Melanjutkan cerita pengalaman saya yang pertama dengan judul" Pengalaman Pertama Dioral", setelah Mbak Ami mengakhiri untuk tinggal di rumah orang tua saya dan selanjutnya masuk ke asrama Akademi Perawat, sayapun meninggalkan kota Yogya untuk kembali ke Bandung karena masa liburan sekolah sudah berakhir.
Kebetulan pada saat itu, saya mempunyai seorang kekasih teman satu sekolah, nama panggilannya Rin. Dia adalah anak ke 3 dari 8 bersaudara. Rin tinggal di Bandung bersama kakaknya sedangkan orang tua dan adik-adiknya menetap di luar Jawa. Selama berpacaran dengan Rin, saya belum pernah melakukan seperti apa yang saya lakukan dengan Mbak Ami di Yogya. Paling maksimal saya hanya mencium pipi atau kening Rin, itupun saya lakukan jika ada acara khusus.
Seperti biasanya, karena usai sekolah sore hari maka saya mengantarkan Rin pulang ke rumahnya di daerah Bandung Barat. Biasanya setelah sampai dirumah Rin saya langsung pulang, tapi hari itu saya sengaja untuk masuk dulu ke rumah Rin.
"Kamu mau saya temanin dulu apa nggak?" tanya saya kepada Rin.
"Temanin yach.., besok khan tanggal merah, lagian kakakku lagi nonton di luar", jawab Rin dengan ringannya.
"Ok, kalau gitu mobilnya saya masukin ke carport aja, nggak usah diparkir di jalan", balas saya sambil membuka pintu pagar rumahnya.
Setelah memasukkan mobil, saya terus masuk ke ruang tamu dan duduk. Tidak begitu lama Rin ke ruang tamu sambil membawa teh hangat untuk saya.
"Aku ganti baju dulu, kamu minum dech" kata Rin kepada saya.
"Iya, aku nunggu di sini aja lah, kamu jangan lama-lama ganti bajunya" kata saya.
Tidak begitu lama, Rin telah kembali dengan menggunakan kaos dan celana pendek. Dia duduk di samping saya, begitu saya perhatikan ternyata satu kancing bagian atas kaosnya dibuka. Hal itu menimbulkan rangsangan untuk mencumbunya.
"Rin, kakakmu kira-kira pulang jam berapa" tanya saya.
"Yach.. Paling juga jam 10 an sampai rumah, kenapa?" tanya Rin kepada saya.
"Nggak.. Ya berarti masih ada waktu cukup" sahut saya lagi.
"Emang.. Mau apa?" tanya Rin menyelidik
Kemudian saya menarik badan Rin untuk bersandar di badan saya dan saya tanya," Boleh saya cium kamu?"
Tanpa menunggu jawaban dari Rin, saya sudah mendaratkan bibir saya di bibirnya. Uch.. Rin pun membalas ciuman saya ini dan dia juga membuka mulutnya dengan maksud agar lidahnya bisa menggapai lidah saya.
"Rin.. Aku sayang sama kamu" kata saya seraya menghentikan untuk sesaat ciuman di bibirnya.
"He.. Eh, aku juga" balas Rin sambil terus menggigit bibir dan lidah saya.
Sambil mencium, tangan saya juga sudah mulai mengelus punggungnya dan kemudian bergeser ke lengannya dan berhenti sejenak di sekitar ketiaknya. Tangan Rin pun semakin kencang memeluk badan saya, kelihatannya Rin sudah terbawa emosinya dan dia juga kelihatannya menikmati ketika saya mulai mencium belakang telinga dan lehernya.
"Shh.. Ach.. Ko, geli" desah Rin sambil ke dua tangannya memegang kepala saya.
"Rin.., suka ya..?" tanya saya sambil terus menciuminya dan tangan saya mengelus-elus lengannya.
