Setelah sekian lama saya tak buka-buka internet, saya hampir lupa bahwa ada situs Rumah Seks, setelah saya baca beberapa cerita, membuat hati ini tergerak untuk menulis cerita yang pernah saya alami, yah sekedar membagi pengalaman siapa tahu ada yang respon dan saling tukar pikiran dan tukar pandangan apalagi tukar pengalaman siapa takut.. Berani mencoba. Inilah kisahku yang benar terjadi dan sedikit ditambahkan biar enak dibaca dan perlu dicoba.

*****

Dari beberapa teman saya yang sering memanfaatkan kebiasaan saya ada satu yang senantiasa selalu menghubungi saya diwaktu jam-jam istirahat. Namanya Tia, wanita karier, berumur kurang lebih 32 tahunan, pernah nikah kemudian cerai dan belum dikaruniaai anak. Soal materi Tia tidaklah kekurangan sebab dari pendapatan kerjanya sudah lebih dari cukup.

Awal pertemuan saya dengannya melalui teman wanita saya yang pernah saya terapi dan memberitahu kepada Tia bahwa saya bisa membantu membuat wanita merasa hidup kembali jauh dari stress dan kejenuhan keluarga.

Suaru sore saya mendapat SMS dari Tia yang mengatakan bahwa ia akan bertemu dengan saya di salah satu kedai minuman di Mall, karena saya tak ada acara saya segera berangkat dan menunggu beberapa menit sambih menikmati jus mangga kesukaan saya.

Tak lama berselang ada wanita celingak celinguk mencari sesuatu, saya berpikir sejenak dan dengan berani saya beri kode, ternyata benar ia adalah Tia, wanita yang sedang saya tunggu. Dengan santai kami berbicara panjang lebar dan saya banyak mendengarkan beberapa keluhan yang belakangan ini menderanya. Setalah hidangan yang tersedia habis saya berinisiatif untuk mengajak Tia ketempat yang lebih privasi agar saya dapat konsentrasi terhadap apa yang menjadi ganjalan-ganjalan hidupnya.

Di suatu tempat dibilangan pinggiran Jakarta kami menyewa sebuah kamar mungil yang sangat bersih dan alami. Terapipun saya lakukan dengan tidak melakukan pelecehan-pelecehan, saya berusaha professional dalam melakukan kerjaan sampingan saya ini. Kurang lebih satu jam terapi saya lakukan kemudian kami beristirahat, tanpa sengaja Tia menyetel TV yang berada di kamar tersebut, setelah menganti beberapa canel ada satu canel yang menggambarkan adegan-adegan seks (Film Blue).

Tia tertegun sejenak tapi terus menatap dengan sedikit bernafsu hal itu saya bisa rasakan dari gerakkan matanya. Sebagai laki-laki normal saya tidak munafik saya genggam tangannya untuk meredam gelora nafsunya akan tetapi Tia memandang mata saya dengan penuh arti dan birahi, bibir kami bertemu saling mengisap, tangan saya mulai bergerilya mencari sasaran, buah dadanya yang masih sekel saya remas dengan penuh perasaan dan dengan sedikit keberanian saya susupkan melalui belahan baju dan BH, saya pilin-pilin putingnya sehingga Tia mendesis, dengan tenang saya buka satu persatu kemeja kerjanya yang tinggal hanya Cdnya yang berwarna pink.

Saya terus memilin-milin putingnya sambil sesekali saya rengkuh buah dadanya, sementara bibir saya terus saling berciuman dengan hotnya. Lidah saya mulai menciumi lehernya yang jenjang, terus turun ke buah dadanya bolak balik saya isap pentilnya satu persatu Tia semangkin mendesis..

"Teruss gigit Mass..."

Tangan saya mencari sasaran yang lain yaitu kemaluan yang indah yang dihiasi rambut yang tertata rapi kriting, tanpa dikomando Cdnya saya lepaskan dengan mengaitkan jempol kaki yang kemudian diperosotkan kebawah. Tia semakin mendesis,

"Mass puaskan Tia Mass... Tia sudah lama tidak merasakan kenikmatan seperti ini Mas.. Terus Mas masukan jarinya Mas.."

Jari saya menari-nari di bibir kemaluannya sehinga menimbulkan cairan bening yang hangat. Saya cari letak G-spotnya saya mainkan jari saya dengan mencubit-cubit kecil, tak lama kemudian Tia menggelepar seperti orang kejang, tangannya mendekap leher saya, sakit saya dibuatnya. Jari dan bibir saya terus menari-nari seolah-olah tidak kenal lelah.

Beberapat saat kemudian Tia membuka semua pakaian dan celana sehingga saya telanjang bulat, dilemparkannya satu persatu kelantai, bibirnya mulai mencari sasaran kebawah, setelah Tia melihat kemaluan saya.

"Waww.. Kok besar sekali"

Beberapa saat Tia terbengong-bengong dengan lembut saya dorong kepalanya sehingga bibirnya yang mungil menuju sarang yang diinginkannya, dijilatnya batang kemaluan saya dari ujung atas sampai kebuah pelir lalu diisapnya ujung batang sambil dikemot-kemot seperti makan es lilin dan tangannya mempermainkan biji pelr saya. Perasaan saya melayang-layang nikmat dan hampir lepas kontrol. Saya dorong kepalanya ke belakang, gantian saya menjilati kemaluannya, saya putari bongkahan luar sambil menggigit kecil lalu saya isap bibir kemaluan yang sedikit membengkak karena darahnya sudah turun ke bawah yang menandakan nafsu birahinya sudah memuncak, saya maikan ujung lidah didalam celah surgawi, oh indahnya, kepala Tia menggeleng-geleng sambil mendesis dan teriak kecil..

"Mas ayo Mas saya tak tahann.. Ayo Mas masukin Mas"

Melihat keadaan seperti itu lidah saya turun kebawah sampai ke duburnya saya jilati dengan penuh perasaan, mungkin saya juga sedang birahi sehingga tidak ada rasa jijik atau mencium bau yang tak sedap yang pasti uueennakk tenan. Tia mengalami orgasme yang ke dua, dijepitnya kepala saya dengan pahanya yang mulus dan terawat sambil tangannya menjambak rambut saya sambil bibirnya bersuara.

"Ohh... Ooh... Oohh my good.. ohh oohh my honey, my.. my.." Merancaulah dia dengan edannya.

Selang beberapa menit baru saya arahkan kemaluan saya keliang surganya dengan posisi kedua kakinya diletakkan dipundak saya sehingga bibir kemaluannya nongol dan menyempit sedikit-demi sedikit saya gerakkan betang kemaluan saya maju mundur sambil tangan saya meremas kedua belah buah dadanya yang semakin kencang.

Oh Mas.. Besar sekali Mas sesak rasanya punyaku ini"

Saya tetap melakukan kegiatan maju-mundur dan Tia berteriak-teriak kecil sambil tangannya menarik-narik ujung sprei. Kemudian saya balik tubuhnya yang indah agar tengkurap, saya angkat sedikit pantatnya agar nungging, karena bibir kemaluannya nongol saya jilat-jilat, pantatnya naik semangkin tinggi, barulah saya tembak dengan meriam si jagur yang menjadi idaman-idaman para wanita yang telah merasakan kenikmatan dengan saya karena kemaluan saya mempunyai ciri khas kepalanya besar kemudian ada sedikit urat-urat yang mengerut yang menimbulkan sensasi bila digesekkan didalam kemaluan wanita, itupun berdasarkan pengakuan mereka. Saya gerakkan maju mundur sambil sesekali saya tepok pantatnya saking nikmatnya. Napsu saya semakin bergelora terasa kedutan diujung batang kemaluan yang menandakan akan menumpahkan lahar yang panas.

"Ohh.. Tiiaa saya mau keluaarr"

Tanpa jawaban Tia semakin menggoyangkan pantatnya semakin kencang dan berputar-putar oohh.

Crot.. Crot.. Crot.. Crot.. Menyemprotlah lahar kenikmatan, dunia ini seolah-olah melayang-layang oh indahnya dunia, kudekap perutnya sambil kugigit punggungnya sehingga menimbulkan warna merah yang nyata. Beberapa saat kami ambruk ke samping sambil tetap memeluk erat Tia dari belakang. Tertidur sejenak.

Saya terbangun setelah terdengar suara gaduh yang ditimbulkan oleh seekor kucing yang melompat, mungkin kucing tersebut juga birahi kali. Kami membersihkan diri masing-masing, belum sempat saya memakai baju dan celana saya ditubruk kembali oleh Tia, batangku di oralnya dengan posisi jongkok dan saya berdiri, saya berpikir biarkan Tia mencari kepuasan sendiri agar menemukan jati dirinnya dan lepas dari segala beban dipikirannya, tangannya menari-nari di lubang anus dan seputar biji kemaluan yang mengakibatkan mata saya merem meleh tak tertahankan..

"Oohh, terus sayang terus sayang buat saya melayang jauh ke dunia lain, dunia yang penuh mesteri kenikmatan, oohh"

Semakin menjadi-jadi jilatannya di batang kemaluanku. Kujambak rambutnya yang terurai sambil meremas-remas menahan kenikmatan yang sangat, dikulumnya kedua biji saya smbil matanya menyorot sendu ke wajah saya, ooh bidadariku terasa ingin terbang. Posisi saya duduk karena tak tahan berdiri sambil menimati kenikmatan dengkul terasa lemas tak bertulang. Beberapa menit kemudian saya tak tahan dan kedutan diujung kemaluan saya mulai terasa dengan tenaga yang terkumpul di ujung kemaluan saya muntahkan lahar panas saya di dalam rongga mulutnya yang seksi, sampai semburan terakhir, ditelannya habis dan bersih, dan Tia berkata.

"Enak Mas, spermamu gurih biar saya awet muda.. Ohh my baby"

Memang sperma bisa menjadikan wanita awet muda dan dapat menghilangkan bercak-bercak pada kulit muka bila dilumuri bagian yang berbecak. Sperma tidak menjadi racun karena sperma adalah sama seperti telur ayam dengan kandungan protein yang tinggi, tapi untuk menikmatinya perlu birahi yang sedang naik agar tidak merasa jijik dan geli.

Dari pertemuan itu saya beberapa kali melakukannya, tapi sekarang Tia dipindahkan diseberang pulau sehingga kecil kemungkinan untuk bertemu. Yang pasti kunci dari kenikmatan bersetubuh adalah keiklasan satu sama lain jangan ada dusta diantara kita bila ingin ML yang indah.

Dari beberapa pertemuan yang telah saya lakukan selain Tia memang mempunyai ciri khas tersendiri, semua memang hampir sama tapi kenikmatan berbeda, saya lebih suka ML dengan wanita setengah baya, karena rata-rata mereka tidak tabu dan munafik, bila hasratnya ingin melakukan yah melakukan tanpa berpura-pura dan yang paling saya suka adalah kedewasaan jadi dapat menyimpan rahasia walaupun itu sulit dilakukan dan yang paling berkesan wanita setengah baya sudah tahu apa yang harus dia perbuat bila pasangannya sudah mulai naik, dan tak segan-segan melakukan oral bila perlu tanpa dipaksa atau disuruh.

Sampai saat ini kadang saya merasakan betapa nikmatnya wanita yang mengisi rongga dunia lelaki, dan yang pasti diucapkan wanita yang berkencan dengan saya berkomentar.. Waw besar bangett sih punyamu seperti terong jepang. Saya tidak keberatan bila ada yang ingin berkenalan dengan saya atau ada masalah dengan anda hubungi saya di email ini, setelah itu terserah anda..


Tamat

Nama saya adalah Aldo. Saya merupakan mahasiswa tingkat akhir di sebuah perguruan tinggi di kota Bogor. Saya memiliki pengalaman yang tak akan saya lupakan seumur hidup saya. Kejadian itu terjadi pada waktu saya masih kuliah di tingkat 1 semester ke-2.

Saat itu saya tinggal di sebuah rumah yang oleh pemiliknya disewakan untuk kost kepada mahasiswa. Saya tinggal bersama 2 orang mahasiswa lain yang keduanya merupakan kakak kelas saya. Pemilik rumah kos itu adalah seorang Dosen yang kebetulan sedang studi di Jepang untuk mendapatkan gelar Doktor. Ia telah tinggal di Jepang kurang lebih 6 bulan dari rencana 3 tahun ia di sana.

Agar rumahnya tetap terawat maka ia menyewakan beberapa kamar kepada mahasiswa yang kebetulan kuliah di dekat rumah itu. Yang menjadi Ibu kost-ku adalah istri dari Dosen yang pergi ke Jepang tersebut. Namanya sebut saja Intan. Aku sering menyebut ia Ibu Intan. Umurnya kira-kira sekitar 30 tahunan dengan seorang anak umur 4 tahun yang sekolah di TK nol kecil. Jadi di rumah itu tinggal Ibu Intan dengan seorang anaknya, seorang pembantu rumah tangga yang biasa kami panggil Bi Ana, kira-kira berumur 50 tahunan, aku dan kakak kelasku bernama Kardi dan Jun.

Ibu Intan memiliki tubuh yang lumayan. Aku dan kedua kakak kelasku sering mengintip dia apabila sedang mandi. Kadang kami juga sering mencuri-curi pandang ke paha mulusnya apabila kami dan Ibu nonton tivi bareng. Ibu Intan sering memakai rok apabila dirumah sehingga kadang-kadang secara tidak sadar sering menyingkapkan paha putihnya yang mulus. Ibu Intan memiliki tinggi kurang lebih sekitar 165 cm dengan bodinya yang langsing dan putih mulus serta payudara yang indah tapi tak terlalu besar kira-kira berukuran 34 B (menurut nomer dikutangnya yang aku liat di jemuran). Ibu Intan memiliki wajah yang lumayan imut (mirip anak-anak). Dia sangat baik kepada kami, apabila dia menagih uang listrik dan uang telepon dia meminta dengan sopan dan halus sehingga kami merasa betah tinggal di rumahnya.

Pada suatu malam (sekitar bulan maret), kebetulan kedua kakak kelasku lagi ada tugas lapangan yang membuat mereka mesti tinggal di sana selama sebulan penuh. Sedangkan anak Bu Intan yang bernama Devi lagi tinggal bersama kakeknya selama seminggu. Praktis yang tinggal di rumah itu cuma aku dan Ibu Intan, sedangkan Bi Ana tinggal di sebuah rumah kecil di halaman belakang yang terpisah dari rumah utama yang dikost-kan. Malam itu kepalaku sedikit pusing akibat tadi siang di kampus ada ujian Kalkulus. Soal ujian yang sulit dan penuh dengan hitungan yang rumit membuat kepalaku sedikit mumet. Untuk menghilangkan rasa pusing itu, malamnya aku memutar beberapa film bokep yang kupinjam dari teman kuliahku.
"Lumayan lah, mungkin bisa ngilangin pusingku", pikirku.
Aku memang biasa nonton bokep di komputerku di kamar kosku apabila kepala pusing karena kuliah.

