Jadi pejabat terkenal memang serba sulit. Kemana-mana selalu jadi sorotan. Mau ke luar kota untuk urusan keluarga saja harus sembunyi dari penciuman wartawan yang tajam. Lalu bagaimana kalau sampai urusan seks pun diketahui mereka? Bisa kiamat karirku. Tapi aku punya strategi sendiri untuk menyalurkan hasrat seksualku manakala berjauhan dengan istri cukup lama karena tugas negara dan parpol yang kupimpin. Salah satu kisahku begini:
Dalam suatu meeting yang kupimpin, aku harus berada di luar kota selama 2 minggu, tinggal di hotel. Sengaja kupilih kamar di lantai teratas dan jauh dari siapapun. Meeting berjalan dari pagi sampai malam, hanya diselingi istirahat siang sekitar 3 jam. Pada hari ke-3 seusai rapat jam 10 malam aku mulai blingsatan karena merasa libidoku harus disalurkan. Untuk memanggil wts atau tukang pijat perempuan terlalu riskan karena mereka harus melewati resepsionis. Jadilah malam itu aku tidur telanjang dan beronani semalaman beberapa kali.
Paginya sepreiku tercemar banyak mani karena aku sengaja ejakulasi di atasnya. Jam 6 pagi kutelepon hotel minta waitres untuk membersihkan kamarku dan mengambil cucian. Lima menit kemudian datanglah seorang waitres yang langsung kupersilahkan masuk kamar dan kutunjukkan pakaian kotorku di keranjang.
"Sekalian sepreinya diganti ya, mbak," kataku sambil menunjuk ke ranjang lalu kuamati si waitres bercelana panjang itu. Lumayan juga nih cewek, pikirku. Ia mendekati ranjang dan mengamati cairan maniku di seprei. Kuamati wajahnya agak jengah. Meski begitu ia mulai melepas seprei. Dan entah keberanian dari mana tiba-tiba aku berjalan ke belakangnya dan pura-pura membantunya menarik seprei dobel bed yang besar itu.
"Saya Bantu ya mbak," kataku sambil berdiri di belakangnya ikut menarik seprei dan menekan pantatnya. Kontan senjataku yang Cuma terbungkus celana training tanpa CD menempeli pantatnya.
"Ah.. ah.. nggak usah, pak,' jawabnya sambil berusaha tidak jatuh ke ranjang karena tekananku.
"Gak papa, mbak, biar cepat," kutarik seprei sambil memeluknya dari belakang lalu kudorongkan pantatku sehingga mau tak mau ia tak kuat dan terdorong telungkup ke ranjang. Otomatis akupun ikut jatuh ke depan menelungkupi punggungnya.
"Aduh, maaf mbak," ujarku sambil sengaja menjatuhkan diri dan bibirku mengecup pipinya. Kubiarkan posisiku memeluk punggungnya dan menunggu reaksinya.
"Jangan begini, pak," tolaknya sambil berusaha berbalik. Perlahan kuperlonggar pelukanku dan pura-pura mau berdiri, sementara dia berusaha membalik tubuhnya. Tapi begitu badannya berbalik, aku kembali menjatuhkan diri menelungkupinya. Tubuhnya sekarang telentang. Kutindih. Kutekan.
"Ufh, jangan begini pak!" protesnya smbil menghindari ciumanku.
"Tenang, mbak. Gak papa, aku Cuma ingin memeluk, mbak.."
"Saya masih kerja pak.."
Aku tak peduli. Langsung bibirnya kusosor. Kumasukkan lidahku. Kubelit lidahnya, kuisep bibirnya. Ia menggelepar. Tanganku meremas payudaranya. Woo! Gede juga! Ia menggelinjang.
"Jangan, pak! Jangan," serunya. Tapi seranganku terus berlangsung.
"Kalau kamu menurut, aku akan membrimu hadiah," kataku memberi iming-iming. "Kamu mau berapa? 1 juta? 2 juta?" Dia tambah kaget.
"Kamu tahu siapa aku, kan?" lanjutku. Ia mengangguk. Aku meremas teteknya dan berusaha membuka kancing bajunya.
"Ja.. jangan, pak. Saya masih tugas.."
"Kalau begitu, jam berapa kamu selesai tugas?" tanyaku tegas.
"Jam 3 sore, pak.."
"Ng.. kalau begitu, selesai tugas kamu langsung masuk ke kamarku sini. Pintunya tidak kukunci. Tapi jangan sampai ada yang lihat. Mengerti?" Tegasku lagi sambil agak melotot.