Ciuman saya dari leher kemudian turun ke bagian bawah leher dimana kancing kaosnya sudah terbuka satu. Hanya sebentar ciuman saya di daerah itu, kemudian ciuman saya geser lagi ke bibirnya. Sambil berciuman, saya pindahkan tangan saya ke buah dadanya dan saya usap-usap dari luar kaosnya dengan sekali-kali saya remas.
"Ko.. Jangan.. Sakit" bisik Rin sambil kepalanya mendongak ke atas.
Tangan sayapun terus mencoba untuk masuk melalui kancing yang telah terbuka dan langsung menyusup ke dalam cup bra nya.
"Ach.." desah Rin, sambil tangannya ikut memegangi tangan saya, ntah maksudnya melarang atau mempertahankan tangan saya untuk terus mengolahnya. Tetapi.., setelah beberapa saat saya meremas buah dadanya, tiba-tiba..
"Plak.." tangan Rin pun menampar pipi saya.
Kaget juga saya dengan tamparan dia itu, saya pikir saking enaknya di remas buah dadanya sehingga dia menjadi begitu tenyata sebaliknya, dia kaget karena diremas-remas buah dadanya.
"Kamu.. Ngapain Ko.." tanya Rin kepada saya.
"Ech.., kenapa kamu nggak mau" saya balik bertanya.
"Iya.. Jangan nggak boleh khan" balas Rin.
"Ya sudah.. Maaf ya" kata saya sambil kemudian saya membetulkan duduk saya.
Untuk beberapa saat kami berdua terdiam, mungkin Rin menyesali apa yang baru saja terjadi dan saya menyesali karena apa yang saya rencanakan tidak terpenuhi padahal penis saya sudah mengeras karena terangsang. Dengan berat hati, saya akhirnya minta ijin untuk pulang.
"Kamu kesel yach.. Saya nggak mau" tanya Rin kepada saya.
"Nggak, kenapa, saya tidak mau memaksa khok" jawab saya kemudian.
"Ko.., saya sayang sama kamu tapi saya belum bisa untuk menerima apa yang tadi kamu lakukan dan jika hal itu kita lakukan pasti ingin mengulang terus" begitu penjelasan Rin kepada saya.
"Nggak apa-apa khok, nggak usah kamu pikirin lagi dech Rin" balas saya sambil berdiri untuk pulang.
"Saya pulang ya dan maaf soal tadi" kata saya kepada Rin, kemudian saya kecup keningnya.
"Iya dech hati-hati nggak usah ngebut" kata Rin.
Setelah kejadian malam itu, hubungan saya dengan Rin tetap berlangsung terus dan paling maksimal saya hanya mengecup bibirnya sebentar tanpa ada aktivitas lainnya. Tidak terasa hubungan kami sudah mencapai 2 tahun dan kami berdua lulus dari SMA di Bandung. Saya melanjutkan ke salah satu perguruan tinggi terkenal di Yogya dan Rin kuliah di Bandung. Kami hanya berkomunikasi dengan telepon atau surat dan bertemu jika masa kuliah sedang libur dan tidak terasa telah lebih dari 1 tahun kami berhubungan jarak jauh.
Sampai suatu malam, sehabis kuliah saya dibonceng oleh teman kuliah saya yang bernama Ipin melintas dikawasan Malioboro biasa mau cuci mata karena sudah sumpek dengan kuliah seharian dan saya dikagetkan ketika melihat satu rombongan yang menarik perhatian saya dimana saya lihat Rin berada di antara rombongan itu.
"Ipin, kita ikutin rombongan itu, kayaknya aku liat Rin dech" kata saya.
"Hah.. Masa sich, khok kamu bisa nggak tahu kalau dia ke Yogya" balas Ipin dengan nada kaget.
Ipin tahu kalau saya punya kekasih di Bandung yang namanya Rin.
"Iya nich.. Jangan-jangan aku salah liat, tapi kita ikutin aja lah paling nggak kita bisa tahu mereka nginap dimana" balas saya kemudian.
