Cerita ini kutulis ketika aku mendaftar ke salah satu Universitas yang lumayan oke di Bandung. Waktu itu aku bertemu dengan seorang temanku di kelas 1 SMA. Begitu bertemu, aku jadi ingat lagi petualangan kami yang sangat menarik sekitar 2 tahun yang lalu, karena itu begitu aku sampai di rumah, aku langsung menulis cerita ini.
Waktu itu aku baru masuk ke salah satu SMA swasta ternama di Bandung. Aku tidak begitu canggung, karena sebagian besar anak di kelasku adalah teman-temanku di SMP. Aku duduk dengan teman baikku di SMP, aku tidak terlalu tertarik pada kelasku, tetapi ada seorang gadis yang menarik perhatianku saat itu. Sebut saja namanya Lita.
Dia belum pernah kulihat sebelumnya, tetapi saat pertama kulihat, ada semacam getaran di dalam tubuhku. Rambutnya yang hitam lurus dibiarkan tergerai di bahunya, matanya yang sedikit sipit dan senyumnya yang manis, membuatnya terlihat sangat manis. Tubuhnya tidak terlalu tinggi, tetapi langsing dengan bentuk yang proporsional (kusebut proporsional karena begitu enak dilihat dadanya, tidak terlalu besar, tapi cocok dengan ukuran tubuhnya yang mungil).
Oke singkat cerita, aku berkenalan dengannya, dan dalam waktu 2 minggu, kami sudah sangat akrab. Dari persahabatan kami, aku tahu kalau Lita tidak begitu bahagia dalam keluarganya. Ayahnya yang dinas di luar kota jarang mengunjunginya, begitu pula ibunya yang selalu sibuk dengan urusannya sendiri. Kakak perempuannya sudah menikah dan tinggal dengan suaminya. Itu membuat Lita kesepian di rumah, dan untuk menghilangkan kejenuhannya, Lita memilih untuk kost walaupun rumahnya tidak terlalu jauh dari sekolah.
Aku sering juga mengunjunginya di rumah kost-nya, awalnya untuk sekedar menemaninya belajar atau melepas sepi. Tetapi lama-kelamaan kami sering pergi ke luar, sedikit minum atau menguras keringat di diskotik. Nah, dari sinilah pertualangan ini dimulai.
Suatu malam, sehabis pulang dari diskotik untuk merayakan ulang tahun Lita yang ke 16, aku dan Lita berjalan-jalan melihat-lihat Bandung di malam hari. Saat itu Lita mengajakku naik ke daerah Lembang. Aku tidak keberatan karena memang besoknya hari Minggu. Sampai di tujuan, Lita dan aku duduk-duduk di kap mobilku sambil berbincang-bincang.
Di tengah percakapan, Lita bertanya, "Riko, kalau suatu hari kau berpacaran, dan pacarmu punya banyak masalah dengan keluarganya, apa yang kau lakukan, apa kau meninggalkannya atau cuek seolah tidak ada apa-apa dengannya..?"Aku menggeleng, "Nggak keduanya, mungkin aku akan mencoba larut dalam masalahnya, dan membantunya memecahkan masalahnya, bukankah keluarganya akan jadi keluargaku juga..?"
Saat itu Lita menangis, dipeluknya aku erat-erat. Dan singkat cerita, aku mengantarkannya ke tempat kost-nya. Sampai di sana, Lita mengajakku masuk sebentar. Aku masuk, dan saat aku masuk, tiba-tiba Lita menciumku dan memelukku. Kulihat jam, sudah pukul 11 malam. Aku harus segera pulang, tetapi sepertinya tubuhku menginginkan yang lain dengan kepalaku, aku bukannya pulang tetapi malah mengikutinya ke kamarnya.
Aku mengunci pintu, dan kucium lagi Lita. Dia bertanya apa aku menyukainya, dan kujawab ya. Dan setelah itu, aku larut dalam nafsu. Perlahan tetapi pasti, kulepaskan kancingnya satu persatu. Kukira Lita akan menepis tanganku, dan aku akan segera berhenti kalau dia menolaknya walaupun aku sebenarnya sangat ingin memilikinya. Ternyata Lita sama sekali tidak menolak, disandarkannya kepalanya di bahuku, sedang kedua tangannya memelukku erat-erat, seolah menyerahkan dirinya begitu saja.
