Hai pembaca. Perkenalkan, namaku adalah Alex (bukan nama asli tentunya). Aku lulusan sebuah perguruan tinggi ternama di Bandung. Bagiku, seks adalah hal yang tabu, yang benar-benar tak terjamah. Terpikirkan pun tidak, sampai kisah ini aku alami. Apalagi saat kuliah dulu aku adalah salah seorang akTVis kerohanian.
Kisah ini dimulai dari salah SMS. Saat itu, aku berniat mengirim SMS ke seorang teman (wanita) lama yang kukenal. Karena sudah tidak lama berhubungan, dan aku tidak punya catatan tentang nomor HP temanku tersebut, maka aku menuliskan nomor HP dengan agak mereka-reka. Segera kukirimkan SMS tersebut, berisi pesan yang kira-kira menyatakan bahwa aku kangen dan ingin bertemu dengannya.
Satu kali SMS kukirim kepadanya, dia tidak menjawab. "Aneh", pkirku. Tak mungkin temanku itu tidak membalas kalau tahu SMS tersebut dariku. Kemudian kukirimkan sekali lagi, dan kucantumkan namaku. Tak lama kemudian, ia membalas dengan miss call. Karena saat itu aku sedang sibuk, kubalas saja miss call nya dengan pesan SMS yang menyatakan bahwa aku akan meneleponnya sore nanti.
Sore, pukul 17.00. Segera kutelepon temanku itu, seperti yang kujanjikan. "Halo, Nadia?", tanyaku sejenak, ragu. "I think you've called a wrong number", begitu tanggapan lawan bicaraku. "Oh, maaf. Saya pikir anda adalah teman saya. Memang saya tidak ingat betul nomor HP-nya. Maaf kalau telah mengganggu", jawabku sambil menahan malu. "Oh, tidak apa-apa", jawab lawan bicaraku lagi. Saat itu juga hendak kumatikan teleponku, namun lawan bicaraku segera bertanya. "Memang yang mau kamu telepon ini siapa sih? Kok pake kangen2 segala?", ungkapnya, menggoda. Lalu kujawab bahwa Nadia adalah teman lamaku, dan kami telah berkawan selama 6 tahun. Singkat kata, akhirnya kami berkenalan. Dari telepon itu, aku tahu bahwa nama wanita tersebut adalah Mia.
Sejak saat itu, kami sering berkirim SMS. Kadang-kadang aku malah menelponnya. Namun, tidak ada niat sedikitpun dalam diriku untuk menemuinya, atau melihat wajahnya. Toh tidak ada maksud apa-apa, pikirku. Dua bulan berjalan sejak perkenalan itu, entah mengapa, isi pesan SMS berubah menjadi hal-hal yang agak menjurus ke seks.
Tiga bulan berjalan sejak perkenalan kami lewat telepon. Tiba-tiba, Mia mengirim SMS yang menyatakan ingin bertemu. "Mengapa tidak", kupikir. Toh tidak ada ruginya untukku. Saat itu pikiranku belum berpikir jauh sampai ke seks. Kami janjian sore pukul 17.00. Kebetulan hari itu hari libur. Setelah tiba di tempat yang dijanjikan, aku segera meneleponnya. "Gua pake sweater pink", kata Mia. Segera kutemui Mia yang sedang berdiri menunggu. "Hai, Mia ya?", tanyaku. Mia segera tersenyum. Wajahnya memang tidak cantik, tubuhnya pun tidak aduhai seperti poster swimsuit di majalah Popular. Namun, aku memang tidak terlalu mempermasalahkan penampilan fisik. Segera kuperkenalkan diriku. "Gua Alex", kataku. Memang pergaulanku dengan wanita tidak intens, sehingga saat itu aku sedikit gugup. Namun, segera kututupi kegugupanku dengan sedikit jaim (jaga image). Kami segera menjadi akrab. Kami berbicara sebentar sambil menikmati makanan di sebuah food court.
"Lex, suka nyanyi-nyanyi gak?", tanya Mia setelah kami selesai makan. "Suka, tapi tidak di depan umum", begitu jawabku. "Sama dong. Kalo gitu, mau gak kamu saya ajak utk nyanyi di karaoke? Kita bisa pesan private room kok, jadi tidak ada orang lain." tanya Mia. Kupikir, asyik juga ya, untuk melepas lelah. Segera kami meluncur ke sebuah karaoke terdekat menggunakan mobilku.
