Panasnya nafsu birahi - 1

Ini adalah kisah dua orang sahabat sejati, Arif Budiman dan Ivan Cornellus, yang sama-sama kuliah disebuah Universitas terkenal di Jakarta. Dua orang sahabat yang berasal dari latar belakang ekonomi yang berbeda. Arif, pemuda berkulit putih dengan potongan tubuh pendek agak gemuk. Pemuda berusia 21 tahun ini adalah anak seorang janda kaya. Ibunya, Tante Melly adalah seorang pengusaha garment yang sukses. Ayahnya Tuan Sugondo, sudah meninggal setahun lalu akibat kecelakaan lalu lintas.

Sedangkan Ivan, pemuda berkulit hitam dan berambut keriting, dengan bentuk tubuh yang atletis, berasal dari Indonesia bagian Timur yang merantau ke Jakarta. Kedua orang tuanya adalah petani sederhana dikampungnya. Maka tak heran jika pemuda berusia 22 tahun ini harus berfikir keras untuk bisa melanjutkan kuliahnya di Jakarta yang serba mahal. Apalagi Ivan hanya mengandalkan kiriman orang tuanya dari kampung yang tidak seberapa dan kadang-kadang terlambat. Untungnya Arif sahabatnya, tak segan-segan membantu jika Ivan lagi kesulitan uang.

Meskipun perbedaan diantara mereka cukup jauh, terutama dalam hal ekonomi, tetapi hal itu tak mengurangi keakraban mereka. Arif yang berasal dari kalangan elite tak pernah memandang rendah terhadap Ivan yang berasal dari keluarga miskin. Arif sering mengajak Ivan untuk main kerumah mewahnya yang terletak dilingkungan elite. Persahabatan mereka terus terjalin, meski Arif dan Ivan sama-sama pernah menaruh hati pada seorang gadis, Poppy namanya. Walau akhirnya Poppy lebih memilih Arif, Ivan cukup tahu diri. Dia dengan ikhlas dan berlapang dada menerimanya.

Dalam persahabatan mereka, banyak suka dan duka mereka lewati. Seperti suatu ketika Arif mau dipukul seseorang yang juga naksir sama pacarnya Poppy, Ivan dengan gagah berani membantunya. Ivan yang memiliki keberanian dan ilmu bela diri yang dapat diandalkan dengan mudah mengusir orang itu. Membuat orang itu kapok dan tak berani lagi mengganggu Arif.

Sore itu Ivan sedang tidur-tiduran di kamar kostnya yang sempit dan pengap, seorang temannya datang mengabarkan, kalau Arif mengalami kecelakaan. Mobilnya menabrak trotoar, bagian depan mobilnya ringsek dan kondisi Arif sendiri cukup parah, terutama kedua kakinya yang terbentur stir mobil. Sebagai sahabat, Ivan bersama beberapa temannya segera mendatangi tempat kejadian dan membawa Arif Arif kerumah sakit, sementara temannya membawa mobil Arif ke bengkel.

Karena luka yang dialami Arif cukup parah maka atas saran dokter, Arif harus menjalani rawat inap. Ivanpun segera menghubungi Tante Melly, ibunya Arif, kalau anaknya harus diopname. Berhubung Tante Melly masih berada diluar kota untuk urusan bisnisnya, maka Tante Melly meminta tolong Ivan supaya menjaga Arif dirumah sakit sebelum dia datang. Dia akan mengirimkan sejumlah uang ke ATM Arif untuk biaya selama perawatan.

Setelah tiga hari berada di UGD, Arif dipindahkan ke kamar. Maunya Ivan mencarikan Arif kamar VIP, tetapi karena sudah penuh terpaksa Arif mencarikan kamar kelas satu yang ditempati oleh dua orang. Di kamar rumah sakit itu, Arif harus dirawat sekamar dengan seorang Pak Indra yang juga mengalami kecelakaan. Menurut Mbak Heny, istrinya, Mas Indra menabrak sebuah mobil karena mengendarai mobil dalam keadaan mabuk. Dan yang membuat Mbak Heny kesal adalah saat kecelakaan, didalam mobil Mas Indra sedang bersama seorang gadis panggilan.

Tak terasa sudah tiga hari Ivan menunggu Arif sahabatnya yang sedang terbaring sakit di kamar itu. Dan persahabatannya dengan Mbak Heny semakin akrab. Tak jarang Mbak Heny membikin segelas kopi untuk Ivan, begitupun Ivan sesekali memijit tubuh Mbak Heny kalau dia lagi pegal-pegal.

Dihari yang keempat Ivan merasakan matanya ngantuk sekali karena sudah tiga hari dia tidur baru menjelang dini hari. Diapun permisi sama Mbak Heny untuk pergi tidur. Ivan tidur dilantai beralaskan tikar. Tak lama berselang Mbak Heny menyusul tidur, sekitar dua meter dari Ivan.

Disaat tengah malam, disaat semua penghuni kamar sudah tertidur pulas, Ivan terbangun. Samar-samar dia mendengar desahan-desahan yang berasal dari arah Mbak Heny tidur. Ivan memicingkan matanya, mengintip ke arah suara desahan itu. Ivan terkesiap melihat pemandangan disebelahnya. Dimana Mbak Heny yang tidur terlentang, dengan gaun tidur yang tersingkap ke atas, memperlihatkan pahanya yang putih mulus, sedang menyusupkan tangannya ke balik celana dalamnya dan meraba-raba vaginanya sendiri.

Sesaat kemudian Mbak Heny melepaskan celana dalamnya, membuat Ivan semakin terkesima melihat bentuk vagina Mbak Heny yang indah, dihiasi bulu-bulu tipis. Ivan merasakan nafsu birahi mulai bangkit, batang kemaluannya mengeras. Ivan memiringkan tidurnya agar dapat melihat dengan jelas apa yang akan dilakukan Mbak Heny selanjutnya.

Detik-detik selanjutnya, Mbak Heny kembali melanjutkan aktivitasnya. Tangannya meraba-raba bibir vaginanya yang merah merekah, sambil mulutnya tak berhenti mendesah. Pemandangan selanjutnya semakin membuat perasaan Ivan tak karuan. Dimana, Mbak Heny mencucuk-cucuk vaginanya sendiri dengan irama yang semakin lama semakin cepat.

"Akkhh.. oohh.. oughhtt.. ouhh.. akhh.." desahan dan rintihan yang keluar dari mulut Mbak Heny semakin keras, sampai suatu saat Ivan melihat tubuh Mbak Heny terhentak-hentak, pantatnya terangkat dan tubuhnya mengejang beberapa saat untuk kemudian terkulai lemas dan tertidur kembali. Rupanya Mbak Heny sudah mencapai orgasme, pikir Ivan dalam hati.

