Kisah ini benar adanya, hanya saja untuk menjaga privacy dengan model-model yang pernah menjadi 'korban' petualanganku, maka dengan menyesal namanya aku samarkan, kali ini aku akan mengisahkan petualanganku dengan model yang wajahnya mirip Yessy Gusman. Aku bertemu dengan model cantik yang memiliki nama Indah ini ketika aku meliput pemilihan model di salah satu hotel bintang 5. Sebagai fotografer yang sudah dikenal di kalangan artis papan atas, membuatku selalu mendapat sambutan setiap aku muncul di berbagai event. Ini mungkin yang membuat model baru seperti Indah, ikut 'hanyut' akan kehadiranku.
"Hai, namaku Indah. Kenalan dong dengan Mas!", sapanya dengan senyum manisnya yang menggemaskan.
"Oh., Boleh!", jawabku kaget.
"Mas, mau dong di foto untuk media Mas!", serang Indah.
"Lho, kok tahu kalau aku fotografer?", kataku memancing.
"Lho siapa yang nggak kenal fotografer sekaliber Mas Boy! Di kalangan model sensual, nama Mas Boy kan sangat terkenal", kata Indah merayu.
"OK! Aku jadi nggak enak hati nich, dipuji cewek secantik kamu. Kalau memang kamu kepingin tampil di mediaku, tahu dong syarat utamanya. Harus tampil sensual, kalau perlu tanpa busana he.. he.. he..", kataku dengan nada memancing.
"Tapi dijamin jadi gadis sampul kan? Kalau dijamin aku mau, yang penting yang miskin (maksudnya tanpa busana) tolong untuk Mas saja, jangan dimuat di media massa dan internet", jawab Indah.
Setelah sepakat, akhirnya aku janjian pemotretan dengan Indah di salah satu hotel di bilangan jalan Pramuka, Jakarta Timur. Pada hari Rabu yang telah disepakati, Indah datang bersama tiga rekannya yang tidak kalah cantik. Namanya Maya dan Ayu (bukan nama sebenarnya). Pemotretan dimulai di kolam renang tentunya, sambil ngetes kebenaran omongan Indah. Benar saja, Indah langsung mengenakan busana renang yang indah dengan warna cerah. Membuat Indah kelihatan semakin cantik saja.
"Gimana Mas, okey nggak?", tanya Indah sekeluar dari kamar ganti.
"Badanmu benar-benar oke. Aku nggak sangka, cewek secantik kamu punya nyali sebesar kamu!", pujiku.
"Demi karier dan masa depanku, resiko apapun aku hadapi Mas!", tantang model yang memiliki ukuran bra 36B ini.
"Loh, kok nekad amat. Emang keluarga dan pacarmu mendukung?", aku mencoba mengorek lebih dalam.
"Apapun yang aku tempuh, mereka mendukung. Karena mereka memang membutuhkan uluran tanganku. Sehingga mereka tidak bisa protes atas perbuatanku", jawabnya dengan wajah menunduk.
"Indah, aku bisa bantu kamu. Tapi resikonya sangat berat, karena kamu mesti korban harga diri dan perasaan", kataku.
"Nggak apa-apa Mas, yang penting Mas bisa mengorbitkanku menjadi model dan pemain sinetron terkenal", jawab Indah sungguh-sungguh.
"Oke, sekarang kita mulai sesi pemotretan untuk sampul mediaku dulu di kolam renang ini. Setelah itu, kita sesi pemotretan di room, gimana?", kataku.
"Oke!"
Lalu pemotretan berlangsung sampai pukul 05.30 dan menghabiskan 5 rol film isi 36, dengan berbagai gaya yang sangat menantang. Matahari mulai menghilang dari peredarannya, pemotretan di kolam renang aku akhiri dan dilanjutkan di kamar. Setelah beristirahat dan makan malam, Indah menawariku untuk sesi pemotretan lagi.
"Mas, foto lagi yuk!"
"Sip!"
"Pakai baju apa nich?", tanya Indah.
"Ngapain pakai baju, tadi kan udah lima kostum. Bosan ah..", ujarku menggoda.
