Aku ambil perawanmu!

Cerita ini merupakan cerita tentang kehidupan seorang gadis muda bernama Anita. Gadis yang saat ini berumur 26 tahun yang berparas cukup menarik walaupun tidak secantik Agnes Monica tetapi tetap saja dia seorang wanita yang cantik. Kulit kuning langsat yang cenderung bewarna putih membuatnya semakin terlihat lebih menarik dibanding teman sekantornya. Tinggi badannya 155 cm dengan berat badan 47 kg memang bukan ukuran yang pas, walaupun bertubuh relative pendek untuk ukuran proporsional tetapi penampilan dan wajahnya sudah menghapus seluruh kesan itu.
“Anita…hai Anita. Tunggu aku!” seru seorang perempuan dari belakang yang kemudian berlari-lari mengejar Anita yang kala itu memang sedang terburu-buru masuk kedalam kantor. Anita berkantor disebuah perusahaan swasta asing yang terletak di kota Solo. Dia menjadi staff junior di perusahaan itu.
“Hu…uh. Cepat amat sih langkahmu.” Gerutu temannya yang bernama Elisa yang biasa dipanggil Lis atau Elis.
Anita tertawa, “Sorry, aku takut kalau telat absen. Kemaren khan ada karyawan yang sempat kena semprot bos gara-gara telat 5 menit.” Jelas Anita yang kemudian mengambil kartu absennya.
Eisa tetap cemberut, “Halah…alas an aja nih. Lagipula tuh anak khan di semprot gara-gara telatnya selama 1 bulan nonstop. Wajar lah.” Balas Elisa tak mau kalah. Anita hanya terdiam sambil tertawa kecil melihat tingkah teman satu levelnya itu cemberut.
“Eh Nit. Kabarnya kamu sedang dekat dengan cowok yang namanya Agung, anak dari kantor sebelah.” Kata Elisa saat mereka menuju toilet untuk merapikan pakaian.
Anita sedikit kaget namun cepat menguasai keadaan, “Agus mungkin, bukan Agung, emangnya kenapa?” balas Anita sambil merapikan rambutnya di toilet kantor.
E
lisa terdiam sejenak lalu berkata lagi, “Jadi rumor itu emang benar yah? Wah bukannya kamu udah punya pacar? Tuh si Frans yang pernah kamu kenalin ke aku itu khan pacar kamu.” Tukas si Elisa.
Anita sekarang yang terdiam. “Dekat khan bukan berarti pacaran Lis. Kami dekat cuman sebagai teman kok. Lagipula dia teman curhat yang menyenangkan bagiku. Walaupun baru 2 bulan kenal tapi sudah enak diajak curhat.” Sahut Anita berusaha membela diri.
Elisa manggut-manggut dan nampaknya sudah tidak meneruskan perihal hubungan temannya itu dengan pria lain, walaupun didalam hatinya mungkin dia tidak percaya akan alasan yang dikemukakan Anita.
Sore harinya saat mereka pulang kerja, tampak seorang pria sudah siap menjemput Anita dengan motor bebeknya di halaman perkir kantor. “Nit. Ayo!” ucap pria itu yang ternyata bernama Agus, karyawan yang kerja di kantor sebelah kantor tempat Anita dan Elisa bekerja. Elisa yang melihat itu hanya geleng-geleng kepala.
Didalam hatinya dia pasti berpikir kenapa pria itu selalu menjemput Anita tiap pulang kantor jika tidak ada apa-apa diantara mereka.
Didalam perjalanan pulang, Agus mengatakan kepada Anita bahwa dia harus ke Jogja besok malam karena ada urusan kantor yang harus diselesaikan, kebetulan Agus ini memang sering dinas keluar tiap akhir pekan. Anita mengangguk mengerti.
“Gimana kalo kamu ikut aku aja ke Jogja. Besok khan hari Sabtu, kamu khan libur. Malamnya kita bisa jalan-jalan.” Agus menawarkan untuk melewatkan malam minggu bersamanya.
Anita agak ragu, “Nggak usah lah mas. Gak enak kalo diliat orang.” Dia mencoba mengelak dengan alasan sekenanya.
Namun Agus tidak menyerah sampai disitu saja.dia terus melancarkan rayuannya kepada gadis cantik ini. “Emang siapa yang tahu? Lagipula kalau yang lain tahu juga emang ada apa? Toh kita khan gak ganggu mereka Nit. Kamu ikut aja yah.” Rayu pria ini lagi,
Anita berpikir lagi mencoba untuk menolak ajakan Agus namun dalam hati dia juga ingin untuk jalan-jalan bersama pria ini, sejujurnya dia tidak peduli karena dia tahu kalau hubungan mereka berdua hanya sebatas teman dekat, namun karena dia sudah berkomitmen dengan Frans, mau tak mau dia juga harus menjaga diri agar tidak terjadi sesuatu yang nantinya membahayakan komitmen mereka tersebut.