Ivan yang sedari tadi mengintip tak dapat membendung nafsu birahinya. Sesaat kemudian dia bangkit dari tidurnya lalu pergi ke kamar mandi yang ada disebelah kiri kamar. di kamar mandi Ivan menurunkan celananya dan mengocok-ngocok batang kemaluannya sendiri.

Saat Ivan tengah asyik mempermainkan kemaluannya sendiri, tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka. Ivan terkejut bukan main melihat Mbak Heny yang hanya mengenakan handuk yang dililitkan ditubuhnya, sudah berdiri dipintu kamar mandi yang terbuka. Saking terkejutnya Ivan tak sempat berbuat apa-apa. Tangannya masih menggenggam batang kemaluannya yang telah berdiri tegak. Apalagi Mbak Heny memandang ke arah selangkangannya dengan mata melotot.

"Ma.. maaf.. Mbak.. sa.. ssa.. yaa" suara Ivan terbata-bata saking terkejutnya, mukanya bersemu merah menahan malu karena dipergoki Mbak Heny sedang beronani.
"Nggak.. apa-apa.. aku yang salah," sahut Mbak Heny pelan, membuat Ivan merasa sedikit tenang.
"Lanjutin aja Van," imbuh Mbak Heny sambil tersenyum.

Dalam hatinya, Ivan menduga Mbak Heny akan segera keluar dari kamar mandi. Tapi dugaannya meleset seratus persen. Mbak Heny bukannya keluar dari kamar mandi. Sambil menutup pintu kamar mandi dan menguncinya dari dalam, Mbak Heny melepaskan handuk yang melilit ditubuhnya, kemudian berjalan ke arah Ivan yang masih bengong tak percaya. Dengan tubuh yang telah telanjang bulat Mbak Heny berdiri tepat dihadapan Ivan.

Tanpa memperdulikan Ivan yang masih terbengong-bengong, Mbak Heny langsung memeluk tubuh pemuda itu.

"Ohh.. Van.. Mbak.. kesepian.. tolong puasin Mbak Van," pinta Mbak Heny sambil membuka mulutnya dan dengan rakusnya dia

Menyambar bibir Ivan dan langsung melumatnya, sambil tangan kirinya dengan lembut mengelus-elus batang kemaluan Ivan yang besar panjang dan berwarna hitam mengkilap. Ivan yang tengah dirasuki nafsu birahi membalas lumatan mulut Mbak Heny dengan pagutan yang tak kalah hebatnya.

Perlahan Mbak Heny menurunkan jilatannya keleher Ivan. Jilatan yang membuat Ivan merinding, dan mendongkrak saraf-saraf birahinya. Selanjutnya kecupan dan jilatan Mbak Heny merambat turun kedada Ivan.

"Oohh.. Mbak.. eenaakk.. akhh.. sstt.." erang Ivan saat Mbak Heny mengecupi buah dadanya dan menjilati puting susunya. Mulut Mbak Heny membuka dan mengatup mengecupi dada Ivan yang bidang.

Setelah puas mengecupi dada Ivan, Mbak Heny kemudian berlutut dilantai kamar mandi. Wajahnya menghadap keselangkangan Ivan. Mbak Heny mendekatkan wajahnya keperut Ivan. Beberapa saat lidah Mbak Heny menari-nari diatas kulit perut Ivan, kemudian turun kebatang kemaluan Ivan.

Batang kemaluan Ivan yang telah berdiri tegak mulai dijilatinya. Mbak Heny menusuk-nusuk lubang kencing Ivan dengan lidahnya. Membuat lubang kencing Ivan memerah. Ivan mendesah saat lidah Mbak heny menyentuh saraf-saraf peka pada lubang kencingnya. Desahan yang membuat Mbak Heny semakin bersemangat meningkatkan serangan birahinya. Dengan buasnya Mbak Heny menjilati, menyedot dan mengulum batang kemaluan Ivan yang mengkilap dengan urat-urat kasar disekelilingnya. Buah pelir Ivan tak luput dari jilatannya.

"Oohh.. Mbakk.. nikk.. matt.. terus.. isseepp.. truuss.. Mbak," desah Ivan.

Gelombang nikmat yang datangnya bertubi-tubi, membuat Ivan merintih berusaha menahannya. Perlakuan Mbak Heny pada batang kemaluannya membuatnya serasa melayang kesorga kenikmatan. Dengan penuh nafsu, Ivan mengamati mulut Mbak Heny yang sedang menjilati dan mengulum kemaluannya, sambil mengelus-elus rambut istri Mas Indra itu.

Mbak Heny semakin ganas menjilati dan sesekali menggigit batang kemaluan Ivan ketika dia merasakan batang kemaluan itu semakin mengeras dan berkedut-kedut.

"Oohh.. akhh.. Mbaakk.. truuss.. nikk.. matt.. enak.." racau Ivan tak karuan.

Dan saat merasakan orgasmenya akan segera tiba, Ivan menjambak rambut Mbak Heny dan membenamkan kepala wanita itu diselangkangannya, sambil mendorong pantatnya maju mundur melawan gerakkan kepala Mbak Heny.

"Akhh.. Mbak.. ak.. uu.. mauu.. ke.. luarr.. oohh," erang Ivan keras.

Sedetik kemudian sperma Ivan menyemprot dan tumpah didalam mulut Mbak Heny. Setiap semprotan spermanya ditandai dengan anggukan-anggukan batang kemaluannya. Tanpa rasa jijik sedikitpun Mbak Heny menelan seluruh sperma yang keluar dari kemaluan Ivan. Dan sambil tersenyum ke arah Ivan, Mbak Heny menjilati sisa-sisa sperma yang masih blepotan dibatang kemaluan Ivan.

Bersambung . . . .

Panasnya nafsu birahi - 3

Tak terasa sudah dua puluh hari lamanya Ivan seorang diri menunggui Arif yang sedang dirawat dirumah sakit. Sampai akhirnya pada hari yang kesebelas, ibunya yang baru datang dari luar kota menjenguk Arif. Saat itu kondisi Arif sudah sedikit membaik, dia sudah mulai bisa bicara. Karena sudah ada Tante Melly, ibunya yang menunggunya, maka Arif meminta Ivan untuk mengabarkan tentang kondisinya yang lagi sakit pada Poppy, pacarnya.

Dengan mobil pinjaman dari Tante Melly, Ivan segera berangkat menuju tempat kost Poppy, yang jaraknya sekitar 10 km dari rumah sakit. Poppy, gadis cantik berbody sexy dan berkulit putih mulus adalah pacar pertama Arif. Poppy yang baru berusia 17 tahun dan masih duduk dikelas dua SMU, juga kenal baik dengan Ivan. Bahkan Ivan seringkali menggoda Poppy, agar mau menjadi pacarnya kalau dia putus dengan Arif.

Sekitar satu setengah jam perjalanan, Ivan sampai ditempat kost Poppy. Didapatinya rumah kost sangat sepi. Mungkin penghuninya lagi kerja atau sekolah, pikir Ivan dalam hati. Dengan berjalan santai Ivan menuju kamar Poppy. Ivan mengetok pintu tiga kali. Tok!Tok!Tok! Tak ada jawaban. Iseng-iseng Ivan membuka pintu kamar, tidak terkunci.