Pada saat piringan kedua disetel, tiba-tiba aku dikagetkan oleh suara pintu kamarku terbuka.
"Hayo Aldo, nonton apaan kamu?" Ibu Intan berkata padaku.
"Astaga, aku lupa menutup pintu kamar" gerutuku dalam hati.
Ibu Intan telah masuk ke kamarku dan memergoki aku sedang nonton film bokep. Aku jadi salah tingkah sekaligus malu.
"Anu bu, aku cuma.." jawabku terbata-bata.
"Boleh Ibu ikut nonton?" katanya bertanya padaku
"Boleh.." jawabku seakan tak percaya kalo dia akan nonton film bokep bareng aku.
"Dah lama nih Ibu ga nonton film kaya' gini. Kamu sering nonton ya?" katanya menggodaku.
"Ah, gak bu.." jawabku
"Hmm.. bagus juga adegannya" dia berkata sambil memandang adegan yang berlangsung.

Akhirnya kami sama-sama menonton film bokep tersebut. Kadang-kadang dia meremas-remas payudaranya sendiri yang membuat kemaluanku berdiri tegak. Dia memakai daster putih malam itu kontras dengan kutang dan celana dalam warna hitam. Kadang aku melirik dia dengan sesekali memperhatikan dia yang sesekali memegang kemaluannya dan menggoyangkan pinggulnya seperti cewe yang sedang menahan kencing. Pemandangan itu membuat darahku mendesir dan membuat batang kejantananku berontak dengan sengit di dalam celana dalamku.
Tiba-tiba dia bertanya, "Do, kamu pernah melakukan seperti yang di film tadi ga?"
Aku terkejut mendengar kata-kata itu terlontar dari mulutnya.
"Belum" jawabku.
"Ah masa?" tanya dia seakan tak percaya.
"Bener bu, sumpah.. aku masih perjaka kok" jawabku.
"Kalo pacarmu ke kamarmu ngapain aja? ayo ngaku" tanyanya sambil tersenyum kecil.
"Ah ga ngapa-ngapain kok bu, paling cuma diskusi masalah kuliah" jawabku.
"Yang bener.. trus kalian ampe buka-bukaan baju ngapain? emang Ibu ga tau.. ayo ngaku aja, Ibu dah tau kok" tanyanya sambil mencubit pipiku.

Wajahku jadi merah padam mendengar dia berkata seperti itu, ternyata ia sering ngintipin aku ama pacarku.
"Iya deh.. aku emang sering bermesraan sama pacarku tapi ga sampai ML, paling jauh cuma oral dan petting aja" jawabku jujur.
"Ohh..", katanya seakan tak percaya.
Akhirnya kita terdiam kembali menikmati film bokep. Akhirnya film itu selesai juga juga.
"Do, kamu bisa mijit ga", tanyanya.
"Dikit-dikit sih bisa, emang kenapa bu?"
"Ibu agak pegel-pegel dikit nih abis senam aerobik tadi sore. Bi Ana yang biasa mijetin dah tidur kecapekan kerja seharian, bisa kan?"
"Boleh, sekarang bu?"
"Ya sekarang lah, di kamar Ibu yah.. ayo".

Aku mengikuti Ibu Intan dari belakang menuju ke kamarnya. Baru pertama kali ini aku masuk ke kamar Ibu kosku itu. Kamarnya cukup luas dengan kamar mandi di dalam, kasur pegas lengkap dengan ranjang model eropa. Di sebelahnya ada meja rias, lemari pakaian dan meja kerja suaminya. Kamar yang indah.
"Ini minyaknya", Bu Intan menyerahkan sebotol minyak khusus buat memijat.
Minyak yang harum, pikirku. Aku emang belum pernah mijat tapi saat ini aku harus bisa. Ibu Intan kemudian membuka dasternya, hanya tinggal kutang dan celana dalam hitam yang terbuat dari sutera. Melihat pemandangan ini aku hanya bisa melongok takjub, tubuhnya yang putih mulus tepat berdiri di hadapanku.

"Ayo mo mijit ga? Jangan bengong gitu".
Aku terhentak kaget. Aku lupa kalo saat itu aku mo mijit dia. Akhirnya dia berbaring telungkup dia atas kasur. Aku mulai melumuri punggungnya dengan minyak tersebut. Aku mulai memijit dengan lembut. Kulitnya lembut sekali selembut sutera, kayanya dia sering melakukan perawatan tubuh, pikirku dalam hati.
"Ahh.. enak juga pijatanmu Do, aku suka.. lembut sekali. "
Aku memijat dari bahunya sampai mendekati pantat, berulang-ulang terus.
"Do, tolong buka kutangku. Tali kutangnya ga nyaman, ganggu pijatannya" katanya menyuruh aku tuk membuka kutangnya.
Aku membuka tali kutangnya dan Ibu Intan kemudian melepas kutangnya. Sesekali aku memijat sambil menggelitik daerah belakang telinganya.
"Ssshh.. ahh.." dia mendesah apabila daerah belakang telinganya kugelitik dan apabila lehernya kupijat dengan halus.
"Do, tolong pijat juga kakiku ya.." katanya.

Aku mulai meminyaki kakinya yang panjang dan ramping. Sungguh kaki yang indah. Putih, bersih, mulus, tanpa cacat dengan sedikit bulu-bulu halus di betis. Pikiranku mulai omes, aku sedikit kehilangan konsentrasi ketika memijat bagian kakinya.
"Do, tolong pijat sampai ke pangkal paha ya.." pintanya sambil memejamkan mata.
Ketika tanganku memijat bagian pangkal pahanya, dia memejamkan mata sambil mendesah seraya menggigit bibir pertanda dia mulai "panas" akibat pijatanku. Aku mulai nakal dengan memijat-mijat sambil sesekali menggelitik daerah-daerah sensitifnya seperti leher dan pangkal pahanya. Dia mulai menggeliat tak karuan yang membuat kejantananku berontak dengan keras di celana dalamku.

Tiba-tiba dia berkata, "Do, bisa mijit daerah yang lain ga?"
"Daerah yang mana bu?"
Tiba-tiba dia membalikkan badannya seraya membimbing kedua tanganku ke atas payudaranya. Posisi badannya sekarang adalah telentang. Dia hampir telanjang bulat, hanya tinggal segitiga pengamannya saja yang belum terlepas dari tempatnya. Aku tertegun melihat pemandangan itu. Payudaranya yang indah membulat menantang seperti sepasang gunung kembar lengkap dengan puncaknya yang kecoklatan. Aku meremasnya dengan lebut sambil sesekali melakukan "summit attack" dengan jari jemariku mempermainkan putingnya. Seperti memutar tombol radio ketika mencari gelombang.

Ia mulai menggelinjang tak karuan.
"Ahh.. oohh.. sshh", dia mendesah sambil membenamkan kepalaku menuju payudaranya.
"Do.. Jilatin payudaraku Do.. cepat..".
Aku mengabulkan permintaannya dengan memainkan lidahku diatas putingnya. Lidahku bergerak sangat cepat mempermainkan putingnya secara bergantian seperti penari samba yang sedang bergoyang di atas panggung.
"Oohh.. yyess.. uukkhh.." Dia terus mendesah sambil mencengkramkan tangannya di pundakku.
Dia memeluku dengan erat. Semakin cepat aku meminkan lidahku semakin keras desahannya. Lidahku mulai naik ke daerah leher dan bergerilya di sana. Bergerak terus ke belakang telinga sambil tanganku memainkan putingnya. Dia terus mendesah dan dengan sangat terlatih membuka baju dan celanaku. Sekarang yang kupakai hanya celana dalam yang menutupi rudal Scud-ku. Kami mulai berpelukan dan berciuman dengan ganasnya. Ternyata dia sangat ahli dalam mencium. Bibirnya yang lembut dan lidah kami yang saling berpagutan membuatku serasa melayang seperti lalat.

Dia mulai menciumi leherku dan sesekali menggigit kupingku. Aku semakin rakus dengan menjilatinya dari mulai leher sampai ujung kaki.
"Aahh..", aku mendesah ketika tangannya menyusup ke markasku mencari rudalku, mengenggamnya dan mengocoknya dengan tangannya yang lembut.
Dengan bantuan kakinya dia menarik celana dalamku sehingga celana dalamku terlepas. Aku telah telanjang bulat. Terlihat seorang prajurit lengkap dengan topi bajanya berdiri tegak siap untuk melaksanakan tugas yang diberikan oleh atasannya.
"Oohh.. auhh.. sshh..", dia terus memainkan prajuritku dengan tangannya.

Tanganku mulai membuka celana dalamnya yang telah basah oleh cairan pelumas yang keluar dari dalam lobang vaginanya. Terlihat sebuah pemandangan yang indah ketiga segitiga pengaman itu terlepas. Sebuah pemandangan yang sangat indah di daerah selangkangan. Jembutnya yang rapi terurus dan vaginanya yang berwarna merah muda membuat darahku mendesir dan kejantananku semakin menegang.
"Oohh.. nikmaatt.. truss..", dia berkata sambil mendesah ketika lidahku menggelitik daging kecil di atas lobang vaginanya.
"Oohh.. sshh.. Yess.. truuss.."
Semakin cepat aku memainkan lidahku semakin cepat juga dia mengocok kontolku. Aku terus mempercepat ritme lidahku, badannya semakin bergerak tak terkontrol. Tanpa sadar tangannya membenamkan kepalaku ke selangkangannya, aku hampir tak bisa bernapas. Aku mencium aroma khas vagina yang harum yang membuat lidahku terus menjilati klitorisnya.
"Ohh.. Ssshh.. Ukhh", dia terus mendesah.
"Do.. ahh.. lebih cepat.. ukhh.. aku mo keluar nih.."
"Ahh..", terdengar lenguhan panjang dari bibirnya yang mungil.
"Aukhh..", tiba-tiba badannya menegang hebat.

Kedua tangannya menggenggam kepalaku dengan erat dan vaginanya semakin basah oleh cairan yang keluar. Dia mengalami orgasme klitoris, yaitu orgasme yang dihasilkan akibat perlakuan pada kelentitnya.
"Do, nikmat sekali.. Aku tak menyangka kamu pandai bersilat lidah", katanya sambil napasnya terengah-engah.
Ketika aku siap untuk menembakkan rudalku, tiba-tiba ia berkata, "Do, aku punya sebuah permainan untukmu".
"Permainan apa?" tanyaku.
"Pokoknya kamu ikut aja, permainan yang mengasyikkan. Mau?" tanyanya.
"Oke..", jawabku.

Dia mengambil sebuah slayer dan menutup mataku, kemudian menyuruhku berbaring terlentang dan mengikut kedua tanganku dengan selendang yang telah ia siapkan. Kedua tanganku dan kakiku diikat ke empat penjuru ranjang sehingga aku tak bisa bergerak. Yang bisa aku gerakkan cuma pinggulku dan lidahku. Aku pun tak bisa melihat apa yang dia lakukan padaku karena mataku tetutup oleh slayer yang dia ikatkan. Aku seperti seorang tawanan. Aku hanya bisa merasakan saja. Tiba-tiba aku merasakan lidahnya mulai bergerilya dari mulai ujung kakiku. Trus bergerak ke pangkal paha.
"Ahh", aku mendesah kecil.
Lidahnya terus bergerak ke ke atas menuju perutku, terus menjilati daerah dadaku.
"Oohh.. Ssshh..", aku mulai mendesah keenakan. Lidahnya terus naik ke leherku dan mencium bibirku. Kemudian lidahnya mulai turun kembali.
"Ohh.. yyeess.. uukkhh..", aku mendesah hebat ketika lidahnya bermain di daerah antara lubang anus dan biji pelerku.
"Aahh..", aku terus mendesah ketika dia mulai menjilati batang kemaluanku dari mulai pangkal sampai kepalanya, terus menerus, membuat tubuhku berkeringat hebat menahan rasa yang amat sangat nikmat.

"Panjang juga ya punya kamu", Ibu Intan berkata padaku seraya mengulum penisku masuk ke dalam mulutnya.
"Ahh.. eenaakk.. sshh", aku mendesah ketika batang kejantananku mulai keluar masuk mulutnya.
Sesekali dia menghisapnya dengan lembut. Dia terus mengulum penisku dan semakin lama semakin cepat. Dia memang ahli, pikirku. Tidak seperti kuluman pacarku yang masih minim pengalaman. Ibu Intan merupakan pengulum yang mahir.
"Aahh.. ahh.. ah.. aahh.. sshh.. teruss", aku memintanya supaya mempercepat kulumannya. Ingin rasanya menerkam dia dan menembakkan rudalku tapi apa daya kedua kaki dan tanganku terikat dengan mataku tertutup.

Tiba-tiba ada sesuatu di dalam penisku yang ingin mendesk keluar.
"Ahh.. sshh.. Bu, aku mo keluarr", kataku
Mendengar itu, semakin cepat ritme kulumannya dan membuatku tak tahan lagi untuk mengeluarkan spermaku.
"Aaahh..", aku mengerang hebat dan tubuhku mengejang serta gelap sesaat ketika cairan itu mendesak keluar dan muncat di dalam mulut Bu Intan.
Aku seperti melayang ke awang-awang, rasanya nikmat sekali ingin aku teriak enak.
"Enak juga punyamu Do, protein tinggi", katanya seraya menjiltai sperma yang tumpah.

Tiba-tiba aku tak merasakan apa-apa. Tak lama kemudian aku mencium aroma khas vagina di depan hidungku. Ternyata Bu Intan meletakkan vaginanya tepat di mulutku dan dengan cepat aku mulai memainkan lidahku.
"Sshh.. truuss.. ahh.. eennaakk..", ia mendesah ketika lidahku memainkan kembali daging kecil miliknya. Semakin ia mendesah semakin aku terangsang.
Tak lama kemudian prajurit kecilku kembali menegang hebat.
"Aahh.. sshh.. Ukkhh.. yess", ia semakin hebat mendesah membuat rudalku telah mencapai ereksi yang maksimal akibat desahannya yang erotis.
Lama kelamaan vaginya semakin basah kuyup oleh cairan yang keluar akibat terangsang hebat.
"Aku ga tahan lagi Do", katanya seraya mengangkat vaginanya dari mulutku.

Dia memindahkan vaginanya dari mulutku dan entah kemana dia memindahkannya karena mataku tertutup oleh slayer yang dia ikatkan kepadaku. Tiba-tiba aku merasakan kemaluanku digenggam oleh tangannya dan dituntun untuk masuk ke dalam sutau lubang hangat sempit dan basah oleh cairan pelumas. Ahh.. baru pertama kali ini aku merasakan nikmatnya vagina. Meskipun Ibu Intan bukan perawan tapi yang kurasakan sempit juga juga vaginanya. Dengan perlahan Ibu Intan mulai membenamkan kemaluanku ke dalam vaginanya sehingga seluruh kemaluanku habis ditelan oleh vaginanya. Aku merasakan nikmat dan geli yang luar biasa ketika kemaluanku masuk ke dalam vaginanya. Posisiku telentang dengan Bu Intan duduk di atas kemaluanku persis seperti seorang koboi yang sedang bermain rodeo.

Bersambung . . . .