“Aku tahu kalo kamu sebenarnya juga ingin ikut tapi takut kalau ntar pacarmu tahu. Kita khan gak ngapa-ngapain Nit. Nyantai aja lagi. Lagipula kamu khan udah lama pengen ke Jogja tetapi tidak pernah kesampaian soalnya pacarmu jauh. Lah kalau nungguin dia ngajak kamu kan kelamaan Nit. Udah sekali ini aja khan. Kamu khan juga butuh hiburan, kalau di kost terus juga bakalan bosan.” Bujuk Agus kepada Anita.
Anita akhirnya setuju walaupun dalam hatinya masih tersimpan keraguan yang mengganggu batinnya. Dia memang belum tahu kalau keputusannya ini akan berdampak besar nantinya.
Hari berikutnya tepat jam 2 siang, Agus menjemput Anita dengan motornya. Di sekilas memandang Anita dalam-dalam yang saat itu mengenakan jaket warna pink. Dia terlihat manis sekali dengan rambutnya yang sebahu itu.
“Ayo. Kamu udah siap khan?” tanya Agus kepada Anita sambil memegang-megang tas punggung kecil Anita. “Bawa apa aja emangnya?” tanyanya lagi.
Anita cumin tersenyum kecil, “Ada aja. Yuk kita jalan sekarang! Ntar kamu terlambat lagi.” Sahutnya.
Lalu mereka berdua berboncengan menuju kota gudeg Jogja.sekitar jam 4 sore mereka sampai di kantor yang dituju oleh Agus. Setelah menunggu selama 30 menitan akhirnya urusan kantor selesai, ternyata Agus hanya ditugasi untuk menandatangani berkas dan melakukan pengecekan terhadap kondisi pengiriman barang, maklum dia memang bekerja di perusahaan distribusi.
“Nah sekarang kita kepantai aja yuk, mumpung masih sore.” Kata Agus lalu menggandeng Anita untuk menuju pantai dengan motornya lagi.
Detik demi detik berlalu, tak terasa sudah malam menjelang. Anita masih merasakan ke asyikan deburan ombak yang menjemput kakinya, berlarian dan bercanda dengan Agus di pantai. Sekarang mereka sudah berada di kawasan Malioboro, setelah makan malam mereka menyusuri jalan Malioboro untuk mencari baju dan cinderamata khas Jogja. Tampak senyum riang nampak dari bibir Anita yang merah muda itu. Gadis ini benar-benar menikmati tiap detik yang dia rasakan kala itu, sejenak stress beban pekerjaannya tiba-tiba lenyap berganti dengan kesenangan.
“Wah udah malam nih. Kita pulang aja sekarang yah mas.” Ajak Anita kepada Agus. Lalu Agus menyetujuinya walaupun dia sebenarnya masih ingin berjalan-jalan ditempat itu.
Saat Agus mencoba menyalakan motornya, ternyata motor tersebut tidak mau menyala. Setelah berulang kali pria ini mencoba tetap tidak berhasil. “Maaf yah Nit motorku tidak mau menyala nih. Atau gini aja, kamu aku antar pakai becak ke halte bus terdekat lalu kamu pulang sendiri ke Solo, aku mau mencari bengkel yang buka didekat sini biar motorku diperbaiki.” Kata Agus kepada Anita yang nampak sudah gelisah.
“Hah. Lho nanti mas Agus kalau gak ketemu bengkelnya gimana?” sahut Anita tidak enak terhadap pria ini.
“Yah paling nginep sini Nit. Mau gimana lagi. Aku khan nggak mungkin meninggalkan motorku disini. Kalau sampai hilang khan bisa kacau.” Kata Agus sambil berusaha menyalakan motornya lagi.
“Ya udah kita tungguin bersama aja. Aku gak tega ninggalin mas Agus sendirian disini lagipula aku khan tadi juga ikut bagian senang-senangnya, masa bagian susahnya aku gak mau tahu.” Tukas Anita tetapi tetap saja dia gelisah sambil mencari alternatif lainnya.
Sampai akhirnya pukul 9 malam mereka tidak menemukan bengkel didekat tempat itu.
