Sebulan sudah pertunangan Triana dengan Alfi berlalu, pertunangan yang sederhana dan hanya dihadiri oleh keluarga dan teman dekat termasuk aku dan pacarku Milla. Tergambar rasa bahagia pada raut wajah mereka berdua, senyuman selalu tersungging di bibir Anna, begitu kami biasa memanggil Triana.
"Selamat ya, Fi.."
"Makasih Rey, lu cepet dong nyusul, kapan lagi gue rasa Milla juga udah ngebet tuh pengen kawin"
"Ah, elu bisa aja Fi, nyantai aja tau-tau gue udah ngeduluin elu, gimana?"
"Wah bagus tuh, kalo gitu oke deh gue tunggu..?"
Keceriaan terpancar di wajah Alfi, betapa tidak kini ia tinggal selangkah lagi untuk membawa Anna kepelaminan. Ya, Anna seorang gadis cantik yang selalu dikejar-kejar cowok seluruh fakultas tempat Anna kuliah, maka dari itu Alfi merasa paling beruntung setelah berhasil membawa Anna ke ikatan pertunangan.
Perkenalan Alfi dan Anna sendiri terjadi saat ia diundang oleh Milla pacarku pada perayaan ulang tahunnya setahun yang lalu. Sedangkan aku sendiri sudah mengenal Anna jauh sebelum itu, karena memang Anna dan Milla adalah teman satu kampus pada salah satu universitas di Jakarta. Ku akui Anna memang mempunyai sosok yang begitu sempurna dengan postur 165 cm dan berat yang ideal membuat tubuhnya proporsional, kaki jenjang dan wajah yang cantik. Kalau saja aku belum punya Milla mungkin aku juga akan berusaha mengejar Anna, tapi aku lebih menyayangi Milla dengan keceriaan dan kecantikannya yang tidak kalah bila dibandingkan dengan Anna.Milla memang lebih periang dibandingkan Anna yang agak pendiam, Anna paling hanya tersenyum bila kami berempat bercanda dan berkelakar.
Milla sendiri telah menjadi pacarku selama kurang lebih dua tahun dengan berbagai pasang surutnya masa pacaran. Pernah kami putus untuk beberapa waktu lamanya tapi akhirnya kami saling menyadari kesalahan kami dan mulai komitmen untuk pacaran lagi. Pernah juga kuajak Milla untuk bertunangan tapi Milla menolak karena ia belum siap, ia ingin menyelesaikan kuliahnya dulu baru berpikir untuk kearah hubungan yang lebih jauh
"Sudahlah Mas Rey, lebih baik kita pacaran kaya gini aja, aku gak mau kita tunangan tapi putus di tengah jalan, toh kita bisa melakukan segalanya kan?"
Begitulah bila aku mulai membicarakan pertunangan dengan Milla, memang selama pacaran kami telah melakukan hal yang lebuh jauh dan hanya boleh dilakukan oleh pasangan yang sudah resmi menikah. Tapi ini kami lakukan karena rasa cinta diantara kami dan Milla pun menyerahkan yang paling berharga dalam hidupnya sebagai seorang wanita dengan rela dan di dasari cinta diantara kami.
Untuk hal yang satu ini bagiku memang bukan yang pertama dengan Milla saja tetapi aku sudah pernah melakukannya dengan beberapa pacarku yang sebelumnya. Tapi dengan Milla aku menemukan sesuatu yang lain yang penuh arti dan penuh cinta dan aku kadang berjanji pada diri sendiri bahwa Milla adalah pelabuhan cintaku yang terakhir. Pertamanya kami hanya sebatas saling berciuman dan saling menjelajahi tubuh masing-masing, tapi pertemuan demi pertemuan kami mulai melangkah lebih jauh lagi hingga suatu ketika kami sudah bergumul di sebuah kamar hotel yang sengaja kami buking untuk bercengkrama.
Milla terlentang ditempat tidur, hanya tinggal celana dalamnya saja yang melekat menutupi daerah selangkangannya.Aku sendiri telah menanggalkan seluruh pakaianku sambil memeluk tubuh Milla yang terengah. Perlahan kukecup bibirnya, kubuka dan kujulurkan lidahku mengisi rongga mulutnya yang mulai terbuka, Milla menerimanya dengan dengan pagutan yang hebat pula. Aku mulai menempatkan tubuhku diatas tubuhnya dan terus memainkan ciumanku, kini bibirku merayap turun menuju leher dan terus bergerak untuk mencapai gumpalan daging yang membumbung diatas dada Milla.
