Tangan-tangan Eka menggapai bantal dan seprei yang ada disekelilingnya. Menggegamnya erat-erat seakan menahan sesuatu yang tak ingin ia lepaskan lebih dahulu. Diiringi dengan desahan-desahan menggairahkan yang jujur nan polos tak dibuat-buat.
Pendakian bersama akhirnya mencapai tujuannya. Gerakan Antok terhenti tiba-tiba dengan tubuh yang menegang. Didalam liang kenikmatang Eka yang paling dalam, batangnya bergemuruh hebat. Berdenyut tiada henti disambut dengan cengkeraman dinding liang. Kehangatannya melumuri permukaan dinding, memicu sambutan selanjutnya.
Melepas semua yang telah ia tahan sejak tadi, Eka melenguh dalam kenikmatan, "Ooaah..".
Tubuhnya bergelinjang dalam dekapan Antok. Waktu seakan berhenti ketika denyut dan aliran kenikmatan mereka bersatu padu.
Ledakan nafsu asmara menyisakan bara kasih yang membahana didalam 2 jiwa yang sedang berdekapan. Kecupan bibir Antok pada kening Eka menjalankan kembali alur waktu yang telah terhenti beberapa saat. Lalu ia beranjak dari tindihannya pada tubuh Eka dan berbaring disampingnya.
Keduanya merasa lemas seakan tak ada lagi sisa tenaga yang mampu mereka keluarkan kecuali mendekapkan diri satu sama lain dibawah kehangatan selimut. Dan tertidur pulas hingga sore.
Dalam perjalanan pulang, mereka berdua hampir tak mengeluarkan suara. Sikap Antok berubah dingin dan Eka juga tak mengerti apa yang harus diperbuat menanggapi sikap Antok tersebut. Walau berbagai usaha mengajak bicara yang dilakukan Eka pada Antok selalu dijawab dengan hanya beberapa patah kata tapi ia tetap merasa bahwa Antok adalah pria idamannya. Sesampai di depan rumah keluarga Eka, Antok menurunkannya dan hanya mengucapkan kata perpisahan pendek lalu tancap gas pulang.
Diatas ranjangnya, Antok bersiap untuk tidur. Tapi aktivitas yang biasa ia lakukan dengan mudah itu terasa sulit dilakukan saat ini. Pikirannya berkecamuk, bingung dan ragu akan apa yang harus dilakukannya selanjutnya. Disatu sisi ia menyesal telah melakukan permainan cinta dengan Eka dan merasa mengkhianati sahabatnya Edo. Tapi disisi yang lain ia menyesal telah bersikap dingin pada Eka, kakak Edo.
Antok merasakan kecocokan ketika berhubungan dengan Eka. Tak hanya oleh parasnya yang selalu mempesona dirinya tapi juga oleh semua sikapnya yang mampu merebut simpatinya. Hatinya seakan berat melepas Eka tapi wanita yang ada dalam hatinya itu adalah kakak sahabatnya yang telah meninggal. Dalam benaknya, ia merasa harus memposisikan Eka bukan sebagai kekasih tapi sebagai kakaknya.
2 Hari Kemudian
Telah 2 hari Eka berusaha menghubungi Antok setiap ada waktu tapi selalu gagal. Telepon dan SMS nya tak pernah memperoleh jawaban dari Antok. Ia benar-benar tak mengerti atas sikap Antok yang telah berubah sepulangnya dari Malang. Yang ia inginkan saat ini adalah bertemu dengannya dan berbicara dengan Antok, karena besok pagi ia harus balik ke Jakarta.
Rasa penasarannya membawanya menuju kamar adiknya, Edi.
"Ed, tumben ya Antok nggak pernah kesini lagi?", tanya Eka pada Edi yang mengerjakan tugas kampus.
"Tadi aku ketemu", jawab Edi.
"Di sini?", tanya Eka.
"Nggak, di rumahnya sewaktu aku pinjam bukunya", jawab Edi
"Memangnya ada perlu apa Kak sama Mas Antok?", lanjut Edi.
Eka hanya menggelengkan kepala.
"Kangen ya, hehehe..", goda Edi pada kakaknya.
Eka hanya bisa cemberut dengan wajah yang agak merah.
"Mas Antok itu orangnya aneh ya kak?", kata Edi pada Eka kemudian.
