"Halo..", sapa Aryo.
"Halo say..! kamu dimana?" jawab Sylvana dari seberang sana.
"Aku di Bandung, lagi ada..",
"Apa? Tega deh, kok nggak bilang-bilang sih, kamu ada di Bandung, kok kamu diem-diem aja sih? Kamu sekarang dimana?nginep dimana, lagi ngapain sekarang.? Sama siapa kamu say", Sylvana nyerocos seperti biasanya. Aryo sangat kehilangan cerocosan imutnya Sylvana.
"Stop.. stop.. kamu itu kayak polisi interogasi maling aja deh..", aku masih di hotel, nginep di H****, sendirian koq.., baru mau berangkat ketemu klien..!", jawab Aryo berbohong. Aryo bangkit dari ranjangnya dan berdiri mengghadap cermin besar.
"BOHONG!" pasti ada cewek cantik disitu ya, pasti abis gituan ya? Aku khan paling tahu belangnya kamu! Siapa sih ceweknya? Orang mana? cantikan mana sama aku?" terdengar cerocosan lagi dari seberang, sampai Aryo agak sedikit menjauhkan HP-nya. Aryo berjalan mendekati jendela yang memperlihatkan pemandangan kota Bandung dari lantai 10. Mata Risma dan Senny mengikuti Aryo, yang masih polos tanpa busana. Benar-benar mengagumkan tubuh telanjang Aryo, dalam pikiran mereka.
"Suwer sayang, aku sendirian, gak ada siapa-siapa lagi disini", kata Aryo sambil memberi tanda pada Risma dan Senny utnuk diam tak bersuara. Playboy juga nih Aryo, pikir mereka berdua.
"Aku kangen sayang!", rengek Sylvana dari seberang sana.
"Lho, Suamimu kemana?"
"Kang Sendy lagi ke Filipina, ada proyek disana. Sudah tiga hari di sana dan rencana pulang empat hari lagi, khan BT". "Kangen sama aku atau sama suamimu?", balas Aryo menggoda.
"Ya kamu dong say..! Ketemuan Yuuk", Sylvana merengek.
"OK, nanti aku telepon balik yaa, aku agak sedikit sibuk hari ini, mungkin nanti agak maleman dikit ya?".
"Bener lho say, awas kalo nggak!"
"Emang kalo nggak mau diapain.. hehehe", Aryo terkekeh.
"Pokoknya ku potong punyamu!",
"Kamu nggak akan dapet lagi dong"
"Biarin, khan udah ada di aku, mau aku goreng. Mentahnya aja enak, apalagi yang digoreng, pasti lezaat!
Telepon pun diputuskan Sylvana. Aryo menggaruk-garuk kepalanya sendiri. Risma dan Senny yang sedari tadi memperhatikan, tersenyum melihat kelakuan Aryo. Aryo menoleh ke arah keduanya.
"Udah deh, kalian beres-beres dulu sana, kalo mau mandi, mandi aja, masih ada satu handuk bersih kok di kamar mandi", kata Aryo, sambil meraih Handuk bekasnya.
Kedua anak gadis yang masih ranum itu saling berpandangan dan menghambur ke Arah Aryo
"Mandiin.!", sambil menyeret Aryo yang masih telanjang ke kamar mandi, dan entah apa yang mereka lakukan di kamar mandi luas dengan bath tub ala whirlpool yang cukup untuk 4 orang.
*****
Chapter Two
Kemana-mana Aryo masih ditemani Risma dan Senny. Pelayanan all in kedua gadis itu tidak disia-siakan oleh Aryo. Bercinta, bercinta dan bercinta setiap ada kesempatan. Entah kalo memang Pak Ferry menyediakan dua gadis itu untuk all in atau sebatas LO saja. Tapi dilihat dari senyuman Pak Ferry ketika Aryo telah bersama dua gadis itu, Aryo hanya menebak saja, bahwa memang Pak Ferry sengaja "menyuap" Aryo, walau dari sisi persiapan Event yang dilakukan Pak Ferry tidak ada masalah sama sekali. Atau mungkin juga client service.