Lalu Agus mengatakan kalau sebaiknya mereka mencari tempat untuk menginap saja karena sudah malam dan tidak baik jika harus duduk-duduk tidak jelas di pinggir jalan. Dengan berat hati akhirnya Anita menyetujuinya dan jadilah mereka berdua mencari tempat penginapan yang murah didekat tempat itu. Agus mengatakan akan masuk duluan untuk mencari tahu apakah masih ada kamar kosong ketika mereka menemukan sebuah penginapan. Setelah 4 kali mencoba akhirnya mereka menemukan sebuah penginapan yang masih memiliki kamar kosong.
“Nit. Disini ada kamar kosong, tapi karena malam minggu maka kamar yang kosong cumin satu aja. Gimana nih?” Agus menjelaskan kalau selain di penginapan itu tidak ada penginapan lain yang kosong.
“Hah. Trus gimana donk. Masa kita harus nginep sekamar berdua mas?” Anita bertambah panik saja. Dia takut kalau terjadi sesuatu walaupun selama ini Agus selalu menjaga tingkah lakunya dihadapan Anita. “Tempat tidurnya ada berapa?” tanyanya lagi.
Agus mendekat, “Nah itulah yang jadi soal, tempat tidurnya tinggal satu tapi besar. Mau gimana lagi, kita udah kemana-mana nyari tapi tidak ketemu yang bagus. Lagipula sekarang sudah terlalu malam untuk keluyuran, dari pada nanti dijalan kenapa-kenapa khan kita juga yang repot.” Sakut Agus mencoba menenangkan Anita, dia tahu kalau teman perempuannya itu kebingungan.
Akhirnya walaupun dalam hatinya Anita rikuh dan tak mau tapi karena tidak ada jalan lain mereka mau tak mau menginap satu kamar juga di Jogja. Kamar yang mereka inapi hanya seukuran 3×4 meter dengan kamar mandi dalam yang kecil namun cukup bersih karena terawat. Tempat tidur ukuran besar cukup untuk menampung tubuh 3 orang, sepertinya Anita bisa bernafas sedikit lega karena dia tidak perlu berhimpitan dalam hal tidur bersama dengan temannya itu.
“Nit aku mandi dulu yah?” kata Agus yang kemudian menuju ke kamar mandi didalam kamar itu selang sejenak kemudian terdengar suara deburan air yang diiringi dengan siulan suara Agus, terlihat riang sekali. Dalam hati Anita geli juga melihat kelakuan Agus temannya itu.
Setelah selesai mandi kemudian Agus mempersilakan Anita untuk giliran mandi. Dara cantik ini membuka pakaiannya satu demi satu didalam kamar mandi, tak butuh waktu lama akhirnya dia telanjang bulat didalam kamar mandi tersebut. Buah dadanya yang putih mulus sedikit demi sedikit tersiram air dingin kamar mandi tersebut.
Segar rasanya setelah capek seharian jalan-jalan akhirnya dia dapat melepas penatnya dengan guyuran air yang menyegarkan itu. Saat dia akan menggapai pakaiannya di gantungan baju, tiba-tiba gantungan tersebut copot dan seluruh bajunya basah semua jatuh kelantai kamar mandi. “Aduh!” pekik Anita kaget dan panik.
Agus dari luar menyahut, “Ada apa Nit? Kamu nggak apa-apa khan?” serunya dari luar kamar mandi.
“Gantungan bajunya copot, pakaianku jatuh kelantai dan basah semua nih. Gimana dong?” Anita panik karena pakaian gantinya sudah basah waktu digunakan dipantai tadi dan penuh pasir, jelas tidak mungkin untuk digunakan. Sementara pakaian yang sekarang jauh lebih basah lagi dan tidak mungkin juga untuk digunakan.
“Kamu pakai handuk dulu aja. Kotor nggak? Kalo Cuma basah kita tunggu sampai kering dulu, dijemur di gantungan luar dibalik pintu kamar kita.” Kata Agus mencoba menenangkan.
Anita mau tak mau dia mengikuti saran dari Agus karena kalau dia nekat yang terjadi malah dia bakalan kedinginan dan terancam masuk angin nantinya. Akhirnya walaupun dengan terpaksa, Anita menggunakan handuk besar untuk menutupi tubuh telanjangnya yang setengah basah itu. Untungnya handuk tersebut cukup besar untuk menutupi tubuh bugilnya, walaupun bagian bawahnya mepet dan memperlihatkan separuh paha mulus putihnya sementara bagian atas hanya menutupi bagian payudaranya saja sementara bagian atas payudaranya masih terbuka. Dengan rikuh akhirnya dia berjalan keluar, Agus yang melihat pemandangan itu berusaha untuk menutupi rasa malunya terhadap Anita.

