Setelah kejadian pada hari yang tidak terlupakan itu, Tri menjadi trauma untuk tinggal sendirian di ruang kerjanya pada jam istirahat, Tri selalu berusaha untuk pergi keluar bersama dengan teman-teman sekantor lainnya. Selama itu Mr. Gulam tetap saja berlaku seperti biasa, seakan-akan tidak pernah terjadi apa-apa, demikian juga dengan Tri, masing-masing berusaha menjaga kerahasiaan kejadian tersebut hanya di antara mereka dengan alasan sendiri-sendiri.
Tidak terasa waktu berjalan demikian cepat, 3 (tiga) bulan telah berlalu sejak kejadian tersebut. Buat Tri kejadian tersebut merupakan mimpi buruk yang tidak begitu saja dapat dihilangkan. Sampai saat itu seakan-akan masih terasa tangan besar berbulu dari lelaki India tersebut yang merangkulnya dengan erat badannya yang langsing itu, disamping perasaan tidak berdaya menelungkupinya ketika tangan tersebut mengelus-elus seluruh badannya dan bermain-main pada kedua buah dadanya dan yang lebih menggelisahkannya lagi adalah perasaan yang masih membekas pada pangkal pahanya sampai saat ini.
Terlebih-lebih ketika Tri sedang tidur telentang di tempat tidurnya, terbayang dan terasa penis besar hitam lelaki tersebut mengaduk-aduk lubang kemaluannya yang menimbulkan perasaan sensasi dan membuat seluruh badan Tri panas dingin diliputi kenikmatan yang tidak terbayangkannya. Kadang-kadang ada perasaan yang mendesaknya untuk mau lagi mengalami peristiwa itu, tapi di lain pihak perasaan halusnya dan harga diri sebagai seorang wanita yang bermartabat tinggi, mengingatkan bahwa peristiwa yang dialami itu adalah merupakan suatu perkosaan yang brutal yang tidak pantas untuk diingat-ingat kembali.
Hari demi hari berlalu dengan cepat tanpa ada kejadian istimewa, pekerjaan-pekerjaan di kantornya semakin sibuk menyita waktu Tri, sehingga kejadian tersebut mulai dapat dilupakannya. Sampai pada suatu hari, tiba-tiba terjadi demonstrasi para mahasiswa di sekitar Bundaran Semanggi tidak jauh dari kantor tempat Tri bekerja. Karena situasi pada saat itu sangat memanas, maka pimpinan kantor memutuskan untuk memulangkan para karyawannya lebih awal untuk mencegah terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Saat itu baru menunjukan pukul 14.30 siang, setiap karyawan buru-buru mengemasi barang-barangnya di atas meja, mengunci laci dan lemari-lemari pada ruang kerja masing-masing dan cepat-cepat turun dari gedung kantor untuk buru-buru pulang. Demikian juga dengan Tri, dengan cepat dia membereskan surat-surat yang bertebaran di atas meja kerjanya dan segera dimasukkan ke dalam laci meja kerjanya. Setelah menguncinya dengan rapi Tri segera keluar ruang kerjanya dan cepat-cepat menuju lift untuk turun ke bawah.
Di lantai 25 tempat Tri bekerja itu telah kosong, seluruh karyawan telah turun terlebih dahulu, hanya Tri sendirian yang menunggu lift untuk turun ke bawah. Setelah lift yang turun dari atas terbuka, Tri dengan cepat segera masuk ke dalamnya dan segera lift itu menutup kembali dan bergerak turun. Tiba-tiba Tri menyadari, dia hanya berdua dengan seseorang di dalam lift tersebut dan saat bersamaan orang tersebut menyapa Tri dengan halus, "Tri, mau pulang juga ya!" dengan kaget Tri segera mengangkat mukanya dan melihat ke belakang, ke arah suara tersebut berasal. Mukanya mendadak menjadi merah setelah menyadari bahwa orang tersebut yang hanya berdua saja dengan dia adalah Mr. Gulam yang bejad itu. Tri hanya diam tidak menyambut sapaan Mr. Gulam tersebut. Mr. Gulam mencoba menawarkan jasanya untuk mengantar Tri pulang dengan alasan pada saat itu kendaraan umum tidak ada yang beroperasi akibat demonstrasi para mahasiswa di sepanjang jalan Sudirman. Akan tetapi tawaran Mr. Gulam itu ditolak secara halus oleh Tri.