Saat itu Aryo sedang bersama Pak Ferry, bos EO lokal, di kantor EO tersebut di bilangan Antapani. Terlihat kesibukan crew. Mereka mempersiapkan item-item yang harus dibawa ke Balai kota nanti malam. Pukul 14. 30 HP Aryo berbunyi.. Sylvana lagi!
"Oh my god, gue LUPA..!", sambil menepuk dahinya Aryo menyesali kelupaannya.
"Hal..", belum sempat selesai berucap, Aryo dipotong.
"Mana janji kamu!, dasar tukang boong!", Sylvana marah-marah.
"Aduh, maaf Sil, aku sibuk banget..", Aryo kembali berkilah.
Mendapatkan dua kenikamatan sekaligus membuat Aryo lupa dengan janjinya pada Sylvana.
"Bener ya.. kupotong nanti punyamu..", jawab Sylvana dengan nada geram.
"Oke-Oke deh.. aku selesai 10 menit lagi kok, mau ketemuan dimana?".
"Jemput ke rumahku dong..",
"Lho, nanti kalo ada yang tahu gimana?",
"Aku jamin gak bakalan ada yang tahu deh",
"SMS deh, alamat rumah kamu, aku nggak tau khan dimana kamu tinggal sekarang", kata Aryo lagi.
"OK.., awas kalo mangkir lagi!", ancam Sylvana lagi.
HP pun ditutup, dua menit kemudian terdengar bunyi SMS masuk.
"Ooo, daerah atas rupanya..", Aryo manggut-manggut.
Sesaat kemudian Aryo meluncur, setelah pamit pada Pak Ferry, dengan alasan family business. 30 menit kemudian Aryo telah berada di daerah yang dimaksud, Hegarmanah. Hingga akhirnya Aryo telah sampai pada rumah yang dimaksud.
"Hmm,.. Gede juga rumahnya.., hebat betul si Sendy..".
Rumah besar asri bergaya mediteranean. Pagar tembok dengan relief batu kali ber vernish, dihiasi tumbuhan rambat, menambah segar suasana rumah ini. Gerbangnya tinggi. Tiba-tiba, pintu gerbang terbuka sendiri. Aryo bengong, namun akhirnya sadar, karena di atas tembok gerbang sebelah kanan terdapat kamera, yang bergerak mengikuti gerak mobil Aryo, ketika mobilnya memasuki gerbang rumah Sylvana. Halaman cukup luas, yang pasti lebih besar dari rumah kontrakan Aryo di bilangan Gatot Subroto Jakarta. Pohon cemara dan bambu tinggi menghiasi pinggiran tembok halaman rumah Sylvana.
Belum habis bengong Aryo, kini dia disuguhi lagi kecanggihan teknologi, pintu garasi terbuka ke atas. Terlihat dua mobil berjejer, sebuah Mercedes Benz seri SLK 600 dan sebuah Jaguar S-type. Aryo memarkirkan mobilnya di celah antara kedua mobil mewah tadi. Aryo agak minder, walaupun memakai Mercedes Benz E320 Masterpiece, mobil dia nggak ada apa-apanya dibandingkan kedua mobil tagi. Sylvana terlihat berdiri di pintu yang menghubungkan garasi dengan dalam rumahnya sambil memegang remot yang kemudian dipencetnya untuk menutup gerbang luar dan garasinya.
"Halo sayang..!", sapa Sylvana lembut manja.
Aryo kemudian keluar dari mobil dan menutup pintu.
"JREB.. cuit.. cuit!", bunyi alarm terdengar.