"Aneh gimana maksudmu?", tanya Eka tidak mengerti.
"Dia sepertinya lebih senang sendiri daripada punya pacar, pergaulannya juga kurang, tapi kalau kita sudah berteman dan mengenalnya, rasanya sulit untuk melepaskannya", jelas Edi.
"Lalu, anehnya dimana?", tanya Eka penasaran.
"Kak, umurku jauh lebih muda dari Mas Antok, jelek-jelek begini apalagi cuma bermodal dengkul, aku sudah gonta-ganti pacar sampai 5 kali, Mas Antok belum satu pun", jawab Edi sedikit menyombongkan diri.
"Hmm.. Kamu yang keterlaluan dan layak disebut playboy kampungan", kata Eka meledek adiknya, tapi yang diledek malah tertawa cekikikan.
"Eh Ed, cewek macam apa sih yang dicari Antok", tanya Eka.
Edi tak langsung menjawab tapi memandangi kakaknya dari ujung rambut hingga ujung kaki, lalu menggeleng-gelengkan kepalanya sambil berkata, "Jelas, jelas bukan yang dicari, huahaha..".
"Apa kamu bilang? Aku kurang cakep ya? terlalu tua ya?", tanya Eka nerocos.
"Kak, Kak aku cuman bercanda, kakak memang cakep dan masih muda kok, tapi..", jawab Edi tergesa-gesa tapi ragu untuk melanjutkannya.
"Tapi apa?", buru Eka.
"Tapi kakak ada hubungan saudara dengan almarhum Kak Edo", jawab Edi.
Kakak beradik itu lalu terdiam sesaat.
"Apa hubungannya Ed?", tanya Eka.
"Saya pernah mencuri dengar bahwa Mas Antok punya prinsip kalau ia tak akan mengencani saudara ataupun relatif sahabatnya walaupun cakep, alasannya bisa merusak persahabatan", kata Edi.
Eka hanya terdiam mendengar penjelasan itu. Ia mulai mengerti arti sikap Antok saat ini.
Eka melangkahakan kakinya keluar dari kamar Edi. Tiba-tiba sebuah bunyi SMS masuk dari HP nya Edi.
"Wow, Mas Antok sakti sekali, baru di bicarakan sudah SMS aku", kata Edi.
Eka menghentikan langkahnya dan menunggu reaksi Edi atas SMS Antok.
"Aduh! sayang sekali, Mas Antok ngajak kok pas lagi banyak tugas gini, terpaksa dilewatkan nih", kata Edi dengan raut menyesal dan sibuk menjawab SMS.
"Emangnya, ngajak apa si Antok?", tanya Eka.
"Ngajak latihan main game Counter-Strike dirumahnya yang lagi sepi", jawab Edi.
1 Jam Kemudian Di Rumah Antok
Bel rumah keluarga Antok berbunyi dan mengagetkan Antok yang lagi asyik nonton acara TV.
"Siapa sih malam-malam gini?", pikir Antok dalam hati.
Dengan enggan ia menuju kedepan rumah. Lalu ia bergegas membukakan pintu setelah dipikirnya Edi yang datang walau SMS dari nya mengatakan sebaliknya.
"Paling SMSnya cuman bercanda saja", dalam benak Antok.
Kagetnya bukan kepalang setelah dilhatnya yang datang adalah Eka bukan Edi. Antok sempat tertegun tak bergerak membiarkan Eka yang masih berdiri di depan pintu pagar rumahnya.
"Aku boleh masuk nggak nih?", tanya Eka dengan nada canda.
"Sorry-sorry Mbak!", kata Antok dengan tergopoh-gopoh.
Lalu Antok membukakan pintu dan menyilakan Eka masuk.
"Sepi sekali Tok rumahmu, sendirian?", tanya Eka.
"Eh, iya Mbak, keluarga lagi keuar kota semua, pembantu juga pulang", jawab Antok.
Eka berkeliling dirumah Antok yang luas dan melihat-lihat tempat nongkrongnya adik-adiknya terutama Edo. Setelah puas berkeliling, Eka duduk di sofa ruang tengah.
"Ada perlu apa Mbak kesini?", tanya Antok tanpa basa-basi.