Setibanya di sana, kami memesan tempat untuk dua orang. Kami segera dituntun masuk oleh seorang wanita. Ruangannya agak remang-remang, dan ditutupi gorden, jadi memang tidak akan terlihat dari luar. Sambil waitress menyiapkan ruangan, kami memesan minuman. Mia permisi kepadaku untuk ke toilet. Tepat setelah waitress menyiapkan ruangan dan minuman, Mia kembali. Kurasa agak aneh waktu itu karena aroma wewangiannya kian tajam. Namun, tidak kupedulikan.
Segera kami mulai memasang lagu kesukaan kami, dan kami bernyanyi-nyanyi. Sampai tibalah kami di lagu yang kelima. Mia memesan lagu yang lembut, dan agak romantis. Sebelum lagu tersebut dimulai, tak sengaja punggung tanganku menyentuh punggung tangan Mia. "Halus sekali", pikirku. Sayang sekali tanganku untuk berpindah dari punggung tangannya, sehingga kubiarkan saja di situ. Mia pun diam saja, tidak berusaha melepaskan sentuhan tangannya dari tanganku. "Dingin ya?", tanya Mia, kepadaku, sambil melihat tanganku. "Iya", jawabku mengangguk lemah. Segera Mia mendekatkan tanganku ke tangannya. Tanganku segera menggenggam jari-jarinya. Kami bernyanyi sambil menikmati kehangatan tersebut. Pelan-pelan, naluriku mulai berjalan. Ingin sekali aku mengelus pipinya yang lembut, namun aku agak takut-takut. Perlahan-lahan Mia mendekatkan bahunya ke bahuku sehingga kami duduk sangat dekat.
Wangi aroma tubuh Mia segera membius diriku. Tak kupedulikan lagi ketakutanku. Segera kubelai pipi dan kening Mia. Ia menatapku. Aku balas menatapnya. Lalu kuusap lembut rambutnya. Darah kelelakianku segera berdesir. Kukecup keningnya. Mia diam saja. Kukecup rambut dan pipinya, segera aroma tubuhnya kembali membius diriku. Mia benar-benar kuperlakukan seperti pacarku sendiri. Tiba-tiba timbul gelora yang besar untuk memeluknya. Mia sepertinya mengerti karena dia segera mengubah posisi duduknya sehingga memudahkanku untuk memeluknya. Segera kupeluk Mia dengan rasa sayang.
Tiba-tiba Mia menarik tanganku ke dada kirinya. Segera kurasakan bagian lembut kewanitaannya tersebut. Nikmat sekali, namun dengan rasa agak takut. Pelan-pelan kusentuh buah dadanya yang lembut itu. Mia diam saja. Aku mulai berani. Ku elus-elus buah dadanya, perlahan-lahan, dengan gerakan memutar, tanpa menyentuh bagian putingnya. Aku semakin berani. Tangan kananku kumasukkan ke dalam sweater merahnya. Segera ku elus bukit lembut tersebut di bagian pinggirannya. Ku putar-putar tanganku mengelilingi putingnya. Setelah beberapa saat, kusentuh putingnya. Ternyata putingnya sudah mengeras. Lalu kuremas dengan lembut. Mia mendesah. "Ssshh", desahnya.
Kulanjutkan penjelajahanku ke dada kanannya. Kuulangi hal yang sama. Lagi-lagi Mia mendesah. Segera ia memagut bibirku, dan melumatnya. Saat kujulurkan lidahku, segera dihisapnya kuat-kuat. "Oh, nikmat sekali berciuman seperti ini", pikirku karena memang aku belum pernah berciuman dengan wanita. Badanku bergetar hebat, karena aku belum pernah melakukan hal seperti ini sebelumnya. Kami lanjutkan permainan kami beberapa saat. Setelah itu, kami berhenti untuk menikmati minuman kami. Kusodorkan sedotan minumanku untuk diminum terlebih dulu oleh Mia. Kemudian kami lanjutkan nyanyian kami sambil berpelukan. Nyaman sekali rasanya saat itu.