Aryo menghampiri Sylvana yang masih berdiri menyender di kusen pintu. Kulit putih terbungkus tanktop krem dengan celana hipster warna senada sebatas lutut menambah seksi Sylvana saat itu. Apalagi dengan pusar Sylvana yang turut mengintip diantara tank top dan celananya. Sylvana menyambutnya dengan pelukan. Aryo agak tidak tenang dengan perlakuan itu. Diciumnya pipi Sylvana dan Sylvana membalasnya. Tercium bau rambut Sylvana yang khas. Kini Sylvana berambut panjang hingga punggung. Bando krem lebar menghiasi rambutnya membuat Sylvana semakin cantik. Mirip AGB gaul, namun terlihat anggun. Sylvana berubah, semakin cantik. Beda ketika saat Aryo meninggalkan Sylvana 6 tahun lalu. Dada Aryo berdegup keras.
"Kok mobilku disuruh masuk..? bukankah kita mau keluar..?" tanya Aryo bingung.
"Mending disini aja.., kamu khan belum pernah ke rumahku..?" jawab Sylvana, berjalan bersamaan Aryo saling memeluk pinggang, menuju ruang tengah.
"Katanya disuruh jemput?",
Tak ada jawaban. Sylvana, melepaskan Aryo, dan merebahkan diri di sofa kulit warna hitam bergaya kontemporer modern dari Da Vinci. Aryo duduk di sebelahnya. Dia mengamati sekeliling ruang tengah. Di depan sofa terdapat TV plasma 56 inch, lengkap dengan perangkat home theater dan Hi-Fi canggih. Hiasan patung-patung kontemporer pun turut menghiasi ruangan yang tertata rapi. Karpet tebal warna biru cocok dengan tembok warna biru langit yang menambah kesejukan ruang tengah rumah Sylvana.
"Sendirian?", tanya Aryo, memecah keheningan.
"Nggak ada pembantu?"
"Mereka kusuruh pulang. Rumah mereka deket kok, di kampung belakang rumah ini", jawab Sylvana singkat.
"Suamimu kapan pulang?",
Tiba-tiba Sylvana bangkit dan mendorong dada Aryo hingga rebah di Sofa. Sylvana menindih Aryo. Mata mereka saling berpandangan. Desah nafas bergemuruh hingga terasa di masing-masing wajah dua manusia itu. Bibir mereka makin mendekat akhirnya bersentuhan. Mesra sekali.
Kini Aryo berani memeluk Sylvana. Bibir mereka kini telah bersatu, melepas rindu empat tahun tidak bertemu. Kepala mereka bergerak saling silang memainkan irama cinta yang makin menggelora, membuat ruangan sejuk itu menjadi hangat. Ciuman Aryo bergeser ke leher Sylvana, membuat Sylvana mendesah menikmati sensasi yang masih diingatnya empat tahun lalu.
"Ahh.. yo.. ehmm..", desah Sylvana, menggoda.
Sylvana melepaskan kancing-kancing kemeja Aryo. Dada bidang itu terbukalah sudah. Sudah pasti ciuman dan jilatan lidah Sylvana menari-nari disana. Pikiran Aryo kembali ke masa empat tahun lalu, saat mesih mereguk manisnya cinta dengan Sylvana.
"Sil.. ahh.. I miss you a lot..", Aryo balas mendesah.
Seketika itu juga Aryo menarik tanktop Sylvana hingga lepas dan dilemparkannya, entah kemana. Kini dua dada bertemu, dan merapat erat sekali. Sylvana memeluk Aryo dan merka kembali berciuman ala orang Perancis.
Keadaan berbalik, kini Aryo berada di atas Sylvana, melancarkan serangan-serangan indah ke leher dan dada Sylvana. Dijamahnya dada Sylvana, diremasnya lembut. Walau tidak begitu besar, namun Aryo masih ingat, lingkaran yang mengisi penuh telapak tangan Ayo. Sesekali puting kecil kemerahan Sylvana dijepitnya diantara telunjuk dan dari tengahnya, membuat Sylvana tengadah dan menggeliat liar. Lidah Aryo pun menyapu di dada kiri dan kanan Sylvana. Tampak basah dan mengkilat diterpa cahaya yang masuk dari jendela sehingga menambah kesan estetis, atau mungkin erotis tepatnya.