"Eh, jahat sekali kamu, masa cuma adik-adikku yang boleh main kesini?", tanya Eka.
"Bukannya jahat gitu Mbak, tapi Mbak kok berani kesini sendirian", kata Antok.
"Apa yang perlu kutakutkan?", tanya Eka tegas.
"Nggak ada, malah aku yang takut, hehehe..", jawab Antok dengan bergurau.
"Sejak dari Malang kenapa kamu nggak mau jawab HP dan SMS ku?", tanya Eka.
Antok tertunduk malu mendengar pertanyaan itu.
"Tok, aku tidak menuntut pertanggung jawaban, aku hanya butuh penjelasan darimu", kata Eka.
"Kita sama-sama dewasa dan aku bisa mengerti kalau kamu hanya menganggap yang kita lakukan adalah sex", lanjut Eka semakin blak-blakan.
Antok menggeleng-gelengkan kepala dan berkata, "Bukan Mbak, bukan hanya sex tapi lebih dari itu, dan itulah penyebab perubahan sikap saya. Saya memang sengaja menjauh dari Mbak, bukan karena saya tidak suka tapi sebaliknya, saya suka sekali dengan Mbak. Mmm.. Saya mencintai Mbak Eka..".
Kata-kata terakhir Antok menggetarkan hati Eka, membuatnya tak mampu mengucapkan sepatah kata. Eka hanya diam dan memandang Antok, menunggu dan menunggu.
"Kalau Mbak hanya menganggap yang kita lakukan hanyalah sex semata, saya bisa mengerti. Maaf Mbak, sebenarnya saya tahu saya tak pantas mengutarakan cinta pada Mbak. Apapun tanggapan Mbak terhadap saya, saya akan menerimanya. Mbak jangan kasihan pada saya", lanjut Antok.
Eka mendehem mencoba dapat bersuara kembali, lalu berkata, "Aku nggak mengerti sama kamu Tok? Biasanya bila pria menyukai wanita, ia akan mengejarnya bukan sebaliknya, apalagi menghindar. Kenapa kamu menghindar dariku?".
"Supaya saya dapat melupakan perasaan saya pada Mbak Eka", jawab Antok.
"Kenapa? Apa karena aku saudaranya sahabatmu?", tanya Eka.
Antok terkejut dengan dugaan Eka yang benar. Ia hanya menganggukkan kepalanya.
"Sekarang sahabatmu, adikku Edo sudah tiada, apa kamu masih ingin melupakan perasaanmu padaku?", tanya Eka lagi.
"Edo memang sudah meninggal, jazadnya memang sudah tiada, tapi ia masih ada di pikiranku sampai akhir hayatku", jawab Antok.
Sebuah jawaban yang membuat haru hati Eka.
"Selanjutnya apa mau mu, Tok?", tanya Eka.
Antok hanya geleng kepala dan mengangkat pundaknya. Keduanya terdiam dan saling memandang.
Dengan ragu Antok bertanya, "Mbak Eka, sebenarnya ada perasaan sama aku atau nggak?".
Pipi Eka merona dan tersenyum mendekat kearah Antok.
"Menurutmu bagaimana?", bisik Eka dengan manja.
"Mbak Eka cuma merasa kasihan saja padaku karena masih jomblo, tak lebih dari itu", jawab Antok polos tak mengerti maksud dibalik pertanyaan Eka.
Senyum Eka berubah jadi cemberut dan berkata, "Huh, teganya kamu ngomong gitu!".
Kali ini Antok jadi bingung dengan sikap Eka.
"Jadi, jadi..", kata Antok tak mampu melanjutkan kata-katanya karena mulai mengerti maksud Eka.
"Jadi apa? ha..", tanya Eka dengan nada menantang sambil mendekatkan wajahnya di dekat wajah Antok.
Mendengar nada Eka, Antok merasa apa yang tadi dimengertinya salah. Ia pun lalu menunduk lemas.
Dua tangan Eka memegang dan mendongkakkan wajah Antok hingga memandang wajahnya.
"Tok, kamu terlalu polos", kata Eka.
Belum sempat Antok menanggapinya, bibirnya telah dilumat oleh bibir Eka. Karena agak kaget, Antok bergerak mundur. Tapi Eka mengikutinya dengan merangsek maju, makin mendekat hingga tubuhnya condong ke tubuh Antok.