Kuteruskan permainan tanganku dengan lembut, mengelus dan meremas dengan lembut buah dada Mia. Mia kembali memagut bibirku. Kami berciuman hebat. Tiba-tiba Mia menarik tanganku, dan memasukan tanganku ke dalam celana panjangnya. Segera terasa bulu-bulu halus kemaluannya tersentuh oleh tanganku. Pelan-pelan kudorong tanganku ke bawah, menuju organ intimnya. Segera terasa tanganku menyentuh vaginanya yang hangat dan basah. "Montok kan punya gua?", begitu ungkap Mia saat tanganku mengelus lembut vaginanya. Segera kuiyakan pertanyaannya itu, padahal aku tidak bisa membedakan seperti apa vagina yang tidak montok. Kuusap terus vaginanya, seraya desahan Mia mengiringi gerakanku. "Sssh.. Oh, Alex. Baru kamu laki-laki yang bisa memperlakukanku dengan lembut", begitu terus desahnya. Tersanjung juga aku dipuji dirinya.
Kami terus bercumbu sampai tak terasa dua jam berlalu. "Lex, kamu jangan pulang dulu ya. Aku ingin dikelonin sama kamu. Temani sebentar aku di hotel ya?", tanya Mia kepadaku. Saat itu, aku agak takut. Takut aku tidak bisa menahan diri untuk tidak tidur dengannya. Segera kuingat ajaran2 agama yang melarangku melakukannya. Namun sepertinya Mia mengerti ketakutanku. "Aku cuma minta dibelai kok. Tidak lebih. Ya, Lex?", tanyanya dengan mata memohon. Berat sekali rasanya untuk mengiyakan permintaannya. Di satu sisi, aku takut sekali melanggar ajaran agama. Lagipula, aku banyak tugas yang malam itu harus kuselesaikan. Namun sisi kemanusiaanku membuat aku tidak tega menolaknya. "Baiklah, tapi tidak lebih dari itu ya?", jawabku. "Iya, gua janji deh", kata Mia lagi.
Kami segera keluar dari ruangan, membayar ke kasir, dan meluncur ke sebuah hotel menggunakan mobilku. Mia menjadi penunjuk jalan. Setelah membayar uang deposit di kasir hotel, kami segera melenggang ke dalam kamar. Di dalam kamar, aku menyalakan televisi. Sejenak kami menikmati sebuah film. Tak lama kemudian, Mia membentangkan tubuhnya di kamar tsb. "Lex, sini dong", kata Mia. Aku mengubah posisi duduk ku di ranjang mendekati Mia. Aku dalam posisi duduk, sementara Mia sudah telentang. "Lex, belai aku lagi ya", kata Mia. Segera tanganku mengelus dahi Mia. Kuelus-elus dahinya beberapa lama, turun ke pipi, lalu ke rambutnya yang panjang.
Mia menikmati gerakanku sambil menutup mata. Lalu kusandarkan tubuhku ke ranjang, kukecup lembut kening dan dahinya. Mia membuka matanya, tersenyum. Lalu kucium kelopak matanya. Mia benar-benar menikmati perlakuanku. Perlahan kukecup lembut bibirnya. Aku hanya menyentuhkan bibirku di bibirnya. Namun segera Mia menjerat bibirku di bibirnya. Dilumat bibirku dengan bergairah, sementara tangannya dengan kuat memelukku. Kujulurkan lidahku untuk menyentuh bibir bawahnya, namun Mia segera menghisap bibirku tersebut. Segera kuarahkan ciumanku ke bagian telinganya, dan kujilat bagian dalam daun telinganya dengan lidahku.
Mia meronta-ronta dan mendesah. "Aduh Lex, geli sekali. Teruskan Lex", katanya. Kucumbu Mia terus di telinganya. Kemudian kuarahkan cumbuanku ke lehernya. Mia mendesah hebat. "Ssshh.. sshh.. ohh", desah Mia. Aku tidak bisa menahan diriku lagi. "Mia, boleh kubuka bajumu?", tanyaku pelan kepada Mia. Mia mengangguk, tersenyum. Perlahan-lahan kubuka kancing bajunya. Terlihatlah tubuhnya yang putih mulus, dengan bra berwarna biru. Kulanjutkan ciumanku di seputar dadanya. Tak lupa kukecup pelan ketiaknya yang bersih tanpa bulu. Mia mengerang. "Lex, buka beha gua dong", pinta Mia. Segera kuarahkan tanganku ke punggungnya untuk membuka behanya. Sulit sekali membuka behanya. Maklum, belum pernah aku membuka beha wanita.