Aryo kemudian menanggalkan sepatunya, dan dilanjutkan dengan membuka kaitan celana dan menurunkan resleting Sylvana. Sylvana hanya terdiam, menunggu apa yang akan dilakukan Aryo selanjutnya. Dilepaskannya celana krem hipster dengan sekali terik namun gentle. Paha putih mulus Sylvana diusapnya ke arah kemaluan yang masih terbungkus celana dalam sati putih berenda dibagian atasnya. Bulu-bulu halus Sylvana mencuat keluar dari balik renda transparan.
Aryo kemudian menciumi perut Sylvana. Dimainkannya lidah Aryo di area pusar Sylvana yang beranting.
"Oooh.. Aryoohh.. ehmm.. ssp.. aahh", kembali terdengar desah Sylvana, manakala sapuan lidah Aryo bergerak semakin kebawah menuju tepian celana dalam Sylvana. Dipeganginya kepala Aryo, dan diusap-usap rambutnya.
Aryo kemudian menarik celana dalam Sylvana. Dilemparkannya sembarang, dan menyagkut di satu patung yang menghias ruang tengah itu. Bulu halus Sylvana tercukur rapi membentuk huruf V. Aryo mengendus-endus bulu pubis Sylvana, membuat Sylvana menggelinjang kegelian. Sampailah kini Aryo pada labia mayoranya Sylvana. Lidah Aryo menari-nari disana, namun beberapa saat kemudian ditepisnya kepala Aryo.
Sylvana mendorong Aryo hingga kembali Aryo rebah di pinggiran sofa. Dengan bernafsu dilepasnya ikat pinggang Aryo dan ditariknya juag celana Aryo. Terlihat batang yang masih tertutup, berdenyut seakan ingin berontak merobek celana dalam yang masih menutupinya. Perlahan lidah Sylvana menari diatasnya. Aryo diam mengamati perlakuan Sylvana kepadanya. Sesekali Aryo pun tengadah menikmati tarian gemulai lidah Sylvana. Sesaat kemudian Sylvana berhasil menarik lepas celana dalam Aryo, hingga batang aryo pun mencuat keatas. Bulu lebatnya menghiasi daerah sekitar kemaluan Aryo. Kenyataan ini tak disia-siakan Slivana menyusuri setiap centi kemaluan Aryo dengan ujung lidahnya, membuat Aryo mendesah kenikmatan. Zakar Aryo pun tak luput terkena sapuan lidah Sylvana yang semakin menggila.
Sylvana menghentikan kegiatannya, dan menarik Aryo untuk bangkit. Setengah berlari kecil Sylvana menuntun Aryo menuju ke kamarnya tidak jauh dari ruang tengah, lewat tangga kecil yang dibawahnya terdapat kolam ikan koi bermacam warna. Bunyi gemericik air mancur kecil membuat damai suasana ruang tengah tadi.
Kini Aryo rebah di ranjang besar kamar Sylvana. Terpampang disana foto ukuran 20 R Sylvana dengan Sendy. Aryo tidak ambil peduli dengan foto itu. Yang hanya ia pedulikan adalah sentuhan-sentuhan Sylvana yang sempat hilang empat tahun lamanya.
Diraihnya batang kemaluan Aryo yang sedari tadi tegak seperti menara Eiffel Paris itu. Sedikit mengocok, Sylvana mengkombinasikannya dengan kuluman-kuluman lembut, dan gesekan giginya. Tangan Aryo meremas sprei putih pertanda kegelian yang ditahannya. Irama turun naik kepala Sylvana terlihat indah sekali. Semakin cepat, semakin tak kuasa Aryo menahan sensasinya.
"Mmmphh.. mmphh.. mmphh", terdengar Sylvana menggumam, karena mulutnya penuh dengan batang kemaluan Aryo. Aryo tidak ingin kenikmatan itu cepat berakhir. Diangkatnya kepala Sylvana, dan dibaliknya Sylvana hingga berbaring. Aryo kemudian bergerak ke atas Sylvana dan berbalik. Kini mulut Aryo berhadapan dengan kemaluan Sylvana yang merah merekah, dan mengkilat karena basah. Sylvana pun tak menyia-nyiakan kemaluan Aryo yang menggantung di hadapannya. Keduanya saling menjilat, menyedot, mencium, dan melakukan beberapa variasi lainnya. Hingga akhirnya, Sylvana berteriak keras.
