Setelah peperangan panjang antara kerajaan Shadow dan Light, akhirnya seluruh kepingan dari prasasti Words Worth berhasil disatukan. Kedua kerajaan pun akhirnya hidup damai berdampingan, namun kedamaian itu sedikit terusik oleh ancaman baru terhadap kerajaan Shadow. Kaum orc yang hidup dekat perbatasan Shadow sering mengganggu keamanan wilayah itu, mereka merampok, membunuh, dan memperkosa gadis-gadis disekitar sana. Untuk menumpas kaum orc, Astral yang telah menjadi raja di kerajaan Shadow mengirim pasukan besar ke perbatasan yang dipimpin langsung oleh kekasihnya, Jenderal Sharon. Dibawah pimpinannya pasukan Shadow berhasil merebut beberapa wilayah yang jatuh ke tangan orc serta membunuh beberapa panglimanya. Menghadapi ksatria wanita yang tangguh dan cerdas itu kaum orc mulai menyusun siasat untuk dapat menjebak dan mengalahkannya.
Hari itu, kedua pasukan bertemu dan bertempur di sebuah tanah lapang yang luas. Pasukan kavaleri Shadow dapat mengungguli pasukan orc. Jenderal Sharon nampak anggun dan berwibawa diatas kudanya, tangannya yang berpedang dikibaskan kesana-kemari membantai para orc itu, entah sudah berapa banyak kepala orc yang jatuh ke tanah akibat tebasannya. Melihat prajurit dan perwiranya berjatuhan, jendral orc yang berbadan besar dan berkulit hijau itu memerintahkan mundur. Sharon yang ingin meringkus panglima tertinggi orc itu memerintahkan pengejaran yang dipimpin langsung olehnya. Dia berada pada baris paling depan, jubah dan rambut emasnya yang panjang hingga sepinggang melambai-lambai diatas punggung kuda yang berlari kencang itu, matanya memancarkan keberanian dan tekad yang kuat.
Mereka mengejar semakin jauh ke dalam sebuah hutan yang rimbun. Sharon mulai merasakan sesuatu yang tidak beres karena tempat itu begitu sepi, insting militernya mengatakan bahwa ada jebakan yang menantinya. Benar saja, begitu dia memerintahkan mundur pasukannya, serempak terdengar seruan "Serbuu..!" yang memenuhi hutan yang tadinya sepi tadi, disusul hujan panah dan bermunculannya pasukan orc dari semak-semak dan atas pohon. Mayat-mayat pasukan Shadow bergelimpangan dengan tubuh penuh anak panah, Sharon sendiri berjuang keras menangkis setiap anak panah dengan pedangnya, sebuah panah menyerempet lengannya yang tidak terlindung baju zirah sehingga berdarah. Setelah hujan panah mereda mereka masih harus menghadapi sergapan orc yang menyerang dari semak dan pohon. Pasukan kaveleri tidak dapat bergerak leluasa dalam hutan yang lebat, akibatnya pasukan yang berkekuatan 200-an orang itu nyaris seluruhnya tersapu bersih.
"Lari jenderal.. kami akan mengawalmu!" seru seorang pengawalnya.
Dengan 4 orang pengawal pribadi, Sharon menerobos kekacauan itu untuk meloloskan diri. Di sebuah lintasan mereka dihadang oleh sepasukan kecil yang dipimpin oleh jenderal orc yang tadi pura-pura mundur.
"Hua-ha-ha.. sekarang rasakan pembalasanku, serbu..!" serunya sambil mengacungkan gadanya pada mereka.
Pertempuran yang tidak seimbang pun dimulai, jenderal orc, tanpa kesulitan berarti menghabisi keempat pengawal Sharon dengan gada bajanya. Kini kedua jenderal yang berseteru itu saling berhadapan, bunyi denting pedang beradu dengan gada baja terdengar nyaring.
"Hebat juga kau jenderal cantik, kau lebih cocok jadi peliharaanku daripada jadi jenderal!" ejek orc itu di sela pertarungan, matanya yang lebar itu jelalatan menatapi tubuh Sharon yang indah, seolah menelanjanginya.
"Makhluk menjijikkan, kubunuh kau hari ini demi negeriku!" seru Sharon dengan penuh amarah.
"Ayolah manis, aku sudah tak sabar ingin bermain cinta denganmu".
"Biaya untuk bermain cinta denganku terlalu mahal untukmu!" serunya sambil menerjang dengan teknik pedang yang luar biasa.
