Kira-kira jam 9 pagi setelah berolahraga dan sarapan teleponku berbunyi, ternyata yang menelepon adalah teman dekatku, Dian. Dia mengajakku untuk menemaninya ke villanya di Bogor, katanya terjadi suatu masalah dan harus segera kesana. Hari itu kebetulan sedang liburan akhir semester, kupikir karena aku juga sedang nganggur apa salahnya kutemani Dian ke villanya.
Jam 10 kurang terdengar klakson mobil Dian di depan rumahku, aku langsung bergegas keluar setelah pamitan pada orang di rumah. Kami tiba setelah beberapa jam perjalanan, disana kami disambut oleh penjaga villa Dian, Pak Riziek, seorang lelaki setengah baya berumur 60-an, rambutnya sudah memutih, namun tubuhnya masih sehat dan gagah, dia adalah penduduk desa dekat villa ini. Menurut Dian, Pak Riziek orangnya baik dan bisa dipercaya karena sudah 4 tahun dia bekerja pada keluarganya dan pekerjaannya selalu rapi.
Berbeda denganku, sejak awal aku sudah berfirasat buruk pada orang tua itu, beberapa kali aku memergokinya sedang menatapi dengan tajam bagian tubuh tertentu dari Dian maupun teman wanita lainnya yang pernah berkunjung ke villa ini, termasuk juga diriku terlebih ketika kami sedang berenang di halaman belakang villa ini. Beberapa kali aku mengadukan hal ini pada Dian, namun tidak pernah ditanggapi serius, malah aku dianggap mudah berprasangka buruk. Hingga pada suatu saat firasat buruk itu benar-benar terjadi bahkan ikut menimpa diriku.
Pak Riziek membawa kami ke ruang tengah dimana sudah menunggu seorang pria lain. Pak Riziek memperkenalkannya pada kami. Orang ini bernama Pak Usep, berusia 50-an, tubuhnya agak gemuk pendek, dia adalah teman Pak Riziek yang berprofesi sebagai juru foto di kampungnya. Tanpa membuang waktu lagi Dian langsung to the point menanyakan ada masalah apa sebenarnya yang telah terjadi. Pak Riziek mengeluarkan sebuah bungkusan yang dalamnya berisi setumpuk foto, yang katanya adalah pokok permasalahannya.
Kami lalu melihat foto apa yang ditunjukkan olehnya. Betapa terkejutnya kami bak disambar petir disiang bolong, bagaimana tidak, ternyata foto-foto itu adalah foto-foto erotis kami pada pesta seks liburan tahun lalu, ada foto bugilku, foto bugil Dian, foto bugil teman-teman lainnya, juga foto adegan persenggamaan kami dengan pacar masing-masing yang diabadikan oleh pacar Dian dan Vira yang berprofesi sebagai fotografer.
"Pak..apa-apaan ini, darimana barang ini??" tanya Dian dengan wajah tegang.
"Hhhmm.. begini Neng, waktu itu saya kebetulan lagi bersih-bersih, pas kebetulan di bawah ranjang Neng Dian saya lihat kok ada barang yang nongol, eh.. taunya klise foto asoynya Neng Dian sama Neng Rina, ya udah terus saya bawa ke Pak Usep ini untuk dicuci.." jawabnya sambil tertawa.
"Apa..kurang ajar, Pak.. bapak digaji untuk menjaga tempat ini, bukannya mengoprek barang saya!!" bentak Dian marah dan menundingnya.
"Wah..wah.. jangan galak gitu dong Neng, saya kan nggak sengaja, justru Neng sendiri yang ceroboh kan" mereka berdua tertawa-tawa memandangi kami.
"Baik..kalau gitu serahkan klisenya, dan bapak boleh pergi dari sini" kata Dian dengan ketus.
"Iya pak, tolong kita bisa bayar berapapun asal kalian kembalikan klisenya" aku ikut memohon.
"Ooo..nggak, nggak, kita ini bukan pemeras kok Neng, kita cuma minta.." Pak Usep tidak meneruskan perkataannya. "Sudahlah Pak, cepat katakan saja apa mau kalian!" kataku tak sabaran.