"Iii.. iya, pak,"
"Janji sungguh?" Tekanku lagi.
"Sssungguh, pak. Saya nggak bohong.."
"Siapa namamu?"
"Inul, pak."
Setelah menggeluti tubuh dan bibirnya sebentar, kubiarkan dia keluar dari kamarku sambil membawa cucian.
Meeting pagi sampai siang hari itu jadi terasa membosankan karena membahas strategi memenangkan Pemilu yang sudah kerapkali kulakukan. Pimpinan meeting kuserahkan kepada wakilku. Aku tak bisa konsentrasi mengingat yang bakal terjadi jam 3 sore ini. Jam 1 siang meeting usai dilanjutkan makan siang kemudian istirahat sampai jam 4 sore. Setelah makan aku buru-buru naik ke kamar dan pesan supaya tidak diganggu siapapun karena mau istirahat.
Pintu kamar sengaja tidak kukunci. Jam 2 aku sudah berganti pakai t-shirt dan celana training tanpa CD. Sambil tidur-tidur ayam kubayangkan apa yang akan terjadi sebentar lagi. Jam 3 sore kuperhatikan pintu kamar tidak membuka. Aku sudah mulai sangsi dengan janji si Inul. "Kurang ajar, dia menipu!" pikirku. Tapi 5 menit kemudian nampaklah daun pintu membuka sedikit demi sedikit lalu kepala Inul mengintip.
"Cepat masuk, Nul, lalu kunci pintunya!" kataku tak sabar sambil mendekati dirinya. Begitu dia selesai mengunci pintu, aku sudah memeluk dan menggelutinya.
"Ah, jangan begini, pak. Lebih baik bapak saya pijit aja ya?"
"Memang kamu bisa mijit?" Tanyaku sambil meremasi teteknya.
"Sedikit-sedikit, pak. Belajar sama tukang massage hotel ini," jawabnya berani.
"Baiklah, tapi yang enak ya.." Lalu aku segera membuka t-shirt dan telungkup di ranjang. Kupikir memang tidak perlu tergesa-gesa menyalurkan hasrat seksku.
"Kamu naik saja ke ranjang, jangan di pinggir gitu," perintahku. Inul menurut. Ia bersedeku di sampingku dan mulai memijit punggung. Sekarang ia memakai gaun yang agak lebar.
"Inul malam ini tidur di sini kan?" tantangku.
"Egh.. gimana ya? Nanti dicari orang rumah.."
"Kan bisa telepon.. bilang saja kalau kamu lembur.."
"Nanti lihat saja deh, pak," tekanan tangannya lumayan juga. Tapi aku tak sabar.
Kutelentangkan tubuhku.
"Tolong pijati bagian pahaku aja, Nul,"
"Iya, pak," ia menurut.
Tangannya memijit pahaku. Naik dan semakin naik sehingga mencapai daerah selangkanganku.
"Buka celanaku, Nul," suruhku lagi. Perlahan ia melepas trainingku dan "tueeng!" muncul pendekar kecilku. Mengacung.
"Pijat, Nul!"
Lagi-lagi ia menurut. Dengan hati-hati dipijatnya barang tegang itu sampai merah. Sekarang ganti aku yang kelojotan.
"Kulum, Nul!" Sambil kepalanya kudekatkan ke penisku. Ia mula-mula tak mau tetapi setelah kupaksa mau juga lidahnya menyapu batanganku. Kutekan lagi kepalanya hingga penisku masuk ke mulutnya. Kutarik naik turun kepalanya sambil menjambak rambutnya. Tak lama berselang croott.. cruutt.. creett.. cret.. cret.. cret.. masuk semua maniku ke mulutnya.
"Oh, telan Nul.. telan semua..!"
"Huueekk!" Inul hampir muntah dan melepas kulumannya. Cepat ia lari ke kamar mandi. Sementara aku terkapar layu.
"Hueekk!" sekali lagi kudengar Inul memuntahkan maniku dari mulutnya. Lalu terdengar ia berkumur. Aku tersenyum. Puas. Yah, setidaknya beberapa menit sebelum meeting dimulai lagi aku sudah bisa menyalurkan hasratku. Kutelanjangi diriku sendiri lalu bergerak ke kamar mandi.
"Ayo, kita mandi bareng, Nul!" Kurengkuh tubuhnya dan mulai kulucuti pakaiannya. Behanya sudah kulepas, tinggal CDnya.
"Jangan lepas CD saya, pak. Saya masih perawan," pintanya takut-takut sambil melihat senjataku sudah mengacung lagi.