Saat Ivan membuka pintu, pandangannya tertuju kelayar televisi yang masih menyala dan dilayar terlihat adegan seorang pria negro sedang menyetubuhi seorang gadis Jepang. Dan Ivan lebih terkejut lagi saat menoleh ketempat tidur Poppy. Disana diatas ranjang, Poppy sedang tertidur pulas masih mengenakan seragam sekolahnya. Pasti Poppy tertidur sehabis nonton film porno, pikir ivan.

Dan yang membuat perasaan Ivan tak karuan adalah posisi tidur Poppy yang terlentang dengan rok yang tersingkap ke atas, memperlihatkan pahanya yang putih mulus. Ivan teringat kembali kenangan dirumah sakit, saat mengintip Mbak Heny yang berakhir dengan persetubuhannya dengan istri Mas Indra itu.

Melihat posisi tidur Poppy yang sangat menantang, membuat nafsu birahi Ivan bangkit. Batang kemaluan mulai mengeras dari balik celana dalamnya. Disaat nafsu setan mulai merasukinya dan menutupi akal sehatnya, maka tanpa berpikir panjang lagi, Ivan segera menutup pintu kamar kost Poppy dan menguncinya dari dalam. Anak kunci dia sembunyikan di bawah meja rias.

Kini Ivan berjalan mendekati Poppy, samar-samar terlihat gundukan putih menggiurkan yang ditumbuhi bulu-bulu tipis dari balik celana dalam Poppy. Membuat nafas ivan naik turun. Poppy sebenarnya tahu kalau Ivan memasuki kamarnya, dia juga tahu kalau Ivan terangsang dengan posisi tidurnya yang mengundang birahi laki-laki. Tapi Poppy yang juga sedang terangsang sehabis menonton film porno, sengaja membiarkannya dan memejamkan matanya seperti orang tidur.

Sesaat kemudian Ivan duduk disamping Poppy, tangannya mengelus-elus lembut buah dada gadis itu dari balik baju seragamnya. Setelah yakin Poppy tertidur, Ivan membuka satu persatu kancing-kancing seragam sekolah, kemudian kaitan BH Poppy yang ada di depan.

Kini Ivan dengan bebasnya memandangi ranumnya buah dada Poppy, pacar Arif temannya, yang membuat Ivan semakin terangsang. Maka tanpa ragu lagi, tangan kasar Ivan meremasi buah dada Poppy. Selanjutnya Ivan merangkak diatas tubuh Poppy, menciumi dan menjilati buah dada gadis itu.

"Akhh.. terushh.. oohh," Poppy tak tahan lagi, perlahan dia membuka matanya.

Poppy tersenyum ke arah ivan, membuat pemuda yang tadi mengira gadis itu akan berontak menjadi semakin bernafsu. Jilatan dan ciuman Ivan kini mulai turun keperut dan pusar Poppy. Ciuman Ivan dibagian perut dan permainan lidah dipusarnya, menimbulkan rasa geli yang amat sangat bagi Poppy. Tangannya meremas-remas rambut Ivan dan erangan-erangan kecil dari mulut Poppy menikmati nakalnya permainan lidah Ivan.

Poppy yang sedang dilanda birahi yang sangat hebat, membiarkan saja saat tangan Ivan menggerayangi daerah sekitar vaginanya. Dari luar celana dalam Poppy yang mulai basah, tangan Ivan tak henti-hentinya mengelus-elus bukit kenikmatan gadis itu. Poppy semakin menikmati perlakuan Ivan, terbukti dengan semakin membanjirnya lendir kenikmatan divaginanya. Apalagi saat Ivan mulai menyusupkan jari-jarinya kebalik celana dalam Poppy sambil mengusap lembut gundukkan didalamnya. Poppy semakin tak kuasa menahan lendir kenikmatan yang semakin membanjiri vaginanya.

"Akhh.. Van.. terushh.. ohh," desah Poppy saat tangan Ivan mulai mencucuk-cucuk lubang vaginanya.

Poppy yang semakin terbakar nafsunya, menjambak rambut Ivan sambil mendorong kepala pemuda itu ke arah vaginanya. Ivan mengerti keinginan Poppy. Ditariknya celana dalam juga rok sekolah gadis itu hingga terlepas. Tanpa membuang waktu lagi, Ivan menjilati daerah sekitar vagina Poppy. Dijilati dan digigitnya bibir vagina Poppy dengan penuh nafsu. Sesekali Ivan menusuk-nusuk lubang vagina Poppy dengan lidahnya. Poppy mengangkat-angkat pantatnya menyambut jilatan Ivan, sambil menarik kepala pemuda itu dan membenamkan keselangkangannya.

Tak lama berselang, saat Ivan sedang asiknya menjilati vagina Poppy, Ivan merasakan getaran didaerah selangkangan gadis itu. Getaran itu semakin lama semakin hebat, sedetik kemudian Poppy berteriak keras.

"Van.. aku.. ke.. Luarr," Poppy menjerit saat mencapai puncak kenikmatan.

Cairan hangat dan kental merembes didinding vagina Poppy. Dan tanpa menunggu lagi, Ivan menjilati dan meraupi cairan kenikmatan yang membasahi lubang vagina Poppy. Ivan mengumpulkan cairan kenikmatan Poppy dimulutnya dan menelannya. Ivan membiarkan Poppy beristirahat menikmati orgasmenya, sambil melepaskan seluruh pakaiannya. Setelah telanjang bulat, Ivan kemudian mengangkangi wajah Poppy, sambil mengacung-acungkan batang kemaluannya yang sudah mengeras ke mulut Poppy.

"Wow.. gede sekali Van, punyamu," seru Poppy berdecak kagum sambil menggerakkan tangannya menggenggam kemaluan Ivan, lalu mengelusnya dengan lembut.
"Akkhh.. Pop.. nik.. matt.. terus," erang Ivan saat tangan kiri Poppy mengocok kemaluannya.

Kepala Ivan tengadah dan matanya merem melek meresapi kenikmatan yang dirasakannya. Poppy menarik kemaluan Ivan kemulutnya yang sudah terbuka dan langsung mengulum kemaluan pemuda itu.

"Pop.. pyy.. terus.. akhh," racau Ivan tak karuan, sambil mengacak-acak rambut Poppy.

Racauan yang keluar dari mulut Ivan membuat Poppy semakin liar dan bersemangat menjilati batang kemaluan Ivan yang besar dan panjang. Poppy terus menjilati dan mengulum kemaluan Ivan sambil sesekali menggigit urat-urat yang mengelilingi kemaluan itu, membuat Ivan meringis menahan sakit.