Serangan Sharon yang dahsyat dan membabi-buta membuat orc itu kewalahan. Dia mundur-mundur sambil susah payah menahan serangan. Dalam satu kesempatan akhirnya Sharon berhasil menjatuhkan gada itu dari pemiliknya dan membuat orc itu terpelanting. Namun begitu dia mengayunkan pedangnya untuk menebas kepala musuhnya, tiba-tiba "Traangg..!" sebutir panah tepat mengenai gagang pedang dan hampir mengenai tangannya. Spontan, Sharon pun terkejut dan pedangnya jatuh. Tanpa menyia-nyiakan kesempatan baik itu, si jenderal orc itu langsung menghantam perut Sharon dengan kepalannya yang besar sehingga dia terhuyung-huyung ke belakang sambil memegangi perutnya lalu dengan bahunya yang dilapisi pelindung diseruduknya gadis itu sampai mental beberapa meter dan jatuh. Sharon meringis kesakitan, nampak darah menetes di pinggir bibirnya.
Jenderal orc itu mendekati lawannya yang sudah terkapar, dilihatnya celana dalamnya yang putih dan paha mulusnya melalui rok mininya yang tersingkap. Orc-orc lainnya ikut mengerubungi dirinya, mereka menatapnya dengan sorot mata lapar.
"Kalau mau bunuh.. bunuh saja sekarang atau kelak kau akan menyesal, dasar pengecut tidak tahu malu!"
"He-he-he.. terlalu sayang untuk membunuh gadis secantik kamu, gadis sombong. Aku ingin kau merasakan nikmatnya kontol orc" seringainya mesum disusul gelak tawa orc lainnya.
Ketika jenderal orc itu dengan tangan besarnya orc itu membelai wajah cantik Sharon, tiba-tiba 'Plak! ' dengan sisa-sisa tenaganya, Sharon menampar wajah makhluk itu. Melihat hal itu, dua anak buahnya maju memegangi lengan Sharon, dia meronta-ronta dan menendang-nendangkan kakinya, tapi itu malah membuat celana dalam dan pahanya makin terlihat saja sehingga nafsu mereka makin naik.
Dengan mudahnya jenderal orc itu menangkap kedua pergelangan kaki Sharon lalu dibentangkannya lebar-lebar.
"Wahaha.. celana dalamnya putih" para orc itu bicara kasak-kusuk melihatnya.
"Heh.. memangnya semahal apa harga untuk bermain denganmu, jenderal pelacur!" ejeknya sambil menjambak rambut panjang keemasan itu.
Orc itu mengeluarkan lidah panjangnya dan menjilati pipinya yang mulus, ekspresi wajahnya menunjukkan rasa jijik membayangkan dirinya akan segera diperkosa oleh makhluk setengah binatang. Seorang orc membuka kancing baju zirah dan jubahnya. Begitu baju zirah pelindung atasnya terlepas para orc itu langsung menggerayangi payudaranya yang masih tertutup oleh baju biasa.
"Aahh.. tidak!" jeritnya ketika dirasakannya elusan jenderal orc itu merambat dari pahanya menuju ke kemaluannya.
Dia menekan-nekan jarinya yang besar di sana. Orc yang memegangi lengan kanan Sharon mempreteli satu demi satu kancing bajunya, setelah terbuka semua dibetotnya bra putih dibaliknya hingga robek. Belasan orc lainnya termasuk si jenderal orc melotot memandangi buah dada Sharon yang montok dengan putingnya yang merah muda. Salah satu orc langsung melumat payudara kanannya, diremas dan disedot-sedot, sedangkan payudara kirinya dicengkram kuat oleh si jenderal orc sampai putingnya makin mencuat.
"Nah.. sekarang tau kan akibatnya kalau melawan kami, pelacur Shadow!" jenderal orc itu menyelesaikan kata-katanya dengan meremas lebih kuat dan memelintir payudara Sharon.
Jerit kesakitannya membuat nafsu para orc itu makin terbakar saja, si jenderal orc saking nafsunya sampai mencucukkan jarinya lebih dalam lagi sehingga celana dalam Sharon robek di bagian tengahnya.
Sesudah melubangi celana dalamnya, jenderal orc itu lalu menggerakan jarinya leluar masuk di liang itu seperti menyetubuhinya, sementara mulutnya terus menjilati puting yang sudah mengeras itu.
"Ooohh.. tidak.. jangan!" jeritnya sambil menggeliat-geliat.
Dia berusaha keras untuk tidak menikmatinya, tapi sepertinya syaraf-syaraf di tubuhnya lebih mendominasi, dia tidak dapat menahan rangsangan yang demikian hebatnya dari titik-titik sensitifnya yang dikerjai mereka. Orc di samping kirinya menyibak rambutnya, lalu lidahnya menyapu leher hingga ke telinganya. Orc yang di kanannya daritadi masih saja menikmati payudaranya sampai meninggalkan bekas merah karena kebanyakan dicupang. Selama 10 menit si jenderal orc mengorek-ngorek vagina Sharon, akhirnya dia merasa tubuhnya menegang disusul dengan mengucurnya cairan cinta dari kemaluannya.
Jendral orc itu mencabut jarinya, tanpa rasa jijik dia jilati cairan yang belepotan di jarinya itu.
"Nyamm.. wanita Shadow memang enak rasanya, pasti itunya lebih enak lagi, angkat dia!" perintahnya.