"Akh.. Mas.. Rey.." Milla mendesah lirih saat lidahku yang basah mencapai puncak payudaranya yang merah dan menegang.
lama lidahku bermain disana, mengulum dan menggigit kecil tonjolan daging sebesar biji kacang di atas payudara Milla, diselingi remasan tanganku seakan aku tak pernah puas dengan benda ukuran 36b ini.Kini bibirku berada diatas perut Milla, kujelajahi lekuk pinggang Milla dengan lidahku, perlahan tanganku merayap menggeser celana dalam Milla dari tempatnya. Cengkrama lembut menahan tanganku untuk terus menarik kain tipis itu, ada keraguan pada diri Milla. Sejenak aku diam, dengan tengadah kutatap wajah Milla dengan penuh arti dan sesaat kemudian Milla mengangkat pantatnya memuluskan aku melepaskan kain pertahanan terakhir Milla dan melemparkannya ke lantai kamar itu. Dengan cepat Milla menutup daerah selangkangannya dengan kedua tangan, perlahan kutarik kedua tangan itu dan tersingkaplah benda yang selama ini menjadi impian setiap lelaki.
"Mas.. apa yang kau lakukan.. Ohh.." suara Milla tertahan ketika lidahku mulai menyapu daerah kewanitaannya dengan lembut, aku tahu ia merasakan sensasi yang begitu indah saat itu.
Desahan kecil keluar dari mumut Milla mengiringi sapuan lidahku yang basah. Aku semakin tegang, lama aku mempermainkan perasaan Milla melalui sapuan dan jilatan lidahku, terkadang gigitan kecil menambah sensasi yang tida taranya bagi Milla dan ini memang yang pertama ia rasakan dari seprang lelaki.
".. Suu.. Sudah.. Mas.. sudah.. hh.. aku gak kuat.."
Kurasakan tangan Milla menarik bahuku untuk meninggalkan selangkangannya, akupun beringsut naik sambil terus menyapukan lidahku kepermukaan kulitnya yang lembut. Kini tubuh kami sejajar, kurasakan penisku mengganjal diatas perut Milla, kembali kukecup bibirnya yang terbuka. Sesaat lamanya kami saling berpandangan dengan begitu dekat, saling meminta pengertian satu sama lain.Walaupun mau meledak rasanya, aku tak ingin merenggut sesuatu yang aku inginkan dari Milla dengan paksa.
"Milla sayang.. aku.. sayang kamu.."
"Mas Rey.." Milla mulai merenggangkan kedua kakinya dan aku mengerti bahwa ia siap menerimaku untuk memasuki dirinya.
Perlahan kuposisikan senjataku tepat didepan vaginanya, gesekan pelan mulai menyentuh kulit vagina yang ditumbuhi bulu-bulu halus itu. Milla memejamkan matanya dan memeluk erat bahuku seakan takut untuk ditinggalkan. Dengan hati-hati ku tekan pantatku, perlahan senjataku menyeruak masuk menggesek bibir vagina yang sudah basah oleh lendir kenikmatan, sesaat kemudian kurasakan senjataku tertahan sesuatu yang tipis.
"Ohh.. Mass.." akhirnya dengan sedikit tekanan kecil amblaslah senjataku kedalam liang sorgawi Milla yang masih sangat rapat dan sempit.
Sesaat kudiamkan benda itu didalam sana, kulihat wajah Milla terpejam memerah merasakan sesuatu terjadi pada dirinya.
"Milla sayang.. aku mencintaimu.."
Kembali kukecup bibir wanita ini dan dengan sangat pelan aku mulai mengangkat pantatku.
"Jangan.. Mas.." Milla mungkin merasakan ada yang hilang dari dirinnya saat kuangkat penisku menjauh dari Vaginanya.
"Sabar sayang.. aku ga kemana.." lalu dengan pelan pula kudorong kembali pantatku menekan selangkangannya.
Dengan ritme yang beraturan kudorong dan kutarik pantatku dari selangkangan Milla. Dengan sedikit rasa sakit akhirnya Milla merasakan kenikmatan dari gesekan demi gesekan antara penisku dengan vaginanya.
Malam itu kami benar-benar merasakan sesuatu yang indah berdua, hentakan demi hentakan diringi dengan desahan yang keluar dari mulut kami mengiringi suara hembusan AC kamar hotel itu. Malam itu kami menumpahkan rasa cinta yang selama ini menggelora dan akhirnya tubuh kami terkulai lemas setelah merasakan orgasme yang tiada taranya.
"Terima kasih Milla sayang.."
"Makasih juga Mas Rey.." malam itu kami tidur dengan berpelukan hingga pagi, seakan tidak ingin terpisahkan lagi.
Sejak saat itu aku dan Milla sering melakukan lagi hal tersebut setiap ada kesempatan dan hubungan kamipun kian bertambah dekat saja. Kadang kami melakukannya di tempat kostnya Milla, tak jarang pula Milla mengunjungiku dirumahku dan kami tumpahkan hasrat cinta kami disana.
Seperti biasanya sore itu sehabis pulang dari kantor aku terlebih dulu ke kampusnya Milla unruk mengantarnya pulang ke tempat kosnya.Sesampainya disana kulihat Milla duduk menungguku dengan ditemani Anna.
"Hai..!" aku berjalan menghampiri mereka berdua sambil melambaikan tangan.