Sesaat kemudian, Ivan yang sudah tak sabar lagi, menarik kemaluannya dari mulut Poppy, kemudian Ivan berjongkok diatas selangkangan Poppy. Ivan menggenggam kemaluannya dan langsung mengarahkannya ke lubang vagina Poppy. Perlahan Ivan mendorong pantatnya untuk menusukkan kemaluannya ke lubang vagina Poppy yang masih perawan.

Setelah beberapa kali gagal, akhirnya pada tusukkan yang kesekian kalinya, kemaluan Ivan berhasil menerobos masuk dan merobek selaput dara Poppy. Poppy menjerit sangat keras, merasakan nyeri dan ngilu pada lubang vaginanya. Tanpa memperdulikan jeritan Poppy, Ivan menekankan pantatnya lebih keras hingga seluruh batang kemaluannya masuk dan terbenam, tertelan lubang vagina Poppy. Ivan mendiamkan sejenak kemaluannya disana untuk beradaptasi sambil menatapi tetesan darah segar keluar dari lubang vagina Poppy dan merembesi paha mulus gadis itu.

Dengan irama pelan Ivan mulai menarik dan mendorong pantatnya. Terlihat dengan jelas, bibir vagina Poppy tercelup ke dalam saat kemaluan Ivan masuk dan mekar keluar saat Ivan menarik kemaluannya. Ivan menghujam-hujamkan kemaluannya ke lubang vagina Poppy sambil meremasi kedua buah dada gadis itu, dan Poppy mengimbangi gerakkan Ivan dengan mengangkat-angkat pantatnya. Kepala Poppy terdongak ke atas dan matanya merem melek meresapi kenikmatan yang diberikan Ivan. Poppy teringat kata teman-temannya yang sudah pernah bersetubuh, bahwa bersetubuh itu sangat nikmat.

Semakin lama gerakkan keduanya semakin cepat dan liar. Nafas mereka semakin memburu dan peluh-peluh semakin deras mengaliri tubuh mereka, hingga akhirnya, diiringi jeritan yang hampir bersamaan dan memecah kesunyian kamar. Kedua insan itu mencapai puncak kenikmatan. Ivan membenamkan seluruh kemaluannya dalam-dalam sambil menyemprotkan seluruh spermanya dilubang vagina Poppy. Sejenak tubuh mereka mengejang, kemudian terkulai lemas.

Ivan tertidur disamping Poppy sambil tersenyum penuh arti mengecup bibir sexynya. Dengan sisa-sisa tenaganya, Poppy berusaha bangkit dari tempat tidur, lalu berjalan tertatih menuju kamar mandi, yang ada didalam kamar. Poppy membersihkan bercak darah yang mengering disekitar daerah vagina dan pangkal pahanya. Setelah membersihkan semuanya, Poppy kembali kekamar. Dipandanginya wajah Ivan yang masih tidur telanjang diatas ranjang.

Mata Poppy tertuju pada kemaluan Ivan, kemaluan yang baru saja berhasil menembus vaginanya dan merobek keperawanannya. Dalam keadaan layu saja kemaluan Ivan sudah gede, apalagi kalau tegang. Membayangkan kembali rasa nikmat yang baru dialaminya, membuat nafsu birahi Poppy bangkit lagi. Tanpa berpikir lagi Poppy langsung menindih tubuh Ivan dari atas. Mulutnya terbuka lalu dengan ganas mencaplok mulut Ivan dan langsung melumatnya. Ivan terbangun, tanpa menunggu lagi Ivan langsung membalas lumatan mulut Poppy dengan pagutan yang tak kalah hebatnya.

Kecupan dan jilatan Poppy kemudian merambat turun ke leher Ivan, dan beberapa saat lamanya, lidahnya bermain-main disana, untuk kemudian terus merambat turun kedada Ivan. Secara bergantian Poppy menjilati dan mengecupi dada Ivan. Puas memainkan lidahnya disana, Poppy menurunkan jilatanya kebagian perut Ivan. Ivan merasakan geli yang amat sangat saat lidah Poppy yang lembut menjilati kulit perutnya.

"Oohh.. akhh.. sstt.. Pop.. terus," desah Ivan menahan rasa nikmat saat Poppy mulai mengelus-elus pangkal kemaluannya dengan tangan kiri, sementara mulut gadis itu mencucuk lubang kencingnya dengan lidah. Perlahan kemaluan Ivan menegang dan urat-urat disekitar kemaluannya membesar.

Poppy semakin bersemangat menjilati, mengocok, menghisap dan mengulum kemaluan Ivan. Setelah dirasa cukup, Poppy kemudian mengangkangi kemaluan Ivan yang sudah mengeras dan kaku. Ivan memandangi tubuh montok dan mulus Poppy, pacar Arif temannya, yang membelakanginya, yang saat ini tengah memegang kemaluannya sambil mengarahkan selangkangannya diatas kemaluannya.

Bongkahan pantat yang padat sintal dan selangkangan Poppy yang sedang mengangkang lebar perlahan turun mendekati dan menyentuh kepala kemaluan Ivan. Pemuda itu mengira Poppy akan segera menurunkan pantatnya untuk memasukkan kemaluan Ivan ke lubang vaginanya.

Tapi dugaannya meleset, Poppy rupanya ingin mempermainkan Ivan. Poppy sengaja memutar-mutar pantat sintalnya diatas kepala kemaluan Ivan, membuat Ivan jengah.

Tak sabar menunggu, Ivan meraih pantat Poppy kemudian menekannya turun, membuat kemaluannya melesat masuk menerobos lubang vagina gadis itu. Ivan kemudian menyodok-nyodok vagina Poppy dari bawah. Dengan kedua tangan bertumpu pada kedua kaki Ivan, Poppy menggerakan pantatnya naik turun dan sesekali memutarnya, mengimbangi hujaman kemaluan Ivan dari bawah.

Tanpa menghentikan goyangan pantatnya, Poppy mendongakkan kepalanya meresapi kenikmatan dari setiap denyutan kemaluan Ivan yang menyesaki lubang vaginanya.

Sekitar lima belas belas menit berlalu, tanpa melepaskan kemaluan Ivan dari lubang vaginanya, Poppy memutar tubuhnya. Kini posisi Poppy berhadapan dengan Ivan. Sambil terus menggoyang-goyangkan pantatnya, Poppy membungkukkan tubuhnya, mendekatkan mulutnya kemulut Ivan lalu melumat mulut teman pacarnya itu.

Desahan dan erangan semakin sering terdengar dari mulut mereka seiring meningkatnya temp[o permainan mereka. Ayunan pantat Poppy semakin cepat seolah-olah sedang memburu sesuatu. Gerakkan tubuhnya semakin lama semakin liar. Sampai akhirnya Poppy merasakan selangkangan bergetar hebat dan vaginanya berdenyut tak beraturan.