Akhirnya saya dan Ipin mengikuti rombongan itu dan saya pastikan kalau yang saya liat itu adalah Rin tidak salah lagi. Kita ikuti sampai mereka masuk ke sebuah hotel di samping stasiun.
"Sudah, samperin aja Ko, cuek aja.. Khok dia nggak kasih kabar sama kamu" kata Ipin kepada saya ketika melihat saya ragu mau ikut masuk ke hotel itu atau tidak.
"Ayo.. Lah, parkirin aja motornya kita datengin" balas saya kepada Ipin.
Setelah memarkir motor, saya dan Ipin mendatangani receptionist dan menanyakan rombongan yang baru masuk tersebut.
"Selamat malam Mbak, mau nanya apa yang barusan rombongan dari Universitas 'xx' dari Bandung" tanya saya kepada Mbak di receptionist.
"Iya, betul Mas, sudah 2 hari rombongan itu disini, besok pagi sudah mau check out ke Semarang" jawab Mbak nya itu.
"Bisa saya minta tolong dihubungi dengan salah satu dari rombongan itu namanya Rin?" tanya saya kepada si Mbak.
"Sebentar ya Mas, saya coba dulu" jawab si Mbak receptionist itu sambil mengangkat gagang telepon.
Tidak beberapa lama Rin terlihat menuju counter receptionist dan saya lihat muka dia kaget karena melihat saya.
"Hi.., khok tahu saya ada di sini" tanya Rin.
"Iya, tadi liat lagi jalan rame-rame di Malioboro" jawab saya ke Rin.
Setelah memperkenalkan teman saya Ipin kepada Rin, kemudian saya bertanya lagi ke Rin.
"Khok kamu nggak kasih kabar kalau mau ke Yogya" kata saya.
"Iya, sorry ya saya nggak sempet kasih tahu, besok juga sudah mau ke Semarang, disana 2 malam terus balik lagi ke Bandung. Kita lagi studi banding" balas Rin.
Tidak lama kemudian, datang seorang temannya Rin yang setelah dikenalkan ternyata bernama Rohim. Dengan nada yang agak sok dia bertanya kepada Rin,
"Siapa Rin?"
"Oh, ini temanku waktu SMA di Bandung, sekarang kuliah di Yogya" jawab Rin dengan nada ragu.
Saya kaget juga melihat wajah Rin yang ragu dan kenapa juga dia bilang saya temannya khok bukan pacar atau apalah.. padahal saya dengan Rin sudah menjalin hubungan dekat selama 3 tahun lebih. Demikian percakapan awal yang tidak mengenakan dan akhirnya saya tidak mau berlama-lama di hotel tersebut dan saya bilang kepada Rin.
"Ok, nanti setelah kamu sampai di Bandung kasih tahu saya dan saya akan ke Bandung".
Dengan hati yang kesal dan dengan berbagai macam pertanyaan yang berkecamuk di kepala, saya dan Ipin pulang. Ipin pun tahu perasaan saya tetapi dia diam saja tidak mau mengungkit masalah itu.
"Sudah.. Ntar ke Bandung aja, di clear kan"komentar Ipin singkat, padat dan jelas.
Beberapa minggu setelah kejadian di Yogya dan liburan kuliah sudah mulai sayapun pergi ke Bandung dengan menggunakan bis malam. Setibanya di Bandung, setelah istirahat sebentar di rumah, saya berangkat menuju ke rumah Rin dengan membawa oleh-oleh. Dengan perasaan hati yang agak galau, saya menekan bel rumahnya dan tidak begitu lama Rin membukakan pintu pagar rumahnya.
"Eh.. Ko, apa kabar, kapan sampainya?" tanya Rin.
"Tadi subuh naik bus malam. Ini dibawain bakpia untuk di rumah" jawab saya sambil masuk ke rumahnya.