Dengan perlahan tapi pasti, Ibu Intan mulai memainkan pinggulnya naik turun secara perlahan.
"Aaahh.. uuhh", desahku ketika Ibu Intan memainkan pinggulnya naik turun secara perlahan dan sesekali memutarkan pinggulnya. Itu membuat diriku seperti melayang ke udara. Aku pun mulai menggoyangkan pantatku naik turun.
"Do.. giillaa.. enaakk ssekali..", teriak Bu Intan.
Aku tak mampu untuk berkata-kata lagi. Aku hanya bisa mendesah dan mendesah. Lama kelamaan Ibu Intan mulai mempercepat ritme goyangannya, naik turun dan sesekali memutarkan pinggulnya.

Tak mau kalah, aku pun mulai mempercepat sodokanku.
"oohh.. yess.. ohh..", desah Ibu Intan.
"Ahh.. uhh.. goyang terruss buu", kataku.
"Enaakk.. Doo.. tolong cepetin sodokanmu Do..", katanya.
Sodokanku semakin cepat dan semakin cepat pula Ibu Intan menggoyangkan pinggulnya.
"Ohh.. shit.. oohh.. nnikkmmat..", Ibu Intan berteriak seraya menjambak rambutku.

Dia mulai membuka slayerku. Aku bisa melihat pemandangan yang sungguh menakjubkan sekaligus menggairahkan di depanku. Tubuh Ibu Intan yang bergoyang membuat rambutnya acak-acakan dan seluruh tubuhnya penuh dengan keringat. Payudaranya yang putih bersih dengan putingnya yang kecoklatan ikut bergoyang seirama dengan goyangan pinggulnya yang mengocok kemaluanku. Mukanya yang manis dengan mata yang sesekali merem melek, mulutnya yang mendesah dan sesekali mengeram serta wajahnya yang dipenuhi keringat membuat ia keliatan seksi dan menggairahkan.
"Ahh.. shit.. oh.. god.. ohh.. enak..", desahnya.
Aku melihat Ibu Intan yang setiap hari terlihat lembut ternyata memiliki sisi yang sangat menggairahkan dan terlihat haus akan sex. Ibu Intan pandai memainkan ritme goyangannya, kadang dia melambatkan goyangan pinggulnya kadang dengan tiba-tiba mempercepatnya. Aku hanya bisa mengikuti perrmainannya dan aku sangat menikmatinya.

"Aaahh..!", aku berteriak keenakan ketika aku merasakan diantara goyangannya yang mengocok kemaluanku, vaginanya seperti menghisap kemaluanku.
"Mampus kamu Do.. tapi enak kan? Itu namanya "hisapan maut".. Ibu mempelajarinya melalui senam Keggel..", katanya sambil memandangku dengan liar.
Aku semakin mempercepat sodokanku dan Ibu Intan pun mempercepat goyangannya naik turun dan berputar secara bergantian sesekali dilakukannya hisapan maut yang membuat seluruh tulang dalam tubuhku seperti terlepas dari persendiannya. Ibu Intan mulai menciumi leherku dan bibirku.

Kami semain "panas" dan lidah kami saling berpagutan sementara sodokan kemaluanku dan goyang pinggulnya semakin lama semakin cepat.
"Uhh.. ahh.. shh.. ahh..", aku mendesah.
Ibu Intan semakin ganas menciumiku seraya aku mempercepat sodokannya. Aku merasakan sesuatu akan keluar mendesak dari penisku.
"Bu Intan.. ahh.. uhh.. shh.. akkuu mauu kkeluarr..", kataku.
"Ibu juga.. ahh.. tahann.. kita keluarin sama-sama.. sshh ahh..".
"Aku ga tahan lagi bu..".

Tiba-tiba Ibu Intan berteriak panjang.
"Aaahh.." sambil memelukku dengan sangat erat.
"Aaahh..". bersamaan dengannya aku merasakan penisku memuntahkan cairan hangat di dalam vaginanya.
Kami berciuman dan kurasakan tubuhnya dan tubuhku mengejang hebat menahan kenikmatan yang amat sangat. Gelap sesaat yang diiringi kenikmatan yang luar biasa membuat tubuhku seperti melayang jauh ke awang-awang. Nikmatnya melebihi masturbasi yang sesekali aku lakukan.

Kami sama-sama terkulai lemas dengan napas yang terengah-engah seperti dua olahragawan yang telah balap lari. Ibu Intan menatapku sambil tersenyum manis. Aku hanya terdiam menatap langit-langit.
"Do, kamu nyesel ga ML sama Ibu?", tanya Ibu Intan kepadaku.
"Nggak bu..".
"Terus kenapa kamu termenung begitu?".
"Aku cuma bingung, aku kan mengeluarkan sperma di dalam vagina Ibu, aku cuma khawatir nanti Ibu hamil gara-gara saya"
"Ha.. ha.. ha.. jadi itu yang kamu khawatirkan?"
"Iya bu. "
"Tenang aja, Ibu teratur ko minum pil kb. Jadi kamu ga perlu khawatir?"

Apa yang dikatakannya membuatku tenang. Akhirnya kami berbicara ngalor ngidul. Dan kami juga bercanda dan tertawa. Kami ngobrol dan becanda dalam keadaan bugil tanpa busana sehelai benang pun menempel di tubuh kami.
"Do, kamu lapar ga? Ibu lapar", katanya.
"Iya bu"
"Ibu masakin kamu nasi goreng spesial buatan Ibu ya?"
"Boleh", jawabku.

Kami berpakaian kembali. Ibu Intan hanya menggunakan daster putih tanpa memakai kutang dan celana dalam, sedangkan aku hanya menggunakan celana pendek saja tanpa menggunakan baju. Aku menunggu di meja makan sambil nonton MTV dan Ibu Intan di dapur memasak nasi goreng. Akhirnya nasi goreng pun selesai di masak dan kami makan bersama-sama di meja makan. Meja makannya cukup besar, terbuat dari kayu jati dengan motif yang indah. Di sisi lain meja makan terdapat susu kental manis, teh celup, sebotol madu, tempat sendok dan garpu, serbet dan alas makan.

Setelah makan selesai, aku dan Ibu Intan membersihkan meja makan bekas kami makan. Kami mulai bercanda-canda lagi. Tanpa sadar aku mulai becanda sedikit porno dan darahku mulai berdesir melihat ia berpakaian daster tanpa menggunakan kutang dan celana dalam. Tampak samar-samar putingnya menonjol seakan ingin merobek daster yang dikenakannya. Bayangan hitam di selangkangannya (jembut) merupakan pemandangan yang indah.
"Ibu cantik dan seksi pake daster itu", kataku.
"Kamu ngerayu Ibu ya.."
"Bener lho bu, apalagi ga pake kutang dan celana dalem"
"Ah kamu.. mulai nakal ya", katanya sambil nyubit pipiku.

Prajuritku sedikit demi sedikit mulai kembali berdiri tegak. Ini akibat dari mataku yang selalu tertuju pada gundukan hitam di balik daster Ibu Intan.
"Lho.. kok bangun lagi prajurit kecilmu, mo tempur lagi ya", katanya.
Aku tidak segera menjawab karena tangan Ibu Intan sudah mulai menyusup ke dalam celanaku yang emang ga make kolor. Dengan lembut ia mulai mengocok penisku.
"Ahh..", aku mendesah kecil, lalu kami mulai berciuman dengan mesranya.
Tanpa sadar ketika berciuman tangan kami bergerilya dan mulai melucuti pakaian masing-masing. Kami sudah telanjang bulat dan kami masih terus berciuman sementara tangan Ibu Intan mengocok penisku dengan lembutnya. Hmm.. rasanya nikmat sekali. Tidak tau gimana awalnya tetapi kami sudah berada di atas meja makan, terbaring sambil berciuman. Ibu Intan dalam posisi telentang dan aku berada di atasnya.

Aku mulai menciumi lehernya dan terus bergerak ke belakang telinga.
"Aaahh..", Ibu Intan mendesah ketika lidahku mulai bergerak lincah dan menjilati kedua puting susunya secara bergantian sementara tanganku yang lain memainkan klitorisnya.
Vaginanya mulai basah akibat cairan pelumas yang keluar dari lubang kenikmatannya. Tangannya terus mengocok kontolku.
"Do.. enak.. sshh..", desahnya sambil memejamkan mata.
Kami mulai berganti posisi, Ibu Intan yang mengarahkannya. Giliranku telentang dan Ibu Intan berada di atasku dengan posisi terbalik. Kami melakukan gaya 69. Aku menjilati klitorisnya dengan rakus seperti orang kelaparan yang bertemu makanan sementara Ibu Intan menghisap kontolku dengan lembut dan sesekali menjilati kepala penisku yang membuat merasa seperti tersengat listrik.
"Uhh.. sshh..", aku mendesah ketika hisapan Ibu Intan senakin kuat.
Semakin cepat lidahku menggelitik klentitnya semakin ganas pula dia mengulum penisku.

Aku bangkit dan Ibu Intan kuposisikan telentang di atas meja dengan kaki mengangkang. Terlihat dua buah gunung kembar yang sangat indah yang membuat darahku berdesir hebat. Sementara di selangkangannya terdapat bibir merah muda yang merekah lengkap dengan bulu-bulunya yang membuat rudalku semakin mengeras. Aku segera meraih kaleng susu kental manis di sampingku dan perlahan-lahan mengoleskannya ke seluruh tubuh Ibu Intan dari mulai leher sampai dengan ujung kaki. Kemudian aku mengoleskan madu disekitar puting dan kemaluannya. Aku mulai menjilatinya mulai dari leher. Ibu Intan hanya bisa pasrah dengan mata terpejam dan dari mulutnya terdengar desahan kecil. Lidahku bergerak turun ke arah bahunya, kemudian bergerak menuju payudaranya.

Tubuh Ibu Intan menggelinjang ketika lidahku menari-nari di atas puncak gunung kembarnya.
"Do.. aahh.. sshh.. Ibu ga tahan.. masukin Do..", Ibu Intan meminta aku segera menusukkan penisku ke dalam vaginanya.
Tapi aku pura-pura tak mendengar. Lidahku mulai bergerilya lagi menjilati semua susu kental yang menempel di tubuhnya. Lidah mulai bergerak lagi ke arah perut. Lalu aku mulai menjilati dari ujung kaki Ibu Intan, naik ke betis terus ke pangkal paha. Ketika lidahku menjilati cairan madu yang membasahi sekitar kemaluan dan klitorisnya, Ibu Intan menggelinjang hebat dan tanpa sadar semakin membenamkan kepalaku ke vaginanya. Semakin ganas aku menjilati madu yang ada di klitorisnya, semakin tak terkendali juga tubuh Ibu Intan menggelinjang.

"Sshh.. oughh.. aahh.. pleeaassee.. masukin Do..", katanya seraya menghisap jari telunjukku.
Dia mengangkat kakinya dan menyimpannya di atas bahuku sementara aku berdiri di atas lutut. Perlahan aku mulai memasukkan penisku. Vaginanya yang sudah basah kuyup dan licin memudahkanku untuk membenamkan seluruh penisku ke lubang sorga dunia miliknya.
"Aahh.. nnikmmaatt..", teriaknya sambil menggoyangkan pinggulnya melingkar.
Aku mulai memainkan sodokanku. Kecepatannya semakin lama semaikn kutambah begitu pula goyangan pinggul Ibu Intan.
"Ibu.. enaakk.. uhh.. shh..", desahku sambil memejamkan mata.
"Aahh.. sshh.. mm..", ia mendesah sambil menghisap jari tanganku.

Suara becek vagina Ibu Intan yang dikocok oleh penisku terdengar seperti sebuah nyanyian yang merdu. Sesekali terdengar bunyi derak meja makan tempat kami bercinta. Kami berganti posisi. Ibu Intan membelakangiku dengan posisi menungging dan aku menusuknya dari belakang. Tubuh kami semakin basah kuyup oleh keringat. Keringat Ibu Intan yang bercampur dengan cairan susu kental menimbulkan wangi yang semerbak. Kami semakin terhanyut ke dalam dunia yang entah dimana.
"Teerruuss.. cepett.. lebih.. cepett.. aahh..", Ibu Intan mendesah sambil memintaku untuk mempercepat sodokanku.
Kami berganti posisi lagi. Aku dalam posisi duduk dan Ibu Intan duduk dipangkuanku sementara penisku asyik bergulat di dalam lubang vaginanya.
"Aahh.. sshh.. goyang terruss..", desahku ketika Ibu Intan mulai bergoyang dengan ganasnya.

Kami berciuman sementara penisku dikocok oleh lubang vaginanya Ibu Intan yang sangat hangat sekali. Vagina Ibu Intan semakin banyak mengeluarkan cairan pelumas yang hangat. Suara becek yang diakibatkan oleh sodokan kontolku dan beceknya lubang vagina Ibu Intan semakin keras.
"Aaahh.. sshh.. aahh.. oohh.. yess.." desahku.
"Faster.. oohh.. aahh.. ssh.. faster.. Do..", desah Ibu Intan sambil memintaku untuk mempercepat sodokan penisku.
Sementara penisku "bermain" di dalam lubang vaginanya Ibu Intan, lidahku juga mulai memainkan putingnya. Itu membuat tubuh Ibu Intan semakin bergerak tak karuan, goyangan pinggulnya semakin ganas dan sesekali dia menggigit leherku untuk menahan kenikmatan yang dia rasakan.

Semakin lama semakin kupercepat sodokan penisku dan gelitikan lidahku di putingnya semakin kupercepat pula, semakin ganas juga Ibu Intan bergoyang.
"Aahh..!", Ibu Intan melenguh panjang sambil memelukku sangat erat sekali, tubuhnya menegang hebat, matanya terpejam dan kurasakan ada cairan hangat kental mengguyur penisku. Ibu Intan mengalami orgasme. Aku semakin mempercepat sodokanku. Tubuh Ibu Intan mulai melemas tapi aku terus mempercepat sodokanku.
"Ahh.. Ibu Intan.. aku mo keluarr.. sshh.. ahh", ada sesuatu di dalam penisku yang mulai bergerak dan geli bercampur enak yang kurasakan mulai meningkat.
"Do.. keluarin di luar ya.. di mulutku..", pinta Ibu Intan.
Aku mencabut penisku dan dengan rakusnya Ibu Intan segera menghisap kontolku dengan ganas.
"Aahh..", tubuhku mengejang, mataku terpejam dan tubuhku seperti melayang menembus atmosfer bumi. Rasanya sangat nikmat sekali, sulit dilukiskan dengan kata-kata. Aku memuncratkan air maniku di dalam mulut Ibu Intan.

Ibu Intan terus menghisap penisku dengan ganas.
"Aahh.. sshh", aku mendesah kecil ketika penisku yang mulai loyo terus dijilati oleh Ibu Intan.
Lidah Ibu Intan terus menjilatinya sampai bersih. Lalu kami sama-sama terbaring lemas di atas meja makan. Kami masih berpelukan.
"Nikmat sekali hari ini.. thanks ya Do..", Ibu Intan berkata kepadaku sambil menatapku.
"Sama-sama.. aku seharusnya yang berterima kasih..", kataku sambil membelai rambut Ibu Intan.
Kami lalu berciuman lalu berpelukan. Karena kecapean, kami pun langsung tertidur di atas meja makan tempat kami bermain kenikmatan.