Sesampai di bawah, begitu lift terbuka, Tri buru-buru keluar dan berjalan ke depan gedung untuk mencari taksi, sementara Mr. Gulam menuju tempat parkir untuk mengambil mobilnya yang kebetulan hari itu dibawa sendiri olehnya tanpa supir. Dengan gelisah Tri menunggu taksi di depan kantor, akan tetapi tidak terlihat satupun taksi dan kendaraan umum lainnya melintas di depan gedung tersebut, sementara aksi mahasiswa yang sedang berdemonstrasi di sepanjang jalan tersebut semakin panas saja. Sementara dalam kegelisahan itu, tiba-tiba sebuah mobil berhenti di depannya dan ketika kaca jendela mobil tersebut terbuka, kepala Mr. Gulam menongol keluar, "Ayolah, jangan takut, mari kuantar anda pulang, keadaan semakin berbahaya kalau anda terjebak di sini!" Melihat situasi sekelilingnya yang semakin gawat itu, dengan terpaksa Tri menerima ajakan Mr. Gulam tersebut. Dengan cepat Tri masuk ke dalam mobil Mr. Gulam dan mobil tersebut segera meninggalkan tepat tersebut.
Di dalam mobil, Mr. Gulam menanyakan Tri arah tempat rumah tinggal Tri. Segera Tri menjelaskan bahwa dia tinggal di daerah Kebayoran Baru. Karena arah ke Kebayoran Baru melalui Jl. Sudirman tertutup oleh para mahasiswa yang sedang berdemonstrasi tersebut, maka Mr. Gulam mengambil arah Jl. Gatot Subroto untuk memutar melalui Jl. Buncit Raya masuk ke daerah Kebayoran Baru. Akan tetapi sepanjang jalan Gatot Subroto ternyata macet total, akhirnya Mr. Gulam mengusulkan untuk mampir dulu ke apartement temannya yang terletak di dekat situ sambil menunggu lalu lintas lancar kembali. Karena tidak ada pilihan lain, maka akhirnya Tri menyetujui usul tersebut. Mendapat persetujuan Tri, segera Mr. Gulam mengambil jalur kiri dari jalan dan kemudian membelok pada sebuah jalan kecil yang menuju ke sebuah bangunan apartement yang tidak jauh letaknya.
Setelah memarkir mobilnya, keduanya masuk ke lobby dan menuju lift. Apartment teman Mr. Gulam terletak di lantai 9, setelah lift berhenti mereka menuju ke apartement bernomor 916. Mr. Gulam segera memencet bel yang terletak depan pintu dan tak lama kemudian pintunya terbuka dan terlihat seorang pria India yang berumur kurang lebih 35 tahun, berwajah tampan dengan tubuh yang tinggi tegap dan berkulit gelap dengan kedua tangannya dan dadanya yang bidang ditumbuhi rambut hitam lebat. Mr. Gulam segera memperkenalkan Tri kepada temannya yang ternyata bernama Raj Kumar yang adalah seorang tenaga ahli pada sebuah pabrik tekstil yang terletak di Jakarta Selatan.
Kedua lelaki tersebut terlibat sebentar dalam percakapan dalam bahasa mereka, yang tidak dimengerti oleh Tri, yang hanya bisa memandang mereka dengan pandangan mata curiga. Setelah mengambil tempat duduk pada sebuah sofa panjang yang terletak di ruangan tamu, Tri memperhatikan keadaan apartement tersebut. Apartement itu hanya terdiri dari satu kamar, beserta ruang duduk yang menyambung menjadi satu dengan ruang makan dan dapur yang terletak paling ujung dari ruangan tersebut. Terlihat apartement tersebut adalah apartement yang dihuni oleh bujangan, dimana pada tempat cuci piring terlihat piring dan gelas kotor masih menggeletak belum dicuci. Setelah berbincang-bincang sejenak, Raj meminta diri sebentar untuk keluar, karena akan membeli minuman dingin dan makanan kecil di toko makanan yang terletak di ground floor.
Sepergian Raj, suasana di antara Tri dan Mr. Gulam menjadi agak kikuk, kepala Tri hanya tertunduk ke bawah tanpa berani memandang ke arah Mr. Gulam. Terlihat bibir bawah Tri agak bergetar dan kedua jari-jari tangannya saling menggenggam dengan erat. Tri agak grogi, sambil membayangkan apa yang telah terjadi beberapa bulan lalu, ketika lelaki di hadapannya itu memperkosanya dengan brutal. Terlintas dengan jelas bagaimana lelaki tersebut menekan badannya ke atas meja dan mengangkangi kedua pahanya, serta menyetubuhinya dengan ganas. Seakan-akan masih terasa ngilu kemaluannya dikocok-kocok oleh senjata lelaki tersebut, akan tetapi perasaan nikmat tiba-tiba melandanya ketika membayangkan kedua puting susunya tergesek-gesek pada dada bidang berambut tebal dari Mr. Gulam, ketika dia terduduk dan terlonjak-lonjak di atas pangkuan Mr. Gulam karena senjata Mr. Gulam menyodok-nyodok lubang kemaluannya. Membayangkan hal tersebut, tiba-tiba kemaluannya dirasakan basah.