Godaanku disambut serius oleh Indah. Indah dengan secepat kilat melucuti busana G string yang dari tadi menempel. Aku terperangah melihat kemolekan tubuh Indah yang memang indah, hampir saja kameraku terjatuh hanya karena memelototi tubuh putih mulus di hadapanku.
"Loh, kok bengong, ayo foto lagi apa nggak!", ujar Indah membuyarkan imajinasiku.
"Oo, ya.. ya!", jawabku tergagap.
Pemotretan di room makin seru saja, karena Indah adalah tipe model yang menuruti semua perintahku. Sehingga tanpa terasa 3 rol telah berlalu. Di saat aku mengarahkan gaya tidur Indah, secara tidak sengaja tangan Indah menyentuh 'senjata pamungkas'ku yang dari tadi telah mengacung seperti anggota DPR yang melakukan interupsi.
"Loh, apaan nih Mas! Kok keras amat?", tanya Indah sambil memegang rudalku yang kencang sekali. Akupun blingsatan mendapat reaksi sensitif dari Indah.
"Iya nich. Aku juga nggak konsen motretnya, habisnya tubuh kamu indah banget. Baru kali ini aku melihat tubuh bagus seperti ini", rayuku.
"Ah, yang bener! Aku yakin Mas sering melihat tubuh lebih indah daripada tubuhku, kalau Mas Bilang tubuhku Indah, aku yakin Mas menghinaku", katanya merajuk.
"Aku 'kan mesti motret dulu", kataku sambil menelan ludah.
"Buktinya Mas dari tadi, diem aja. Nyentuh tubuhku aja nggak, kalau memang tubuhku Indah, dari tadi Mas kan udah menyerangku", kata Indah nakal.
Tanpa dikomando lagi, aku menyerang Indah dengan ganas. Indah pun memberikan perlawanan lebih ganas. Indah langsung menncopoti celana dan bajuku.
"Mas, kalau memang kepingin ngomong aja. Jangan ditahan, jadinya nggak baik Mas. Kayak gini, laharnya meleleh di celana, 'kan cayang", kata Indah sambil melahap senjataku dengan lahapnya.
Karena aku sudah horny dari siang, maka lahar panasku dengan cepat muncrat dengan kencangnya. Tanpa bisa menghindar, laharku pun ditelan Indah.
"Aduuh, Mas! Kok aku nelan lahar Mas sih, tapi asin-asin enak gitu", katanya manja.
Kemudian aku lunglai tak berdaya. Dengan sabar Indah menyeka seluruh daerah 'senjata pamungkas'ku. Seusai menyeka, Indah mengocok-ngocok senjataku dengan nafsunya.
"Horee.. 'Mas Boy kecil' bangun..", sambut Indah sambil menjilati ujung senjataku.
"Ohh.. Kamu kok pinter say..", ujarku dengan suara parau karena gairah seksku membara lagi.
Sedotan Indah semakin mantap dan lahap, imajinasiku kian melayang. Tanganku kemudian menyambar gunung kembar yang dari tadi belum sempat kuremas-remas. Begitu gunung kembarnya kuremas, Indah langsung terpancing.
"Mas, ciumi gunungku dong", pinta Indah manja.
Kemudian aku melahap dua gunung yang sangat ranum dan menantangku untuk meremas-remasnya.
"Aakk, Mas! Aku nggak tahan nich"
"Say, posisi 69 ya!", pintaku.
Aku langsung menindih tubuh Indah sehingga membentuk 69, aku tanpa diminta langsung menciumi gua nikmat yang akan membawaku ke sorga itu.
"Mas, kok uennak gini sich. Aku nggak tahan nich, mau.. kel.. aahh.. nah.. kan keluar", ujar Indah.
Kemudian aku membalik badan, sehingga kami saling berhadapan. Indah langsung tersenyum dan langsung menyambar bibirku, kami pun kemudian berciuman dengan hangat.
"Mas, aku kepengin 'disuntik' sama senjata Mas, kayak apa sih rasanya", kata Indah menggodaku.
Senjataku, kuarahkan ke gua yang dari tadi menunggu disodok, biar laharku keluar kian deras.
"Akk..!!" teriak Indah sambil mengigigit bibirnya.