"Kok sepi, sedang pada pergi?" tanya saya lagi.
"Iya, lagi ke Ciwidey mau lihat Situ Patenggang" jawab Rin.
"Sebentar ya, saya buatkan teh dulu untuk kamu" kata Rin sambil berjalan ke arah dapur.
Sayapun kemudian duduk dan seperti biasanya di bawah meja tamu terdapat beberapa album dan saya mengambil satu yang paling atas. Mungkin ada foto-foto baru yang bisa saya lihat sambil menunggu. Sayapun membuka lembar demi lembar halaman album tersebut dan setelah beberapa halaman saya terkejut karena terdapat beberapa foto Rin berdua dengan Rohim dalam posisi seperti sepasang muda-mudi yang sedang mabuk asmara.
Ketika Rin datang dengan membawa teh hangat, saya tanyakan perihal foto-foto tersebut dan..
"Oh.. Itu, ya cuma iseng aja foto berdua pas waktu di Yogya dan Semarang" Rin menjawab dengan mimik muka yang tampaknya dibuat setenang mungkin. Tetapi saya bisa menangkap semua itu.
"Tapi.. Nggak ada apa-apa khok" kata Rin kemudian.
Dengan rasa kesal, saya tutup album itu.
"Kamu pacaran sama dia?" tanya saya kepada Rin.
"Nggak.. yach akhir-akhir ini nggak tahu kenapa saya dekat dengan dia" jawab Rin dengan nada yang sedikit ragu.
"Kamu sich Ko.. Pake kuliah di Yogya, jadi saya nggak ada yang nemenin di Bandung" lanjut Rin mencoba untuk memberi penjelasan.
"Maaf ya Rin, saya jadi nggak bisa nemenin kamu di Bandung" kata saya.
Kemudian saya meminum tehnya dan setelah itu saya tarik badan Rin untuk mendekat ke saya dan langsung saya cium bibirnya. Bibir kamipun saling bertemu dan terus sampai lidaHPun ikut bertaut. Wach.. sudah tambah pengalaman nich si Rin, saya berkata di dalam hati.
"Rin.. Saya kangen ma kamu" kata saya.
"Iya.. Aku juga, terus Ko.. Ach.." desah Rin membalas ucapan saya.
Sayapun tidak hanya mencium bibirnya saja tapi bergerak terus menelusuri telinga, leher dan kembali lagi ke bibirnya. Tangan sayapun mulai bergerilya dengan mulai membuka kancing dari kaos yang dipakai, saya buka satu persatu dan akhirnya terbuka semuanya yang mengakibatkan saya bisa melihat dengan jelas bra yang menutup dua buah bukit kembarnya.
Dengan sedikit ragu-ragu, saya sentuh bagian atas buah dadanya dan sekali-kali saya elus dengan mengitari bagian yang menggunung dari buah dada Rin.
"Ach.. Enak Ko.. Geli.." kata Rin sambil mendesah manja.
"Boleh saya remes?" tanya saya..
"Iya.. Ayo.." pinta Rin
Dengan rasa heran karena dulu Rin tidak mau, sayapun kemudian meremas dari luar cup bra nya dan setelah beberapa lama saya beranikan untuk menurunkan tali bra nya dan menarik sampai ke perutnya. Tampaklah dua buah bukit kembar yang masih ranum dengan putingnya yang agak menonjol.
"Rin.. Bagus punyamu" kata saya sambil mengelus dan mendekatkan bibir saya untuk mengecup dan mengulum putingnya.
"Ko.. Ayo, isap putingku ya" pinta Rin.
Tampaknya Rin sudah mulai terangsang dan saya pun tidak menyia-nyiakan permintaan Rin itu. Sambil mengulum putingnya dengan bergantian kiri dan kanan sambil meremas-remas buah dadanya, saya merasa tangan Rin mulai turun ke arah penis saya yang sudah tegang.