"Eh.. Mas Rey.. tumben lama Mas?" Milla berdiri sambil melihat kearah kedatanganku
"Sorry.. tadi Mas Rey dipanggil bos dulu sebelum pulang, Eh.. Anna apa kabar? Alfi belum datang?"
"Baik Mas, ah enggak kok, Anna lagi nunggu Mas Rey kok." jawab Anna yang berdiri mengikuti Milla dan berjalan menghampiriku.
"Iya Mas.., Mas Alfi katanya gak bisa jemput Anna, jadi ya Anna ikut kita" tambah Milla menjelaskan
"Ya udah!, ayo deh.."
Dengan agak heran akhirnya aku segera menuju mobil di parkiran kampus dengan di ikuti oleh Milla dan Anna di belakangku. Biasanya Alfi lebih dulu dariku menjemput Anna pulang kuliah tapi kali ini ternyata Anna ikut denganku, Komplek tempat Anna tinggal memang searah dengan rumahku.Sore itu Anna memang agak pendiam dari biasanya dan terlihat ada sesuatu yang lain yang seakan disembunyikan dari dirinya. Ada raut kegelisahan di raut wajah Anna yang kadang kulihat melalui kaca kecil didepan mobilku, terkadang ia tajam menatapku seakan ingin menyampaikan sesuatu tapi setelah lama menatapku akhirnya ia tertunduk dengan menghela nafas panjang seakan ingin menghilangkan beban berat yang menghimpitnya.
"Eh..pelan-pelan dong Mas, nanti kelewat lagi kayak kemaren" tiba-tiba Milla memecahkan pikiran yang ada di benakku.
"Oh iya, udah mau nyampe ya?", perlahan aku berhenti didepan sebuah rumah tempat kos-kosannya Milla.
"Mampir dulu Mas ya? "
"Ya.. Mas Rey sih terserah Anna, gimana?" sambil aku berbalik menoleh kearah Anna yang seakan baru tersadar dari lamunannya.
"Aduh.. sorry deh Mill, gue mau cepet balik niih"
"Ya udah deh sampe besok ya!, daah Mas Rey" Milla bergerak menjauh dan melambaikan tangannya.
"Ann, pindah depan ya?" tanpa menjawab Anna keluar dari mobil dan masuk lagi untuk pindah ke depan menggantikan tempat duduk Milla sebelumnya, disampingku. Perlahan mobilku bergerak lagi meninggalkan tempat kosnya Milla.
"Asyik dong Ann, sebentar lagi Anna jadi kawin sama Alfi" di perjalanan aku berusaha memecah kediaman Anna.
"Tinggal seminggu lagi kan?" tambahku lagi
"Iya Mas.."
"Lho kok calon pengantin kok lesu gitu, ceria dong!" Anna kembali diam dan hanya tersenyum memperlihatkan bentuk bibirnya yang lembut.
Wangi parfum yang di pakai Anna bercampur dengan keringat yang mengering tercium menggugah naluri kelelakianku, Anna begitu cantik hari ini. Balutan kaos berlengan pendek melekat ketat menonjolkan sepasang bukit yang menggumpal di dadanya, benda itu memang tidak sebesar kepunyaan Milla tapi itu pun cukup membuat lelaki ingin menjamahnya. Milla agak merebahkan jok mobil yang didudukinya dengan kaki yang saling menyilang sehingga belahan paha mulusnya dengan leluasa menghiasi ujung mataku yang kerap melirik ke arah situ. Saat itu muncullah pikiran gilaku untuk dapat mencurahkan hasratku pada tubuh sensual disampingku ini, padahal aku tahu ia teman dekat Milla kekasihku.
"Beruntung sekali Alfi, mendapatkan calon istri seperti kamu" kembali aku menghidupkan suasana.
"Orangnya cantik, keibuan dan pintar lagi" tambahku lagi
"Ah.. Mas Rey bisa aja kalo muji orang"
"Lho bener kok, kamu tahu gak, kadang Mas Rey berfikir kenapa yang bakal duduk dipelaminan mendampingi kamu itu, Alfi? kenapa gak Mas Rey sendiri?" perlahan aku melancarkan serangan dengan kata-kata manisku. Sambil terus diam Milla menegakan tubuhnya dan menatap kearahku, ia tersentak mendengar kata-kata yang baru saja keluar dari mulutku. Akupun agak kaget dengan kata yang baru saja aku ucapkan, tapi untunglah mobilku sudah berada dipintu gerbang rumah besar kediaman Anna.
"Makasih ya Mas Rey, mampir dulu gak?"
"Ga usah deh Ann, Mas Rey juga mau buru-buru balik" Anna keluar dari mobilku
"Eh.. Ann, sorry ya kata-kata Mas Rey tadi agak.."
"Ah gak apa-apa kok Mas.."
"Kalo gitu sampai ketemu ya..!"
"Bye.."
"Huh.." aku menghela nafas panjang, hampir saja aku melakukan suatu kebodohan dengan mencoba merayu Anna, gadis pendiam sahabat kekasihku.
Bersambung . . . .