Ciuman Eka dibibirnya, sempat membuat Antok bingung, tapi akhirnya ia pun meresponnya.
Tiba-tiba Eka menghentikan ciumannya dan berkata, "Aku takkan melakukan hal itu pada sembarang pria. Saat ini mungkin kita belum dapat menjadi kekasih. Tapi apakah kita juga harus berhenti menjadi teman akrab?", tanya Eka.
"Saya selalu menganggap Mbak Eka lebih dari teman akrab meskipun bukan kekasih", jawab Antok.
"Kalau begitu beres kan urusan kita?", tanya Eka dengan senyum manisnya.
Antok mengangguk tanda setuju.
Mereka berdua lalu duduk berdampingan dengan santai diatas sofa ruang tengah.
Lalu Eka mengeluarkan sebuah permintaan, "Tok, besok aku balik ke Jakarta. Sebagai teman akrab masa kamu tidak memberiku sesuatu".
"Saya mau memberi kejutan, tapi Mbak Eka harus memejamkan mata dulu", kata Antok.
Permintaan Antok dituruti oleh Eka.
Dengan mata terpejam, Eka merasakan bibirnya memperoleh ciuman basah dari Antok. Sebuah sentuhan hangat telapak tangan ia rasakan mengusap payudaranya. Jiwanya seakan terbang ke awang-awang. Sekujur tubuhnya terasa bergairah kembali.
Ciuman bibir basah Antok bergerak ke arah leher lalu turun ke arah payudara Eka. Eka heran dengan kecepatan dan kelihaian Antok membuka kancing kemejanya serta melepas BHnya tanpa ia sadari. Keheranannya sirna karena jalan pikiran Eka telah terbuntu oleh rasa nikmat yang ia rasakan. Dengan mata masih terpejam, Eka dapat merasakan kedua payudaranya memperoleh kuluman nikmat secara bergantian.
Tangan-tangan Antok bergerak lagi, membuka kancing dan resleting celana jeans Eka. Lalu mengusap-usap celana dalam Eka tepat di daerah kemaluannya.
Eka mengeluarkan desahan pertamanya, "Ahh.. Oh.. Tok, lepaskan sekalian, ahh..".
Tanpa kesulitan Antok telah melepaskan celana jeans dan celana dalam Eka secara bersamaan karena Eka sudah mengangkat pantatnya.
Mata Eka terbelalak ketika ciuman bibir basah Antok telah mencapai liang kenikmatannya.
"Ahh..", Desah panjang nan dalam membahana di ruang tengah yang luas nan sepi.
Sesekali lidah Antok menjulur-julur kedalam liang kenikmatan Eka menyelingi kuluman yang dibuat oleh bibirnya. Tak lama kemudian, Eka mengerang, menarik kepala Antok dengan tangannya dan menjepitnya dengan kedua kakinya. Tubuhnya mengejang dan akhirnya menggelinjang.
"Oh, kamu nakal banget Tok", kata Eka manja dan tersenyum puas.
"Itu tadi belum masuk katagori nakal Mbak! Apa Mbak ingin tahu katagori nakal?", tanya Antok.
Eka hanya tersenyum dan mengangguk agak penasaran. Antok langsung melayangkan ciuman di bibir Eka setelah mendapat anggukan dari Eka.
Sesaat kemudian Antok telah melepaskan semua celananya sambil tetap memberi ciuman bibir pada Eka. Antok merebahkan Eka di sofa dan segera menindih serta menyetubuhinya. Aksi tiba-tiba yang dilakukan Antok membuat Eka terkejut dalam kenikmatan tingkat tinggi.
Antok melepas ciumannya dan menegakkan tubuhnya untuk membuat dorongan maju mandur yang makin lama makin cepat sambil memegang kedua kaki Eka.
"Ahh.. ahh.. Tok.. oh..", desah Eka.
Antok melepas pegangan pada kaki Eka dan segera memeluk tubuhnya. Kedua tubuh yang saling bercengkerama itu sama-sama mengejang. Akhirnya Antok dan Eka melepas muatan nafsu asmara yang telah mereka tahan.
Kenikmatan dan kepuasan mereka raih bersama-sama dalam selimut duka yang telah menyatukan mereka berdua.
Tamat