Setelah terbuka, pelan-pelan kutanggalkan behanya. Segera tampak bukit indahnya yang putih bersih, tanpa cacat, dengan puting kecoklatan. Indah sekali, pikirku. Ingin sekali aku menciumnya. Kupindahkan behanya dan bajunya ke meja supaya tidak kusut. Lalu, pelan-pelan kubasahi buah dadanya dengan lidahku. Kuputar wajahku memutari payudaranya. Mia mendesah lagi. Gerakan itu terus kuulang beberapa kali, lalu berpindah ke payudara kanannya. Di sana kuulangi lagi gerakanku sebelum akhirnya lidahku tiba di puncak payudaranya. Kubasahi putingnya dengan lidahku, kumain-mainkan, kukulum, dan kuhisap. Mia mengerang-ngerang. "Aduh, Lex..ssh..ssh.. geli sekali. Terus Lex..". Sambil mengulum putingnya, pelan2 kuelus bagian perutnya. "Auw.. enak Lex..", Mia menekan wajahku ke dadanya. Kira-kira 15 menit Mia kuperlakukan seperti itu.
"Lex, bukain celana panjangku dong..", pinta Mia. Segera kubuka kancing celananya, dan kupelorotkan ke bawah. Terlihatlah pahanya yang putih bersih, dan kewanitaannya yang masih tertutupi CD. Masih mengulum putingnya, segera kuarahkan tanganku ke selangkangannya. Kuelus-elus perlahan. Kugerakan tanganku dari dekat lututnya, terus bergerak sedikit demi sedikit ke arah pangkal pahanya."ohh..", rintih Mia menahan kenikmatan yang kuberikan. Kuelus vaginanya yang masih tertutupi CD. Ternyata CD-nya sudah basah. Kubelai pelan-pelan bagian tersebut. Mia meronta-ronta, dijepitnya tanganku dengan kedua belah pahanya. "Oh.. ohh.." ronta Mia. Gantian tangan Mia yang masuk ke celana dalamku. Dipegangnya kemaluanku, lalu dikocok pelan-pelan. Uuh, nikmat sekali rasanya.. "Lex, buka celana dalam gua..", pinta Mia. "Jangan Mia, gua gak berani melakukan itu.." kataku.
Aku bukan bermaksud munafik, tapi aku memang benar-benar takut saat itu, karena belum pernah melakukannya. "Tak apa-apa, Lex, tidak usah dimasukin. Gua cuma minta diciumi aja", pinta Mia memohon. Akhirnya kubuka celana dalam Mia. Kunikmati pemandangan indah dihadapanku. Oh, indah sekali makhluk bernama wanita ini, pikirku. "Elus lagi, Lex..", pinta Mia. Perlahan-lahan, tanganku mulai mengelus bibir vaginanya yang sudah basah. Kuputar-putar jariku dengan lembut di sana. Lagi-lagi Mia meronta." Ohh..ohh. Ke atas lagi Lex. Elus klitorisku", begitu desahnya perlahan. Aku tidak tahu persis di mana klitoris. Aku terus mengelus bibir vaginanya. Segera tangan Mia membimbing tanganku ke klitorisnya.
Baru sekali itu aku tahu bentuk klitoris. Mungil dan menggemaskan. Dengan lembut kuputar-putar jariku di atas klitorisnya. Setiap 5 putaran, Mia langsung mengepit tanganku dengan pahanya. Sepertinya ia benar2 menikmati perlakuanku. "Lex, tolong hisap klitorisku, yah?", pinta Mia. Aku sedikit ragu, dan jijik. "Pake tangan aja yah, Mia..", aku berusaha menolak dengan halus. "Tolong dong, Lex. Sekali ini saja. Nanti gantian deh ", pinta Mia. Aku masih berat hati menghisapnya. "Mia, maaf ya. Tapi kan itu kemaluan. Apa nanti..". Belum selesai aku bicara, Mia segera memotongku. "Kemaluanku bersih kok, Lex. Aku selalu menggunakan antiseptik. Tolong ya.. sebentar saja, kok", pinta Mia lagi.
Perlahan-lahan kudekatkan mulutku ke kemaluan Mia. Segera tercium aroma yang tidak bisa kugambarkan. Perlahan-lahan kujulurkan lidahku ke klitorisnya. Aku takut sekali kalau rasanya tidak enak atau bau. Kukecap lidahku ke vaginanya. Ternyata tawar, tidak ada rasa apa-apa. "Terus, Lex..ohh.. enak sekali", desah Mia. Kuulangi lagi, pelan-pelan. Lama-lama rasa takut dan jijikku hilang, malah berganti dengan gairah. Kuulang-ulang menjilati vaginanya. Mia makin mendesah. "ooh.. oohh.. ohh.. ohh". Mia menggenggam jari telunjukku, lalu memasukkan ke dalam liang kemaluannya. "Kamu nanti tidak kesakitan?", tanyaku kepadanya. Ia menggeleng pelan. Lalu, kuputar-putar jariku di dalam vaginanya. "Ahh..", Mia menjerit kecil. Kuputar jariku tanpa menghentikan jilatanku ke vaginanya.