Setelah selesai membuka bajunya, kubuka bajuku, dan kembali memeluk Lita. Kubelai rambutnya dan ketika kubuka pakaian dalamnya, handphone-ku berbunyi. Aku kaget setengah mati, tetapi sebelum aku mengambilnya dari celanaku, Lita sudah mengambilnya lebih dulu.
Dimatikannya handphoneku, "Aku ingin kau menjadi milikku sepenuhnya malam ini."
Setelah itu Lita berbaring dengan dada yang sudah telanjang. Aku menundukkan badanku, dan kucium sekali lagi bibirnya. Kucium lehernya dan turun ke belahan dadanya. Sempat kulihat wajah Lita, dia hanya memejamkan matanya membiarkan semua yang kulakukan. Kucium puting dadanya, sedangkan tanganku meremas dadanya yang satu. Kucium, kujilat dan sesekali kugigit perlahan putingnya.
Lita hanya memejamkan matanya dan sesekali mendesah. Setelah itu kulanjutkan pekerjaanku, aku membuka roknya perlahan, belum ada reaksi, karena itu kulanjutkan, kugeser perlahan celana dalamnya ke bawah. Lita masih belum bereaksi. Setelah kubuka semua pakaiannya, kubuka juga semua pakaianku, lalu aku berbaring di sisi Lita. Kubelai rambutnya, dan Lita membuka matanya. Dipandangnya mataku dalam-dalam. Setelah itu kucium dia sebentar, dan aku turun ke bawah ranjang, kubuka pahanya sedikit lebar. Lita dengan malu-malu mengikuti keinginanku. Kulihat beberapa helai bulu halus di selangkaan kakinya. Tercium aroma khas kemaluan wanita, tetapi ini berbeda, serasa lebih harum. Harumnya lebih lembut tetapi menggoda.
Kucium kewanitaannya, dan Lita kembali mendesah. Kubuka bibir kewanitaannya dengan jariku, dan kulihat bagian merah muda di dalamnya. Kujilat dan terasa tubuh Lita sedikit bergetar. Terasa hangat dan membuatku ingin melakukannya lagi. Kembali kulakukan, sekali, dua kali, tiga kali, dan aku tak ingat lagi, berapa kali kulakukan. Lita sepertinya sudah sangat terangsang. Liang kewanitaannya yang tadinya sedikit kering kini basah, bukan hanya oleh ludahku, tapi juga karena lendir yang dikeluarkan dinding vaginanya.
Setelah beberapa saat, kembali kucium Lita dan aku mengambil posisi siap untuk menyetubuhinya, tetapi aku tidak langsung melakukannya. Kupandangi wajah Lita dan dia sepertinya mengetahui maksudku, Lita mengangguk. Aku mulai memegang kejantananku yang sudah mencapai ukuran maksimal. Kuarahkan kepala kejantananku ke bibir vagina Lita yang terkuak karena gosokan itu. Terasa hangat dan mengundangku untuk langsung menerobos masuk, tetapi aku tahu itu tidak akan menyenangkan, karena itu aku hanya menggosoknya dan sesekali menekan lembut agar vagina Lita terbiasa.
Aku mulai menekan kepala penisku ke dalam. Saat itu Lita mengerang, kepala penisku sudah masuk dan terasa ada tekanan dari dinding vaginanya. Kucabut kembali penisku, dan kembali kumasukkan kepala kejantananku yang sesekali menyentuh klitoris Lita. Lita memejamkan matanya sambil meremas sprei menahan nikmat.
Setelah kurasa cukup, kutekan lebih dalam, dan perlahan penisku masuk ke dalam. Di dalam liangnya, penisku seperti tertahan dan tidak dapat masuk lagi. Aku tahu Lita masih perawan, dan ini yang mengganjal batang kemaluanku untuk masuk. Kuregangkan lebih lebar selangkaan Lita, dan kupegang kokoh pinggulnya. Kutarik nafasku, dan bersamaan dengan hentakanku, "Ah.." Lita mendesah panjang dan semakin erat meremas sprei ranjangnya. Penisku masuk ke dalam, merobek selaput dara Lita. Aku tidak langsung memompanya. Kubelai rambut Lita, dan kucium dia, aku mencoba untuk menenangkannya.
Lita tersenyum, "Aku.. aku tidak apa-apa. Aku menyukainya."