Beberapa saat kemudian Anita menggantungkan pakaiannya yang basah itu ke gantungan baju dibalik pintu kamar mereka. Malu juga baginya ketika menjereng celana dalam dan bra miliknya yang satu set bewarna merah bergaris hitam itu didepan Agus.
Lalu Anita duduk disebelah Agus dan mencoba memulai percakapan walaupun akhirnya mereka berdua sama-sama rikuh. Setiap kali pandangan Anita menuju ketempat lain, Agus sesekali mencuri pandang ke arah tubuh molek Anita terutama di bagian paha putihnya yang sedikit tersingkap karena duduk dan dibagian dadanya.
Obrolan mereka lama-lama merembet keurusan yang lebih pribadi termasuk saat Agus menceritakan kalau dia barusaja putus dengan gadis yang telah dipacarinya selama 3 tahun. Dia merasa dikhianati karena ternyata gadis yang dipacarinya itu telah dijodohkan oleh orang tua sang gadis untuk menikah dengan seorang eksekutif muda yang lebih mapan hidupnya dibandingkan dengan Agus sendiri.
Anita mencoba menghibur Agus sekaligus merasa simpatik dengan penderitaan cinta yang Agus alami saat itu. Kemudian gadis ini gentian bercerita tentang kekasihnya yang bernama Frans. Mereka telah berpacaran selama 5 tahun sejak mereka pertama kuliah hingga lulus dan sekarang Anita bekerja di perusahaan yang sekarang, sementara Frans bekerja di Jakarta sebelum akhirnya dipindah ke Surabaya. Dengan jarak yang jauh itu membuat komunikasi mereka berkurang drastic, dulu yang waktu masih pacaran mereka masih bisa setiap hari bertemu, sekarang sudah tidak dapat lagi.
Sesekali terjadi pertikaian antara mereka berdua karena sikap keduanya yang kadang tidak mau mengalah satu dengan lainnya. Anita ingin selalu diperhatikan semetara Frans sendiri terbilang sibuk dengan pekerjaannya 6 hari seminggu dari pagi hingga menjelang malam. Sementara Anita sendiri yang jam kerjanya lebih longgar kadang kala juga malas memulai menghubungi Frans kekasihnya karena ada saatnya dia menginginkan untuk dihubungi lebih dulu. Setidaknya dengan cara seperti itu membuatnya menjadi merasa lebih diperhatikan oleh Frans.
3 bulan terakhir ini memang Frans jarang menhubungi Anita walaupun hanya sebatas telepon atau SMS. Anita sendiri kadang merasa kesepian dengan menghilangnya Frans dari kehidupannya karena dia sangat mencintai pria tersebut. Bahkan di telepon terakhir mereka berdua bertengkar cukup hebat karena Frans menganggap Anita sudah tidak mempunyai waktu untuknya karena selalu tidak mengangkat telepon darinya selama hari-hari terakhir ini padahal Anita sendiri saat itu memang sedang tidak dalam kondisi dapat menerima telepon dengan leluasa karena bekerja, mandi ataupun sedang keluar dengan teman. Hasilnya Frans malah menuduh Anita ada main dengan pria lain sementara Anita sendiri yang merasa sakit hati mendengar tuduhan itu membalas dengan tidak kalah kerasnya, dia sendiri juga menganggap Frans sudah tidak perhatian lagi padanya karena tidak pernah ada waktu untuk ke kota tempat dia bekerja sekarang sekedar untuk mengunjunginya, terakhir dia berkunjung adalah satu setengah bulan yang lalu.
Hasil akhir dari pertengkaran itu adalah sebuah kerugian bagi keduanya. Baik Frans maupun Anita sama-sama tidak mau mengalah satu dengan yang lain sampai pada akhir percakapan telepon itu.
Anita lalu menitikkan air mata walaupun dia berusaha untuk tidak menangis dihadapan temannya itu kala menceritakan perihal pertengkarannya dengan sang pacar. Namun air mata dara cantik ini terus menetes berderai membasahi pipinya yang putih merona merah itu. Agus-pun langsung membelai rambut Anita sembari memberikan kata-kata penghiburan bagi temannya itu.
Anita menoleh kearas Agus sambil tersenyum, “Maaf ya mas. Aku malah jadi cengeng gini.” Ucap Anita perlahan sambil berusaha menahan tangisnya.
Agus tersenyum sambil memegang tangan Anita dan memainkan jari-jari lentik gadis ini. “Udahlah. Tidak apa-apa lagi Nit. Wajarkan kalau lagi sakit hati terus nangis, itu bukan cengeng kok…lumrah.” Katanya mencoba menghibur Anita.
