Lara menghela napas panjang. Raut wajahnya menunjukkan kelelahan yang amat sangat. Setelah 2 jam berjuang untuk mendaki bukit terjal dalam malam yang mencekam dan di tengah hujan gerimis yang seakan tiada pernah menunjukkan tanda-tanda untuk reda. Masih jelas dalam ingatannya kecelakaan mobil yang baru saja dialami beberapa jam yang lalu. Ban mobil yang tertembak oleh peluru yang dilontarkan salah satu anak buah Vincent. Beruntung Lara dapat keluar dari Jeep tersebut sebelum jatuh terguling di jurang yang terjal dan licin akibat guyuran hujan. Lara memang berhasil menyelamatkan diri namun dia belum mengetahui nasib dua temannya yaitu Mary Ann dan Demosh yang menyertainya dalam petualangan ini.
Lara menyeka wajahnya yang mulus dengan ujung kaos ketatnya yang kini telah basah dan terasa lengket di badannya. Kaos yang robek di beberapa bagian termasuk di bagian dada kirinya sehingga menampakkan kulit dada montoknya yang kotor tersapu debu dan tanah sewaktu mendaki tadi. Puting susunya tercetak dengan jelas tidak dirisaukan lagi karena yang ada dalam pikirannya kini hanyalah bagaimana menemukan jalan untuk dapat keluar dari Gunung ini tanpa tertangkap oleh musuh-musuhnya yang dapat dipastikan masih berpatroli untuk dapat menangkap Lara dalam keadaan hidup maupun mati. Direbahkan tubuhnya yang padat berisi di hamparan rumput sambil memijit urat pahanya yang kini berdenyut pelan akibat kelelahan. Pikirannya melayang kembali di saat kejadian, masih terngiang jelas di telinganya teriakan Mary Ann dan Demosh sebelum keduanya terguling bersama mobil Jeep yang mereka tumpangi ke tebing terjal di beberapa ratus meter di bawah.
Belum sempat beristirahat sejenak, tiba-tiba Lara dikejutkan oleh suara tembakan dari sisi kiri tempat dia berbaring dan dengan gerak reflek yang cepat dia segera berguling ke arah sebaliknya. Tetapi segera pula dia sadar bahwa di pangkal paha kirinya telah tertancap sejenis jarum dengan bulu warna warni di ujungnya. Perlahan dirasakan tubuhnya semakin ringan dan melemah dan matanya seakan tidak mampu menahan rasa kantuk yang amat sangat. Apa yang dilihat dari sela-sela kelopak matanya sebelum terkatup rapat adalah tubuh-tubuh besar dengan teriakan-teriakan yang tidak dimengerti olehnya berlarian menghampiri dirinya yang kini telah terkulai lemas akibat tertembak jarum yang mengandung obat bius.
Ruangan Bawah Tanah, Markas Komplotan Vincent DeGaule
03.24 WIB
Guyuran air yang dingin menyadarkan Lara dari pengaruh obat biusnya. Segera Lara terbangun dan pada saat yang sama pula dia mendapati dirinya terikat di salib besar berbentuk huruf X yang terbuat dari kayu. Kedua tangannya terikat dengan tali tambang yang erat dan kasar sementara kedua kakinya yang berada dalam posisi terbuka lebar juga mengalami hal yang sama dengan tangannya.
"Bangun!! Dasar pelacur murahan!!" Terdengar teriakan membahana dari arah depannya.
Lara mendongakkan sedikit kepalanya untuk mencari tahu pemilik suara tersebut. Matanya mendapati sesosok tubuh tegap bertelanjang dada dan hanya mengenakan celana cawat saja. Tangan kirinya memegang sebuah ember kosong sementara tangan kanannya mengusap kepalanya yang botak. Sambil menyeringai dia kembali berteriak keras:
"Hei pelacur!! Ayo bangun!!"
Lara tidak menggubris si Botak itu, dia lebih berkonsentrasi pada kepalanya yang masih terasa berat dan seakan tidak mampu untuk mendongak lebih lama lagi.
Tiba-tiba dia merasakan rambut panjangnya yang terurai dijambak dengan kasar oleh si Botak yang rupanya kesal karena dicuekin.
"Kau jangan berlagak macam-macam disini!! Nasibmu sepenuhnya berada di tanganku sekarang!! Apa yang bisa kau lakukan dalam keadaan tersalib seperti sekarang??!!"
