Perkenalanku dengan Norhamidah berawal dari emailnya yang menanggapi tentang cerita 'Love in Malaysia' dan 'Ganasnya Gairah Cinta Michiko' yang aku tulis di Rumah Seks. Sejak saat itu, secara rutin kami saling bertukar cerita dan saling curhat, dan bahkan pembicaraan kami sudah sampai menjurus kepada masalah-masalah pribadi, terutama tentang keluhannya yang merasa tidak pernah mencapai orgasme waktu bersanggama dengan suaminya.
"Sejak saya menikah dan kini telah mempunyai dua orang anak, saya sama sekali tidak pernah merasakan bagaimana nikmatnya orgasme ketika berhubungan intim dengan suami. Orgasme justru saya dapatkan setelah 'melancap' (dalam bahasa indonesia melakukan masturbasi) sambil membaca cerita di Rumah Seks," tulisnya.
Nor, begitu ia dipanggil, berusia 40 tahun dan berprofesi sebagai seorang guru fisika pada salah satu SPM di negara bagian Selangor Malaysia (sama dengan SMU di Indonesia). Sebagai seorang cikgu (guru), dalam kesehariannya ia selalu memakai baju kurung. Namun dari foto yang dikirimkannya ke emailku, wajahnya justru masih seperti berusia 25 tahun. Padahal ia mengaku foto tersebut diambil dua bulan sebelumnya.
Dalam email berikutnya, aku mulai memancing Norhamidah untuk mau diajak bercerita yang menjurus ke masalah seks, dan bahkan aku tanpa ragu-ragu menyatakan dengan terus terang bahwa aku selalu coba membayangkan bersanggama dengan dirinya. Ternyata, balasan email aku itu mendapat respon darinya, sehingga tiada hari dalam email yang kami tulis berbau seks. Ia bahkan tidak sungkan-sungkan menanyakan tentang panjang penis saya, dan kemudian iapun menyatakan bahwa panjang penis suaminya jauh lebih pendek dari penis saya.
Iapun mengaku, selalu mengangan-angankan bagaimana rasanya jika penis saya (butoh dalam bahasa Malaysia) bisa menembus 'cipap' (vagina dalam bahasa Indonesia) dia.
"Tapi rasanya itu tak mungkin, mengingat posisi saya yang sulit keluar rumah tanpa suami dan tempat tinggal kita yang berlainan negara," tulisnya.
Namun ternyata apa yang tak terbayangkan olehnya itu justru jadi kenyataan. Waktu itu, tanggal 1 Mei 2004 lalu aku kembali mendapat kesempatan untuk berkunjung ke Malaysia untuk menjalankan tugas kantor. Di Kuala Lumpur, aku ditempatkan di Quality Hotel yang lokasinya tak begitu jauh dari dataran Merdeka dan di depannya terdapat pula sebuah plaza.
Ketika aku hendak menuju kamar di lantai 18 setelah check in, di depan pintu lift aku terpana melihat seorang wanita memakai baju kurung berwarna merah. Aku merasa mengenal wajah ayu tersebut. Merasa ada sepasang mata yang mengawasinya, wanita itupun menolehkan pandangannya tepat ke wajahku. Iapun terlihat kaget.
"Nor..?" aku coba asal sapa.
"Sandy..?" ia terlihat gugup, dan kemudian ia buru-buru masuk ke dalam
Lift yang telah terbuka pintunya. Di dalam lift yang kebetulan hanya kami berdua saja, ia menanyakan nomor kamarku. Di lantai 8, ia lalu buru-buru keluar lift dan berjanji akan menghubungiku melalui telepon ke kamarku. Setelah hampir 20 menit aku menunggu, barulah Nor menelpon ke kamarku.
"Sandy, maafkan Nor tadi ya. Nor tadi takut dilihat orang, soalnya di hotel ini Nor bersama suami, dan baru saja suami Nor pergi keluar untuk ikut mesyuarat (musyawarah)," ujarnya dari balik gagang telepon dari kamarnya.
"Tak apa, saya mengerti kok," jawabku.
Dalam pembicaraan telepon itu, Nor menyatakan sangat kaget sekali begitu mengetahui aku menginap di hotel itu. Ia menyatakan bahwa ia berada di hotel itu mulai hari itu selama dua malam mengikuti suaminya yang sedang mengikuti mesyuarat. Iapun bertanya kenapa aku sampai berada pula di Malaysia tanpa memberi khabar lebih dahulu kepadanya melalui email.