Perasan aneh mulai menjalari tubuhku disertai keringat dingin yang mengucuri dahiku karena tatapan mereka seolah menembus ke balik pakaian kami. Kemudian Pak Riziek maju mendekati Dian dan beberapa senti di depanku tangannya bergerak mengelus payudara majikannya.
"Hei.. kurang ajar, jangan keterlaluan ya!!" bentak Dian sambil menepis tangannya dan mendorongnya.
"Bangsat.. berani sekali kamu, kalian kira siapa kalian ini hah.. dasar orang kampung!!" aku naik pitam dan kulempar setumpuk foto itu ke wajah Pak Riziek, aku benar-benar tidak terima sahabatku diperlakukan seperti itu.
"Hehehe..ayolah Neng, coba bayangkan, gimana kalo foto-foto itu diterima orang tua, pacar, atau teman-teman di kampus Neng, wah bisa-bisa Neng berdua ini jadi terkenal deh!!" kata Pak Usep dan disusul gelak tawa keduanya.
Aku sungguh bingung bercampur marah tidak tahu harus bagaimana. Nampaknya tiada pilihan lain bagi kami selain mengikuti kemauan mereka. Kalau foto-foto itu tersebar bagaimana reputasiku, keluargaku, reaksi pacarku, dan juga karirku di dunia model bisa-bisa hancur gara-gara masalah ini.
Saat itu Pak Usep sudah ada di dekatku dan berjalan mengitariku Pak Riziek mulai mendekati Dian lalu mengelus rambutnya dan bertanya "Gimana Neng, apa sudah berubah pikiran?", dengan sangat berat Dian akhirnya hanya menganggukkan pelan.
Aku pun sudah pasrah dengan apa yang akan terjadi, dan setelah kupikir-pikir daripada reputasi kami hancur, lebih baik kami menuruti kemauan mereka, lagipula keperawanan kami toh sudah hilang dan akupun termasuk type cewek yang bebas, hanya saja aku belum pernah melayani orang-orang bertampang seram, dekil dan lusuh seperti mereka ini, juga perbedaan usiaku dengan mereka yang lebih pantas sebagai ayahku
"Ha.. ha.. ha..akhirnya bisa juga orang kampung seperti kita merasakan gadis kampus, ada foto modelnya lagi!!" mereka tertawa penuh kemenangan.
Segera tanpa membuang-buang waktu lagi Pak Riziek menyambar tubuh majikannya itu. Dilumatnya bibir mungil Dian dan tangannya beraksi meremas payudaranya yang masih terbungkus oleh kaos ketat. Saat aku tertegun menyaksikan Dian dipecundangi, mendadak kurasakan sepasang tangan kokoh mendekap pinggangku dari belakang.
"Hhhmm..gimana neng? udah siap dientot?" kurasakan hembusan nafas Pak Usep di telingaku.
Tangan gempalnya mulai meremasi payudara 36B ku, sementara tangan yang lainnya menyingkap rokku dan mulai mengelus-elus pahaku yang putih mulus. Aku tidak tahu harus berbuat apa, didalam hatiku terus berkecamuk antara perasaan benci dan perasaan ingin menikmatinya lebih jauh, aku hanya bisa menikmati perlakuannya dengan jantung berdebar-debar.
Satu-persatu kancing bajuku dipereteli oleh Pak Usep sehingga nampaklah payudaraku yang masih terbungkus BH pink. Tangan yang satunya juga sudah mulai naik ke bagian selangkangan lalu dia menggesekkan jarinya pada daerah klistorisku yang masih tertutup celana dalam.
Dengan sekali sentakan kasar ditariknya turun BH-ku, "Whuua..ternyata lebih indah dari yang difoto, mimpi apa saya bisa merasakan foto model kaya Neng Rina" pujinya ketika melihat payudaraku yang sudah tidak tertutup apa-apa lagi. Kini dengan leluasa tangannya yang kasar itu menjelajahi payudaraku yang mulus terawat dengan melakukan remasan, belaian, dan pelintiran pada putingku.