"Masak mandi pake celana, gimana sih kamu ini, Nul? Aku nggak akan ngapa-ngapain kamu kok, paling juga cuma kupegang-pegang aja.." kataku meyakinkan sambil mulai memelorotkan CDnya.
"Jangan perawani saya, pak," bisiknya lagi.
"Heeh," jawabku singkat. Lalu mendekap tubuh bugil itu. Kudorong ke bawah shower. Kunyalakan shower lalu kami mandi di bawahnya sambil berpelukan. Teteknya habis kujilat dan kuhisap. Sementara tangannya kusuruh mengocok penisku. Setelah basah semua, kuajak ia masuk ke bathup yang kuisi air panas tapi tak terlalu tinggi. Pertama kududukkan ia membelakangiku. Kupeluk tubuhnya, kuremas-remas teteknya yang gede. Zakarku menusuk-nusuk punggungnya lalu kusuruh ia mendudukinya setelah aku agak memelorotkan diri. Zakarku dijepit di antara pahanya. Nikmat banget rasanya.
Kuperintahkan ia ganti posisi. Sekarang kami berhadapan. Ia duduk di pahaku, kakinya menggapit pinggangku. Kami berada di tengah bathup. Lagi-lagi penisku dijepit pahanya.
"Masukin ya, Nul," pintaku, tapi iamenolak.
"Jangan, pak. Bapak boleh melakukan apa saja, kecuali mrawanin saya," tolaknya halus. Aku jadi tak tega, padahal kalau mau mudah saja ia tinggal kuangkat dikit lalu kumasuki. Tapi yang serba dibatasi begini jadi semakin nikmat. Kujilati sekujur tetek dan tubuhnya, akhirnya ia pun kusuruh mengulum penis lagi. Hampir 15 menit aku bersandar sambil menikmati hisapan, jilatan, gigitan dan permainan lidahnya. Kujambak lagi rambutnya, kutekan kepalanya, lalu croot cruut cruut cret cret cret.. kusemprotkan maniku ke tenggorokannya. Aku yaki pasti ada yang tertelan. Ia meronta-ronta tapi tekananku kuat sampai aku tuntas. Huueekk! Ia memuntahkan apa yang sudah ditelannya beserta sedikit isi perutnya. Bathup jadi kotor oleh muntahannya tapi aku malah senyum. Biar saja kami berkubang kotoran nikmat itu. Kutekan-tekan leher belakangnya supaya muntahnya tuntas.
"Bapak jahat," ujarnya di sela-sela muntahnya.
"Nanti kamu akan terbiasa, Nul. Sebenarnya ditelan saja gak papa kok," jawabku menenangkan dia sambil memeluk tubuh bugilnya. Air mata yang keluar di matanya kucium dan kujilati. Ia mendekamkan tubuhnya di pelukanku sambil terisak-isak.
"Sudah yuk, kita mandi di shower. Aku mau meeting lagi, sementara itu kamu bisa istirahat tidur di sini," ajakku sambil mengangkat tubuh kami keluar dari bathup. Kusabuni tubuhnya di bawah shower sambil kujilati tetek dan selangkangannya. Ia agak mendesah ketika lidahku memasuki pintu vaginanya. Kepalaku diremasnya.
Seusai mandi kuhanduki tubuhnya dan tubuhku juga. Sambil telanjang kugendong ia ke ranjang dan kutidurkan telentang, lalu kutumpangkan tubuh polosku di atasnya. Sekali lagi kami bersilat lidah, saling kulum, isep. Kukangkangkan pahanya tapi aku tak memasukkan penisku. Hanya kumainkan di sekitar vaginanya. 10 menit sebelum meeting mulai kusudahi permainan kami setelah aku kembali ejakulasi karena kocokannya.
"Kamu tidur aja di sini ya, Nul. Ambil aja makanan di kulkas. Nanti malam kubawakan makanan. Ingat, jangan sekali-kali pintu kamar kamu buka! Kalau ada yang ngetuk, jangan disahuti. Kunci kamar aku bawa. Sekitar jam 10 malam aku baru balik, kuharap kamu sudah sehat karena kita akan lembur malam ini.." godaku. Ia hanya melengos, diam saja. Kuselimuti tubuh telanjangnya dan kukecup bibirnya, lalu aku bersiap diri memasuki ruang rapat dengan baju batik.
