Keinginan sekolah yang lebih tinggi kandas karena orang tuaku tak sanggup membiayai. Pada usiaku yang 16 tahun ini aku sudah jadi penganggur. Sejak selesai sekolah di desaku hingga hari ini aku belum dapat pekerjaan apapun. Aku pusing mikirnya. Jaman sekarang lulusan SMP macam saya ini mau jadi apa? Jadi ketika saudaraku yang telah lebih 5 tahun tinggal di Jakarta bilang bahwa ada keluarga muda di Jakarta yang mau menerima aku sebagai pelayan, yaa.. Aku sangat girang banget.
Besoknya, sesudah aku minta ongkos pakdeku, aku berangkat ke Jakarta menyusul saudaraku itu. Sesudah sekedarnya menyesuaikan diri dengan udara Jakarta selama 2 hari di rumah saudaraku, dia mengantarkan aku ke rumah keluarga muda yang diceritakannya itu. Mereka sangat gembira menyambut kedatanganku. Mereka bilang sangat memerlukan bantuanku. Kalau aku mau mereka juga akan membantu aku melanjutkan sekolahku. Wah, wah, wah.. Mereka demikian baik padaku.
Pada mulanya aku menyebutnya Pak dan Bu pada pasangan muda itu, namun mereka ingin aku menyebut atau memanggilnya dengan Oom Bonny, yang usianya baru 28 tahun dan Tante Indri yang baru 24 tahun. Rumahnya kecil sesuai dengan keluarga mudanya yang memang baru menikah dan belum punya anak. Hanya ada 1 kamar tidur, ruang tamu dan ruang makan jadi 1 dan dapur kecil yang diatur di emperannya.
Oom Bonny menunjukkan dimana tas pakaianku bisa ditaruh. Untuk tidur aku diberi kasur matras yang bisa digelar dimana aku suka di seputar ruang tamu itu. Aku senang dengan pengaturan itu karena aku bisa nonton televisi setiap saat. Bagiku TV adalah hiburan yang sangat menyenangkan. Maklum dirumahku nggak ada TV. Aku lega, merasa beruntung dan senang. Setidaknya, kini aku memiliki harapan. Setiap bulan aku akan ngantongi upahku yang Rp. 200.000, secara utuh karena untuk makan dan tidur aku tidak perlu mengeluarkan uang lagi.
Dan yang juga membuatku senang adalah keluraga muda yang kuikuti ini. Bayangkan saja, Oom Bonny orangnya ngganteng dan ramah dan Tante Indri, duh.. Cantik banget. Mereka benar-benar pasangan yang harmonis macam raden Arjuna dengan Dewi Subadra. Tugasku membersihkan rumah termasuk menyapu dan mengepel lantai, merapikan tempat tidur, cuci piring dan cuci pakaian. Aku sangat bersemangat untuk bisa memenuhi apa yang diharapkan Oom Bonny dan Tante Indri. Aku merasa sangat senang bisa berada di tengah keluarga muda ini. Aku merasa nikmat melakukan apapun yang diperintahkan oleh Oom Bonny maupun Tante Indri.
Aku merasakan ada semacam rangsangan yang hangat dan menyentuh kalbuku. Ah, lebih dari itu.. Rangsangan yang membuat hatiku jadi berdesir, kemudian detak jantungku menjadi lebih cepat. Suatu rasa yang nikmat seperti yang kurasakan saat aku melihat anak-anak laki atau perempuan mandi telanjang di kali desaku. Penisku ngaceng melihat mereka. Salahkah aku?
Begitulah hari-hariku telah berjalan sesuai apa yang seharusnya berjalan. Dan aku semakin merasakan kerasan bekerja pada Oom Bonny dan Tante Indri. Aku semakin merasakan mereka itulah bentuk idolaku. Kalau lelaki ngganteng seperti Oom Bonny, kalau perempuan cantik seperti Tante Indri. Aku menjadi semakin 'kesengsem' (terpesona hingga ke lubuk hati) pada mereka berdua. Dan kini aku mempunyai cara untuk menyalurkan 'kesengsem'-ku. Pada pagi hari sesaat sesudah Oom Bonny dan Tante Indri berangkat kerja aku mendekat ke meja makan dengan hatiku yang berdesir-desir. Kulihat piring-piring dan gelas-gelas kotor sisa makanan mereka. Sendok dan garpu bekas makan Oom Bonny dan Tante Indri.
Kubayangkan mulut, bibir, lidah atau ludah suami istri yang ngganteng dan cantik itu telah menyentuhi cangkir atau gelas, sendok garpu serta piring sisa sarapan itu. Penisku mulai tegang saat hasratku mendorong untuk membersihkan sisa makan dan minum Oom Bonny dan Tante Indri. Saat bibirku menyentuh pinggiran gelas itu aku merasakan seakan bibirku bersentuhan dengan bibir Bu Indri. Pinggiran gelasnya pasti telah bernoda bibirnya yang cantik banget itu. Aku seakan merasakan betapa harum mulut Tante Indri dan betapa manis ludahnya.