Tak jauh dariku Pak Riziek telah mendesak Dian ke arah tembok. Kaos dan bra-nya sudah terangkat sehingga menampakkan kedua gunung kembarnya yang indah. Penjaga villa bejad itu sedang asyik menjilati dan meremas-remas payudara sahabatku itu sambil tangan satunya merogoh-rogoh ke dalam celana Dian. Adegan itu membuatku marah sekaligus terangsang.
Tiba-tiba Pak Usep menghempaskan diri ke sofa di belakangnya sehingga diriku ikut tertarik ke belakang dan jatuh di pangkuannya. Kemudian dibentangkannya pahaku lebar-lebar, tangannya mulai merayap ke bagian selangkanganku. Jari-jari besar itu menyusup ke pinggir celana dalamku, mula-mula hanya mengusap-ngusap bagian permukaan saja lalu mulai bergerak perlahan-lahan diantara kerimbunan bulu-bulu mencari liangnya seperti ular hendak memasuki sarangnya. Perasaan tidak berdaya begitu menyelubungiku karena hampir semua daerah sensitifku diserang olehnya dengan sapuan lidahnya pada leherku, remasan pada buah dadaku, dan permainan jarinya pada vaginaku, serangan-serangan itu sungguh membuatku terbuai.
Kedua mataku terpejam sambil mulutku mengeluarkan desahan-desahan "Eeemmhh..uuhh.. jangan Pak, tolong hentikan.. eemmhh".
"Kita pindah ke kamar aja ya Neng, biar lebih afdol" usulnya.
Sebelum aku sempat menjawab apa-apa tiba-tiba badanku sudah diangkat olehnya menuju ke kamar terdekat lalu dilemparnya dengan kasar di atas tempat tidur spring bed itu membuatku sedikit terkejut. Tanpa menutup pintu terlebih dahulu Pak Usep langsung membuka pakaiannya, begitu celana dalamnya terlepas benda didalamnya yang sudah mengeras langsung mengacung siap memulai aksinya.
Aku memandang ngeri pada penis hitam itu, panjangnya memang termasuk ukuran rata-rata, namun diameternya itu cukup lebar sesuai tubuhnya yang tambun, dipenuhi dengan urat-urat yang menonjol. Pak Usep yang sudah telanjang bulat mendekatiku sambil tertawa cengegesan. Aku menggeser mundur tubuhku sampai akhirnya terdesak diujung ranjang. Permohonanku agar dia menghentikan niatnya agaknya tidak membuatnya tergerak, malah membuatnya semakin bernafsu.
Sekarang dia membuka tanganku yang menutupi dadaku. Dengan lembut dibelainya pipiku, lalu belaian itu perlahan-lahan turun ke bahuku dimana kurasakan pakaianku mulai terlepas satu persatu, terakhir dia menarik lepas celana dalamku hingga aku telanjang bulat. Dia mencium bagian dalam celana dalamku itu dengan penuh perasaan, lalu dijilatinya bagian tengahnya yang sudah basah oleh lendir kemaluanku.
"Enak, baru pejunya aja udah enak, apalagi memeknya" katanya.
Aku jadi ngeri dan jijik dengan tingkahnya itu.
Direngkuhnya aku dalam pelukannya. Tangannya bergerak melata seperti ular menjelajahi tubuhku.
"Tenang aja neng, asal neng nurut pasti klisenya saya kembaliin, tapi kalo nggak.." dia melanjutkan kata-katanya dengan mengencangkan remasan pada payudara kananku sehingga aku merintih kesakitan "Aaakkhh..sakit pak!!".
Dia hanya tertawa terkekeh-kekeh melihat reaksiku.
"Uuuhh..sakit ya neng, mana yang sakit..sini bapak liat" katanya sambil mengusap-usap payudaraku yang memerah akibat remasan brutal itu. Dia lalu melumat payudaraku sementara tangan satunya meremas-remas payudara yang lain.
Aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apa, nampaknya aku harus melupakan sejenak rasa marah, jijik, dan benci untuk menikmati perkosaan ini karena perlahan-lahan akupun sudah mulai 'merasakan enaknya'. Tubuhku menggelinjang disertai suara desahan saat tangannya mengorek-ngorek liang vaginaku sambil mulutnya terus melumat payudaraku, terasa putingku disedot-sedot olehnya, kadang juga digigit pelan atau dijilat-jilat. Kini mulutnya mulai naik, jilatan itu mulai kurasakan pada leher jenjangku hingga akhirnya bertemulah bibir mungilku dengan bibirnya yang tebal dan kasar itu. Puuiihh..bau nafasnya sungguh tidak sedap, namun naluri sexku membuatku lupa akan segalanya, lidahku malah ikut bermain dengan liar dengan lidahnya sampai ludah kami bertukar dan menetes-netes sekitar bibir.
Pak Usep lalu berlutut sehingga penisnya kini tepat dihadapanku yang sedang duduk bersandar di ujung ranjang.
"Ayo neng, kenalan nih sama kontol bapak, hehehe..!" katanya sambil menggosokkan penis itu pada wajahku.
Tercium bau yang memualkan ketika penisnya mendekati bibirku, sialnya lagi Pak Usep malah memerintahakan untuk menjilatinya dulu sehingga bau itu makin terasa saja. Karena tidak ada pilihan lain aku terpaksa mulai menjilati penis hitam yang menjijikkan itu mulai dari kepalanya sampai buah zakarnya, semua kujilati sampai basah oleh liurku. Entah mengapa lama-lama bau tidak enak itu tidak menggangguku lagi, justru aku semakin bersemangat melakukan oral sex itu.
Kukeluarkan semua teknik menyepong-ku sampai dia mendesah nikmat. Saking asiknya aku baru sadar bahwa posisi kami telah berubah menjadi gaya 69 saat kurasakan benda basah menggelitik klistorisku. Pak Usep kini berada di bawahku dan menjilati belahan kemaluanku, bukan cuma itu dia juga mencucuk-cucukan jarinya ke dalam lubang itu sehingga kemaluanku makin lama makin basah saja. Aku disibukkan dengan penisnya di mulutku sambil sesekali mengeluarkan desahan. Aku sungguh tidak berdaya oleh permainan lidah serta jarinya pada vaginaku, tubuhku mengejang dan cairan cinta menyembur dengan derasnya, aku telah dibuatnya orgasme. Tubuhku lemas diatas tubuh tambunnya dan tangan kananku tetap menggenggam batang penisnya.
Setelah puas menegak cairan cintaku, Pak Usep bangkit berdiri di pinggir ranjang. Tangan kokohnya memegang kedua pergelangan kakiku lalu membentangkan pahaku lebar-lebar sampai pinggulku sedikit terangkat. Dia sudah dalam posisi siap menusuk, ditekannya kepala penisnya pada vaginaku yang sudah licin, kemudian dipompanya sambil membentangkan pahaku lebih lebar lagi. Batang yang gemuk itu dipaksakannya masuk ke vaginaku yang cukup sempit sehingga aku merintih kesakitan. Namun hal itu bukannya membuatnya iba malahan terus mejejalkan penisnya lebih dalam lagi sampai akhirnya seluruh penis itu tertancap.
"Ooohh..uueenak tenan, memeknya foto model emang beda!"
Oh, aku benar-benar telah disetubuhi olehnya, oleh orang kampung yang bau dan kasar, orang yang sangat kubenci karena menjebakku, aku juga kesal pada diriku sendiri yang tak berdaya melawan malah terangsang.
Puas menikmati jepitan dinding vaginaku, pelan-pelan dia mulai menggenjotku, maju mundur terkadang diputar seperti mengaduk adonan. Kurasakan semakin lama pompaannya semakin cepat sehingga aku tidak kuasa menahan desahan, sesekali aku menggigiti jariku menahan nikmat, serta menggeleng-gelengkan kepalaku ke kiri-kanan sehingga rambut panjangku pun ikut tergerai kesana kemari.
Tampangku yang sudah semrawut itu nampaknya makin membangkitkan gairahnya, buktinya dia menggenjotku dengan lebih bertenaga, bahkan disertai sodokan-sodokan keras yang membuatku makin histeris. Kemudian tangan kanannya maju menangkap payudaraku yang tergoncang-goncang. Syaraf-syaraf pada daerah sensitif di tubuhku bereaksi memberi perasaan nikmat ke seluruh tubuhku.
Bersambung . . . .