"Ko.. Keras sekali punyamu" kata Rin sambil mengelus-elus penis saya dari luar celana saya.
"Buka Rin.." saya berkata kepada Rin dan tanpa ragu-ragu Rin pun membuka risleting celana saya dan mengeluarkannya.
Kemudian Rin pun mulai meremas-remas penis saya dan mengocoknya.
"Rin.. Enak, terus.. Ach.." desah saya dimana mulut saya terus mengulum dan mengisap putingnya bagian kiri dan kanan.
Melihat Rin semakin terangsang, saya memberanikan tangan saya untuk menjamah daerah terlarangnya. Saya usap sambil menekan ringan jari saya di bagian kewanitaannya dari luar celana pendek yang dipakainya.
"Ko.. Khok tangannya ke situ?"tanya Rin sambil terus mendesah.
"Kenapa, kamu nggak mau?"saya balik bertanya.
Ternyata Rin diam saja bahkan desahannya semakin kuat. Melihat keadaan itu, saya semakin berani untuk menurunkan celana pendek Rin yang hanya memakai karet sekaligus dengan celana dalamnya. Untuk sekejap, Rin menahan laju tangan saya, tetapi setelah saya berhasil menurunkan celananya, akhirnya Rin diam saja dan bahkan merenggangkan ke dua kakinya.
Jari-jari tangan saya pun terus mengolah lahan yang selama ini ditutupinya, saya usap-usap dan sekali-kali jari tengah saya masuk ke dalam lubang kewanitaannya. Aktifitas ini saya lakukan untuk beberapa menit sampai akhirnya daerah kewanitaannya menjadi basah.
"Rin.. Mulai basah tuch" kata saya .
"Iya.. Enak Ko, terus Ko.., mau.." balas Rin dengan suara yang mendesah.
Kemudian saya menarik badan Rin agar berbaringkan di sofa ruang tamu dan tanpa ada penolakan Rin pun sudah berbaring. Aktivitas dari jari-jari tangan saya teruskan untuk mengolah lubang kewanitaan Rin, sambil terus memilin secara perlahan klitorisnya dan sekali-kali masuk ke dalam lubangnya, tangan saya pun berusaha untuk merenggangkan ke dua paha Rin agar lebih mudah. Tanpa adanya penolakan, entah karena sudah terangsang, Rin membuka lebar-lebar ke dua pahanya sehingga aktivitas jari saya semakin mudah di sekitar lubang kewanitaannya.
"Rin.. Aku masukin ya" pinta saya..
"Jangan.. Aku nggak mau" jawab Rin.
Rin menjawab begitu sambil terus menggoyangkan pinggulnya sehingga jari-jari tangan saya keluar masuk di lubangnya. Tangan Rin sendiri sekali-kali menahan laju tangan saya. Aktifitas mulut saya juga terus berlanjut di sekitar buah dadanya karena saya ingin membuat dia benar-benar terangsang dan akhirnya bersedia untuk bersetubuh.
Sayapun mencoba untuk berbaring di samping Rin sambil terus mengolah lubang kewanitaannya dan tangan Rin pun semakin meremas dan mengocok penis saya yang sudah benar-benar keras. Setelah beberapa lamai, sayapun sudah tidak tahan lagi dan mulai manaiki tubuh Rin agar penis saya bisa mendekat ke lubang kewanitaannya Rin.
"Tahan.. Ya.." kata saya kepada Rin dengan nada memerintah secara halus.
"Jangan Ko.. Aku nggak mau" kata Rin sambil mencoba untuk menahan penis saya yang sudah berada di depan lubangnya dan Rin berusaha untuk merapatkan kakinya tetapi tidak bisa karena saya berada di antara ke dua kakinya.
Sayapun terus memajukan penis saya, setelah bagian kepala penis saya tepat berada di lubang kewanitaannya saya mendorong agar kepala penisnya bisa masuk.
"Ach.." saya mendesah sambil terus mendorong agar penis saya bisa masuk seluruhnya.