Aku terbangun ketika cahaya sudah terang. Aku melihat jam dinding, wah.. ternyata pukul setengah tujuh pagi. Kulihat Ibu Intan masih tertidur di pelukanku di atas meja makan yang berantakan tanpa sehelai benang pun menempel di tubuh kami.
"Bu.. bangun..", bisikku di telinga Ibu Intan.
Wajahnya terlihat begitu cantik ketika tertidur.
"Jam berapa sekarang Do?"
"Setengah tujuh".
"Hah.. setengah tujuh?!", Ibu Intan kaget dan segera bangun.
Kami segera berpakaian dan membereskan meja yang berantakan. Kami takut kepergok oleh Bi Ana. Ibu Intan kemudian masuk kamarnya dan mandi di kamar mandi yang ada didalam kamarnya, aku pun segera mandi di kamar mandi lain yang letaknya dekat dengan kamarku. Sekitar jam tujuh Bi Ana datang dan mulai dengan aktifitas sehari-harinya. Untunglah aku dan Ibu Intan tidak bangun terlambat sehingga perbuatan kami semalam tidak diketahui oleh Bi Ana.

*****

Setiap ada kesempatan dan kalau nggak ada orang di rumah, aku dan Ibu Intan sering melakukan ML, kadang di kamarnya, di kamarku, di kamar mandi, ruang tamu dan di dapur juga pernah. Tiga bulan kemudian tepatnya bulan juni, Ibu Intan dan anaknya menyusul suaminya di Jepang. Dan aku pun pindah kos karena rumah Ibu Intan diisi oleh adik suaminya. Suami Ibu Intan akhirnya mendapatkan kerja di Jepang di tempat ia kuliah, oleh karena itu sampai saat ini Ibu Intan, anaknya serta suaminya menetap di Jepang.

Aku tak akan pernah melupakan pengalamanku ini seumur hidupku. Terima kasih Ibu Intan, Ibu kost-ku sekaligus guru seksku.

Tamat

Mas Doni, nanti tolong si Ical di jemput ya!, sepulang dari kampus, Mbak pulangnya telat lagi nih!, barusan ada keperluan di puskom Suara nyaring seorang wanita yang barusan kuterima di HP ku.
Ah! Mbak Eni selalu saja menyuruhku untuk menjemput putra satu-satunya yang masih TK itu padaku, karena aku selalu melewati TK itu kalo pulang dari kampus.

Wanita tersebut, Mbak Eni, aku selalu memanggilnya begitu, adalah induk semangku dimana aku menempati salah satu kamar di rumahnya yang besar sebagai anak kos. Adik laki-lakinya yang sepantar denganku adalah temanku sejak masih SMA.
Sebagai lelaki muda, tentu saja aku selalu merasa bergairah bila mendengar ataupun melihat hal-hal yang berbau genital dan seksi seperti halnya induk semangku ini. Dia adalah tipe seorang wanita sempurna dengan bentuk tubuh yang menggiurkan di usianya yang ke 34 tahun itu.

Saat-saat menyenangkan bagiku adalah pada waktu pagi hari, dimana dia sehabis mandi selalu lewat di depanku dengan menebarkan wangi tubuh yang membuatku mabuk kepayang. Sepertinya Mbak Eni juga menyadari kalo aku sering memperhatikannya, maklumlah karena sudah lama dia ditinggal oleh sang suami tercinta untuk pergi belajar ke luar negeri sedangkan Mbak Eni adalah seorang pegawai negeri yang kehadirannya tiap hari akan sangt mempengaruhi kenaikan kariernya.

Dan setelah dinanti sekian lama akhirnya sat yang paling nikmat dlam hubungan antar induk semang dengan anak kost-nya pun terjadi. Di mulai dari sepulang aku memjemput Ical, putranya satu-satunya yang baru berumur 5 tahun dari TK, saat itu keadaan rumah sepi, si Nur (adik kandung Mbak Eni) sedang tidak ada di tempat entah pergi melayang kemana aku tidak tahu. Begitu sampai di rumah si Ical langsung lari menuju kamar ibunya, sedang aku mengejarnya untuk menjaganya agar tidak terjatuh dan terantuk tembok, khan bisa berabe!

Ketika Ical membuka pintu kamar tersebut, aku tertegun sejenak melihat sebuah fenomena yang indah di hadapanku, bahwasanya Mbak Eni sedang berkaca hanya mengenakan CD nya saja, dan buah dada besar yang menantang tersebut menggelantung dengan indahnya seakan menarik hati orang yang melihatnya untuk segera meremasnya.

Karuan saja di pandangi oleh orang lain seperti itu Mbak Eni segera menarik dastern yang tergeletak di atas kasur untuk menutupi tubuh bugilnya, sedang aku segera saja menarik si Ical dan berbalik pergi meninggalkan kamar tersebut. Setelah kejadian tersebut, seakan-akan Mbak Eni merasa tidak terjadi apa-apa, bagiku sih hal itu merupakan suatu yang luar biasa, dengan kenyataan seperti itu aku jadi semakin memikirkan tentang ibu kost-ku yang bahenol itu, dan berakibat pada naiknya frekuensiku dalam melakukan onani.

Suatu malam di saat aku sedang merasa suntuk dan hasrat untuk melakukan onani tidak terbendung lagi, dan kurasa keadaan rumah sepi maka segera saja kulakukan ritual khusus cowok itu sambil berimajinasi tentang hubungan seks yang panas dengan Mbak Eni tersayang. Baru saja aku melakukan permainan ini setengah jalan tiba-tiba saja pintu kamarku di ketuk seseorang.

Siapa sih, gangguin kenikmatan orang saja rutukku dalam hati sambil mengenakan pakaian seadanya plus sarung tanpa CD untuk menutupi kontolku yang masih konak, paling si Nur yang datang pikirku.
Mas Doni, bisa tolong Mbak sebentar nggak, soalnya Begitu pintu kubuka yang langsung di sambut oleh kata-kata dari Mbak Eni yang tidak dapat di teruskan setelah melihat bagian bawah tubuhku yang mengacung.

Tentu saja mukaku memerah seperti udang goreng, dan sepertinya Mbak Eni juga salah tingkah.
Ada apa sih mbk? tanyaku untuk memecah ke-salahtingkah-an kami.
Emm..anu, itu lampu di kamar tidur Mbak gak mau nyala, putus mungkin jawabnya sambil terus memperhatikan sarungku.
Oh, ya! Mbak ambil lampu penggantinya sementara saya ambil kursi untuk ngganti lampu sial itu Kataku sambil tersenyum
Mbak Eni pun berlalu sambil tertawa kecil mendengar leluconku. Setelah berada di kamar tidurnya yang berbau harum, dia mengulurkan sebuah lampu SL yang segera saja aku sambut untuk menggantikan lampu yang satunya lagi.

Saat aku mengulurkan tangan untuk menyerahkan lampu mati tersebut, kursi yang kupijak bergerak, secara reflek aku ikut menggoyang badan untuk menghindari kehilangan keseimbangan, namun yang kudapat malh sebaliknya.
BRAAK! GEDUBRAK!
Aku terjatuh di samping tempat tidur tertimpa kursi sial.

Aduh, kamu tidak apa-apa! Sambut Mbak Eni mengankat tubuhku untuk di naikkan keatas kasur. Tercium wangi khas tubuh perempuan yang membuat kontolku konak lagi.

Kayaknya, sih cuma memar saja koq, mbak! Jawabku menenangkan Mbak Eni yang terlihat cemas melihat keadaanku.
Di balsem saja ya! kata Mbak Eni sambil beringsut menuju kotak obat untuk mengambil balsem.

Tangannya mulai mengusap-usap tubuhku yang lebam itu, tapi itu bukan usapan biasa, yang kuraskan adalah usapan tanda ingin lebih di intimi, lalu secara simultan tangannya mulai masuk menuju rambut lebat di dadaku dan mengusap usapnya sambil memejamkan mata. Melihat hal ini, tentu saja aku tidak tinggal diam, mula tanganku menelusuri lengannya yang kuning halus untuk kemudian beralih menuju sepasang bukit kembar yang menantang itu secara perlahan kuusap memutar searah dengan jarum jam mulai dari pinggiran untuk kemudian naik ke putingnya yang masih terbungkus oleh bra. Sambil memejamkan matanya mbk Eni mendesah pelan, ku dekatkan wajahku dan kukulum lembut bibir sensualnya itu untuk kemudian saling pagut dengan liar sambil berusaha untuk melepaskan pakaian yang kami kenakan masing-masing.

Tanpa terasa kami berdua sudah dalam keadaan bugil, dan saling memandang dengan perasaan yang sukar untuk di lukiskan untuk kemudian saling merangsang. Mbak Eni mengocok dengan lembut kontolku yang full strength, sedang aku mengusap-usap dan kadang mencolek isi tempiknya yang sudah mulai basah.
Lalu Mbak Eni merebahkan diri di atas kasur, mengangkan-kan kakinya sambil menarik tanganku untuk lebih mendekapnya. Setelah wajah kami beradu, Mbak Eni memegang kontolku untuk di masukkan ke dalam tempiknya.

Ahhtolong puasin mbak, ya! Don! Desahnya
Hhhiya, mbak! Kataku
Kontolku di bimbingnya masuk secara perlahan kedalam lubang kenikmatannya itu, secara perlahan-lahan namun pasti aku merasakan sensai yang luar biasa karena baru pertama kali aku melakukan persetubuhan. Setelah mentok dan tubuh kami merapat satu sama lain, kudiamkan dulu sejenak bir si kontol merasakan lingkungan barunya sebelum kugerakkan maju mundur sesuai insting manusia dalam mencari kenikmatan dalam bersetubuh.

Hhh..akkhh..teerrusssshh! Desahnya
Enakaakhh, Mbaak..h Timpalku
Setelah beberapa lama Mbak Eni mengalungkan pahanya di pinggulku dan menjepitnya sehingga aku merasakan sebuah kenikmatan yang luar biasa dalam mengolah seni bersetubuh ini.
TerussDoon!

Akkhhyeeaach! Yes! Desahnya sambil menggoyang-goyangkan kepalanya kekanan dan kekiri sehingga sebagian rambut sebahunya menutupi wajah cantik yang berkeringat itu.
Cluk-cluk-cluk. Cepok-cepok-cepok, bunyi suara kemaluan basah yang di adu di timpahi suara desah nyaring manja berpadu dengan wangi kamar dan bau khas orang yang bersetubuh memenuhi se antero kamar ini, tanpa terasa keringat kami sudah membanjir dan saling berpadu sehingga suasana saat itu sangat sukar untuk di lukiskan dengan kata-kata.

Lebih cepat, Don! Yaachteruuss, begituakkhh!
Goyang lebih hot lagiihh, mbakk!
Sshhaakkh..!
Hhhyaahhyaahh.. oh, yaah!
Sampai suatu saat Mbak Eni memelukku erat sekali dan
Hhh..aakkhhaaku saammpaaikh, Donn!

Jeritnya
Lalu semakin kupercepat genjotanku yng tak berapa lama kemudian serasa semua hormonku ingin berebut keluar lewat kontolku sehingga aku bergetar hebat menahan sebuah kenikmatan yang luar biasa.
Oookkhh..aakkhh..!Desahku
Setelah bergulir dari tubuh bugil Mbak Eni yang berkilat karena keringat dan mengatur napas, sambil membelai rambutnya yang hitam legam dengan helai-helai lembut yang menempel pada wajahnya kami pun berbincang.

Terima kasih, Don! Kamu hebat sekali Puji Mbak Eni
Terima kasih juga mbak!, enak sekali.boleh nambah ya, kapan-kapan! Jawabku
Ahkamu ini, nakal sekali. Baru sekali merasakan enaknya langsung minta lagi, tapi boleh koq! Ntar Mbak yang gasih kodenya, ya?
Asyik, mbak! Gitu dong, baru Mbak Eni yang cantik kayak bintang film Rosamund Kwan plus seksi, hehe..!
Ah, kamu ini bisa aja!
Dan malam itupun berakhir dengan tiga ronde pergulatan nafsu liar antara induk semang dengan anak kost-nya.

Bagaimanakah cerita selanjutnya tentang hubunganku dengan ibu muda (bagiku) tersebut, ikuti saja kisahku selanjutnya, apakah Mbak Eni hamil atau tidak? apakah perselingkuhan kami ketahuan atau tidak?

Tamat

Tante Vivi sambil tersenyum manis ke arahku rebah telentang dengan posisi setengah mengangkang mempertontonkan seluruh anggota tubuhnya yang paling terlarang. Kedua buah dadanya yang ternyata memang sangat besar terlihat masih begitu kencang, sama sekali tidak kendor, membentuk bulatan indah bak buah semangka. Kedua puting payudaranya yang kecil berwarna coklat kemerahan mengacung ke atas seolah menantangku untuk segera kujamah. Begitu pula perutnya masih terlihat ramping dan seksi tanpa lipatan lemak, menandakan Tante Vivi belum pernah melahirkan seorang anak. Aku menelan ludah melihat bagian bawah tubuhnya yang kini ternyata tak memiliki sehelai rambutpun. Rupanya Tante Vivi telah mencukur habis bulu kemaluannya yang kemarin sempat kulihat begitu sangar dan vulgar.

oohh.., tanpa terasa mulutku mendesah takjub menyaksikan keindahan bukit kemaluannya yang besar. Seumur hidup baru kali ini aku menyaksikan alat kemaluan wanita dari keturunan Tionghoa. Belahan bibir kemaluannya yang sangat putih mulus walau sedikit kecoklatan terlihat sangat tebal membentuk sebuah bukit kecil mulai sekitar 6-8 centi di bawah pusar yang terbelah di bagian tengahnya sampai ke selangkangan bagian bawah di atas lubang duburnya yang hitaman kecoklatan. Labia Mayoranya yang sangat merangsang itu terlihat masih saling menutup rapat satu sama lain meskipun Tante Vivi sudah setengah mengangkangkan kedua pahanya, seolah menyembunyikan liang vaginanya yang memang sangat terlarang. Ini berarti liang vaginanya pasti masih sangat sempit walaupun ia sudah tak perawan lagi. Dari lekukan sempit dan panjang yang terbentuk dari kedua belah labia mayoranya itu aku sedikit dapat melihat dan menduga betapa merahnya liang kenikmatan miliknya.

Batang penisku yang semula agak lemas kini langsung kembali perkasa. Dengan cepat kurasakan kepala penisku kembali mendesak ke atas melongok keluar dari celana dalam seolah ingin mengintip apa yang sedang terjadi dihadapanku dan membuatku takjub.
oohh.., Vivi..", bisikku lemah. Batinku seolah menyerah kalah., "Maafkan aku Selva.., aku sangat mencintaimu.., tapi ini hanyalah seks.., bukan cinta.."

Lalu kreekk.., Dengan gemas kurobek celana dalamku yang terasa kecil bagi alat kelelakianku. Aku sudah tak peduli lagi dengan segala sesuatunya. Batang penisku yang tegang itu langsung mengacung keluar setengah mengarah ke atas sambil manggut-manggut naik turun menyetujui pikiranku yang ngeres. Aku sedikit heran juga menyaksikan batang penisku yang kelihatan sedikit lebih besar dari biasanya, begitu pula dengan kepala penisku yang terlihat begitu nanar dan mekal berwarna kemerahan saking tegangnya. Urat-urat diseluruh permukaan batang penisku sampai menonjol keluar semua membentuk guratan-guratan kasar setengah melingkar.