Setelah itu Lita kembali memejamkan matanya siap menerima apa yang akan kulakukan selanjutnya. Mulai kutarik penisku perlahan, lalu kutekan masuk lagi. Mula-mula agak sulit, tetapi lendir dari dinding vaginanya membuat penisku lebih mudah keluar masuk. Setiap kali kutekan masuk penisku, Lita mendesah menahan sakit bercampur nikmat. Dan setiap kutarik penisku keluar, Lita menarik nafas seolah bersiap untuk tekanan selanjutnya.
Wajahnya semakin terlihat manis dan tubuhnya semakin indah dengan titik-titik keringat di belahan dadanya. Aku sendiri mulai mempercepat gerakanku, terasa nikmat di dalam sana. Dinding-dinding vaginanya seolah meremas-remas penisku, dan itu membuatku semakin bernafsu. Keringat mengalir dari kening dan punggungku, tetapi aku semakin menikmati permainan itu.
Beberapa saat kemudian penisku terasa panas, aku tahu tidak lama lagi aku akan mencapai puncak, karena itu kucoba mengatur nafas, kucoba untuk memperlambat tempo permainanku. Aku tidak ingin permainan itu cepat selesai. Sesekali kucium Lita dan kubelai rambutnya sekedar untuk memberi waktu penisku agar sedikit beristirahat. Setelah itu kembali kutingkatkan tempo, terkadang penisku terlepas dari genggaman erat dinding vagina Lita, tetapi aku mudah memasukkannya kembali ke lubang surga itu, tidak seperti pertama kali, aku harus bersusah payah baru dapat masuk. Tidak lama kemudian tubuh lita bergoncang, tetapi dia sama sekali tidak bersuara. Aku tahu dia sudah mencapai puncak, tetapi aku baru tahu kalau seorang wanita yang mengalami puncak kenikmatan tidak selalu menjerit seperti di film-film yang sering kutonton.
Kembali kutingkatkan tempo, kali ini aku tidak akan menahan-nahannya lagi. Aku ingin mengakhiri permainan ini dengan memuaskan. Kukocok lebih keras dan lebih cepat. Lita yang masih menikmati sisa-sisa puncak kenikmatannya mendesah-desah. Dadanya berguncang-guncang, menimbulkan sensasi luar biasa yang membuat nafsuku meledak-ledak.
Desahan Lita sudah berubah menjadi jeritan-jeritan kecil dan keringat bercucuran di wajah dan punggungku. Pinggangku mulai lelah bergoyang-goyang maju mundur, dan tanganku mulai kesemutan menahan pinggul Lita agar tidak mundur tertekan. Tetapi itu belum seberapa, penisku terasa panas, bahkan seperti mati rasa. Dinding vagina Lita begitu erat meremasnya dan membuatnya semakin nikmat bergesekan.
Akhirnya aku tidak tahan lagi, kukeluarkan penisku dari dalam, dan segera cairan hangat menyembur ke perut dan dada Lita yang sibuk mengatur nafasnya. Aku sendiri terengah-engah seperti baru saja berlari-lari. Entah berapa kali maniku menyembur, yang jelas akhirnya tidak ada lagi yang tersisa. Aku sangat lelah, dan segera kubaringkan tubuhku di samping Lita. Mulanya aku hanya ingin beristirahat sebentar, tetapi aku malah ketiduran.
Aku baru bangun ketika kurasakan tubuhku kedinginan. Aku segera memakai pakaianku, dan kulihat arlojiku, sudah pukul 2 subuh. Kubangunkan Lita, dan aku berpamitan. Kusempatkan mencium Lita yang seolah tidak bertenaga lagi. Dia hanya berbaring di ranjangnya.
"Lita, terima kasih untuk semuanya, jangan lupa kunci pintu kamarmu."
Aku tersenyum dan segera memacu mobilku. Aku sengaja tidak pulang ke rumah, karena orangtuaku akan curiga. Aku pergi ke kost temanku (laki-laki). Dan kutelpon rumahku, kukatakan aku akan menginap di kost Alf.
Orang tuaku tidak curiga, karena aku memang sering menginap di tempat kost Alf. Pagi harinya pinggangku pegal-pegal. Kutelpon kost Lita, dan suaranya terdengar ceria.
Aku hanya berbicara sebentar, tetapi ketika percakapan kami segera berakhir, Lita berkata, "Kutunggu kau malam ini..!"
Aku tahu Lita menginginkannya lagi, dan aku juga tidak akan puas melakukannya sekali. Tunggu saja, aku akan datang dan ada kejutan untukmu..
TAMAT