Saat kuarahkan jariku ke langit-langit kemaluannya, terasa ada bagian yang agak kasar. Kuelus pelan bagian tersebut, berkali-kali. 'Ya, terus di situ Lex.. ahh.. enak sekali.." Kuteruskan untuk beberapa saat. Mia makin membuka lebar-lebar pahanya. Tiba-tiba Mia menggerakkan pantatnya ke atas dan bawah, berlawanan dengan arah jilatanku. "Ah Lex.. aku mau keluaar.." erang Mia. Mia makin mempercepat gerakannya, dan tiba-tiba gerakan pantatnya dia hentikan, lalu dikepitnya kepalaku dengan pahanya. "Ahh.. Lex..aku keluar", desahnya. Segera kupeluk tubuh Mia, dan kugenggam tangannya erat. Kubiarkan Mia menikmati orgasmenya. Setelah beberapa saat, kuelus-elus dahi dan rambutnya. "Lex, enak sekali", kata Mia. Aku diam saja.
"Sekarang gantian, ya", kata Mia. Aku mengangguk pasrah, antara mau dan takut. Diputarnya tubuhku sehingga tubuhnya menindih tubuhku sekarang. Dibukanya celana dan celana dalamku. Malu sekali rasanya saat itu. Segera kututupi kemaluanku yang masih terduduk lemas. Sepertinya Mia mengerti perasaanku. Ia segera mematikan lampu kamar. Aku merasa lebih tenang jadinya. Lalu, dibukanya pahaku yang menutupi kemaluanku. Mia segera meraba-raba kemaluanku. Oh, geli sekali rasanya. Rasa geli itu membuatku secara refleks menggelinjang. Mia tertawa. "Enak kan, Lex?" tanyanya menggodaku. Sial nih orang, pikirku. Dikerjain gua. "Mau diterusin gak, Lex?" tanya Mia sambil menggoda lagi. Aku hanya mengangguk.
Saat itu kemaluanku belum berdiri. Aneh sekali. Padahal biasanya kalo melihat adegan yg sedikit porno, punyaku langsung keras. Akhirnya Mia mendekatkan mulutnya ke kemaluanku. Dikecupnya ujung kemaluanku perlahan. Ada getaran dashyat dalam diriku saat kecupannya mendarat di sana. "Lex, punya kamu enak. Bersih dan terawat", ujar Mia. Geer juga aku dipuji begitu. Dipegangnya gagang kemaluanku, lalu Mia mulai menjilati kemaluanku. Ya ampun, pikirku. Geli sekali.. Secara reflek aku meronta, melepaskan kemaluanku dari mulut Mia. "Kenapa, Lex?", tanya Mia. "Gua gak tahan. Geli banget, sih?", kataku protes. "Ya udah, pelan-pelan aja, ya?", kata Mia. Aku mengangguk lagi. Mia mulai memperlambat tempo permainannya. Rasa geli masih menjalari tubuhku, tapi dengan diikuti rasa nyaman.
Kuperhatikan Mia menjilati kemaluanku, tak terasa kemaluanku segera mengeras. Mia senang sekali melihatnya. Segera dilahap kembali kemaluanku itu, kali ini sambil dikocok-kocok dengan tangannya. Sekali lagi aku disiksanya dengan rasa geli yang amat sangat. Kunikmati permainannya, tak terkira nikmatnya. Ya ampun, baru sekali ini kurasakan kenikmatan yang tiada tara seperti ini. "Ah..", tak kuasa aku menahan desahanku. "Lex, kumasukan ya punyamu?", tanya Mia. "Nanti kamu sakit, gak?", tanyaku. Aku sudah tak bisa menguasai diri lagi. Ingin sekali rasanya kemaluanku dikepit oleh vaginanya. "Ya, kalau aku yang ngontrol sih, gak sakit", kata Mia. "Ya udah, kamu yang di atas aja", kataku kepadanya.