Dengan lutut setengah gemetar seakan tak percaya menyaksikan semua itu, perlahan-lahan aku mulai naik ke atas pembaringan menyusul Tante Vivi yang sudah menungguku sejak tadi. Dengan rambut setengah terurai di pipi Tante Vivi tersenyum manis memamerkan keindahan bibir dan gigi-giginya yang putih menawan. Matanya seolah meredup dan pasrah. Namun nafasnya sedikit terdengar kurang teratur menandakan ia sedikit tegang atau mungkin juga ia sedang dilanda nafsu birahinya.
"Vivii..", bisikku penuh nafsu. Setengah dag-dig-dug kubaringkan tubuhku persis di sebelah kanan tubuhnya yang bugil. Kupandangi wajahnya yang cantik mempesona, lalu dengan jemari gemetar kuelus mesra kedua belah pipinya yang halus. Tante Vivi tersenyum manja padaku.

"Ar.., beri aku kenikmatan..", bisiknya tanpa malu-malu. Sorot matanya terlihat lemah seolah memohon. Aku tersenyum penuh gairah.
"Aahh Vivi.., aku akan memberimu kepuasan.., aahh.., kau lihat penisku Vi.., dia yang akan memberimu kenikmatan..", bisikku nakal. Tante Vivi mau tak mau melirik ke bawah menyaksikan alat vitalku yang besar dan keras saking kuat ereksinya.
"Iihh.., hik.., hik.., kau nakal Ar.., oohh.., sshh.., lakukanlah sekarang Ar..", tiba-tiba ia berbisik sedikit keras. Aku terkaget heran.
"Sekarang Tante..?", tanyaku heran, sedikit kurang sambung.
"Yaa.., sekarang Ar.., naiki aku.., masuki tubuhku sekarang.., sshh..", bisiknya semakin keras. Sembari jemari tangan kirinya memegang lenganku mengajak untuk..

Astagaa.., Tante Vivi begitu bernafsunya sampai tanpa sungkan-sungkan lagi memintaku untuk segera menyetubuhinya. Namun sebenarnya aku masih ingin mencumbunya terlebih dulu, menikmati kehalusan kulit tubuhnya, meremas-remas dan menghisap kedua puting susunya sampai puas dan yang paling aku gemari adalah pasti mencumbu alat kelaminnya sampai ia orgasme seperti yang sering aku lakukan terhadap Dina. Terus terang aku sudah tergila-gila pada alat kelamin wanita. Setiap akan bersenggama dengan Dina tak pernah sekalipun aku mengawali persetubuhan tanpa terlebih dahulu aku mencumbu alat kewanitaannya sampai Dina orgasme berulang-ulang. Baru setelah Dina lemas kehabisan tenaga setelah melepas kenikmatan, aku baru memasukkan batang penisku ke dalam liang vaginanya yang sempit dan licin terkena muntahan cairan orgasmenya, mengocoknya di dalam situ sampai air maniku muncrat ejakulasi.

"Kita bercumbu dulu Tante..", bisikku merasa diatas angin. Aku bisa menduga mungkin Tante Vivi terlalu lama menahan keinginan seksualnya sampai begitu kesempatan untuk itu ada ia sudah tak mampu menahan gejolak birahinya yang sekian lama tertahan.
"aahh.., kita lakukan sekarang saja Ar..", bisiknya seolah setengah memaksa. Tanpa rasa malu sedikitpun. Kuperhatikan jemari tangan kirinya kini telah berada di atas selangkangan mengusap-usap bukit kemaluannya yang montok merangsang.

Astaga.., rupanya Tante Vivi sudah tak tahan lagi. Aku tersenyum penuh gairah, aku tahu liang vaginanya pasti sudah gatal karena sekian lama tidak dipakai. Beruntung sekali suami Tante Vivi dulu yang pertama kali mencicipi dan menikmati keperawanannya.., pasti luar biasa nikmat saat pertama kali menembus liang vaginanya yang sempit. mm.., aku jadi tak tahan karena teringat saat pertama kali batang penisku memasuki liang vagina Dina dan merobek selaput keperawanannya. Adalah saat terindah bagi seorang laki-laki ketika memuntahkan air maninya dengan sepenuh rasa nikmat ke dalam liang vagina seorang wanita yang masih perawan. Saya telah mengalami hal itu dan memang luar biasa nikmat. Dan kini mungkin saatnya bagi saya untuk menikmati liang vagina seorang janda.., mm.., pikirku ngeres.

"Kau yakin Vi.., kita tidak bercumbu dulu sayang..", bisikku gemas.
"Ar.., kamu nakal..", sahut Tante Vivi padaku, wajah cantiknya kelihatan memelas. Aku jadi geli baru pertama kali ini aku melihat seorang wanita dengan nafsu seks sebesar Tante Vivi, sampai memelas-melas seperti ini. Tapi aku maklum karena mungkin Tante Vivi telah ngempet tidak berhubungan seks bertahun-tahun. Tapi bagaimanapun aku berpantangan untuk tidak langsung menyetubuhinya. Tante Vivi bukanlah ayam betina yang langsung saja bisa digagahi. Aku ingin memberinya terlebih dahulu sensasi-sensasi seks terindah pada seluruh sekujur tubuhnya sampai ia benar-benar merasakan puncak sekaligus akhir dari pendakian indah sebelum memasuki tahap persetubuhan untuk mencapai kenikmatan sesungguhnya. Walaupun sebenarnya aku mau saja langsung menggagahinya dan memuasinya dengan cepat, tapi bagiku itu tiada berkesan selain merasakan kenikmatan sesaat. Dan seolah bagai mimpi saja ketika akhirnya dengan sigap aku telah berada diatas tubuh Tante Vivi yang telanjang bulat dan menindihnya gemas.

Kami berdua secara bersamaan melenguh nikmat saat kulit tubuh kami saling bersentuhan dan akhirnya merapat dalam kemesraan. Aku tak pernah menyangka bisa meniduri bidadari secantik Tante Vivi. Batang penisku yang berdiri tegak seakan kena setrum saat menyentuh bukit kemaluan Tante Vivi yang halus dan sangat empuk. Maklum bukit kemaluannya memang relatif sangat besar dan montok. Jauh lebih montok dibanding milik Dina.

Dengan nakal kepala penisku menyelip diantara bibir kemaluannya yang rapat. mm.., terasa begitu nikmat saat kulit kepala penisku menggesek daging celah labia mayoranya dan menyelip ke dalam. Tante Vivi mungkin mengira batang penisku ingin memasuki liang vaginanya, karena begitu kepala penisku menyelip di antara labia mayoranya kurasakan ia membuka kedua pahanya lebar-lebar. Aku merasa betapa begitu halus kulit kedua belah pahanya yang langsung mengapit pinggangku lembut. Sengaja aku tidak menekan pinggulku terlalu ke bawah untuk berjaga-jaga agar jangan sampai kepala penisku sampai terdorong kebawah memasuki liang vaginanya, walau aku sebenarnya juga bisa menduga pasti tidak mudah bagiku nanti memasukkan alat kejantananku ke dalam liang vaginanya. Kalau benar Tante Vivi sudah lama tidak berhubungan seks.., mm.., liang vaginanya pasti sempit luar biasa.

Sambil mengusap mesra rambut Tante Vivi yang panjang, mulutku dengan gemas kembali mengecup dan mengulum bibir Tante Vivi yang basah dan hangat. mm.., cupp.., cupp.., mulutku secara bergantian mengulum bibirnya yang atas dan yang bawah. Dengan tak kalah mesra Tante Vivi membalas cumbuanku pada bibirnya. Sesekali lidahnya dijulurkan keluar untuk dengan segera kuhisap dan kukulum mesra. Terasa begitu gurih manis lidah dan bibirnya. Sementara bibir kami bercumbu, kurasakan dua sensasi indah di dua tempat yang paling terlarang pada tubuh Tante Vivi. Pertama di selangkangannya, kedua di bagian dadanya.

mm.., kedua payudaranya yang luar biasa besar itu terasa begitu kenyal dan padat menekan nikmat dadaku, kedua puting payudaranya yang lancip seakan menggelitik kulit dadaku. Kedua jemari tangan Tante Vivi yang halus mengusap-usap gemas daging bokongku, berulang kali ia mencoba untuk menekan pantatku ke bawah agar batang penisku segera memasuki liang vaginanya, namun aku bertahan agar pinggulku tetap setengah terangkat, hanya kepala penisku saja yang sedikit terjepit diantara labia mayoranya. Butuh suatu kesabaran agar rasa nikmat pada kepala penisku yang sudah setengah terjepit di bibir kemaluannya itu tidak membuatku berbuat lebih jauh lagi menuruti keinginan Tante Vivi yang sudah ngebet.

Sesekali Tante Vivi dengan tak sabar menyelipkan jemari tangan kanannya diantara selangkangan kami, lalu dengan gemas ia meremas batang penisku dan mengarahkan kepala penisku yang sudah setengah terjepit di situ ke mulut liang vaginanya yang terasa licin dan buntu, menandakan liang vaginanya itu sangat jarang dipakai. Mungkin hanya mantan suaminya saja dulu. Aku segera menarik pinggulku agak ke atas karena terasa geli-geli nikmat pada batang penisku yang diremasnya. Aku melepaskan ciumanku pada bibir Tante Vivi.

"Aaoohh.., Tante geli ahh..", erangku setengah keenakan.
"Uuhh.., kamu nakal Ar..", bisik Tante Vivi lirih. Bibirnya yang ranum kemerahan sangat basah penuh air liurku. Kulihat wajah cantiknya tampak berkeringat basah. Kelihatan ia sudah sangat ngebet kepingin senggama. Kedua matanya yang semakin sipit memandangku lemah seolah memelas. Aku kasihan juga melihatnya.
"Tante sudah kepingin sekali yaachh..", bisikku gemas melihatnya.
Tante Vivi tidak menjawab namun jemari tangannya mencubit pinggangku keras-keras. Aku memekik kesakitan. "Aaoowww..".

Lalu dengan gemas, mulutku kembali melumat bibir ranumnya yang basah.., hanya lima detik mulutku melepas bibirnya dan bergerak ke atas dan, "Oouuhh..", Tante Vivi merintih manja saat bibir dan lidahku dengan gemas mulai menggelitiki telinga kirinya. Sesekali gigiku setengah menggigit membuat Tante Vivi menggelinjang geli keenakan.
"Nngghh.., eenngghh.., Ar..", pekiknya lirih. Ia sangat terangsang sekali dengan ulahku.

30 detik kemudian dengan cepat aku menggeser tubuh ke bawah. Kini saatnya bagiku untuk bermain-main dengan kedua buah payudaranya sepuas mungkin. Kali kurebahkan perutku merapat ke tubuh Tante Vivi, dan mm.., perutku terasa menekan nikmat bukit kemaluannya yang besar.., sedikit kurasakan kalau bukit kemaluannya itu sedikit agak kasar, seperti bekas kalo ada rambut yang dicukur.

Dari dekat aku dapat menyaksikan betapa luar biasa besarnya payudara Tante Vivi, warnanya begitu putih bersih dan mulus. Kedua puting payudaranya yang kecil lucu seakan tidak sebanding dengan besar susunya, berwarna coklat kemerahan. Baru kali ini aku melihat seorang wanita memiliki susu yang sangat besar, selama ini aku hanya melihatnya di dalam film BF, itupun milik cewek bule. Bahkan jemari tanganku yang kubuka selebar mungkin masih belum bisa melingkari bulatan kedua buah dada Tante Vivi yang extra large. Dalam hati.., susu sebesar ini berapa ukuran BH-nya yaah.., aku jadi makin tegang sendiri memikirkannya. Dengan gemas kedua jemari tanganku yang sudah melingkari kedua buah dadanya bergerak meremas-remas pelan.., woowww.., begitu kenyal, kencang dan hangat.

"Nngnngghh.., oouuhh", Tante Vivi memejamkan kedua matanya dan mulutnya yang basah mengerang keenakan. Aku tersenyum. "Kuperkosa habis-habisan kau nanti Tante.." bisikku dalam hati penuh nafsu. Aku menunduk dan mulutku mulai menghisap nikmat susunya yang sebelah kiri secara perlahan. Lidahku dengan gemas menyentil putingnya dan menggigit pelan.
"Aawww.., nngghh..", Tante Vivi merintih semakin keras. Aku jadi ikutan terangsang. Mulutku mulai menghisap putingnya sedikit lebih keras dan semakin keras. Kubuka mulutku selebar mungkin, seolah ingin menelan susunya. Kuhisap sekuatnya susu kirinya sampai pipiku terasa kempot, lidahku dengan ganas memilin-milin putingnya dengan perasaan geregetan.
mm.., nikmatnya.., Pop.., pop.., berulang kali aku menghisap dan melepaskan hisapanku dengan kuat sampai berbunyi nyaring. Puas dengan hisapan, lidahku yang basah kujalarkan menjilati seluruh permukaan payudaranya sampai penuh dan basah oleh air liur.

Tante Vivi bergerak semakin liar. Mulutnya berulang kali memekik dan mengerang keenakan menikmati sedotan mulutku pada susunya.
"Aawww.., ngghh.., awww..". Jemari tangannya tak tahan mengerumasi rambut kepalaku dengan gemas. Mulutku kini berpindah untuk menghisap, mengulum dan menjilati susunya yang sebelah kanan, sementara susunya yang kiri gantian kuremas-remas dengan lembut. Seperti juga yang kiri, aku mengenyot-ngenyot payudara kanannya membuat Tante Vivi semakin menggeliat hebat keenakan.
"aawww.., Ar.., hu.., hu.., sudah Ar.., ngghh.., sudah sayang..", erangnya tak kuat menahan rasa nikmat. Aku semakin bersemangat. Kuhisap, kukulum, kupilin, kukenyot dan kujilati payudaranya yang kanan berulang-ulang kali tanpa ampun, membuat Tante Vivi berulangkali pula memintaku untuk segera menyudahi.
"aawww.., sudah sayang.., aduuh.., hu.., huu.., ngghh.., k.., kau nakal Ar..", erang Tante Vivi sambil tetap mengerumasi rambut kepalaku. Aku tak peduli, cukup lama sekali aku mengenyot dan menyusu kedua belah payudaranya yang besar. Mungkin sekitar 10 menitan lebih.

Setelah puas barulah aku dapat melihat kedua buah dadanya yang tadinya begitu putih mulus dan bersih itu kini sampai basah penuh liur, dan di sana sini tampak kemerahan bekas hisapan mulutku. Terutama disekitar kedua putingnya yang kini tampak semakin merah saja, kulihat ada sedikit guratan merah di situ mungkin bekas gigitanku tadi.., gemass sih.