“Makasih yah mas udah mendengarkan curhatku. Aku nggak tahu harus membicarakan sama siapa lagi karena di keluargaku tidak ada yang bisa diajak ngomong.
Di kantor aku juga tidak leluasa untuk berbicara walaupun dengan Elisa.” Kata Anita sambil menyapu air mata dari pipinya.
Agus tertawa kecil, “Nggak apa-apa lagi Nit. Daripada nanti disimpan dalam hati bisa jadi penyakit. Hehehe…” kata Agus lagi.
Anita merengut, “Kok malah tertawa sih…jahat.” Gadis cantik ini mulai sedikit merajuk manja. Walaupun dimatanya tingkahnya itu hanya bermaksud menganggap Agus sebagai kakaknya karena usianya lebih tua tetapi dimata Agus tingkah Anita itu telah membuat hatinya berdebar kencang.
Anita kemudian mencubit pinggang Agus dengan gemasnya karena tawa Agus barusan, sementara pria itu berusaha menghindar dengan terus tertawa kecil seolah menertawakan Anita. Saat keduanya asyik bercanda, tanpa sadar handuk Anita terlepas ikatannya dan saat itu posisi Anita tepat berhadapan dengan Agus diatas ranjang besar itu.
Kontan saja buah dada Anita langsung terpampang jelas didepan Agus. Buah dadanya yang putih mulus dengan puting bewarna coklat muda itu telah sedikit mengeras mungkin karena hawa dingin. Agus sendiri terkesima dengan pemandangan syur didepannya itu.
Anita berteriak dan bergegas mengangkat handuknya untuk menutupi tubuh bugilnya namun kedua tangannya keburu dicekal tangan Agus. Seolah tak percaya, pandangan
Anita menatap lurus ke mata Agus, dimana pria itu mendekatkan wajahnya ke wajah Anita dan beberapa detik kemudian bibirnya mendarat di bibir mungil Anita dengan mesranya. Tangan yang sebelumnya mencekal tangan Anita sekarang sudah berganti memeluk tubuh Anita dengan melingkarkan salah satu tangannya dibalik punggung gadis cantik ini sementara tangan satunya masih mencekal tangan Anita.
Anita berusaha untuk menyadarkan dirinya dan memberontak tetapi entah kenapa tenaganya seolah-olah hilang ditelan malam. Bahkan dia membiarkan bibirnya dipagut oleh bibir Agus yang dia anggap sebagai temannya itu sementara itu tangan pemuda ini entah disengaja atau tidak bersenggolan dengan payudara Anita yang menggantung bebas itu.
Seolah sedang tersengat aliran listrik, dia tersadar. “Mas. Jangan aku sudah punya pac…ufff.” Belum sempat Anita meneruskan kata-katanya, mulutnya sudah disumpal dengan ciuman dari Agus lagi. Kali ini tangan pemuda itu sudah berani menyentuh payudara Anita dan meremasnya dengan penuh nafsu. Hilang sudah sopan santun yang selama ini dia jaga didepan sang gadis itu.
Sedikit demi sedikit perlawanan Anita goyah juga. Masih dalam posisi duduk ditengah ranjang itu akhirnya dia membiarkan tubuhnya menjadi obyek pelampiasan seksual Agus. Anita mulai membalas ciuman dari Agus dan mereka berdua saling melumat bibir satu sama lain. Terang saja Agus menganggapnya sebagai lampu hijau dan lebih berani meneruskan aksinya. Kali ini dia sudah menggunakan kedua tangannya untuk meremas-remas payudara Anita.
Gadis ini sebelumnya berusaha menyingkirkan tangan Agus dari dadanya namun sekarang malah seolah meminta agar Agus lebih agresif dalam meremas payudaranya yang indah itu.
Agus lalu mencopoti seluruh pakaiannya termasuk celana dalamnya sehingga mereka berdua benar-benar bugil seluruhnya.
Anita terkesiap melihat penis Agus yang besar, selama ini dia hanya sekali melihat penis secara langsung yaitu penis pacarnya Frans tiap kali mereka peting dikamar kost sewaktu mereka masih kuliah. Walaupun peting tapi keduanya belum pernah melakukan hubungan intim karena Anita selalu mencegah Frans tiap kali pemuda itu berusaha memasukkan batang kejantanannya ke dalam vagina Anita. Saat itu dia menganggap penis Frans sudah besar dan membuatnya merinding tetapi setelah melihat milik Agus membuatnya menjadi berpikir lain. Batang kemaluan Agus memang sedikit lebih lebar diameternya tetapi yang jelas lebih panjang dari Frans setidaknya sekitar 3-4 centimeter lebih panjang walaupun tidak sekeras milik Frans.