"Saya ke Kuala Lumpur untuk suatu urusan kantor. Saya tak bisa bagi tahu kamu, karena memang saya berangkat mendadak," jawabku.
Lalu aku menceritakan tentang aku yang ditugaskan kantor untuk suatu urusan, karena memang aku dipandang mampu untuk melaksanakannya. Dan ketika akan berangkat, aku menghubungi salah seorang teman yang bergerak dalam bisnis kayu di Kuala Lumpur, dan ternyata teman tersebut menempatkan aku di Quality Hotel.
"Dan ketika saya hendak menuju kamar tadi, saya sedikit terkejut memandang wajahmu yang mirip dengan foto yang kamu kirim ke email saya. Dan ternyata kamu, saya lihat juga sedikit kaget, makanya saya beranikan menyapa nama kamu. Eh, nyatanya benar kamu yang ada di hadapan saya waktu hendak naik lift tadi," ujarku.
Kami lalu bercerita tentang pekerjaan dan keluarga kami masing-masing. Ia juga menceritakan bahwa hingga nanti malam suaminya ikut mesyuarat hingga dia kesepian berada di kamar hotel. Setelah merasa akrab, apalagi selama ini pembicaraan kami sudah sangat lancar dan tidak ada lagi rahasia, lalu aku coba merayunya agar mau bertandang ke kemarku. Namun ia menyatakan ragu-ragu disebabkan takut nanti suaminya datang dan melihat ia tidak berada di dalam kamar.
"Memang biasanya suami kamu ikut mesyuarat sampai jam berapa?" aku coba menyelidiki.
"Biasanya paling cepat jam 10 pm. (maksudnya jam 22.00 malam). Tapi saya takut nanti dia telepon ke bilik," katanya.
"Apa suamimu selalu begitu setiap dia tinggalkan kamu di bilik?" tanyaku.
"Tidak juga, tapi saya kuatir saja," jawabnya.
"Ya sudah, sekarang baru jam 7.15 p.m, kamu ke bilik saya saja, nanti sebelum jam 10 p. M kamu balik lagi ke bilik kamu," rayu saya.
Lama Nor berpikir, lalu tiba-tiba menyatakan akan segera datang ke kamar saya di lantai 18. Dalam desahannya di balik gagang telepon kamarnya, Nor menyatakan sudah tidak tahan lagi untuk merasakan dahsyatnya gempuran penisku, seperti yang dibacanya dalam ceritaku di Rumah Seks.
"Tak apalah, nanti kalau suami Nor telepon, Nor jawab saja lagi pergi cari makan ke depan plaza. Nor sudah tak tahan ingin merasakan butuh Sandy yang perkasa itu," katanya, dan tak lama kemudian dia meletakkan gagang teleponnya.
Tak lama kemudian, terdengar bunyi bell di kamarku. Aku yang hanya memakai handuk karena baru selesai mandi, langsung saja membuka pintu kamar. Begitu pintu dibuka, Nor langsung mendorongnya dan masuk ke dalam kamar, sehingga aku ikut terdorong dan hampir terjatuh. Untung secara reflek aku memegang pinggang Nor, sehingga tanpa disadari kami jadi berpelukan.
"Maafkan Nor ya, habis Nor takut dilihat orang lain kerana masuk ke bilik kamu. Ini Malaysia dan bukan di Indonesia Kamu paham kan..?," ujarnya dengan nafas memburu.
"Iya, aku mengerti..," jawabku.
Hembusan nafasnya yang harum membuat libidoku jadi naik. Dengan masih memeluk pinggangnya yang ramping, perlahan aku tarik semakin merapat ke tubuhku, sehingga wajah kami sudah begitu dekatnya. Aku lihat, Nor memejamkan matanya, dan kesempatan itu aku artikan jika ia sudah pasrah dengan apa yang akan aku lakukan terhadap dirinya. Perlahan, aku cium bibirnya dengan lembut.
"Ah..," dia mendesah.
Perlahan aku bopong tubuhnya yang masih dibungkus baju kurung itu. Dengan lembut kembali aku cium bibirnya yang merekah itu, meskipun usianya sudah berkepala empat dan punya anak dua. Lagi-lagi Nor mendesah sehingga semakin membuat aku jadi sangat terangsang.