Tante Vivi memandangku sayu, kedua matanya sedikit berair dan memerah, bibirnya gemetar. Wajah cantiknya itu kelihatan sedikit geregetan.
"Kamu benar-benar nakal sekali Ar.., Awas kamu yaa..", bisiknya lirih padaku seakan ingin membalas dendam. Aku tersenyum padanya, lalu tiba-tiba kedua jemari tangannya tadi mendorong kepalaku ke bawah.
mm.., rupanya Tante Vivi ingin aku mencumbu alat kemaluannya. Woowww.., ini favoritku malah.., dengan sigap aku menggeser ke bawah.., mm terasa enaak saat perutku menggesek bukit kemaluannya. Lidahku kujulurkan menjilati permukaan perutnya yang halus dan sejenak sempat kugelitik lubang pusarnya dengan lidah dan bibirku. Dan ketika mukaku sampai di atas selangkangannya.., woowww.., ini dia ee.., alamak indahnya alat kemaluan milik Tante Vivi ini. Begitu putih dan mulus sesuai dengan warna kulit tubuhnya, disana-sini masih bisa terlihat secara samar kehitaman bekas cukuran bulu jembut kemaluannya. Alat kemaluannya itu kelihatan besar dan tebal, membentuk sebuah bukit kecil di atas selangkangannya.

Kini dengan jelas aku dapat melihat dari jarak kurang dari 15 centi bibir labia mayoranya yang tebal saling menutup sangat rapat satu sama lain membentuk lekukan celah sempit memanjang vertikal sampai diatas lubang duburnya yang kecil berwarna hitam kecoklatan. Liang vaginanya seolah tertutup rapat tersembunyi oleh ketebalan labia mayoranya itu. Aroma khas bau alat kemaluannya benar-benar memabukkanku. Hidungku kembang-kempis menarik napas panjang menghirup aroma nikmat bau alat kelaminnya.
Mm.., memang aku begitu menyukai bau alat kelamin wanita. Baunya seharum milik Dina. Namun berbeda dengan milik Dina yang sedikit lebih kecil bentuknya, alat kemaluan Tante Vivi yang besar ini dapat kuduga memiliki liang senggama yang lebih panjang dan dalam. mm.., pasti daya tampung air maninya pasti banyak sekali. Seolah mengerti pikiranku, batang penisku yang sudah ereksi bak pisang raja itu manggut-manggut pelan mengiyakan walau sudah terjepit di atas kasur.

Tiba-tiba tanpa kuduga tangan Tante Vivi menekan kepalaku ke bawah, sehingga tanpa dapat kucegah lagi mukaku langsung nyosor terbenam ke dalam selangkangannya yang putih merangsang. Hidungku sampai amblas masuk terjepit diantara labia mayoranya yang tebal. Aku tidak bisa bernapas bebas, yang kurasakan hidungku hanya bisa menghisap udara bercampur aroma khas bau alat kewanitaannya yang menyengat dan memabokkan dari sela-sela bibir kemaluannya. Sementara mulutku yang menekan bukit kemaluannya agak sebelah bawah terasa pas berada dimulut liang vaginanya. Aku tak menyia-nyiakan. Lidahku langsung kujulurkan ke bawah sepanjang mungkin menyelip dan menembus bibir kemaluannya dan secara perlahan mulai memasuki liang vaginanya yang terasa sempit dan licin. Aku kira cairan lendir vaginanya mulai mengalir keluar cukup banyak, terbukti ketika lidahku yang masuk sekitar 1 centi ke dalam, liang vaginanya terasa penuh dengan cairan lendir yang sedikit amis namun nikmat dirasakan. Mulutku sampai mengecap nikmat berulangkali menyedot cairan vaginanya itu.

Tante Vivi menggeliat hebat dan mulutnya mengerang panjang keenakan.., pinggulnya terkadang digoyangkan lembut kekiri-kanan dan juga keatas menikmati cumbuanku.
"aagghghh.., nggnnhhff.., sshh.., aarr..", pekiknya nikmat. Jemari tangannya semakin menekan kepalaku ke bawah, membenamkan mukaku seluruhnya ke bukit kemaluannya.

Dalam posisi seperti ini, mau tak mau membuat hidungku semakin tak bisa bernafas, hidungku seolah tenggelam terjepit diantara bibir kemaluannya yang tebal. Bau khas alat kemaluannya terasa makin menyengat. Meski membuatku semakin terlena, namun aku bisa-bisa mati kehabisan napas juga. Kususupkan kedua jemari tanganku menyusuri ke bawah ke balik bulatan pantatnya yang kenyal dan padat, tanganku mulai meremas gemas lalu dengan buas kugoyang-goyangkan mukaku mengusap ke seluruh permukaan bukit kemaluan Tante Vivi yang hangat dan empuk. Hidungku mengambil napas sebentar lalu dengan gairah tinggi kembali kuselipkan diantara bibir kemaluannya menyentil-nyentil bulatan mungil clitorisnya dengan ujung hidungku, sementara bibir dan lidahku yang kembali kutelusupkan sekitar 1 centi memasuki liang vagina sempitnya, menggelitik-gelitik lembut mulut liang vagina merahnya sembari terus menyedot cairan lendir miliknya yang masih tersisa.

Bersambung . . . .

Tante Vivi menjerit dan mengerang-erang dengan keras, pinggulnya menggeliat semakin hebat menahan kenikmatan yang kuberikan pada alat kelaminnya. Aku benar-benar puas bisa membuatnya seperti itu. Kuremas dan kucengkeram kuat bulatan bokongnya yang kenyal agar jangan bergerak terlalu liar, seolah tak ingin melepaskan pagutannya, mukaku sedikit kuangkat kembali sembari menghirup udara segar lalu lidahku kujulurkan sepanjang mungkin sambil menyusuri dan menjilati permukaan bukit kemaluan lunaknya yang putih merangsang. Mulutku tak henti-hentinya mengecup gemas bukit terlarang milik Tante Vivi itu.

"oouuhh.., nngghhnngghh.., ngghh..", mulut Tante Vivi merintih dan mengerang tak karuan menahan geli dan nikmat. Pinggulnya digoyang-goyang kiri kanan, sesekali kurasakan kedua pahanya yang kini menjepit kepalaku sambil mengejan kuat ke bawah seolah ingin memuntahkan cairan kenikmatan tubuhnya. Memang kenyataannya demikian, lidahku yang sesekali menelusup masuk ke dalam liang vaginanya sambil menyentil gemas daging clitorisnya seolah menemukan sumber air kecil yang mengalir deras. Sementara tangan kiriku masih mencengkeram bokongnya, dengan gemas lalu kusibakkan dengan jemari tangan kananku bibir kemaluannya yang tebal, jemariku itu sampai gemetar seolah masih tak percaya dengan segala keindahan ini, terasa begitu lunak, hangat dan basah ketika jemari tanganku secara perlahan menyibakkan bibir kemaluannya mengintip keindahan celah dan liang vagina sempitnya yang ternyata berwarna kemerahan.

oohh.., kulihat.., liang vaginanya yang terletak sedikit di atas lubang duburnya, begitu kecil dan terlihat sempit sembari mengalirkan keluar cairan lendir kemaluannya yang berwarna bening. Agak di sebelah atas liang kewanitaannya itu kulihat bulatan daging kecil clitorisnya yang besarnya mirip seperti biji kacang ijo. Aku sedikit heran, karena liang vagina milik Tante Vivi ini kecilnya hampir sama dengan liang vagina milik Dina. Aahh.., batang penisku yang sudah berdiri tegak menunggu giliran untuk take over jadi makin cenat-cenut.., teng-teng tidak karuan.., tidak tahan nih kalau sempitnya seperti ini.., bisa-bisa tidak sampai digenjot 5 menit air maniku sudah muncrat keluar.., seperti yang aku rasakan bersama Dina akhir-akhir ini. Aku sendiri tidak habis pikir kenapa sewaktu aku dulu memperawani Dina bisa menahan gesekan dan jepitan liang vaginanya sampai 20 menit, tapi akhir-akhir ini bisa tahan tidak muncrat sampai 10 menit saja itu sudah lumayan. Mungkin saja aku terlalu terangsang saat menggagahi Dina. Entahlah.

"A.. Aarr.., Lagi sayangghh..", Tante Vivi berbisik sedikit serak. Aku sejenak tersadar dari lamunan.., He.. He.., aku jadi geli juga.., di saat lagi asyik masyuk seperti itu masih bisa juga aku ngelamun.., ngeres lagi.., he.., he..".
Kudongakkan kepala ke atas sambil kupandang wajah cantik Tante Vivi yang berkeringat agak kusut sekilas, lalu kutundukkan muka, lidahku dengan liar penuh rasa gemas kembali menjilati kedua belah permukaan labia mayoranya, kepalaku sedikit kuputar sekitar 40 derajat kekiri lalu dengan nikmat mulut dan lidahku mulai mencumbu, mengulum, memilin dan menghisap bibir-bibir kemaluan Tante Vivi secara bergantian atas dan bawah, seperti kalau kami berdua berciuman mulut.

mm.., rasanya yang jelas tidak selezat daging hamburger McDonald atau Wendys tapi yang pasti ada semacam feel great dan sensasi keindahan bercampur kenikmatan tersendiri yang tak bisa diungkapkan kata-kata begitu indah rasanya mengulum dan mengecup bibir kemaluan wanita sambil menikmati aroma khas bau alat kelaminnya dan juga suara erangan nikmatnya.
mm.., aku benar-benar bangga membuat Tante Vivi sampai berulang kali mengejan ke bawah menghentakkan kedua belah pahanya yang putih seksi, sambil tak henti-hentinya mulutnya memekik kecil dan merintih panjang menahan geli bercampur sejuta kenikmatan.
"Aahh.., nnggngghghh.., ngghghnhgghh..", rintih Tante Vivi berulang kali.

Kurang lebih 2 menitan aku mengenyot kedua belah bibir labia mayoranya dengan mulutku lalu dengan nakal kembali kusibakkan sedikit lebih lebar bibir vaginanya dan dengan cepat kujulurkan lidahku mengusap lembut celah merah diantara bibir kemaluannya.., menyentil mulut liang vaginanya yang sempit dan mungil beberapa puluh detik lalu kembali menggelitik daging clitorisnya. Tante Vivi sampai menaik-turunkan pinggulnya menahan rasa nikmat. Saat bibir dan lidahku secara bersamaan menghisap dan memilin daging kecil clitorisnya sampai pipiku sedikit kempot, tiba-tiba Tante Vivi memekik keras dan akhirnya mendesah panjang.., pinggulnya sontak diangkat ke atas seolah tak kuat menahan rasa nikmat dan mengejan pelan. Kedua pahanya menjepit ketat kepalaku dari samping kiri dan kanan. Jemari tangan kiriku yang kini terasa bebas, mengusap mesra kedua belah bulatan bokong Tante Vivi dan meremas-remas lembut.
"Aagghh.., aoohh.., sshhghffhhghh.."
Desah Tante Vivi panjang. Aku tahu ia pasti sedang meregang menuju puncak kenikmatan.., Sedetik.., 2 detik.., 3 detik.., aku merasakan kedua belah pahanya yang begitu halus dan padat menekan kepalaku mulai bergetar lembut dan mengejan semakin kuat menandakan cairan lendir kenikmatannya segera tumpah keluar.., orgasmee.

Tetapi aku berpikir lain, seketika cepat kulepaskan hisapan mulutku pada daging clitorisnya dan dengan kuat kedua tanganku membuka kedua belah pahanya yang masih menjepit kepalaku. Begitu lepas, dengan sigap aku merangkak keatas dan rebah di samping tubuh bugil Tante Vivi. Kulihat Tante Vivi masih memejamkan kedua matanya seolah sedang menikmati sesuatu, sejenak begitu tersadar kenikmatan yang ia inginkan tak tercapai.., kedua matanya terbuka dan jelalatan setengah melotot memandang selangkangannya yang kosong.., dan Tante Vivi mendapati diriku telah berada di sebelahnya sambil kutersenyum penuh kemenangan.

Wajah cantiknya yang berkeringat kelihatan memerah seolah menahan sesuatu, bibir bawahnya digigit keras seperti geram, kedua matanya yang sedikit merah memandangku seolah mau marah. Aku semakin tersenyum lebar, namun tidak demikian dengan Tante Vivi.., rupanya ia jengkel karena hampir saja aku membuatnya orgasme namun justru aku malah menghentikannya ditengah jalan.
"K.., kkamu.., benar-benar nakal sekali Arr.., hh.., teganya kamu Sayang..", bisiknya dengan bibir gemetar. Lalu dengan cepat tanpa kuduga sama sekali, Tante Vivi menggulingkan tubuh montok seksinya yang putih mulus ke atas menaiki tubuhku, Kedua pahanya dibuka lebar dan kedua belah bokongnya yang bulat padat terasa begitu kenyal dan tanpa ampun menduduki buah zakarku sementara bukit kemaluannya yang besar terasa begitu empuk menekan batang penisku yang sudah sangat tegang.., ooh.., nikmatnya.

Sambil menyunggingkan senyuman sadis Tante Vivi memandangku seolah ingin menelanku.
"Tante mau lihat sehebat apa kamu Arr..", bisiknya pelan. Aku yang masih terkaget menyaksikan ulahnya tadi hanya bisa melongo sambil menikmati sentuhan tubuh montoknya pada alat kejantananku sambil memandangi kedua buah payudara besarnya yang mengacung kencang ke depan memamerkan kedua buah puting susunya yang kelihatan sedikit membesar keras dan berwarna coklat kemerahan.

Aku masih terpana memandang keindahan tubuhnya, ketika dengan cepat Tante Vivi mengangkat pinggulnya yang ramping ke atas, kedua belah pahanya yang putih mulus kelihatan begitu seksi dan padat. Begitu gemas saat jemari tangan kanan Tante Vivi menggenggam dan meremas batang penisku.., lalu di arahkan ke bukit kemaluannya sebelah bawah.., ke depan mulut liang vaginanya.., oohh.., aku mendesah pelan menyaksikan semua itu. Aku tidak menyangka Tante Vivi melakukan semua itu tanpa perasaan risih sedikitpun, mungkin ia sudah begitu ngebet dan liang vaginanya sudah gatal kepingin disetubuhi. Sejenak aku mengira ia pasti sukar sekali memasukkan batang penisku yang sudah berdiri tegak dan besar mirip punya Rocco Siffredi. Kuluruskan kedua pahaku ke bawah agar Tante Vivi tidak terlalu kesulitan menyetubuhiku nantinya. Tetapi kali ini aku kecele.., sambil menundukkan wajah yang membuat rambut panjangnya terurai indah, kulihat Tante Vivi sejenak berkutat masih mengarahkan batang penisku ke pintu liang vaginanya lalu dengan perlahan pinggulnya diturunkan.

Oogghh.., Aahh.., aku mendelik dan mengerang nikmat saat dengan mata kepalaku sendiri kulihat bibir kemaluannya yang tebal itu vaginaar lebar menerima tusukan kepala penisku dan liang vaginanya yang merah dan sempit mulai tersibak dan menjepit ujung kepala penisku yang secara perlahan-lahan mili demi mili mulut daging liang vaginanya semakin melebar sesuai ukuran kepala penisku dan mulai menenggelamkannya ke dalam liang vagina Tante Vivi.

"Oougghhghh.., nngngnghhaahh..", pekikku keras menahan rasa nikmat yang luar biasa saat kepala penisku dalam 5 detik telah berhasil memasuki liang vaginanya yang ketat. aahh.., di dalam situ kurasakan daging vaginanya seolah sudah menjepit sedemikian kuat seolah diremas-remas membuat kepala penisku berdenyut-denyut keenakan.