Poppy merasakan seluruh urat sarafnya menegang dan diiringi lolongan panjang Poppy mencapai puncak kenikmatan mendahului Ivan. Poppy menekankan pantatnya membuat kemaluan Ivan terbenam dalam-dalam. Tubuhnya menegang beberapa saat. Dan dari dalam vagina menetes cairan hangat dan kental, merembesi dinding vaginanya.

Poppy beristirat beberapa detik untuk menikmati orgasmenya, lalu dia turun dari tubuh Ivan dan duduk disamping pemuda itu. Sambil duduk, Poppy mengocok dan mengulum kemaluan Ivan. Semakin lama kocokkan dan kulumannya semakin cepat, sampai Poppy merasakan kemaluan Ivan berkedut-kedut.

"Pop.. aku.. mauu.. keluarr," jerit Ivan sangat keras.

Dan beberapa detik kemudian, meledaklah cairan panas dari lubang sperma Ivan, menyemprot ke dalam mulut Poppy. Setiap semprotan ditandai dengan agukan kemaluan Ivan. Poppy menelan seluruh sperma Ivan yang masuk kemulutnya. Dan tanpa rasa jijik sedikitpun, Poppy menjilati sisa-sisa sperma yang masih tercecer dikemaluan Ivan sampai benar-benar bersih tak tersisa, lalu menelannya dengan rakus.

Hari itu mereka bersetubuh sampai sore, sampai mereka benar-benar kelelahan. Malam harinya, Ivan mengantarkan Poppy ke rumah sakit, untuk menjenguk Arif, pacarnya yang juga teman baik Ivan, sesuai dengan permintaan Arif. Sambil menggandeng tangan Poppy menuju rumah sakit, Ivan membisiki telinga gadis itu, agar merahasiakan persetubuhan mereka.

Setelah hari itu, dihari-hari berikutnya, Ivan semakin sering mengunjungi tempat kost Poppy. Apalagi kalau bukan untuk menikmati lagi indahnya tubuh gadis itu. Dan Poppy menyambut hangat setiap kunjungan Ivan, pemuda perkasa yang telah membuatnya ketagihan untuk merasakan nikmatnya sorga dunia.

Arif yang sedang terbaring dirumah sakit sama sekali tidak tahu kalau Ivan, sahabat karibnya telah meregut keperawanan Poppy, pacarnya.

Bersambung . . . . .

Panasnya nafsu birahi - 2

Setelah mencapai orgasmenya yang pertama, Ivan beristirahat sejenak memulihkan tenaganya. Kemudian dia berdiri sambil menarik tangan Mbak Heny untuk berdiri. Dalam keadaan berdiri sejajar, Ivan memeluk tubuh Mbak Heny erat-erat. Mulutnya langsung melumat mulut Mbak Heny. Sementara tangannya meremas-remas pantat Mbak Heny yang padat. Mbak Heny membalas lumatan Ivan dengan pagutan yang tak kalah serunya, sambil tangannya menggenggam batang kemaluan Ivan yang masih layu.

Tangan lembut Mbak Heny dengan jari-jari yang lentik mengurut-urut kemaluan Ivan, membuat batang kemaluan itu perlahan-lahan bangkit lagi. Sementra Ivan dengan buasnya mengecup dan menyedot dari leher terus merambat turun ke buah dada Mbak Heny yang ranum.

"Oohh.. Van.. akhh.." desah Mbak Heny sambil menggeliat saat Ivan menyedot-nyedot puting buah dadanya.

Mata Mbak Heny merem melek dan kepalanya mendongak kelangit-langit kamar mandi meresapi kenikmatan yang dirasakannya. Tanpa melepaskan lumatannya pada mulut Mbak Heny, Ivan mengangkat tubuh Mbak Heny dan mendudukkannya diatas bak kamar mandi, dan membuka kedua kaki wanita itu lebar-lebar. Kemudian Ivan berlutut dihadapan istri Mas Indra itu.

Ivan mendekatkan wajahnya ke bagian perut Mbak Heny. Dengan penuh nafsu, Ivan menyosorkan mulutnya, menjilati dan mengecupi permukaan kulit perut Mbak Heny yang ramping. Mbak Heny menggelinjang hebat. Jilatan Ivan terus merambat turun kebibir vagina Mbak Heny. Kini mulut Ivan melumat bibir vagina Mbak Heny, yang ditumbuhi bulu-bulu tipis. Sesaat kemudian lidah Ivan menjilati sambil menusuk-nusuk lubang vagina Mbak Heny, membuat wanita itu menjerit histeris.

Mbak Heny merasakan dirinya seolah-olah terbang melayang kesorga kenikmatan, saat organ-organ vaginanya yang lembut dan peka tersentuh lidah Ivan yang kasar. Mbak Heny melupakan sejenak bayangan suaminya yang sedang terbaring menahan sakit didalam kamar. Jeritan dan desahan dari mulut Mbak Heny membuat Ivan semakin agresif mencucuk-cucukkan lidahnya pada lubang vagina wanita itu. Mbak Heny menjambak rambut Ivan dan membenamkan kepala pemuda itu keselangkangannya.

"Van.. sudah.. masukin punyamu.. akuu.. nggak.. tahan," pinta Mbak Heny dengan nafas yang memburu.

Ivan memenuhi permintaan Mbak Heny yang sudah nggak tahan menunggu batang kemaluan Ivan yang sudah tegang dan mengeras untuk segera menusuk lubang vaginanya. Sesaat kemudian Ivan berdiri. Kini selangkangannya berada pas di depan selangkangan Mbak Heny. Ivan memegang batang kemaluannya, mengocoknya sebentar kemudian mengarahkannya ke lubang vagina Mbak Heny. Dan Ivan mulai mendorong maju pantatnya.

Setelah beberapa kali gagal menembusi lubang vagina Mbak Heny yang sempit, akhirnya pada pada tusukkan yang kesekian kalinya. Dengan diiringi desisan dan disusul jeritan nikmat, batang kemaluan Ivan yang besar dan panjang itu, dengan sukses menembus lubang vagina Mbak Heny.

Tanpa membuang-buang waktu, Ivan langsung menggerakkan pantatnya maju mundur. Dengan penuh nafsu Mbak heny mengamati setiap gerakkan kemaluan Ivan yang keluar masuk dari lubang vaginanya. Desisan-desisan yang disertai kata-kata kotor keluar dari mulut Mbak Heny. Tangan Mbak Heny mencengkeram keras punggung Ivan, kedua kakinya mengapit pinggang Ivan. Seolah-olah tak mau kalah, Mbak Heny mengimbangi gerakkan pantat Ivan dengan mendorong-dorong pantatnya maju mundur.

Sambil terus menghujam-hujamkan kemaluannya pada lubang vagina Mbak Heny, Ivan menikmati setiap racauan dan jeritan histeris wanita itu. Sesekali Ivan menggerakkan pantatnya memutar. Membuat Mbak Heny merasakan lubang vaginanya seperti diubek-ubek. Nikmatnya luar biasa. Nikmat yang belum pernah dia rasakan selama berhubungan badan dengan Mas Indra, suaminya.