Bibirku terus melumat bibirnya, dan kali ini aku rasakan Nor membalas lumatan bibirku itu. Sambil tetap tidak melepaskan pagutan bibirku pada bibirnya, tanganku mulai bekerja. Rambutnya yang panjang hampir mencapai pinggang itu langsung tergerai. Tanganku terus bekerja menarik resluiting baju kurungnya yang terletak di bagian belakang tubuhnya. Setelah lepas, perlahan aku tarik baju kurung yang dipakainya ke atas, dan Nor membantu dengan mengangkat punggungnya, sehingga dengan mudah aku berhasil melepas baju kurung yang melekat di badannya.
Kini di hadapanku terpampang tubuh sintal yang seksi. Kulit tubuhnya yang begitu halus dan lembut, kurasakan masih kencang bagaikan kulit gadis berusia 20 tahun. Tanpa membuang waktu lagi, segera aku tindih tubuh mulus yang putih itu, dan menciuminya mulai dari bibir, pangkal telinga terus turun ke lehernya yang jenjang. Sementara tanganku sibuk mencari pengait bra di belakang tubuhnya. Begitu berhasil melepas pengaitnya, maka terpampanglah dua bukit kembar yang menantang dengan ukuran 36B di hadapanku.
Segera aku isap puting payudaranya yang mulai mengeras, sehingga membuat Nor makin mendesah menahan rasa nikmat yang tiada tara.
"Ah, Sandy. Te.. Rus..," katanya sambil menekan kepalaku di salah satu bukit kembarnya yang ranum itu.
Dengan masih mengulum puting susunya, tanganku terus menjalar ke bawah, dan berusaha membuka pengait rok panjang yang dipakainya, dan dilanjutkan dengan memelorotkan resluitingnya. Sekali tarik, maka lepaslah rok yang dipakai Nor.
Kini Nor tinggal memakai CD warna putih yang masih menutupi bagian paling vital pada tubuhnya yang ramping dan padat itu. Sementara Nor sendiri terlihat tidak sabar dan tangannya langsung menarik handuk yang masih melilit di tubuhku. Kini, kami berdua sama-sama hanya mengenakan CD saja.
"Please, Sandy. Fuck me..," desah Nor sambil mendorong tubuhku ke pinggir ranjang.
Tanpa menunggu lagi, segera aku ciumi bibirnya yang ranum, terus turun ke dadanya yang membusung dan menantang itu. Disini, bibirku berhenti sejenak, dan kemudian mulai mengulum serta menjilati sekitar putingnya yang berwarna kemerah-merahan itu. Sementara tangan kiriku terus berusaha menarik CD yang masih menutupi alat vitalnya yang indah itu. Sementara menarik CD milik Nor turun ke bawah, akupun mengiringinya dengan menurunkan ciumanku hingga ke pusarnya, dan akhirnya mendapatkan sebuah goa yang ditumbuhi bulu-bulu hitam yang lebat namun tertata dengan rapi.
Lidahku langsung mencari klitoris diantara bibir vaginanya. Dengan pengalamanku bercinta selama ini, aku mulai mempermainkan sekitar bibir vaginanya, terutama klitorisnya, sehingga membuat Nor menggelinjang menahan nikmat yang tiada tara.
"Oh, Sandy.., jangan berhenti," desahnya.
Aku terus mempermainkan klitorisnya, dan sekali-sekali lidahku menyeruak memasuki liang vaginanya yang harum itu. Ceracau Nor menahan nikmat seperti tak terbendung lagi. Dan tiba-tiba, aku merasakan kakinya mengejang dan langsung menjepit erat kepalaku yang masih bermain di sekitar vaginanya.
"Ogh, aku keluar..," desahnya.
Aku menghentikan sejenak aktivitas bibir dan lidahku di vaginanya, untuk memberi kesempatan kepada Nor menikmati orgasmenya yang pertama. Setelah itu, aku kemudian melepas CD ku yang masih melekat menutupi alat vitalku sambil merangkak menaiki tubuh Nor yang sudah pasrah menunggu apa yang akan aku lakukan terhadap dirinya.
Perlahan, begitu penisku yang lumayan panjang itu menyentuh bibir vaginanya, secara perlahan-lahan aku tekan untuk menembus vagina Nor yang sudah basah dan licin.
"Ogh, slowly honey..," rengeknya begitu merasakan penisku mulai menembus vaginanya.
Ketika ia ikut menolong mengarahkan penisku ke vagina miliknya, Nor sedikit tersentak.