Saat mulutku menyuap sendok atau garpu bekas Oom Bonny seakan aku merasakan aku melumat apa yang ada dalam mulutnya. Aku mencium aroma mulut yang ngganteng itu. Aku juga juga merasakan manis ludahnya. Kuhabiskan minuman dan makanan di meja untuk bisa merasai secara ber-ulang-ulang apa yang bisa menjadi ungkapan diriku dalam menyalurkan hasrat 'kesengsem'-ku pada pasangan suami istri yang ngganteng dan cantik itu.
Semua itu kulakukan bukan semata-mata karena haus dan lapar. Hal itu kulakukan karena adanya dorongan yang membuat hatiku berdesir-desir. Desir-desir yang begitu nikmat seperti yang kurasakan saat melihati teman-teman desaku mandi telanjang di kali. Desir nikmat yang timbul disebabkan jiwaku 'kesengsem' oleh lekuk liku tubuh-tubuh telanjang mereka yang membangkitkan hasrat syahwatku.
Ahh.. Aku mulai menyadari bahwa 'kesengsem'-ku ini memang telah merebak dan menjangkit pada nafsu birahiku. Aku menekan lembut penis dalam celanaku yang semakin membengkak kalau memikirkan 'kesengsem'-ku itu. Aku membayangkan betapa indahnya lekuk liku tubuh Oom Bonny dan Tante Indri apabila mereka telanjang. Pasti aku akan 1000 kali lebih 'kesengsem'. Kalau sudah begini, 'kesengsem'-ku hanya akan pupus kalau aku meneruskan elusan tangan pada penisku menjadi kocokkan. Aku segera duduk atau bersandar ke sofa ruang tamu, melepas atau mengendorkan celana dan mengeluarkan kemaluanku.
Aku mengkhayal, seolah-olah aku berkesempatan untuk rebah di selangkangan Oom Bonny dan menciumi pahanya yang indah banget itu. Atau aku nyungsep ke selangkangan Tante Indri, meng-'usel-usel'-kan hidung atau mulutku ke lembah dan lekukan indah di wilayah pertemuan antara paha dan pinggulnya itu. Tanganku akan terus meningkatkan kocokkan dan pijitannya hingga orgasmeku datang dan 'pejuh'-ku muncrat membasahi jok sofa dan meleleh ke lantai. Legaa..
Tetapi rupanya hidup di dunia ini tidak bisa terlepas dari perkembangan. "Kesengsem'-kupun juga terdesak untuk berkembang. Yang terjadi selanjutnya adalah, rasa 'kesengsem'-ku itu terus melebar dan meninggi. Kini aku sudah mulai memperhatikan benda-benda pemicu syahwat lainnya. Saat aku membersihkan dan menyikat sepatu atau sandal Oom Bonny dan Tante Indri aku merasakan adanya getaran. Bau sepatu. Bau dalamnya sepatu itu. Duuhh.. Nikmat banget rasanya. Aku perhatikan betapa kaki Oom Bonny yang bersih dengan bulu-bulu halusnya berkeringat saat memekai sepatu itu. Dan keringatnya kini tinggal nempel dalam sepatunya, dalam bagian telapaknya. Saat birahiku menuntut, aku coba menjilati sepatu Oom Bonny. Kujilati dari luarnya. Kulit luar yang hitam mengkilat itu betapa telah mendukung ketampanan Oom Bonny. Aku merasa pantas untuk mengagumi melalui jilatan lidahku. Kemudian bagian telapak kakinya. Aku berusaha untuk bisa menjilat habis keringat-keringat telapak kaki Oom Bonny yang tertinggal di permukaannya.
Demikian pula saat aku membersihkan sepatu Tante Indri. Aku sangat terpesona dengan sepatu hak tingginya. Sepatu itu demikian indahnya saat membungkus kaki-kaki Tante cantik itu. Kini seolah-olah kaki Tante Indri menginjak-injak wajahku. Hak sepatunya itu kulumat-lumat. Aku akan membiarkan haknya untuk meruyak ke mulutku. Aku membayangkan Tante Indri duduk melipat kakinya di sofa sambil menunujukkan keindahan betisnya. Dan aku merangkak di lantai untuk menjilati sepatunya itu. Aku sering memilih menyalurkan birahiku kemudian merasakan orgasme dan ejakulasiku melalui sepatu-sepatu majikanku ini.
Aku juga punya kewajiban untuk mencuci pakaian kotor Oom Bonny dan Tante Indri. Duuhh.. Aku sangat menikmati tugas ini. Mencuci tidak lagi aku anggap sebagai tugas berat. Aku bisa mencuci dengan hati senang seakan-akan mendapat mainan yang sangat menggembirakan aku. Aku suka sekali menciumi baju atau celana kotor Oom Bonny dan Tante Indri. Bau asem keringat mereka yang tertinggal di baju-baju itu benar-benar bisa membuat aku melayang-layang dalam langit nikmat yang tak terhingga.