Melihat muka Tri yang berubah-ubah dan matanya yang semakin sayu saja, Mr. Gulam yang telah berpengalaman itu, tidak mau melewatkan momentum yang menguntungkannya. Segera dia berpindah duduk di samping Tri pada sofa panjang dan sebelum Tri menyadari apa yang terjadi, kedua tangan Mr. Gulam dengan cepat telah merangkul bahu Tri dan segera menarik badan Tri menempel ke badannya. Dagu Tri diangkatnya menengadah ke arahnya sehingga kedua mata mereka saling menatap. Mata Mr. Gulam berkilat-kilat menatap muka Tri yang ayu itu dan akhirnya terpaku pada kedua bibir Tri yang merah merekah yang sedang bergetar dengan halus.
Perlahan-lahan Mr. Gulam menundukkan kepalanya dan bibirnya yang kasar yang ditumbuhi kumis lebat menyentuh kedua bibir Tri yang mungil dan perlahan-lahan mulai melumat bibir-bibir yang indah yang telah pasrah itu. Menjelang beberapa saat, ketika Mr. Gulam mulai merasakan badan Tri tidak tegang lagi dan bibirnya mulai melemas, maka lidahnya segera ditekan masuk menerobos ke dalam mulut Tri dan menyapu langit-langit dan mempermainkan lidah Tri. Hal ini membuat badan Tri bergetar dan kepalanya serasa melayang-layang dan tanpa terasa terdengar keluhan halus keluar dari mulut mungil tersebut, "Ooohh.. eehhmm..!" Merasakan Tri mulai merespon aksinya itu, Mr. Gulam segera meningkatkan serangannya. Secara perlahan-lahan tangannya segera membuka kancing-kancing blouse yang dikenakan Tri dan segera mencopotnya dari badan Tri.
Segera terlihat BH Tri yang putih menutupi kedua buah dadanya yang kecil mungil itu. BH tersebut tidak dapat bertahan lama melindungi kedua gundukan daging kenyal tersebut, karena segera tercampakkan oleh tangan-tangan lelaki tersebut. Dengan cepat kedua bukit kenyal mungil itu menjadi sasaran mulut dari Mr. Gulam, yang segera mencium dan mengisap-hisap puting yang telah tegang itu. Badan Tri hanya bisa menggeliat-geliat dan dari mulutnya keluar suara seperti orang kepedasan. Melihat keadaan Tri yang telah pasrah itu, Mr. Gulam tidak mau menyia-nyiakan momentum yang ada, dengan tangkas kedua tangannya segera melucuti rok dan sekalian CD Tri, sehingga sekarang Tri terbaring telentang di sofa dengan tubuh yang mulus yang tidak ditutupi selembar benang pun.
Lelaki India tersebut menindihkan tubuhnya pada Tri yang sudah terbaring pasrah di sofa, sambil dia memperbaiki posisi tubuhnya agar senyaman mungkin, lelaki tersebut dengan kedua tangannya membuka kaki Tri dan segera menempatkan badannya tepat berada di tengah, di antara kedua paha Tri yang telah terkangkang itu. Dengan tangan kirinya memegang batang penisnya yang besar itu, lelaki tersebut mulai mengarahkan penisnya, ke arah sasarannya yang telah pasrah terbuka di bawahnya. Begitu kepala penis bertemu dengan belahan bibir vagina luarnya, badan Tri terlihat bergetar dan kedua tangannya mencengkeram dengan kuat pada sofa, pandangan matanya menjadi sayu, wajahnya keringatan. Dengan perlahan-lahan Mr. Gulam mulai mendorong penisnya memasuki relung tubuh Tri yang paling rahasia itu. Seirama dengan masuknya penis Mr. Gulam yang besar itu, mata Tri terlihat membalik ke atas dan rintihan nikmatnya terdengar jelas keluar dari mulut mungilnya, "Aahh.. eehhmm.." pada mulanya agak susah juga masuknya, sedikit-sedikit, terlihat Mr. Gulam menggerakkan pantatnya maju mundur dengan perlahan-lahan, sambil mulutnya mencium bibir ranum Tri.
Tak berselang kemudian tiba-tiba dengan suatu sentakan keras, lelaki tersebut menekan pinggulnya dan terus mendorong penisnya, sehingga terbenam seluruhnya ke dalam liang vagina Tri. Pas ketika mentok tidak bisa masuk lagi Tri menggigit bibirnya, dan.. "Aahdduhh.." terdengar jeritan halus kesakitan ataupun mungkin kenikmatan keluar dari mulutnya. Selanjutnya pelan-pelan Mr. Gulam mulai menggerakkan keluar masuk penisnya, sofa itu berderit-derit menahan gerakan dan tekanan tubuh Mr. Gulam yang besar itu pada tubuh mungil Tri, kembali rintihan, desahan, dan lenguhan khas kenikmatan terdengar memenuhi ruangan, semakin lama semakin keras, tubuh Tri menggeliat dalam pelukan ketat Mr. Gulam yang besar, kadang-kadang terlihat Tri mengangkat kepalanya, giginya menggigit bibir bawahnya menahan kenikmatan yang melanda seluruh pori-pori badannya, kadang-kadang dia menjerit kecil kalau lelaki India tersebut menekan terlampau dalam.
Bersambung . . . .