Sekitar tiga puluh menit berlalu, Mbak Heny merasakan akan segera mencapai orgamenya. Remasan tangannya kepunggung Ivan semakin keras. Seolah-olah hendak menjemput kemaluan Ivan agar menusuk lebih dalam lagi ke lubang vaginanya, Mbak Heny mengangkat pinggulnya tinggi-tinggi. Mbak Heny menggelinjang hebat.

Wajah Mbak Heny berubah ganas, matanya mendelik saat puncak kenikmatan itu benar-benar datang. Ivan tahu kalau Mbak Heny akan segera orgasme, dia semakin cepat menghujamkan kemaluannya ke lubang vagina Mbak Heny. Sampai akhirnya puncak kenikmatan Mbak Heny datang. Mbak Heny mendekap erat tubuh Ivan. Vaginanya berkedut-kedut, menjepit batang kemaluan Ivan. Cairan hangat dan kental merembesi dinding vaginanya. Orgasme yang beruntun telah dicapai Mbak Heny.

Untuk beberapa saat, Ivan membiarkan Mbak Heny menikmati orgasmenya. Kemudian Ivan yang belum mencapai puncak kenikmatan, menyuruh Mbak Heny turun dari bak mandi. Saat Mbak Heny sudah berdiri, Ivan mendorong tubuh wanita itu ke dinding. Ivan kemudian berlutut dibelakang Mbak Heny. Perlahan tangan Ivan membelai dan mengelus-elus paha Mbak Heny.

"Akkhh.. oohh.. sst," Mbak Heny mulai mendesah, saat lidah Ivan mulai menjilati pahanya yang putih mulus. Tangan-tangan nakal Ivan meremas-remas bibir kemaluannya dari belakang. Membuat nafsu birahi Mbak Heny bangkit lagi.

Kini jilatan Ivan terus merambat naik keselangkangan Mbak Heny. Lidah dan mulut Ivan melumat-lumat selangkangan Mbak Heny beberapa saat untuk kemudian berpindah ke lubang vaginanya. Lidah Ivan mencucuk-cucuk lubang vagina Mbak Heny membuat Mbak Heny kelabakan dan kewalahan menahan rasa nikmat.

Setelah puas memainkan lidah dan mulutnya dilubang vagina Mbak Heny, Ivan kemudian mendekatkan wajahnya kebelahan pantat Mbak Heny yang padat dan kenyal. Dicium dan dikecupnya pantat wanita itu beberapa kali. Kemudian Ivan menjulurkan lidahnya dan mulai menjilati lubang anus Mbak Heny, membuat Mbak Heny tersentak kaget. Karena baru kali inilah pantatnya diciumi dan lubang anusnya dijilati.

Ivan semakin kesetanan, dia meremas-remas pantat Mbak Heny sambil mencucuk-cucuk dan menyedot-nyedot lubang anus wanita itu. Mbak Heny yang sudah bertekad memberikan segalanya pada Ivan membiarkan saja apa yang dilakukan pemuda berkulit hitam itu. Sekitar sepuluh menit Ivan memainkan mulut dan lidahnya pada pantat Mbak Heny, dia kemudian berdiri smbil menarik pantat Mbak Heny kebelakang. Membuat posisi Mbak Heny jadi menungging. Tak lama berselang Ivan membuka belahan pantat Mbak Heny dengan tangannya lalu mengarahkan kemaluannya ke lubang anus Mbak Heny.

Rasa sakit yang hebat dirasakan Mbak Heny, saat kepala kemaluan Ivan menerobos masuk ke lubang anusnya yang masih perawan. Dan rasa sakit itu semakin hebat ketika sedikit demi sedikit batang kemaluan Ivan masuk ke lubang anusnya. Dengan sekuat tenaga Mbak Heny berusaha menahan rasa sakit itu. Sampai akhirnya seluruh batang kemaluan Ivan tertelan lubang anusnya.

Ivan mendiamkan kemaluannya disana beberapa saat, untuk beradaptasi. Ivan hanya mengelus buah dada Mbak Heny dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya meremas-remas lubang vaginanya. Setelah dirasa cukup, Ivan mulai menghujamkan kemaluannya ke lubang anus Mbak Heny. Setelah beberapa kali sodokkan, Mbak Heny merasakan sakit pada lubang anusnya perlahan-lahan mulai mereda dan berganti dengan rasa nikmat.

Kini dia mengimbangi dengan goyangan saat kemaluan Ivan menusuk-nusuk pantatnya. Sungguh pemandangan yang sangat kontras. Seorang putri cantik berkulit putih mulus sedang menungging, menghadap kedinding sambil memutar-mutar pantatnya, sedang disodok-sodok lubang anusnya dari belakang oleh seorang pemuda berkulit hitam legam.

Dan ketika Ivan merasakan kenikmatan yang sedang mencapai puncaknya. Ivan bergerak seperti kuda jantan yang sangat liar. Dia semakin cepat menyodok-nyodokkan pantatnya, sambil tangannya semakin cepat mencucuk-cucuk lubang vagina Mbak Heny. Sementara Mbak Heny tak mau kalah dia semakin cepat memutar-mutar pantatnya. Sampai akhirnya orgasme mereka datang menjemput.

Dan diiringi lolongan panjang yang hampir bersamaan. Ivan menyemprotkan spermanya dilubang anus Mbak Heny. Sedetik kemudian Mbak Heny menyusul. Cairan hangat dan kental merembesi dinding vaginanya, membasahi tangan Ivan. Ivan menarik tangannya dari lubang vagina Mbak Heny lalu mendekatkannya kemulut Mbak Heny. Tanpa ragu, Mbak Heny menjilati sisa-sisa spermanya sendiri yang menempel ditangan Ivan.

Sesaat kemudian Mbak Heny membalikkan tubuhnya. Sambil tersenyum dia memandangi wajah Ivan. Senyum penuh kepuasan, kepuasan yang belum pernah dirasakannya. Ivan membalas senyuman istri Mas Indra itu, senyuman bangga karena telah berhasil menyetubuhi wanita secantik Mbak Heny. Wanita yang tak mengeluh sedikitpun meski Ivan telah memerawani lubang anusnya.

Setelah membersihkan badan masing-masing, Ivan dan Mbak Heny keluar dari kamar mandi. Dengan mengendap-endap mereka berjalan menuju kamar. Sampai di kamar, mereka melihat Arif, sahabat Ivan dan Mas Indra, suami Mbak Heny yang masih tertidur pulas. Setelah dirasa aman, Ivan dan Mbak Heny kemudian tidur terpisah ditempat masing-masing, agar tidak mencurigakan. Mas Indra yang sedang tertidur lelap, sama sekali tidak tahu kalau istrinya telah berselingkuh dengan Ivan, penunggu pasien disebelahnya.