"Aaauugghh.. aahh.. Arryyoohh.. God.. hngg.. ghh", sedikit tengadah Sylvana teriak.
Giginya mengatup. Panjang sekali lenguhan kenikmatan yang terdengan. Mulut Aryo tak luput dari semburan cairan kenikmatan Sylvana.
"Stop.. Stop.. please Stop yo,.., aku nggak mau dapet dua kali dengan cara ini, Sylvana memohon.
Aryo berbaring, sedangkan Sylvana berada di atasnya, ditopang lutut. Sylvana memegang kemaluan Aryo dan mengusap-usapkannya di Bibir kemaluannya, hingga akhirnya.
"Bless..", sedikit demi sedikit kemaluan Aryo hilang di telan kemaluan Sylvana.
Sylvana bergerak turun naik, dan memutar-mutarkan pinggulnya. Aryo yang sedari tadi diam, mulai melakukan penetrasi dari bawah, hingga lengkaplah kenikmatan yang diterima Sylvana.
Setelah puas dengan posisi itu, kini Aryo bangkit, dan membiarkan Sylvana menungging. Aryo kemudian menyodok kemaluan Sylvana dari belakang. Pantat Aryo bergoyang maju mundur. Perut Aryo yang menempel di pantat Sylvana, menimbulkan bunyi berulang-ulang. Satu tangan Aryo memegang pinggul Sylvana, dan satunya lagi menarik rambut Sylvana ke belakang. Sylvana menjadi tengadah, sambil menjilati tangannya sendiri. Sesekali tangan yang telah dijilat diusapkannya ke clitorisnya sehingga menambah rangsangan di daerah miliknya tersebut.
"Mmphh.. Ayoo.. Aryoohh.. hmm.. ahh.. Hmmphh", gumam Sylvana.
Nama Aryo dipanggil berulangkali. Gumaman Sylvana seirama dengan keluar masuknya kemaluan Aryo di vaginanya. Aryo kemudian membalik Sylvana, sehingga Sylvana rebahan. Ditusuknya lagi lubang merah merekah itu dengan batang Aryo. Kaki Sylvana menempel di dada Aryo, sehingga memudahkan Aryo utnuk melakukan penetrasi lebih dalam lagi. Hingga akhirnya..
"Sill.. I want to cum.. I want to cum..", kata Aryo setengah berteriak.
"Cum inside me honey, I want your juice so bad", balas Sylvana.
"Kkiita bbarenganhh.. sayhh.. Aaarrgghh.. Aryoohh..!", lanjut Sylvana yang ditutup dengan teriakan nikmat tanda puncak kedua telah diraihnya.
"Aaarrgghh..!", bersamaan dengan teriakan Sylvana Aryo pun berteriak.
3 -4 kali semprotan masuk ke dalam vagina Sylvana. Dua semprotan menyembur di perut hingga dada Sylvana. Sylvana kemudian mengusapkannya ke seluruh permukaan payudaranya. Dijilatnya jari-jari bekas usapan di dadanya.
Aryo terkulai lemas dan ambruk di sisi Sylvana. Keduanga berciuman mesra. Butiran keringat di muka Sylvana membasahi rambutnya juga. Dada Aryo pun mengkilat berkeringat. Sylvana turun dari ranjang dan menuju kamar mandi. Sesaat kemudian kembali Sylvana naik ke ranjang dan menarik bed cover tebal dan hangat, sehingga menutupi keduanya hingga batas dada. Kepala Sylvana bersimpuh di dada Aryo, dan sesekali menciumi dadanya.
Lama Aryo termenung menatap langit-langit putih kamar Sylvana. Pikirannya kembali lagi ke masa empat tahun ke belakang.