Tante Vivi melepaskan jemari tangan kanannya dari batang penisku, kini kedua tangannya diletakkan di atas dadaku sambil setengah membungkuk untuk menyangga tubuhnya bagian bawah yang masih melakukan penetrasi. Ia kini memandangku dengan senyuman manisnya kembali, bibirnya yang ranum merekah indah. Kedua buah dadanya yang besar dan kencang kini setengah menggantung bak buah pepaya.
"Enaak.., Arr..", bisik Tante Vivi tanpa malu-malu padaku.
"I.., iiyaa tantee..", sahutku gemetar menahan rasa nikmat.
"Mm.., milikmu besar juga sayangg..", bisiknya lagi. Lalu dengan perlahan-lahan Tante Vivi mulai menurunkan pinggulnya kebawah lagi sambil memejamkan mata. Namun mulutnya yang indah itu malah tersenyum seolah ikut menikmati apa yang sedang kurasakan sekarang.

"Aahhgghh..", erangku keenakan saat daging liang vaginanya yang luar biasa sempit itu mili demi mili secara perlahan terus menjepit kuat dan menenggelamkan batang penisku yang masih tersisa sekitar 11 centi lagi. Dengan sekuat tenaga sambil menahan rasa nikmat kusaksikan terus proses penetrasi itu, urat-urat di seluruh batang penisku sampai menonjol keluar membentuk guratan-guratan kasar di sekeliling permukaan penis menahan jepitan daging liang vagina Tante Vivi yang terus berusaha menenggelamkan seluruh alat kejantananku itu. Mili demi mili kini berganti centi demi centi.., dengan tanpa hambatan berarti walau terasa begitu sesak dan sempit batang penisku melungsur masuk dengan ritme semakin cepat kedalam liang vaginanya.

"Mm.., aahh.., mm", Tante Vivi hanya mendesah dan merintih kecil saat batang penisku yang besar dengan perlahan telah hampir seluruhnya tenggelam ke dalam bagian tubuhnya yang paling sangat terlarang. Hanya tinggal 2 centi saja kulihat batang penisku yang masih tersisa di luar liang vaginanya. Kedua mataku sudah merem melek keenakan, kedua pahaku sampai gemetaran saking hebatnya rasa nikmat itu.
"oowww.."
"Aaghghghh.."

Kami berdua mengerang nikmat hampir bersamaan, saat penetrasi yang terakhir berlangsung. Kulihat sekilas bukit kemaluan milik Tante Vivi itu sedikit menggembung lebih besar karena seluruh batang penisku yang tebal sepanjangnya 14 centi itu telah terbenam kandas di dalam liang vaginanya. Betapa indah menyaksikan dua alat kemaluan milik kami berdua yang telah menyatu padu. Selain jepitannya yang luar biasa ketat, kurasakan daging vagina Tante Vivi yang terasa hangat dan licin itu seolah memijat-mijat mesra dan menghisap lembut. Woowww..' ujung jemari kakiku sampai gemetaran keenakkan.

"mm.., Bagaimana sayang..", bisik Tante Vivi pelan sambil memandangku mesra sekali.
"Aahhghghg.., Nikmat sek.., kali Vii..", sahutku gemetar.
Kedua pahanya yang mulus kini menjepit pinggangku mesra, sementara pinggulnya menempel selangkanganku dengan ketat. Bokongnya yang kenyal menduduki kedua buah bola zakarku.
"Air maniku.., mau keluar Tante..", bisikku menahan nikmat sambil setengah menggodanya.
"Iihh.., Awas yaa kamu Ar..", sahutnya sambil tersenyum. Ia seolah mengerti batang penisku tidak bakalan lama bertahan dijepit liang vagina miliknya seketat itu.
"Ar.., Tante sudah lama sekali tidak melakukan ini.., mm.., tahan ya sayang.., tunggu Tante yaa..", bisiknya begitu genit sekali.

Lalu dengan perlahan Tante Vivi mulai menggoyangkan pinggulnya naik turun secara perlahan menggesekkan daging liang vagina sempitnya dengan batang penisku yang sudah tegak tak terkira. Seolah tidak ada hambatan walaupun terasa begitu sesak saking sempitnya ketika kedua alat kelamin kami saling beradu dan bergesekan.
"Uuhh.., uhh.., uhh..", Tante Vivi merintih kecil saat setiap kali pinggulnya bergerak turun memasukkan kembali batang penisku yang besar dan keras ke dalam liang vaginanya. Wajahnya yang cantik bergoyang lembut seiring dengan goyangan pinggulnya yang menggemaskan di atas selangkanganku. Kedua matanya dipejamkan rapat seolah sedang meresapi dan menikmati persenggamaan yang benar-benar luar biasa indah ini. Kedua buah dadanya yang besar terguncang-guncang begitu indah bak buah kelapa tertiup angin. Kedua jemari tangannya yang menyangga dan menekan lembut dadaku menghentak-hentak pelan setiap kali pinggul Tante Vivi bergoyang pelan naik turun secara teratur.

Aku tak sanggup lagi menikmati semua sensasi indah ini sendirian. Aku masih seakan tak percaya melihat sesosok tubuh cantik bak bidadari yang begitu montok dan seksi, begitu putih dan mulus dan kini malah sedang asyik menggoyangkan pinggulnya yang aduhai di atas selangkanganku menikmati alat kejantananku.
"Oohhaahh.., hahahhgghh..", erangku saking nikmatnya. Batang penisku seakan dikocok, dibelit, disedot dan dikenyot habis-habisan oleh daging liang vaginanya yang luarbiasa sempit dan licin. Kedua mataku merem-melek secara bergantian menikmati gesekan itu, setiap kali pinggul Tante Vivi bergerak ke atas aku merasa batang penisku seakan disedot kuat daging liang vaginanya namun begitu pinggulnya bergerak turun ke bawah batang penisku seakan diremas dan dilumat hebat oleh liang vaginanya.

Sukar diungkapkan dengan kata-kata rasa nikmatnya.
"Vivi.., aagghh.., aahahhgghh..", erangku berulangkali keenakan. Kedua tanganku berusaha menahan laju naik turun pinggulnya yang kurang ajar itu. Namun jemari kedua tanganku seolah tiada bertenaga mengangkat bokongnya yang berat, dan tanpa ampun secara terus-menerus liang vagina Tante Vivi dengan jepitannya yang luar biasa meluluh lantakkan seluruh batang penisku seperti pisang kepok yang tak berdaya diremas dan dipilin-pilin sampai lumat. Aku tak sanggup bertahan meredam rasa nikmat seks yang luar biasa itu, air maniku sontak langsung mengalir mendesak-desak hendak muncrat keluar. Tante Vivi seolah tak mau tahu terus bergerak naik turun menggoyang pinggul mengeluar masukkan batang penisku ke dalam liang vagina sempitnya.

"Uuhh.., uuhh.., uu.., hh.., uuhh..", erangnya berulangkali menikmati alat kejantananku yang sedang berada di dalam liang vaginanya.
"aahahh..", aku mengerang panjang sambil sejenak menahan napas untuk menghambat agar air maniku tidak sampai muncrat keluar.
"uuh.., kamu mau keluar sayang..", bisik Tante Vivi genit.
"Iyyaa.., Vi..", sahutku gemas tanpa memanggilnya dengan sebutan Tante lagi
"ooh.., Aku bener-bener tidak tahan lagi."
"Hik.., hik.., oke Sayang.., kamu keluar duluan Ar.., Tante jepit lebih keras yaa Sayang..", bisiknya semakin genit tanpa malu-malu. Aku jadi makin gemas dibuatnya.

Tante Vivi memang benar-benar luar biasa sambil menggoyang pinggul semakin cepat naik turun, kurasakan daging liang vaginanya seolah menjepit 2 kali lebih hebat, batang penisku seolah diremas dan dikenyot-kenyot hebat sambil digesekkan keluar masuk meski hanya sekitar 4 centi saja.

oohh.., bak tanggul jebol akhirnya aku menyerah kalah.., aku tak mampu menahan desakan air maniku yang sudah sampai di leher batang penisku. Kuremas gemas kedua belah payudara Tante Vivi yang besar terguncang dengan kedua belah jemari tanganku. Aku menggeram keras dan melepas puncak kenikmatan seks.
"aagghhghghhgaahh..", Teriakku nikmat.., saat dengan hebatnya air maniku muncrat keluar dengan tembakan-tembakannya yang keras dan kuat.
"Craatt.., craatt.., Crraatt.., craatt.." ke dalam liang vagina Tante Vivi yang sempit licin dan hangat.
"uu.., mm.., uu.., mm.., oowww.., banyak sekali manimu sayangghh.., uu..", desahnya lembut saat air maniku kutembakkan berulang kali dengan sepenuh rasa nikmat ke dalam liang vaginanya.

Jiwaku seakan terbang melayang jauh keatas awan.., begitu tinggi.., terasa begitu nikmatnya, "Oohh..". Tubuhku seakan menggelepar dirajam kenikmatan yang tak terkira, begitu indah dan enaknya saat daging liang vagina Tante Vivi yang menyempit hebat menggesek semakin cepat pula batang penisku yang sedang collapse.., ejakulasi, seakan milikku diurut-urut mesra sembari memuntahkan air mani yang sangat banyak dan kental.
Crraat.., crraatt.., crraatt.., creett..

Kira-kira 8 semburan nikmat yang memabukkan. Aku masih terlena diawan kenikmatan menikmati sisa-sisa semprotan air maniku yang masih tersembur keluar di dalam liang vaginanya. Tante Vivi dengan masih bersemangat menggenjot pinggulnya naik turun dengan cepat meluluh lantakkan alat kejantananku yang benar-benar sudah lumat terkuras. Jiwaku seakan kembali terhempas keatas tanah.., seolah terlempar dari pusaran awan kenikmatan yang terasa begitu singkat.

Bersambung . . . .

Aku membuka mata kembali saat kurasa Tante Vivi menghentikan gerakan pinggul seksinya yang aduhai. Kini ia merebahkan tubuhnya yang berkeringat basah di atas tubuhku, kedua buah dadanya yang sebesar melon menekan lunak dan terasa kenyal di dadaku. Batang penisku masih perkasa tegak 100 % walau isinya serasa sudah terkuras habis.., jepitan daging liang vaginanya masih kurasakan begitu hebat meremas dan mengenyot alat kejantananku yang masih terbenam kandas di dalam situ.
"mm.., bagaimana Ar.., nikmat sayangg..", bisiknya sambil memandang genit ke arahku.
"Ahh.., kau luar biasa sekali Vi..", sahutku lirih. Masih lemas.
"Air manimu banyak sekali Ar..", ujarnya polos. Wajahnya yang cantik kelihatan tersenyum puas bisa membuatku tak berdaya. Kuelus rambut hitamnya yang terurai panjang sampai menerpa leherku yang basah berkeringat.
"Kenapa Vi..? kau tidak suka air maniku sebanyak itu.", tanyaku lemas.
"iihh.., hik.., hik.., tidak Ar.., cuman.., Tante khawatir kalo sampai hamil..", bisiknya padaku tetap dengan senyum manisnya.
"aah.., Vi.., kau jangan nakut-nakuti gitu dong.., kita khan cum..", Belum habis omonganku, Tante Vivi menempelkan jari telunjuk tangan kanannya ke bibirku.
"sstt.., Tante tau Ar.., Sudahlah.., ini cuman seks khan sayang..", bisiknya lagi.
"Cupp..", Mulutku mengecup gemas bibir ranumnya yang nakal itu. Sejenak kami saling bercumbu beradu bibir, saling mengulum dan mengecup.., begitu nikmat rasa bibir Tante Vivi itu.

Ketika kecupan mesra itu berakhir, aku berbisik mesra padanya.
"Vi.., aku masih punya kejantanan yang lain..", kataku gemas.
"Apa itu Ar..?", tanyanya mesra. Bibir ranumnya kelihatan basah habis kukecup dan kukulum tadi.
"Kamu belum puas khan Vi..?", ujarku balas bertanya.
"Iyaa Ar.., mm.., tapi Tante capek sayang..", bisiknya sambil mengerling genit.
"Aku yang akan memuasimu sekarang Vi..", bisikku gemas.
"mm..", ia tak menjawab, namun matanya dipejamkan seolah membayangkan apa yang akan aku lakukan.

Aku jadi bernafsu, membuat batang penisku yang masih terbenam nikmat di dalam liang vaginanya yang sempit jadi semakin berdiri dan tambah perkasa.
Aku memeluk pinggang Tante Vivi yang kecil dan ramping dengan erat, sambil kubisikkan kalimat mesra di telinganya. Dengan tersenyum senang dan saling berdekapan erat kugulingkan tubuh Tante Vivi ke samping kiri tempat tidur, lalu dengan posisi batang penisku masih tetap terbenam terjepit di dalam liang vaginanya, kugulingkan tubuhku ke samping sekali lagi dan menaiki tubuh Tante Vivi yang kini ganti berada di bawah tindihanku.

Woowww.., nikmatnya menindih tubuh bugil montoknya yang hangat. Terasa hangat empuk dan mulus sekali kulit tubuhnya. Apalagi sembari menikmati jepitan daging tubuhnya yang sangat terlarang itu.
Sejenak kami terdiam saling berpandangan mesra.
"Ar.., jujur saja.., sudah berapa wanita yang pernah kamu tiduri..?", tanyanya pelan. Aku tersenyum geli mendengar pertanyaannya yang spontan dan sedikit aneh.
"mm.., baru seorang saja.., Vi..", kataku terus terang.
"Selva khan..?", tanyanya lagi.
"Bukan Vi.., orang lain..", bisikku pelan. Pertanyaannya itu benar-benar membuat rasa bersalah itu hadir kembali dalam batinku.
"mm.., kamu nakal Ar.., awas sayang jangan menghianati Selva yaahh..", bisiknya sedikit serius. Jemari tangannya mencubit pinggangku gemas.
oohh.., aku tak ingin melepas kenikmatan ini terlalu lama dengan soal Dina atau Selva karena hanya makin mengingatkanku dan menambah rasa bersalahku pada mereka. Aku menundukkan muka dan kembali mengulum bibir ranum Tante Vivi dengan gemas. Tante Vivi membalas cumbuanku tak kalah mesra, kedua mulut kami saling berpagutan mesra beberapa saat.

"Ar.., puasi Tante sayang..", bisiknya manja di telingaku. Aku tersenyum penuh gairah mendengar permintaannya. Kukecup sekilas bibir ranumnya sekali lagi, lalu sambil saling berpandangan mesra, kutarik pinggulku keatas secara perlahan mengeluarkan batang penisku dari dalam jepitan liang vaginanya sampai keluar kira-kira sekitar 8-10 centi lalu dengan perlahan pula kembali kuturunkan pinggulku ke bawah memasukkan kembali alat kejantananku ke dalam liang vagina sempitnya yang seolah menyambut mesra dengan remasan dan urutan-urutan lembut penuh kenikmatan.
"uuhh..". Tante Vivi merintih pelan keenakan sambil tetap tersenyum manis kepadaku. Kedua jemari tangannya mengusap-usap mesra pantatku yang lagi asyik secara teratur mulai bergerak turun naik menyetubuhinya.
"Uuhh.., uuhh.., uuhh..", erang Tante Vivi lirih setiap kali batang penisku kutarik keluar menggesek daging liang vaginanya yang sempit dan licin. Untung saja air maniku yang tumpah tadi seolah membantu melicinkan pergesekan kedua alat kelamin kami. Aku merasa betapa liang vaginanya itu seolah berusaha menyedot dan mencengkeram kuat saat batang penisku berusaha menggesek keluar dan seakan seperti diremas, dilumat dan diurut begitu hebat tapi nikmat saat kembali kubenamkan batang penisku ke dalam liang vagina Tante Vivi.
"Aahhgghghgh.., aahhgghh.."