"Ko.. Jangan.. Aduhh.. Sakit" kata Rin sambil berusaha untuk mendorong badan saya.
"Tahan Rin, sedikit lagi masuk semua.." kata saya selanjutnya.
Sampai akhirnya penis saya masuk seluruhnya dan kemudian saya diamkan sebentar agar lubang kewanitaan Rin beradaptasi dengan penis saya yang baru masuk. Setelah beberapa saat saya diamkan, saya coba untuk memaju dan mundurkan penis saya.
"Oh.. Rin.. Enak sekali, sempit sekali.." desah saya sambil terus memompa rongga kewanitaannya.
"Ko.. sudah.. Ko.., jangan diterusin" kata Rin dengan nada hampir menangis.
Saya terus saja memompanya.. Slruup.. Slruup.. Begitulah suaranya ketika penis saya maju mundur. Raut muka Rin mulai memerah dan matanya pun mulai menutup seakan akan menahan rasa sakit di bagian lubang kewanitaannya. Namun demikian, jika saya perhatikan dari gerakan pinggulnya yang mulai bergoyang, saya yakin Rin mulai merasakan nikmatnya penis saya.
Rin terus menggoyangkan pinggulnya seirama dengan maju mundurnya penis saya dan setelah beberapa lama dengan posisi saya di atas, dari penis saya terasa ingin mengeluarkan air mani.
"Rin.. Sebentar lagi saya mau keluar"kata saya.
"Ko.. Sudah.. Jangan diterusin" pinta Rin dengan air mata yang mulai keluar dan saya tetap tidak peduli dan terus memompanya.
"Rin.. Saya keluar.. Ach.. Ach.." saya mengerang tertahan karena merasakan nikmatnya keluar di dalam lubang kewanitaan yang hangat.
Sayapun mengeluarkan banyak sekali air mani di dalam lubang kewanitaan Rin. Untuk beberapa saat saya diamkan penis saya untuk tetap di dalam lubang kewanitaan Rin. Sampai penis saya mengecil, baru saya tarik dan saya lihat air mani saya mengalir keluar dari lubang kewanitaan Rin dibarengi dengan bercak berwarna merah dan jatuh di sofa tempat kami barusan melakukan aksi persetubuhan.
"Rin.. Saya sudah ambil perawan kamu" kata saya kepada Rin.
"Iya.. Ko, kamu khok teganya begitu" balas Rin dengan suara agak parau.
"Saya bakalan hamil nggak, khan nggak boleh kita melakukan ini" lanjut Rin masih dengan suara yang agak parau.
Kemudian Rin berdiri dan berlari ke dalam kamarnya dan ke kamar mandi untuk membersihkan lubang kewanitaannya dari air mani yang telah saya keluarkan di dalam lubang kewanitaannya..
Setelah kejadian itu, saya berhasil beberapa kali bersetubuh dengan Rin sampai akhirnya dia memutuskan hubungannya dengan saya dan kemudian menikah dengan Rohim tanpa memberitahu saya sama sekali.
Saat ini, Rin tinggal di Jakarta dan sudah mempunyai 2 orang anak dari Rohim. Saya menyesal karena tidak bisa menjadi suaminya tetapi setelah saya pikir-pikir lagi ternyata saya lebih beruntung karena telah memperoleh keperawanan Rin dan saya tidak tahu bagaimana Rin menjelaskan kepada Rohim pada saat 'malam pengantin'nya berlangsung.
Rin, saya minta maaf karena saya telah membuat kamu berpikir keras untuk menjelaskan status keperawanan kamu kepada Rohim. Untuk Rohim, jangan paksa Rin untuk menjelaskan siapa yang mengambil keperawanan Rin. Dan untuk kalian berdua.. Rin dan Rohim, mudah-mudahan perkawinan kalian langgeng tanpa mempermasalahkan hal-hal yang telah lampau.
E N D