak diobral, kadang sikap santun yang tertangkap hanyalah jebakan dengan penuh muslihat dibaliknya. So, be careful girls don't do stupid things like I did.. OK?
Tamat