Agus lalu mengarahkan Anita untuk tiduran sementara dia meninduh dara cantik ini untuk menciuminya, mencumbunya habis-habisan. Seluruh tubuh Anita tak ada yang luput dari ciuman, kecupan, jilatan lidah Agus tentu saja yang utama adalah payudaranya yang putih mulus itu. Buah dada Anita berukuran 34 B memang tidak terlalu besar namun proporsional dan kencang, bentuknyapun menggairahkan.
“Akhhh…mas.” Desah Anita tiap kali puting susunya terkena jilatan lidah Agus ataupun kuluman bibir pria itu. Tubuh Anita dibuat kelojotan oleh serangan tanpa henti dari Agus yang membombardir tubuh dara manis itu dengan rangsangan birahi.
Agus lalu sedikit tersentak ketika dia merasakan batang kemaluannya aneh. Ternyata tangan lentik Anita sudah menggenggam batang penis Agus yang sudah menegang dan berliur itu dan kemudian mengocoknya perlahan. “Kok kamu udah ahli Nit? Udah sering yah gituan?” goda Agus sambil mempermainkan puting susu Anita.
Anita hanya tersenyum kecil sambil malu-malu. Mendapat cumbuan tanpa henti dari Agus membuatnya mengalami orgasme. Kedua pahanya mengempit salah satu paha kaki Agus dengan erat dan kemudian keluarlah sedikit cairan cinta dari dalam vagina gadis ini. Anita menjadi malu karena dia telah menunjukkan suatu reaksi yang seharusnya hanya diperlihatkan pada pasangan resminya, setidaknya sejauh ini hanya Frans yang pernah melihat hal ini.
Agus lalu menuju kebagian bawah tubuh Anita dan mencoba membuka paha gadis cantik itu. “Mas jangan. Aku masih perawan.” Cegah Anita ketika penis Agus sudah digesek-gesekkan diantara bibir luar vagina Anita.
“Kamu masih perawan? Kukira kamu udah pernah Nit. Maaf yah…aku nggak tahu.” Kata Agus yang kemudian mengurungkan niatnya untuk melakukan penetrasi.
Anita yang melihat raut muka kecewa Agus merasa tak tega karena dia tahu kalau pria itu sudah menahan rasa gairah untuk menggapai kepuasannya. Akhirnya Anita melakukan keputusan yang benar-benar tidak dipercayai bahkan oleh dirinya sendiri. Dia mendekati Agus yang masih dalam posisi terlentang disampingnya lalu meraih batang kemaluan pria tersebut dan memasukkan kedalam mulutnya. Anita melakukan oral seks/ blow job kepada Agus yang selama ini hanya dia anggap sebagai teman biasa.
“Nit.” Agus terkesiap dan berusaha bangkit keposisi duduk perlahan. Dia tak menyangka kalau gadis itu bakalan mengoral batang penisnya tersebut. Anita sendiri selama ini hanya pernah melakukan blow job kepada Frans kekasihnya.
Dengan perlahan dan telaten, Anita memaju mundurkan bibirnya untuk memblow job penis Agus yang besar panjang itu sambil sesekali tangannya mengocok pelan pangkal batang kemaluan pria tersebut atau membelai lembut kantong zakarnya.
Agus belingsatan mendapatkan mouth service dari Anita ini, apalagi ketika lidah dara manis itu melibas ujung kemaluannya yang sudah berliur itu. Agus tak dapat menahan diri lagi untuk mendesah. Dia tak tahan mendapatkan perlakuan istimewa ini dari gadis yang baru dikenalnya selama 2 bulan ini.
Saat Anita sedang berkonsentrasi untuk memuaskan Agus dengan melakukan oral seks kepada penis pria tersebut, terdengar suara SMS masuk dari handphone-nya. Dia sekilas melihat ke HP tersebut yang tergeletak diatas ranjang tempat dia mencapai kepuasan bersama pria selingkuhannya itu.