Mia segera mengubah posisi tubuhnya. Ia kangkangkan pahanya di atas tubuhku, lalu pelan-pelan dibimbingnya penisku menuju liang kemaluannya. Ditekannya sedikit, masuklah sedikit ujung kemaluanku ke dalam. Terasa sedikit basah dan licin kemaluannya. Didiamkan punyaku di sana utk beberapa saat. Aku diam menunggu. Lalu ditekannya sedikit lagi. Kali ini punyaku masuk lebih dalam dan makin terasa cairan pelicin kemaluannya. Sudah sepertiga dari panjang kemaluanku yang berada dalam vaginanya. Dia diamkan lagi penisku di sana beberapa saat. Ia sedikit mengernyit. "Sakit?", kutanya. "Iya, tapi gak apa2. ", jawab Mia. Kemudian ia mendorong penisku makin dalam, hingga akhirnya semua penisku tertelan di dalam vaginanya. Terasa basah dan hangat vaginanya. Nikmat dan geli sekali rasanya. Setelah beberapa saat, Mia mulai menggerakkan pinggulnya naik dan turun. Ahh.. enak sekali menikmati penisku terjepit dalam vagina Mia.
Gerakan pantat Mia membuat penisku terkocok, dan segera aku merasakan kenikmatan yang tiada tara. Mia pun seakan-akan begitu. "Ohh.. ohh.. ohh.. ohh", Mia mengerang-ngerang. Mia terus menggerakan pinggulnya naik dan turun selama beberapa saat dengan diiringi desahan. Tiba-tiba ia berhenti. Entah mengapa tiba-tiba ada perasaan kesal dalam diriku. Namun, ternyata Mia tidak berhenti begitu saja. Kini pinggulnya digerakan tidak naik-turun lagi, tapi maju mundur, dan terkadang berputar. Sepertinya Mia sangat menikmati gerakan ini, terbukti erangannya semakin sering. "Ah.. ah.. ahh.. ahh..", desahnya terus, tanpa henti. Kuremas dengan lembut payudaranya, Mia makin merintih. "Sssh.. ssh.. sshh.. enak Lex" .
Makin lama gerakan Mia makin cepat. "Lex, aku mau keluar lagi, Lex.." rintihnya. Aku pun merasa penisku berdenyut kencang. "Mia, tolong lepaskan, aku mau keluar", kataku. Aku takut sekali kalau sampai Mia hamil. Tapi Mia tidak mau melepaskan penisku. Ditekannya kuat tanganku dengan kedua tangannya sehingga aku tidak bisa melepaskan diri darinya. Tiba-tiba kurasa penisku menyemburkan cairan kuat di dalam vaginanya. "Aduh, Mia, jangan.. nanti kamu hamil..", teriakku, sesaat sebelum cairanku keluar. Tapi semua sudah terlambat. Semua cairanku sudah keluar dalam vaginanya. Nikmat sekali rasanya, namun terasa lemas tubuhku sesudahnya. Segera otot-otot penisku mengerut, dan menjadi kecil kembali.
Mia dengan kecewa melepaskan penisku. "Mia, kalo kamu hamil gimana", tanyaku dengan setengah takut. "Tenang aja, Lex. Gua pake alat kontrasepsi kok. Kamu gak perlu takut, ya?", kata Mia menenangkan diriku. Kemudian, Mia segera memijat-mijt penisku. Dielus, dan di kulum lagi seperti tadi. Tak lama, penisku segera mengejang lagi. Segera penisku dimasukan lagi oleh Mia ke vaginanya. Kembali Mia melakukan gerakan maju mundur tadi. "ohh.. ohh.. ohh.. oohh", erangnya. Kuremas lembut payudaranya. "Ssshh.. sshh.. sshh", begitu terus rintihannya. Selama beberapa saat Mia mengocok penisku dengan vaginanya, sampai akhirnya ia berteriak. "Lex, aku hampir keluar", desah Mia. Segera Mia mempercepat gerakannya. Aku pun membantunya dengan menggerakan pinggulku berlawanan dengan arah gerakannya. "Ahh.. Lex, aku keluar", desahnya agak keras. Sejenak ia menikmati orgasmenya, sebelum rubuh ke dalam pelukanku. Kubiarkan ia menikmati orgasmenya, kuelus rambutnya, dan kukecup keningnya. Kami berpelukan, dan tidur tanpa busana sampai pagi hari.
Mia, dimanapun kau berada, kuingin kau tau, kaulah kenangan indahku yang pertama.
Tamat