Lagi-lagi pimpinan rapat kuserahkan pada wakilku, karena aku tak mampu berkonsentrasi. Masih terasa kulit halus dan dada kenyal milik Inul. "Malam ini pasti bakal jadi kenangan indah," pikirku tak peduli pada sidang yang tengah membuat keputusan tentang strategi kampanye pemilu mendatang. Aku hanya mengiyakan apa-apa yang mereka putuskan. Jam 7 malam rapat dihentikan untuk makan malam selama 30 menit. Setelah itu dilanjutkan lagi hingga jam 22.00 palu penutup diketok. Aku bergegas ke tempat snack dihidangkan, kuambil beberapa lemper dan pastel. "Buat cemilan di kamar," kataku ketika ada yang tanya kelakuan anehku. Aku tak peduli dan berkata malam ini tidak mau diganggu. HP kumatikan, telpon kamar juga akan kucabut lepas kabelnya. Pelan kunci kamar kuputar, pintu kubuka dan kulihat kamarku remang-remang karena hanya lampu kecil yang menyala. Setelah pintu kukunci, aku segera ke ranjang dan nampak Inul masih di balik selimut. Tidurkah dia? Kutelanjangi diriku lalu perlahan menyusup ke balik selimut itu. Kehangatan kurasakan ketika kulit kami bersentuhan. Inul ternyata masih telanjang memunggungiku. Ia menggeliat
"Stt," bisikku, "sudah sehat kan? Inul mau makan dulu? Itu kubawakan snack."
"Nggak, pak. Tadi saya makan apel di kulkas, rasanya masih kenyang," jawabnya sambil menelentangkan tubuhnya. Kugeser tubuhku sedikit lalu setelah ia telentang penuh baru kutelungkupi lagi, kunaiki lagi.
"Kamu kedinginan?" tanyaku.
"Heeh, pak. ACnya dingin banget."
"ACnya dimatiin aja ya," dan tanpa menunggu jawabnya aku turun mematikan AC kamar. Setelah itu selimutpun kutarik sampai tubuh bugilnya tergolek indah di bawah cahaya lampu 10 watt. Kukangkangkan pahanya, kujilati selangkangannya. Kumasukkan lidahku menelusupi sela-sela bibir V-nya. Ia menggelinjang ketika lidahku semakin liar dan dalam. Kepalaku di remas-remasnya.
"Paak.. pak.. aku keluar.." desisnya kenikmatan dan suur suur suur.. cairannya kuhisap dan kutelan sampai tuntas dan kering lagi sambi kuremasi teteknya dengan tanganku yang cukup panjang menjulur ke atas. Ia terjelepak lemas. Kembali kutindih tubuhnya. Penisku yang tegang kugeser-geser di mulut V-nya, kumasukkan kepalanya. Tapi ia segera menghindar.
"Jangan, pak. Ingat janjinya.." larangnya. Aku menurut dan cuma bisa menyuruh menjepit dengan pahanya. Meski agak lama, akhirnya berhasil juga aku ejakulasi dalam jepitan pahanya. Kusemprotkan spermaku hingga membasahi seprei dan sebagian pantatnya dan selangkangannya. Kedua teteknya tak kunjung habis kunikmati.
Malam itu sampai 5-6 kali kami bergantian orgasme dan ejakulasi. Dan selama 10 hari itu Inul terus bersembunyi di kamarku di luar jam kerjanya. Ia hanya pulang sekali untuk pamit pada keluarganya bahwa ia harus lembur dan tidur di tempat kerjanya karena kesibukan kongres parpolku.
Pada hari terakhir ia pun tak tahan dan dengan sukarela menyerahkan keperawanannya padaku. Ia menangis ketika zakar panjang besarku menembus V-nya dalam-dalam, merobek selaput daranya lalu mengobrak-abrik isinya. Namun ketika kami keluar mani bersamaan ia sudah tidak menangis lagi. Malah memeluk punggung dan menggapitkan erat kakinya ke pahaku sambil berkejat-kejat belasan kali. Kubiarkan dara itu meratapi hilang keperawanannya sekaligus merasakan kenikmatan persetubuhan ini. Yang bagi dia pasti sangat berkesan seumur hidup karena menyerahkan perawannya pada seorang pejabat tinggi negara. Sedangkan bagiku, minggu depan mungkin sudah lupa, karena aku akan segera cari Inul yang baru setiap ada kesempatan. Tak peduli ia hanya pegawai hotel rendahan, tetap kusikat. Yang penting nikmat tapi sehat! Moga-moga pembaca juga ikut merasakan kenikmatanku yang kulakukan sembunyi-sembunyi bersama goyang Inul itu. Entah sudah berapa puluh kali aku memerawani para Inul hanya karena kedudukan dan uangku. Inul mana sih yang tak rela kugoyang kalau di depan hidungnya kusodori 2 juta rupiah? He he he..
Tamat