Anak buahnya segera mengangkat tubuh Sharon dengan kedua paha terkangkang. Jendral orc itu menurunkan celananya, benda yang dibaliknya sungguh membuat bergidik, sebatang penis sebesar belati komando yang berwarna kehijauan dengan bintil-bintil dan urat yang menonjol. Sharon sendiri sampai menelan ludah melihatnya, membayangkan benda mengerikan itu akan segera mengoyak-ngoyak vaginanya.
"Nah sayang, sekarang kamu akan merasakan keperkasaan kaum orc!" katanya sambil menarik robek celana dalam Sharon.
Para orc itu kembali berdecak kagum melihat kemaluan Sharon yang ditumbuhi bulu-bulu yang juga pirang seperti rambutnya, belahannya masih rapat karena dia baru melakukannya hanya dengan kekasihnya Astral, tengahnya yang merah merekah seolah menunggu untuk ditusuk. Tidak satupun dari kemaluan mereka yang tidak bangkit. Jenderal orc itu mulai membuka bibir vagina Sharon dan tangan satunya membimbing penisnya memasuki liang itu.
"Jangan.. jangan, bunuh saja aku bangsat! Aahh.. oohh.. akkhh!" Sharon terus memaki-maki di tengah rintih kesakitannya, namun jeritan dan rontaannya hanya menambah nafsu mereka saja.
Dia meringis kesakitan disertai mengucurnya keringat saat penis itu menghujam ke dalam vaginanya. Walaupun kemaluannya sudah basah oleh cairan cinta, tapi jenderal orc itu masih kesulitan memasukkan penis supernya itu. Sharon diperkosa secara brutal oleh jenderal orc itu, penis hijau itu menyodok-nyodok dengan ganasnya. Sambil menggenjot jenderal orc itu melumat payudara kanannya, tangan satunya meremasi bongkahan pantatnya yang montok. Orc-orc lain yang menopang tubuhnya pun ikut ambil bagian menggerayangi tubuhnya. Ada yang mengelus paha mulusnya, ada yang melumat payudara lainnya, menjilati lehernya, orc yang menopang dari belakang menarik rambut panjangnya sehingga wajahnya tengadah ke belakang, lalu dilumatnya bibir mungil yang ranum itu. Lidah panjang itu bergerak liar menjilati lidahnya seakan mengajak lidahnya ikut bermain sehingga secara refleks lidah Sharon ikut meronta.
Walaupun terus meronta, namun Sharon mulai merasakan kenikmatan menjalari tubuhnya, rasa nyeri yang dideritanya kini mulai bercampur dengan rasa nikmat. Perlahan pemberontakannya mulai mereda, walau berusaha sekuat tenaga untuk tidak menikmatinya, tubuhnya tidak bisa berbohong. Tubuhnya menggelinjang hebat disertai suara desahan panjang setelah 15 menit diperlakukan seperti itu.
"Hmm.. kau mulai merasa enaknya bercinta dengan orc kan, hai pelacur Shadow!" seringai jenderal orc itu.
"OK, anak-anak minggir semua, sekarang saya akan mementaskan pertunjukan orc menunggangi manusia"
Anak buahnya menurunkan Sharon yang sudah lemas setelah orgasme panjang barusan, lalu mereka menyingkir membiarkan pimpinannya mengerjai musuh yang telah dikalahkan itu.
Sambil menarik rambut Sharon, jenderal orc itu meraih vaginanya dari belakang, membuat posisinya menungging. Kemudian dia kembali menyodok vaginanya, sodokan itu makin lama semakin cepat sehingga gadis itu tak kuasa menahan jeritannya dan mengucurkan air mata. Dengan tangan besarnya orc itu menangkap salah satu payudara yang berayun-ayun itu. Anak buahnya yang menonton adegan perkosaan itu matanya tidak berkedip, mereka gelisah tak sabar menanti giliran, beberapa diantaranya terlihat mengocok-ngocok penisnya sendiri. Pesta seperti ini bukanlah hal yang asing bagi mereka, beberapa waktu yang lalu mereka berhasil menjebak sekumpulan ksatria wanita dan mereka perkosa beramai-ramai, lalu mereka bawa ke negerinya sebagai budak seks.
Beberapa saat kemudian jenderal orc itu tampak akan berejakulasi, genjotannya makin kencang sambil mengeluarkan geraman. Sharon merasakan bagian bawahnya banjir, orc itu memuncratkan cairan putih kental dengan derasnya sampai belepotan di selangakangan gadis itu.
"Hehehe.. gadis manusia memang benar-benar enak, apalagi yang satu ini!" orc itu melepas penisnya.
Penderitaan Sharon belum lagi selesai, jenderal orc itu memberi kehormatan pada si pemanah yang menyelamatkannya untuk mendapat giliran berikut. Orc itu merenggut rambut Sharon dan memerintahkannya membuka mulut.
Bersambung . . . .