Lara tetap diam membisu. Pikirnya, lebih baik menyimpan tenaga daripada harus melayani pertanyaan-pertanyaan bodoh dari si Botak. Tapi ternyata si Botak bukan tipe orang yang sabar. Tiba-tiba saja tangan kirinya melayang dan mendarat di pipi kanan Lara.
Plaak!! Tamparan keras itu membuat Lara sedikit berteriak kesakitan.
"Kau suka itu?? Hah??!! Ayo jawab!!"
Plaak!! Kembali pipi kiri Lara menerima tamparan yang sama, kali ini bahkan lebih keras dari sebelumnya.
"Apa maumu Botak jelek??!!" Lara tak tahan untuk diam kali ini.
"Aku mau kau menunjukkan Mandau Emas yang kau curi dari kami" Jawab Botak dingin.
"Kalau kau mau tahu tempat mandau itu, lebih baik kau bunuh saja aku, mandau itu lebih berharga daripada harus jatuh ke tangan penjahat-penjahat terkutuk seperti kalian!!"
"Grr..!!" si Botak menggerutu geram sambil menjambak rambut Lara lebih keras.
"Aku akan membuatmu menderita untuk membayar akibat perbuatanmu ini!!"
Setelah berkata demikian, dia kemudian melepaskan tangannya dari rambut Lara. Sebelum Lara sempat bernapas lega, si Botak merobek kaos ketatnya dan dan satu tarikan saja kaos itu robek menjadi 2 bagian besar dan menampakkan tubuh dan sepasang dada montok Lara yang tergantung dengan bebasnya seakan lega terlepas dari himpitan kaos ketat selama ini.
"Apa maumu jahanam??!!" jerit Lara ke si Botak.
Tanpa berkata sepatah katapun, kembali tangan si Botak beraksi untuk melepas celana mini jeans Lara dengan bantuan sebilah belati combat. Tanpa kesulitan berarti, mini jeans itu terlepas dengan sekali betot saja.
Seulas senyum puas tergambar di wajah si Botak menyaksikan pemandangan indah di depan matanya. Tubuh telanjang Lara yang kini tergantung di salib itu membuat nafsu birahi si Botak menggelora. Tanpa menghiraukan sumpah serapah Lara, segera dia mendaratkan jilatan lidahnya ke puting susu Lara bergantian dari kiri ke kanan. Kedua tangannya sibuk bergerak antara meremas susu besar Lara ataupun mengusap vagina Lara. Sesekali jari tengahnya menyodok ke dalam lubang kenikmatan Lara dan membuat Lara mendelik, melotot dan menyumpahi si Botak dengan derasnya. Tapi tak dapat dipungkiri, perlahan-lahan dua puting susunya mengeras karena terangsang oleh jilatan dan remasan si Botak apalagi disertai dengan permainan tangan dan jari si Botak di clitorisnya.
Entah sadar ataupun tidak, justru Lara kini mendesah pelan dan napasnya semakin memburu cepat. Tidak lagi terdengar sumpah serapah dari mulutnya melainkan yang terdengar kini hanyalah suara napas yang saling susul menyusul antara Botak dan Lara. Jilatan dan kuluman Botak berpindah daerah. Setelelah puas 'mengepel' susu Lara, kini dia mengalihkan daerah operasinya ke arah perut Lara yang atletis. Perlahan tapi pasti lidahnya bergerak ke arah vagina Lara yang bersih tanpa ditumbuhi bulu apapun. Rongga dalam liang surga Lara seakan bergolak dahsyat ketika ujung lidah Botak menjilati tiap milimeternya. Sementara ujung lidahnya beroperasi, tangan kiri Botak tidak alpa untuk meremas sepasang susu yang tergantung dengan anggun serta tak lupa pula dia memilin puting susu yang berdiri tegak seakan menanti tak sabar menunggu untuk dikulum. Saat Lara semakin melayang tinggi oleh kenikmatan saat itu, tiba-tiba terdengar teriakan keras membahana dalam ruangan bawah tanah tersebut.
"Dickhead!! Apa yang kau lakukan!!"
Si Botak menghentikan agresinya dan memalingkan muka ke arah pintu masuk. Didapatinya sesosok tubuh kurus tinggi dengan rambut panjang yang terurai awut-awutan. Mata yang menatap tajam ke arahnya membuat Botak mundur dan menunduk tanpa berani berkata sepatah katapun.