Dan malam-malam berikutnya, mereka melakukan lagi, bersama-sama mereguk kenikmatan. Tentu saja harus menunggu Arif dan Mas Indra tidur terlebih dahulu. Dan setiap menjelang tengah malam Mbak Heny yang sudah lama kesepian, membangunkan Ivan untuk memberinya kepuasan lagi. Ivan yang sudah merasakan buas dan ganasnya Mbak Heny saat bersetubuh, tentu saja menyambut hangat ajakan wanita itu. Sampai akhirnya Mas Indra dinyatakan sembuh dan dokter memperbolehkannya pulang. Otomatis Mbak Heny sebagai istrinya ikut pulang.

Tapi sebelum pulang Mbak Heny masih sempat memberikan alamat dan nomor telponnya pada Ivan. Mbak Heny mengundang Ivan untuk main-main ke rumahnya. Tentu saja kalau suaminya tidak ada dirumah. Apalagi kalau bukan untuk melanjutkan persetubuhan mereka yang untuk sementara tertunda.

Bersambung . . . . .

Panasnya nafsu birahi - 5

Tante Melly benar-benar tak berdaya menahan serangan birahinya. Sambil meremasi sprei, kepalanya bergoyang kekiri dan kekanan. Ditengah-tegah desisannya, mulutnya meracau, mengeluarkan kata-kata kotor. Serasa hendak menjemputi kemaluan Ivan agar menghujam lebih dalam lagi ke lubang vaginanya, Tante Melly mengangkat pantatnya tinggi-tinggi.

Sekitar tiga puluh menit berlalu mereka berganti posisi. Kini Ivan duduk diatas ranjang, dengan kemaluan yang masih tegak, sementara Tante Melly berjongkok diatas selangkangan pemuda itu. Kini Tante Melly memegang kendali, dia meraih kemaluan Ivan, dikocok-kocoknya sebentar, kemudian diarahkannya ke lubang vaginanya. Dengan cepat lubang vagina Tante Melly menelan seluruh batang kemaluan Ivan.

Tanpa membuang-buang waktu, Tante Melly langsung mendorong pantatnya naik turun, memompa kemaluan Ivan. Ivan mengimbangi gerakkan pantat Tante Melly dengan menyodok-nyodokkan pantatnya. Semakin lama semakin cepat Tante Melly memompa kemaluan Ivan. Sampai akhirnya, dia merasakan puncak kenikmatannya akan segera datang. Gerakkan Tante Melly semakin liar, matanya nanar dan wajahnya berubah ganas.

Dan akhirnya, dengan diiring lolongan panjang, Tante Melly menekankan pantatnya dalam-dalam. Tubuhnya mengejang beberapa saat, selangkangannya bergetar, dan vaginanya berdenyut keras. Orgasme yang kedua kalinya tengah melanda Tante Melly. Cairan hangat dan kental merembes dari lubang vaginanya, membasahi batang kemaluan Ivan.

Tante Melly diam beberapa detik, menikmati orgasmenya yang baru kali ini dirasakannya, setelah sepuluh tahun menjanda. Kemudian dia turun dari tubuh Ivan, lalu duduk disamping pemuda itu. Tangannya menggenggam lalu mengocok-ngocoknya pangkal kemaluan itu dengan tempo semakin lama semakin cepat. Sementara mulutnya mengulum kepala kemaluan Ivan.

Sampai akhirnya Tante Melly merasakan kemaluan Ivan berkedut-kedut. Ivan mengangkat-angkat pantatnya, menyambut kuluman dan kocokkan Tante Melly, tangan-tangannya dengan kuat menekan kepala Tante Melly dan membenamkan keselangkangannya saat dirasakannya orgasmenya hampir sampai.

"Ohh.. Tante.. akuu.. keluarr," jerit Ivan saat puncak kenikmatanya telah sampai.

Spermanya menyemprot ke dalam mulut Tante Melly. Setiap semprotan spermanya ditandai dengan anggukan-anggukan kemaluannya. Tanpa ragu, Tante Melly menelan seluruh sperma Ivan yang masuk kemulutnya. Dan sambil tersenyum puas, Tante Melly menjilati sisa-sisa sperma yang masih blepotan dibatang kemaluan pemuda itu.

Tante Melly benar-benar puas dengan permainan ranjang yang diberikan Ivan. Kepuasan yang tak pernah diberikan oleh siapapun, termasuk bekas suaminya yang kini telah tiada. Kepuasan yang sama juga dirasakan Ivan. Dugaanya tak meleset, wanita seperti Tante Melly, sangat ganas dan benar-benar luar biasa diatas ranjang.

Mereka tertidur pulas karena kelelahan, sehabis mereguk kenikmatan sorga dunia. Kira-kira satu jam tertidur, Ivan terbangun, saat merasakan ada yang bergerak-gerak pada bagian bawah tubuhnya. Ivan mengangkat kepalanya dan melihat Tante Melly sedang duduk sambil meraba-raba selangkangannya. Sambil tersenyum, Ivan menikmati setiap sentuhan lembut tangan Tante Melly, saat mengelus-elus kemaluannya yang masih layu.

Tante Melly yang bangkit lagi nafsu birahinya, berusaha semaksimal mungkin, membuat kemaluan Ivan tegang. Dengan tangan kanannya, Tante Melly mengocok-ngocok kemaluan Ivan. Sementara tangan kirinya, meremas-remas lubang vaginanya sendiri. Sambil memasukkan lalu menusuk-nusukkan jemari lentiknya, ke lubang vaginanya sendiri, Tante Melly tersenyum penuh nafsu dan semakin bersemangat mengocok kemaluan Ivan, saat dirasakannya kemaluan pemuda itu mulai mengeras dalam genggaman tangannya. Desahan-desahan yang saling bersahutan, mulai keluar dari mulut keduanya.

Tanpa melepaskan kocokkannya pada kemaluan Ivan, Tante Melly mendekatkan wajahnya ke kepala kemaluan itu. Tante Melly menciumi lalu menjilati kepala kemaluan pemuda itu. Lidahnya menusuk-nusuk lubang kencing Ivan, membuat kepala kemaluan Ivan memerah. Mendapat sentuhan-sentuhan erotis dari lidah Tante Melly, saraf-saraf sensitif dikemaluan Ivan mulai menegang. Urat-urat kasar yang mengelilingi kemaluan Ivan mulai membesar. Tante Melly terus memainkan lidahnya dikepala kemaluan itu.

"Aku akan memberimu kepuasan sayang," kata Tante Melly sambil menoleh ke arah Ivan.
"Iya, Tante puasin aku sayang, terus.. enakk," sahut Ivan saat Tante Melly mulai mengulum kemaluannya.

Mulut Tante Melly bergerak naik turun memompa kemaluan Ivan. Terlihat kemaluan Ivan yang sudah benar-benar tegang dan kaku, keluar masuk dari mulut Tante Melly. Sambil tetap mencucuk-cucuk lubang vaginanya sendiri dengan jari-jari tangannya, Tante Melly mengecup, menjilat, mengulum dan memompa batang kemaluan Ivan. Setiap jengkal batang kemaluan Ivan tak luput dari jilatannya. Buah pelir pemuda itu juga diseruputnya.