"Apa yang kamu pikirkan yo?" tanya Sylvana memecah keheningan.
"Kamu nggak berubah..", jawab Aryo sambil mengusap-usap rambut Sylvana.
"Apanya yang gak berubah?", tanya Sylvana lagi.
"Aku nggak mau berubah, aku cinta dan sayang sama kamu yo!", lanjutnya lagi.
"Suamimu..?", Aryo balik bertanya lagi, sambil melihat foto yang terpampang tadi.
"You know I never love him as much as I love you.. I really love you, Aryo!", jawab Sylvana, sambil menguatkan pelukannya ke Aryo.
"Kasihan dia..", balas Aryo singkat.
Sylvana melonggarkan pelukannya, dan menjauhkan kepalanya dari dada Aryo. Tangannya meraih bungkus Marlboro Light di meja samping ranjagnya. Sylvana menyalakan rokok itu dan memberikannya ke Aryo. Aryo menghisapnya. Kemudian Sylvana menyalakannya lagi utnuk dihisapnya sendiri.
"Pffuhh", kepulah asap keluar dari mulut imut Sylvana.
Sylvana duduk dengan memeluk dua kakinya. Selimut yang menutupi dadanya tersingkap.
"Kamu jahat..!", ujar Sylvana mengumpat.
"Kamu lebih kasihan sama suamiku, kamu nggak sayang sama aku, aku ditinggal terus sendirian, batinku menjerit yo, kamu nggak peduli perasaanku, coba pikir, dimana seharusnya aku mendapatkan kepuasan batin dari suamiku, aku dapatkan dari batangan-batangan plastik oleh-oleh Sendy dari Eropa. Aku masih simpan foto kamu yo!", Sylvana mulai lagi dengan cerocosannya. Air matanya mulai mengalir membasahi pipi mulus kemerahan.
"Hu.. huu.. huu..", tak kuasa menahan perasaan Sylvana mulai menangis.
"Setiap perasaan sepi itu muncul, setiap keinginan itu timbul, aku terus menipu diri sendiri dengan hadirnya kamu disini. Cuma foto itu yang aku punya yo, penis palsu itu yang jadi pemuasku..!", menangis terisak Sylvana melanjutkan, sambil mematikan rokok yang belum habis setengahnya dihisap.
Aryo tertegun, sejenak. Ditariknya tubuh Sylvana kembali ke dadanya. Sylvana memeluk erat kembali tubuh Aryo.
"Sil, sama denganku, 12 November,.. ingat?" Aryo mengajak Sylvana flash back.
"Kamu nggak pernah balas SMS-ku, kamu nggak pernah bisa dihubungi, keluargamu seakan-akan menjauhkan kamu dari aku, what did I have? Nothing!". Aryo mulai membela diri.
"Kita adalah korban keadaan Syl, kita nggak mungkin bersatu. Hanya ini yang kita punya, perasaan yang sama", sambil mengusap-usap rambut Sylvana, Aryo melanjutkan. Sylvana kemudian tengadah, menghadap wajah Aryo.
"Promise me,..!", Sylvana memohon.
"Promise you what..?" Aryo membalas.
"Kita akan sering bertemu.., please!", Sylvana memohon sambil menyusupkan tangannya kebalik bed cover yang jadi selimut mereka berdua, mencari-cari kemaluan Aryo, dan menggenggamnya erat. Aryo sedikit menegang kegelian. Batang nya mulai tegang kembali.
"OK, aku janji", jawab Aryo tersenyum, merasa sedikit terancam gara-gara batangnya dipegang Sylvana.
"Awas, kalo nggak, kupotong punyamu, buat gantiin yang plastik!", Ancam Sylvana, dengan mata melotot namun kemudian tersenyum.
Aryo tertawa terkekeh, dan selanjutnya menindih tubuh Sylvana, untuk kemudian mereguk madu cinta kedua yang sempat tertunda empat tahun lamanya.
Bersambung . . . .