Tetapi pandangannya kembali menuju ke Agus yang sudah berlutut dihadapannya ketika penis pria itu masih dalam mulut mungilnya. Agus mendesah agak keras lalu kedua tangannya menekan kepala Anita agar lebih melesakkan batang kemaluannya kedalam rongga mulut Anita. Tubuhnya mengejang keras dan Anita tahu benar kalau itu tanda-tandanya bahwa seorang pria akan mencapai orgasmenya, dia lalu berusaha mencabut penis Agus yang masih dihisapnya lalu tepat saat penis itu keluar, dari ujung penis Agus keluar muntahan laar kenikmatan yang cukup banyak memancar membasahi payudara Anita. Cairan sperma Agus menutupi buah dada Anita dalam sekejap bahkan ada beberapa tetes yang sempat keluar di dalam mulut Anita ketika gadis itu berusaha melepaskan penis Agus dari dalam mulutnya.
Beberapa saat kemudian mereka berdua terjatuh rebah terlentang diatas ranjang besar itu. Agus masih menikmati rasa kenikmatan yang beru saja dia capai bersama dengan Anita. Sementara itu Anita berusaha melupakan kalau dia baru saja menelan cairan sperma Agus walaupun jumlahnya sangat sedikit. Bahkan dia masih sempat mengocok penis pria itu secara spontanitas sehingga penis itu kembali menegang.
Entah setan apa yang merasuki Agus, tiba-tiba pria itu kembali menindih tubuh mungil Anita. Anita yang sudah lemas karena melakukan oral seks selama hampir setengah jam sudah tidak punya tenaga untuk melawan. Dia berusaha protes dari mulut tetapi tidak ada gunanya. Sepertinya Agus sudah menginginkan kepuasan dari lubang lainnya yang ada ditubuh Anita.
Dia sadar apa yang akan dilakukan Agus kepadanya ketika kedua pahanya berhasil dibuka oleh Agus yang kemudian mengarahkan batang kemaluannya yang panjang itu kearah vagina Anita. Batang penis itu lalu membelah bibir vagina Anita yang diiringi dengan rintihan Anita menahan rasa sakitnya.
Penis itu mengalami hambatan ketika berusaha menyeruak rongga vagina Anita lebih jauh lagi. Hanya separuh batang kemaluan itu yang berhasil bercokol didalam liang kewanitaan Anita karena memang vagina gadis ini masih sangat sempit. Anita meringis menahan rasa sakit yang hebat ketika Agus kembali melesakkan penis besarnya kedalam vagina sang gadis.
“Masss…sakit! Udah mas! Hentikan, aku masih perawan mas…” seru Anita namun tidak digubris oleh Agus lagi. Bahkan pria itu lebih keras merobek selaput dara vagina Anita dengan penis panjangnya.
Setelah beberapa menit berusaha, akhirnya Agus berhasil juga melesakkan seluruh penisnya kedalam vagina Anita. Dia lalu mengatur nafasnya dan menghimpun tenaganya lagi lalu mendekap tubuh mungil Anita yang dia tindih.
Anita sadar kalau dia sudah tidak perawan lagi ketika Agus berhasil menjebol seluruh pertahanannya dan merobek selaput dara miliknya. Keperawanan yang selama ini dia jaga bahkan dari pacarnya yang dia cintai sekalipun telah direngut oleh teman yang baru dia kenal selama 2 bulan, ironisnya dia sendiri tak mampu menolak dan mencegah hal itu terjadi.
Air mata Anita meleleh membasahi pipinya yang sudah sedikit basah keringat itu. Terbersit rasa bersalah dari dalam diri Agus namun apa daya, dia sendiri tidak mampu menahan hawa nafsunya. Rasa bersalahnya pupus ketika dia merasakan sensasi luar biasa dari penisnya yang kala itu sudah berada didalam liang vagina Anita. Batang kejantanan kebanggaannya itu sekarang terasa seperti dipijat-pijat lembut oleh denyut vagina Anita dan itu membuatnya merasakan sensasi kepuasan tiada tara walaupun dia belum mencapai orgasmenya di vagina gadis itu.
“Maaf ya Nit. Aku sudah tidak tahan lagi tadi. Aku tidak akan menyia-nyiakan kamu, aku janji.” Kata Agus lalu dia mulai memompa tubuh Anita yang sudah lemas tak berdaya. Anita hanya dapat melihat raut muka Agus yang keenakan ketika pria itu menyodokkan penisnya terus menerus kedalam vaginanya.
Selang beberapa menit kemudian terdengar suara handphone Anita yang berdering, tanda ada telepon masuk. Walaupun sudah ditolak berulang kali oleh Agus tetapi tetap saja telepon itu kembali berdering. Karena takut kalau HP dimatikan bakal mengundang kecurigaan karena panggilan sebelumnya sudah ditolak/reject, maka Agus menyerahkan HP tersebut kepada Anita. “Mending diterima saja Nit. Biar nggak dicurigai. Nanti kamu yang repot kalo sampai ada yang curiga.” Kata Agus memberikan alasan.