Sodokanku pelan-pelan kutekan semakin dalam hingga membuat mulutnya menganga dan memainkan lidahnya. Kemudian aku menyambar lidah Indah, dan goyangan demi goyangan terus kutingkatkan.
"Mas, genjot yang keras lagi dong, ak.. ku mau kel.. uar lagi".
Genjotan aku tingkatkan hingga membuat Indah sampai ke puncak kenikmatan.
"Aduuh.. Akk, Mas! Aku keluar lagi..", Indah memang orgasme untuk kedua kalinya, sementara senjataku masing mengacung.
"Lho, Mas belum keluar ya?"
"Emang kamu nggak merasakannya Say?"
"Habisnya, aku enak banget. Jadi nggak mikirin Mas Boy"
Tanpa diminta, Indah langsung naik dengan posisi duduk dan mengarahkan lubang 'gua'nya ke 'senjata pamungkas'ku. Goyangan Indah kian liar, ketika ia berada di atas perutku. Ini membuat rasa nikmatku kian memuncak dan..
"Ya.. Yaa.. Keluar lagi deh" kata Indah.
Mendapat reaksi orgasme Indah, membuatku terpancing dan membalikan tubuh Indah sehingga posisinya di bawah. Dengan cepat aku memasukkan senjataku yang sudah memuntahkan lahar.
"Mas terus, terus.. Terus Mas.. Yang keras.."
Mendapat support dari Indah membuat sodokan kian kutingkatkan.
"Say, ak.. ku keluar", kataku dengan nada tidak karuan.
"Aku juga Mas.. Bareng ya.."
Selesai genjot-genjotan, aku dan Indah tidur terlelap hingga jam 6 pagi. Indah tersenyum melihatku bangun.
"Pagi Mas.."
"Pagi, kok kamu bangun pagi amat?"
"Iya, kebiasaanku bangun subuh", jawab Indah sambil menyedot rokok putih dalam-dalam.
"Mas, boleh nggak aku mohon satu permintaan, sebelum kita pisah hari ini?", kata Indah sambil tersenyum nakal.
"Boleh! Paling kamu minta ongkos pulang 'kan?", Kataku enteng.
"Buk.. Bukan itu!"
"Lalu minta apa, kalau bukan minta uang?"
"Minta 'rudal'mu lagi, puasin aku lagi donk.."
"Gimana yach..", godaku.
"Gimana apanya?" kata Indah lagi-lagi dengan nada manja.
"Maksudku, gimana memulainya ha.. ha.. ha..", kataku sambil melirik.
Indah langsung mengejarku dan kami pun kejar-kejaran seperti anak kecil rebutan mainan. Aku melompat ke tempat tidur dan Indah terus mengejarku.
"Mas nakal deh"
Kamipun kemudian berpagutan dan berciuman dengan saling serang. Tanganku langsung meremas-remas gunung kembarnya. Hal itu membuat Indah semakin ketagihan dan tangan Indah memegang tangan kananku dan menuntunnya untuk mengorek 'gua selarong'nya yang sudah kebanjiran lahar. Jari tanganku langsung kuarahkan ke gua tersebut hingga..
"Akk, nikmat Mas. Teruskan Mas, terus ach.. ach aku keluar.. Mas!", 'kicau' Indah.
"Mas, tuntaskan yuk"
"Okelah", kataku.
Senjataku sebenarnya belum keras betul, sehingga aku malas-malasan untuk memasukannya ke 'gua' Indah. Bleezz..
"Mas, aku kepingin kenikmatan ini dari Mas Boy terus. Mau nggak?"
"Siapa nolak" jawabku sambil terus memompa Indah.
Indah menggoyangkan pantatnya dengan lincahnya hingga membuatku tidak tahan..
"Say.. aahh.. aku mau.. keluar.. nich.."
"Aku juga Mas.., aahh.."
Akhirnya kami berdua sampai ke puncak kenikmatan 'pamungkas'. Jam telah menujukan jam 12.00, artinya kami harus check out.
"Mas, kalau tabloid yang memuat fotoku sudah keluar tolong kabarin ya, entar aku kasih hadiah deh", pintanya dengan senyum menawan.
Dan seminggu kemudian foto Indah muncul di tabloidku.
Tamat