Mau tak mau aku kembali berkelojotan merasakan kenikmatan yang tiada tara. Seakan membangun kekuatan baru ketika kenikmatan menuju puncak ejakulasi itu mulai kurasakan muncul pada sekujur batang penisku. Aku semakin bersemangat dan dengan ritme teratur yang semakin lama semakin cepat, kuhunjam-hunjamkan dengan gemas batang penisku keluar masuk liang vagina Tante Vivi yang makin lama kurasakan juga makin menyempit lagi seperti hendak mendekati klimaknya.
"uuhh.., uuhh.., uhh.., uuhh.., uuhh..", Tante Vivi mengerang semakin keras, kedua matanya kini dipejamkan rapat menikmati genjotan alat kejantananku yang bergerak semakin cepat seperti pompa ekplorasi minyak keluar masuk menggesek liang vaginanya. Aku tahu Tante Vivi sedang menuju puncak kenikmatan sexualnya. Kedua paha mulusnya yang mengapit lembut pinggangku sesekali dihentakkan ke bawah sambil mengejan kuat menahan kenikmatan. Wajahnya yang cantik kelihatan meringis saking tak kuatnya menahan rasa nikmat pada alat kemaluannya yang sedang kusetubuhi.

Aku benar-benar puas menyaksikan ekspresi wajahnya yang sedang didera pusaran kenikmatan yang kuciptakan di atas tubuhnya, seandainya saja ia juga tahu batang penisku yang sedang menggesek hebat liang vaginanya itu juga mulai menunjukkan tanda-tanda aktivitas bak gunung berapi yang hendak meletup. Namun karena ejakulasi pertamaku tadi, maka rasa nikmat luar biasa persetubuhan ini masih dapat kuredam dan kutahan lebih lama.
"aahh.., Vi.., ngghh.., vaginamu nikmat sekali sayang..", erangku nakal. Tante Vivi tak menjawab, mulutnya yang menggemaskan itu hanya terus merintih berulangkali seiring dengan goyangan naik turun pinggulku yang makin kupercepat.
"Uuh.., hh.., uu.., hh.., uuhh.., uuhh..", erang Tante Vivi semakin keras.

Menit demi menit berlalu yang terasa begitu lama dan melelahkan, entah sudah beberapa kali nyaris saja air maniku kembali muncrat ke dalam liang vagina Tante Vivi, gara-garanya ia mengejan terlalu kuat membuat jepitan daging liang vaginanya mendadak mengerut dan mengecil. Membuat batang penisku yang sudah mulai mendekati klimak seolah dilumat-lumat dan diremas-remas hebat. Batang penisku dibuatnya kelojotan keenakan, dan kedua kakiku sampai gemetaran meredam sekuatnya badai kenikmatan yang sontak menjalar di selangkanganku.

Sambil menggigit bibir menahan nikmat, kutelusupkan kedua jemari tanganku ke balik bokongnya yang bulat padat dan kenyal. Sembari kuremas gemas, kuhentak-hentakkan alat kejantananku keluar masuk menggesek liang vagina Tante Vivi secepat dan sekuat tenagaku. Kukayuh pinggulku naik turun dengan cepat, karena aku ingin segera menuntaskan persetubuhan ini.
"uuhh.., uhh.., uuhh.., uuhh.., uuhh.., uuhh", aku merasa Tante Vivi begitu menyenangi permainan seks-ku yang sedikit kasar, pinggulnya sampai ikut digoyangkan kekiri dan kanan menikmati hunjaman demi hunjaman batang penisku yang memenuhi seluruh liang vaginanya yang semakin licin penuh cairan lendir kewanitaannya.

Sekitar 5 menit kemudian akhirnya pendakian puncak kenikmatan itu tergapai sudah, begitu lega rasanya melihat Tante Vivi sampai menggeliat-geliat hebat sembari menghentak-hentakkan kedua kakinya ke bawah dan mengejan kuat melepas kenikmatan orgasmenya yang telah menjadi penantiannya sekian lama. Mulutnya tanpa risih menjerit, memekik-mekik dan mengerang-erang dengan suara keras seakan tak peduli dengan keadaan sekeliling. Akupun tak peduli, yang jelas waktu itu tak pernah kulupakan kenikmatan yang kualami dari seorang wanita yang entah telah sekian lama hidup tanpa pemuasan batin. Kubenamkan sedalam-dalamnya seluruh batang penisku sepanjang 14 centi ke dalam liang kewanitaannya.

Sejenak kuhentikan gerakan naik turun pinggulku kini hanya sedikit kugerakkan memutar seolah batang penisku hendak memlintir daging liang vaginanya dan kubiarkan Tante Vivi merasakan seluruh sensasi kenikmatan puncak orgasmenya yang luar biasa. Begitu hebatnya kurasakan daging liang vaginanya menjepit batang penisku seakan hendak melumat habis, seakan dipilin-pilin dan dikenyot-kenyot kuat.
"aagghhff.., aahh", aku sampai merem melek dan mengerang keenakan menikmati liang sorga dunianya yang sedang dilanda orgasme itu. Cairan lendir orgasmenya terasa menyembur lemah menghangati dan membasahi seluruh permukaan batang kejantananku yang sedang terjepit di dalamnya.
"aawww.., aawww.., sshh.., nngghh.., ngnngghh..", erang Tante Vivi karena nikmatnya.
Saking nikmatnya, pantatnya sampai diangkat ke atas mendesak pinggulku yang juga sedang menekan alat kejantananku sedalam-dalamnya ke dalam liang vaginanya.

Kedua jemari tangan Tante Vivi sampai mencengkeram kuat kedua belah bokongku. Kuku-kuku jemari kedua tangannya seakan menghunjam masuk ke dalam kulit bokongku. Terasa sakit, namun aku tak peduli, kubiarkan Tante Vivi menikmati sepuasnya badai puncak orgasmenya yang panjang, kubiarkan daging liang vaginanya melumat habis batang kejantananku. Baru kali ini aku melihat seorang wanita yang orgasme saking begitu hebatnya sehingga tanpa risih lagi sampai berteriak-teriak seolah ingin melepaskan semua beban batin dalam dirinya akibat kenikmatan tak terkira yang melanda sekujur tubuhnya.
"oouuhh.., uuhh.., ngghh..", erangnya keras berulang kali

Mungkin hanya sekitar 6-8 detik Tante Vivi tenggelam dalam lautan kenikmatan puncak orgasmenya, terasa singkat mungkin bagiku. Ketika pantatnya kembali dihempaskan ke atas pembaringan menandakan orgasmenya mulai berakhir, sambil kucumbu mesra mulutnya yang masih merintihkan sisa-sisa rasa kenikmatannya, kugerakkan pinggulku naik turun lagi secara amat perlahan menyetubuhinya kembali.
"Oouuhh..". Aku mendesah nikmat merasakan jepitan liang vaginanya yang masih ketat sehabis orgasme, Cairan lendirnya yang keluar membasahi batang penisku terasa begitu licin dan hangat. Begitu nikmatnya saat alat kejantananku kutarik melungsur keluar dari dalam liang vagina Tante Vivi, seakan diurut dan dikenyot lembut. Uuhh.., kupejamkan kedua mataku meresapi kenikmatan liang surga dunia miliknya. Secara perlahan-lahan pula setelah hampir kira-kira 6-8 centi-an batang penisku keluar lalu kembali kubenamkan masuk ke dalam liang vaginanya yang kini seakan meremas dan memijat lembut. Sreengg.., rasanya aliran kenikmatan yang melanda alat kejantananku membuat air maniku perlahan-lahan mulai mendesak ingin muncrat keluar.

"oouu..", erangku keenakan saat dengan nikmatnya liang vagina Tante Vivi kembali menjepit dan mengenyot seluruh batang penisku.
Begitu berulang kali, naik turun secara perlahan dengan ritme yang semakin lama semakin kupercepat menyetubuhi Tante Vivi yang kini setelah orgasmenya berakhir malah seolah hendak menggodaku. Entah sengaja atau tidak setiap kali batang penisku yang kutarik keluar hendak kubenamkam kembali menikmati jepitan daging hangatnya, pinggulnya digoyangkan manja kesamping kiri atau ke kanan, membuat alat kejantananku sampai keplintir serong kekiri atau kekanan pula.

"Vivii.., aduuhh.., nikmaatt..", erangku pelan keenakan.
"Hik.., hik.., kamu mau keluar lagi sayang..", bisik Tante Vivi genit di sebelah telingaku.
Aku tak menjawab dan hanya bisa merem melek menahan kenikmatan seks yang semakin lama semakin menggelora, air maniku semakin deras mengalir dan mendesak-desak di leher kepala penisku yang terjepit nikmat dalam liang vaginanya.
"mm.., punyamu tegang keras sekali Ar.., hik.., hik.., sudah mau keluar yaa..", bisiknya genit.

Astaga.., aku tak mengira, dalam keadaan masyuk seperti ini ternyata Tante Vivi doyan sekali ngomong ngeres. Sebodo.., ahh..
"Nngghh..", erangku semakin tak tahan.
"mm.., keluarin dong Ar..", bisiknya genit semakin menggemaskan hati.
"Ohh.., jepit lebih keras Vii..", erangku tak kalah genit.
"Mm.., seperti ini Ar.., mm.."
"aahhghghgghhghhghhghhgg..", Aku mendelik dan menggeram keras saat kurasakan daging liang vagina Tante Vivi mengerut dan mengecil, seakan meremas-remas, mengurut-urut dan mengenyot seluruh batang penisku yang sedang meregang menahan kenikmatan.
Dan.., aahhghhghh.., aku tak kuat lagi dan menyerah..
"Craatt.., Craatt.., craatt.."
Air maniku bak tanggul jebol membanjir keluar dengan hebat di dalam liang vaginanya yang hangat. Kusembur-semburkan dengan nikmat sepenuh perasaan memenuhi liang senggamanya.
"oowww.., mm..", Tante Vivi mendesah lirih saat air maniku menyembur-nyembur dengan kuat di dalam liang vaginanya yang hangat.
"aahhahh.., ku.., hamili kau Vii..", erangku nakal, sambil terus kusembur-semburkan air maniku ke dalam rahimnya. Kuhentak-hentakkan dengan penuh nafsu alat kejantananku menggesek keluar masuk liang vaginanya yang semakin licin penuh cairan lendir kewanitaannya bercampur air maniku yang kental. Tante Vivi sesekali merintih kecil entah kesakitan atau nikmat menerima hunjaman batang penisku yang bergerak begitu buas mengoyak liang vaginanya yang sempit.
"Oowww.., iihh.., Ar.., Nggnnhh.., uu.., tegang sekali penismu sayang..", rintihnya sambil mencengkeram bokongku yang bergerak turun naik dengan cepat dan kuat.
"Aahhgghhg.., Vii.., Sayangghh.."

Aku seakan terbang melayang ke atas awan, jauh membubung tinggi kesorga kenikmatan yang tiada tara.
"Uuhh.., Ar.., nggnghh.., manimu terasa kental sekali sayaang..", rintih Tante Vivi genit.

Terasa begitu singkat namun begitu melelahkan sesudahnya. Tubuhku seakan lemas tak bertulang begitu 2 semburan terakhir yang merupakan semburan penghabisan, mengakhiri kenikmatan ejakulasiku. mm.., tubuhku seakan terhempas kembali jatuh ke bumi dan lemas tak berdaya.

Aku terbaring letih di atas tubuh Tante Vivi yang baru saja untuk kedua kali kureguk kenikmatan madu manis tubuhnya. Oouuh.., begitu indah rasanya meresapi sisa-sisa kenikmatan ejakulasi yang masih begitu terasa. Batang penisku yang masih terbenam di dalam liang senggamanya yang basah penuh cairan maniku yang seakan telah kehilangan kejantanannya. Loyoo.., Tetapi jepitan hangat daging liang vaginanya itu masih terasa nikmat, seakan mengurut-urut lembut. Kami saling berpelukan mesra, meresapi keindahan akhir persetubuhan yang sangat melelahkan namun penuh dengan sejuta kenikmatan yang tiada bandingnya di dunia ini. Kedua buah dadanya yang besar montok menekan lembut dan terasa begitu kenyal dan padat di dadaku yang bidang. Jemari kedua tangan Tante Vivi mengusap pelan dan sesekali memijit-mijit mesra pinggul dan bokongku yang terasa letih dan pegal. Mulut kami bercumbu hangat saling mengadu bibir seolah saling menukar kenikmatan.

"Mm cuupp.., cupp.., Ar.., kau benar-benar doyan seks yaa..", bisk Tante Vivi gemas sambil berulang kali membalas kecupan bibirku yang masih bernafsu.
"Cupp.., entahlah Tante..", bisikku lembut. Pertanyaan sederhananya itu seolah menyadarkanku kembali. Akal sehatku seakan kembali normal dan aahh.., rasa sesal itu kembali datang dan selalu saja datang dikala aku telah tuntas mereguk semua keinginan nafsu birahiku ingin rasanya kedua mata ini menangis mengapa aku begitu lemah dengan nafsu syahwatku sendiri.

Semenit kemudian.
Aku bergulir turun dari atas tubuh Tante Vivi, alat kejantananku yang mulai lemas mengecil seakan tercabut dari dalam liang vaginanya yang sempit hangat. Ia merintih kegelian.
Sejenak aku termenung.., memikirkan semua perbuatanku barusan, begitu lemahnya diri ini dengan yang namanya nafsu birahi. Bagaimana aku harus mempertanggungjawabkan semua ini kepada Selva.., aku benar-benar gila telah berani meniduri tantenya sendiri. Pikiranku seperti buntu memikirkan semuanya itu.
Seakan mengerti apa yang sedang kurenungkan, Tante Vivi mencium mulutku dengan hangat dan mengulum bibir bawahku sejenak. Anehnya aku sendiri tak bisa menolak dan membiarkan semua itu.
"Sudahlah Ar.., Tante mengerti apa yang kamu pikirkan.., ini cuma seks sayang.., tidak ada ikatan apapun diantara kita..,. selain.., seks..", bisiknya lembut menenangkanku.
Mau tak mau aku tersenyum letih.
"Yaah.., Tante..", jawabku pendek. Bingung!
"mm.., kita akan melakukannya lagi khan Sayaang..", bisiknya kembali terus terang tanpa rasa sungkan lagi, sambil mengelus pipiku mesra.
Aku tak menjawab.., dan hanya bisa mengeluh dalam hati.., aku sudah keranjingan seks.., bagaimanapun nantinya.., kalau Tante Vivi menginginiku lagi, aku pasti menidurinya demi sekedar kenikmatan sesaat. aahh.., aku mengeluh pendek.

Tamat