Anita yang kala itu masih dalam keadaan shock karena keperawanannya telah hilang tidak dapat berpikir jernih lagi lalu tanpa piker panjang dia menerima panggilan masuk itu tanpa melihat nomor siapa yang tertera di layar panggil.
“Halo. Nit, kok tadi nggak diangkat sih? Kamu masih marah sama aku?” Anita bagai tersambar petir, ternyata itu adalah suara Frans kekasihnya. Sementara itu tubuhnya sedang disetubuhi oleh Agus ketika menerima telepon dari Frans, bahkan Agus seperti tidak menahan diri dengan terus memompa penisnya diliang kewanitaan gadis yang ditindihnya itu.
“Nit. Kok kamu nggak menjawab? Eh tadi aku SMS juga lho. Blom kamu buka yah?” Frans menghujaninya dengan pertanyaan dengan nada saying, jauh berbeda ketika terakhir mereka bercakap-cakap dengan telepon dimana keduanya sama-sama melontarkan kata-kata dengan nada yang tidak enak didengar.
Anita sesenggukan dan tidak dapat berkata-kata karena dia sadar kalau dia sekarang sedang mengkhianati pacar yang sejatinya sangat dia cintai. Apa reaksi Frans jika pacarnya itu mengetahui kalau saat pacarnya itu sedang menelepon dirinya, ternyata sang kekasih hati sedang didalam tindihan pria lain yang sedang menggaulinya setelah merengut keperawanan yang selama ini begitu dijaga. Ironisnya lagi Anita tidak memberikan perlawanan maksimal dan cenderung membiarkan hal itu terjadi.
Anita merintih ketika penis Agus melesak entah untuk yang keberapa kalinya, tapi kali ini lebih brutal. Sepertinya Agus sudah akan mencapai fase orgasme dan mempercepat pompaannya pada vagina Anita. “Nit, aku mau keluar lagi…akhhh…” desah Agus sedikit keras. Dan begitu selesai desahan Agus itu terdengar, sedetik kemudian tubuh pria itu mengejang lagi dan dari ujung kejantanannya kembali menyembur sperma kental yang membasahi relung kemaluan Anita. Agus lalu ambruk diatas tubuh Anita yang kala itu masih memegang HPnya menerima telepon dari Frans.
“Halo Nit. Tadi suara apa?” tanya Frans lagi. Anita kembali meneteskan air matanya yang sudah mulai mengering. Dia lalu memutuskan panggilan telepon itu dan mematikan HP miliknya itu. Dia kembali dalam kesadarannya sambil merasakan perih di liang kemaluannya dimana penis Agus masih bersarang didalamnya, dia menatap wajah dan tubuh pria yang kala itu masih tengkurap menindih tubuh telanjangnya. Dia masih tak percaya kalau dia mampu melakukan ini semua.
Tangannya lalu meraba kearah bibir vaginanya yang sekarang sudah berubah bentuknya seiring dengan lesakan tonggak terlarang milik pria yang notabene berukuran besar dan panjang. Dia melihat cairan merah darah, darah keperawanannya ketika selaput daranya robek oleh sodokan penis Agus, bercampur dengan cairan putih kental yang lengket hasil orgasme dari pria yang masih menindihnya itu. Dia tidak dapat berpikir apakah dia nanti akan hamil oleh benih pria ini atau tidak. Dia hanya berdoa dan berharap agar dia tidak hamil.
“Nit. Aku menyukaimu. Kalau kamu sampai hamil aku bakal bertanggung jawab Nit.” Ucap Agus menenangkan. Pria itu sejujurnya berharap agar upaya itu berhasil menenangkan hati Anita dan merebut hatinya namun dia tidak tahu bahwa Anita sangat mencintai kekasihnya. Walaupun gadis itu terlambat menyadari sebesar apa cintanya pada Frans, tetapi kala dia menyadarinya itu semua sudah terlambat, dia sudah mengkhianati cinta mereka berdua.
Jauh di Surabaya, Frans tidak dapat tidur memikirkan Anita. Dia khawatir kalau gadis itu masih marah padanya. Dia juga menyesal bahwa dia telah bertengkar dengan Anita. Dia bahkan menulis SMS kepada Anita bahwa dia akan segera mencari kerja baru di kota yang sama dengan kota dimana Anita bekerja sehingga mereka lebih sering bertemu.
Seandainya saja Anita membaca SMS itu segera setelah SMS itu masuk mungkin cerita hidupnya bakalan lain. Ahhh….seandainya saja…