"Wow, ternyata kamu tidak berbohong. Punyamu benar-benar raksasa dan jauh lebih besar dari milik suamiku," ujarnya.
Aku tidak menghiraukan celotehnya, dan terus coba menembus lubang vaginanya yang kurasakan masih sempit dan seret itu. Bless..! Setelah kurasakan hampir semua batang penisku menembus vaginanya, aku mulai menggoyang pinggul sambil tetap menekan penis. Dan tiba-tiba..
"Oh, nikmatnya. Baru kali ini aku merasakan nikmat seperti ini, sayang..," serunya tertahan, ketika ujung penisku menyentuh G-spot di dasar vaginanya.
Dengan penuh kosentrasi, aku mulai memaju mundurkan penisku yang tertancap di vaginanya. Sementara bibirku, tetap beraksi menciumi bibir dan kadang pindah ke puting susunya yang makin mengejang. Lima belas menit berlalu, aku rasakan tubuh Nor mulai mengejang dan ia memelukku kuat-kuat.
"Oh, Sandy. Aku sampai lagi..," erangnya.
Dan tanpa dicegah, aku rasakan di sekitar batang penisku ada cairan panas menyembur berulang kali. Aku yakin, Nor baru saja mengalami orgasme yang berulang-ulang. Aku lihat, wajahnya memancarkan sinar kepuasan yang tiada tara.
Karena aku masih merasakan belum apa-apa, lalu aku tarik tubuhnya untuk membelakangiku dan memainkan gaya doggy style kesukaanku. Setelah penisku amblas ke lubang vaginanya, perlahan-lahan aku mengocok vaginanya dengan penisku dari belakang, sedangkan tanganku sibuk meremas payudaranya yang tergantung bebas.
Setelah hampir dua puluh menit pula aku mengoyang Nor dari belakang, tiba-tiba aku merasakan suatu desakan hebat hendak melesat dari pangkal batang penisku.
"Oh, sayang. Aku mau keluar.. Shott dimana sayang..," aku minta persetujuan dari Nor.
"Di dalam saja sayang, rasanya aku saat ini sedang subur. Aku ingin punya anak dari benihmu yang jantan ini. Kita keluarkan sama-sama ya, aku juga mau keluar," katanya.
Dan tanpa dapat kutahan lagi, akhirnya batang penisku menyemburkan lahar panas bening di rahim Nor, dan bersamaan dengan itu aku rasakan Nor juga kembali mengalami orgasmenya yang ketiga.
"Oh, kamu benar-benar luar biasa sayang. Bahkan, keperkasaanmu bercinta ternyata jauh diluar bayanganku. Oh, hal ini tak akan mudah aku lupakan, sayang waktu kita bercinta terlalu singkat," katanya sambil mengecup bibirku.
Aku menjangkau jam tangan milikku yang terletak di atas meja di samping ranjang. Ternyata waktu telah menunjukkan jam 21.20 waktu setempat (istilah Malaysia jam 9.20 pm.) Aku lalu mengajak Nor untuk membersihkan diri di kamar mandi berdua.
Ketika sedang membersihkan diri di kamar mandi, aku kembali coba untuk merangsang Nor. Namun ia mengelak dan menyatakan maaf karena tidak bisa melayaniku, karena sebelum jam 21.45 harus sudah berada kembali di kamarnya.
"Maaf Sandy, saya harus kembali ke bilik sebelum suami saya tiba. Besok malam, kalau saya dan kamu masih punya kesempatan, saya ingin peristiwa ini diulang lagi. Saya sepertinya tak bisa melupakan kejadian ini, meskipun saya tahu kita telah berbuat dosa," katanya sambil mengecup bibirku.
Dan esok harinya, kami kembali mendapat kesempatan bercinta hingga pukul 21.30 malam. Nor mengaku, bahwa pada malam pertama suaminya ternyata tidak pernah meneleponnya ke kamar, sehingga ia memberanikan diri untuk datang lagi ke kamarnya guna mereguk kenikmatan yang selama ini tak pernah diraih bila bercinta dengan suaminya.
Untuk Nor di Selangor, inilah kisah cinta kita yang aku tulis di Rumah Seks, sesuai perrmintaanmu. Semoga saja suamimu tak pernah curiga bahwa cerita ini adalah menyangkut tentang kita, jika dia juga membaca situs ini. Aku tulis ini begitu aku sampai di Indonesia, Selasa 4 Mei 2004.
Tamat