Dari sekian macam pakaian kotor yang paling mendebarkan jantungku adalah celana dalam, kutang dan singlet mereka. Aku menciumi dan bahkan menjilat atau mengunyah-kunyah dalam mulutku bagian-bagian yang nampak paling dekil dan bau asem. Untuk jenis kemeja atau blus aku menciumi sambungan lengan yang banyak menyerapi keringat dari ketiak-ketiak mereka. Tidak jarang sepanjang mencuci celana dalam Oom Bonny atau milik Tante Indri kujadikan masker. Bau asem celana dalam mereka membekap hidungku. Celana dalam itu memberi aku semangat dan hasrat seksualku selalu menyala. Penisku terasa selalu hangat karena tegang oleh hasrat yang selalu menyala itu.
Saat birahiku tak lagi bisa kubendung, tanpa ragu aku akan naik keranjang majikanku itu, memeluki bantal atau gulingnya sambil terus mengunyahi atau menciumi benda-benda penuh syahwat itu. Tanpa ragu pula kukeluarkan penisku dari celana dan mengocoknya hingga pejuhku muncrat keluar. Wwoowww.. Aku benar-benar menyenangi pekerjaanku ini.
Pada suatu pagi Tante Indri kedatangan Bu Nunik teman akrabnya yang adalah tetangga satu RT yang tidak jauh dari rumah. Biasa, mereka suka saling bertandang dan ngobrol atau gosip berbagai macam hal. Aku sedang mengepel lantai ruang tamu saat pada celah-celah ngobrol mereka aku mendengar omongan Tante Indri. Dia dengan suaminya Oom Bonny telah sepakat untuk ikut program KB sejak awal pernikahan. Mereka belum mau punya anak sementara karir hidupnya belum benar-benar mapan. Yang menarik hatiku adalah, Tante Indri tidak suka minum pel KB dan juga nggak mau pasang spiral. Mereka memilih Oom Bonny memakai kondom saat berhubungan badan,
"Sejak menikah yang telah berlangsung lebih dari 1 tahun, Mas Bonny selalu memakai kondom saja, mbakyu. Jadinya aku lebih senang dan nggak perlu khawatir soal alergi atau hal-hal lain yang menyangkut kesehatan. Lagian lebih nikmat, loh", cerita Tante Indri yang diakhiri ketawa cekikikkan dari kedua orang itu.
Aku nggak lagi tertarik pada apa yang diomongin mereka selanjutnya. Yang menjadi perhatian dan kemudian sangat membuat aku tertarik dan gelisah adalah Oom Bonny yang selalu memakai kondom saat berhubungan kelamin dengan Tante Indri. Yang membuat pikiranku melayang-layang adalah, dimana kondom-kondom yang bekas dipakai Oom Bonny itu. Dibuang ke mana?
Apakah ada di keranjang sampah yang ada di kamarnya? Atau pada buntelan plastik kecil yang setiap pagi dilempar ke bak sampah di depan rumah oleh Tante Indri?
Haahh.., kenapa tak pernah terlintas pada pikiranku mengenai kondom itu?! Pundak bahuku terasa merinding. Aku sudah mengkhayal jauh. Seandainya aku dapatkan kondom bekas pakai majikanku itu. Aku membayangkan isinya yang kental. Air mani Oom Bonny yang kental telah tumpah dalam kondom itu saat orgasmenya disusul dengan ejakulasinya ketika berasyik masyuk dengan Tante Indri. Aku tampar pipiku agar tidak terus melamun. Aku khawatir Tante Indri melihat aku saat melamun itu. Semalaman aku tidak bisa tidur nyenyak.
Gambaran tentang kondom Oom Bonny sangat menggelisahkan syahwatku. Aku bertekad untuk mendapatkan kondom-kondom bekas Oom Bonny itu. Aku bertekad untuk bisa meneguk isi kondom-kondom itu. Aku bertekad untuk bisa merasakan sperma Oom Bonny dalam lumatan mulutku.
Besok paginya, aku sudah punya 3 acara pokok untuk hari itu. Pertama, membersihkan sisa makanan majikanku. Kedua, mencuci pakaian mereka. Dan ketiga, mencari kondom yang dipakai semalam oleh Oom Bonny. Pasti kondom yang penuh lendir yang keluar dari kemaluan Ooom Bonny.
Begitu Oom Bonny bersama Tante Indri meninggalkan rumah menuju tempat kerja masing-masing aku langsung bergerilya. Ternyata urutan programku terbalik-balik. Aku sudah sangat diburu oleh hasrat syahwatku yang siap meledak. Aku sudah ingin mendapatkan kondom bekas itu. Darahku sudah demikian mendidih dan jantungku yang tak lagi berirama teratur. Seluruh saraf-saraf libidoku tampil dominan menguasai denyut saraf-saraf lain dalam tubuhku. Yang terus memburuku adalah bayangan cairan kental sperma Oom Bonny meleleh dari kondom bekasnya dan tumpah ke mulutku.
Bersambung . . . . .