"Dasar bodoh!! Aku tak pernah memerintahkan kau untuk melakukan ini terhadap wanita jalang ini!! Kau harus membayar mahal perbuatanmu ini!!"
Si Botak semakin ketakutan dan hanya bisa berkata pelan, "Ma.. Maaf Bos Vincent.. A.. Aku hanya berusaha membuatnya memberitahukan kita letak mandau itu"
"Diam kau!! Aku tak menyuruhmu membuka mulut!!"
Vincent berjalan mendekati Lara yang terengah-engah menahan nafsu birahinya yang terinterupsi oleh kehadiran bos komplotan ini. Semakin dekat jarak antara mereka berdua membuat Lara dapat melihat dengan jelas sosok Vincent DeGaule, penjahat dan buronan internasional atas kejahatan dan aksi-aksi terorisme yang dilakukan di berbagai belahan dunia. Sosok tinggi dan kurus dengan wajah yang sangat mengerikan, matanya yang melotot besar menyembul dari wajah tirusnya. Bekas luka di pipi kanannya sepertinya terlalu dalam untuk dapat dihilangkan dan sekarang menjadi salah satu dari atribut untuk menambah kengerian wajahnya.
"Jadi inilah Lady Lara Croft yang terkenal itu" Katanya sembari tersenyum sinis ke arah Lara.
"Apa yang kini nona jagoan bisa lakukan selain tersalib telanjang dengan keadaan dikuasai nafsu seperti ini?" Tanyanya lagi.
Lara diam seribu bahasa dan menatap penuh kebencian dan dendam ke Vincent yang nampaknya sangat menikmati kemenangannya ini. Tiba-tiba saja Vincent tertawa keras sambil setengah berteriak ke si Botak yang sejak tadi berdiri mematung di sudut ruangan.
"Dickhead!! Sini kau!! Aku punya tugas untukmu!!"
Dickhead segera mendekat sambil tetap menundukkan kepala botaknya.
"Buka celanamu!!" perintah Vincent yang langsung dilakukannya tanpa bertanya lagi.
"Dengar baik-baik, Nona Lara Croft adalah tamu kita dan sebagai tuan rumah yang baik, kita harus melayani tamu kita yang terhormat ini sebaik mungkin. Dan dalam hal ini, sepertinya Nona Lara sedang dalam keadaan horny berat oleh karena itu adalah tugas kita untuk memuaskan nafsunya ini. Kau mengerti maksudku, Dickhead??!!"
"Aku mengerti Tuan Vincent" Jawab Dickhead yang segera menghampiri Lara.
Lara dapat melihat "pistol" Dickhead yang entah sejak kapan telah berada dalam keadaan terkokang dan siap tempur. Kontol hitam yang berdiri tegak seakan telah siap menyongsong tubuh Lara. Tanpa banyak basa-basi lagi, Dickhead kembali beraksi dengan tangan, mulut dan lidahnya di tubuh telanjang Lara yang kini kembali merasakan kenikmatan yang tadi sempat tertunda sejenak. Lara menggelinjang nikmat ketika ujung lidah Dickhead kembali menyapu daerah memeknya yang berangsur-angsur basah oleh cairan pelumas yang dihasilkan memeknya yang semakin membuka lebar mempersilahkan kontol Dickhead untuk masuk.
Seakan mengerti dengan kemauan Lara, Dickhead berdiri sejajar dengan posisi Lara dan sambil tetap meremas susu Lara dengan tangan kiri sementara tangan kanannya memegang kontolnya dan menuntun Mr. Dickhead Junior untuk masuk ke lubang surga milik Lara. Tanpa mengalami kesulitan berarti dikarenakan vagina Lara yang telah basah. Kontol Dickhead bergerak maju dan mundur merangsek ke dalam rongga vagina Lara yang membuat Lara mendesah tak karuan. Sementara Dickhead asyik menservis Lara, Vincent hanya berdiri diam dan menyaksikan adegan di depan matanya sambil tersenyum tipis. Lama kelamaan rupanya Vincent tak kuat juga menahan nafsunya yang kini timbul karena pemandangan indah yang terpampang jelas. Dia segera melepas baju dan celananya dan dengan setengah berlari kemudian menghampiri keduanya.
"Awas kau, minggir!!" Teriaknya sambil mendorong Dickhead menjauh dari Lara.
Bersambung . . .