Nampaknya Ivan tak mampu menahan rasa geli yang melandanya. Dia merengkuh dan menjambak rambut Tante Melly dengan kedua tangannya. Ivan mengangkat-angkat pantatnya, menyambuti kuluman Tante Melly. Tante Melly semakin ganas serta liar, meningkatkan serangan birahinya mendengar desahan dan rintihan yang keluar dari mulut Ivan. Tante Melly mengulum seluruh batang kemaluan Ivan sampai mentok diujung tenggorokannya.

Sekitar dua puluh menit berlalu, Tante Melly menyudahi kulumannya pada kemaluan. Ia kemudian berjongkok diatas selangkangan Ivan, dengan posisi memunggungi pemuda itu. Tante Melly meraih kemaluan Ivan yang telah basah oleh air ludahnya, kemudian menempelkannya pada bibir vaginanya. Perlahan Tante Melly menurunkan pantatnya. Dan sedikit demi sedikit batang kemaluan menyeruak masuk dan menembuas lubang vaginanya.

Tante Melly mendiamkan sejenak gerakkan pantatnya, saat seluruh batang kemaluan Ivan telah masuk dan terbenam, tertelan lubang vaginanya. Kini dengan kedua tangan bertumpu pada kedua paha Ivan, Tante Melly mulai menggerakkan pantatnya naik turun.

"Kamu merasa enak sayang," tanya Tante Melly pada Ivan.
"Nik.. matt.. banget.. Tantee," sahut Ivan terpatah-patah, sambil meresapi nikmatnya goyangan janda itu.

Tante Melly terus menggoyang-goyang pantatnya dengan gerakkan naik turun, sambil sesekali memutarnya. Gerakkan pantat Tante Melly semakin lama semakin cepat memompa kemaluan Ivan ke lubang vaginanya, saat dia merasakan mulai menapaki puncak kenikmatan. Nafasnya semakin memburu.

Dan ketika puncak kenikmatan itu benar-benar datang, Tante Melly menekankan pantatnya keras-keras agar betang kemaluan Ivan lebih dalam menusuk lubang vaginanya. Otot-otot tubuhnya mengejang dan vaginanya berdenyut hebat. Dan diiringi jeritan histeris, Tante Melly mencapai orgasmenya. Cairan panas dan kental menyembur dari lubang vaginanya membasahi batang kemaluan Ivan.

Beberapa saat setelah Tante Melly mencapai orgasmenya, Ivan yang belum mencapai puncak kenikmatannya, mendorong tubuh wanita itu hingga telungkup ke kasur. Ivan mengangkat pantat Tante Melly, membuat posisi wanita itu menungging. Ivan lalu berlutut dibelakang pantat Tante Melly. Tangan kanan Ivan meremas-remas pantat Tante Melly, sementara tangan kirinya merabai lubang anus janda itu.

Sesaat kemudian Ivan mendekatkan wajahnya ke lubang anus Tante Melly dan mulai menciumnya. Sensasi geli yang luar biasa dirasakan Tante Melly, saat lidah Ivan menelusuri vagina dan lubang anusnya. Wanita itu langsung menggelingjang saat lidah Ivan menusuk-nusuk lubang anusnya. Tante Melly menggerakkan tangannya ke belakang meraih kepala Ivan, maksudnya agar Ivan lebih dalam menjilati lubang pantatnya.

Setelah puas menjilati lubang anus Tante Melly, Ivan kemudian menggenggam kemaluannya, lalu diarahkannya ke lubang anus Tante Melly. Perlahan Ivan mendorong maju pantatnya. Dan rasa sakit luar biasa yang dirasakan Tante Melly, saat kepala kemaluan Ivan memaksa masuk ke lubang anusnya.

"Ja.. jangan.. disituu.. Van.. sakitt," pinta Tante Melly menghiba, agar Ivan mengurungkan niatnya.
"Tahan Tante, nanti pasti enak," sahut Ivan cuek.

Tapi Ivan tak mau peduli, sambil mencengkeram pantat Tante Melly dengan kedua tangannya, Ivan terus mendorong maju pantatnya hingga seluruh batang kemaluannya masuk dan tertelan lubang anus janda cantik itu. Ivan merasakan kemaluannya seperti dijepit oleh sempitnya lubang anus Tante Melly yang masih perawan.

Tante Melly menjerit keras, merasakan perih dan panas yang sudah tak tertahankan lagi pada bibir dan dinding anusnya. Tanpa memperdulikan jeritan Tante Melly, Ivan mulai menggerakan pantatnya maju mundur, membuat kemaluannya keluar masuk, memompa lubang anus Tante Melly.

Sambil terus menghujam-hujamkan kemaluannya ke lubang anus Tante Melly, Ivan meremas-remas buah dada wanita itu dengan tangan kanannya. Sementara tangan kirinya mencucuk-cucuk lubang vagina Tante Melly yang memerah. Perlakuan Ivan pada kedua lubang bawahnya, membuat nafsu birahi Tante Melly mulai bangkit. Rasa sakit pada lubang anusnya mulai mereda, kemudian menghilang, lalu berganti dengan rasa nikmat. Jeritan-jeriatan Tante Melly kini berganti dengan desahan-desahan nikmat.

Kini Tante Melly mulai mengimbangi goyangan setiap kemaluan Ivan menghujam lubang anusnya, dengan menyodok-nyodokkan pantatnya, melawan gerakkan pantat Ivan. Tante Melly mendongakkan kepalanya ke atas, memandangi langit-langit kamar sambil meresapi kenikmatan yang sedang dirasakannya. Memang benar apa yang dikatakan Ivan, ternyata disodomi sangat nikmat.

Sementara Ivan semakin mempercepat goyangan pantatnya, batang kemaluannya semakin cepat menghujam-hujam lubang anus Tante Melly. Demikian juga jari-jari tangannya semakin cepat mencucuk-cucuk lubang vagina janda sexy itu. Dan desahan-desahan serta rintihan, tak henti-hentinya keluar dari mulut Tante Melly, saat menerima kenikmatan yang kini sedang menuju puncaknya. Dan ketika Ivan sudah tak mampu lagi menahan spermanya yang akan segera muncrat, maka desahan dan rintihan yang disertai jeritan keluar dari mulutnya.

Tante Melly yang juga merasakan puncak kenikmatannya akan segera tiba, semakin cepat menyodokkan pantatnya, menjemputi kemaluan Ivan. Sampai akhirnya Tante Melly merasakan selangkangannya bergetar hebat, vaginanya berdenyut-denyut. Dan diiringi lolongan panjang Tante Melly mencapai orgasmenya. Cairan yang sangat panas menyembur dari lubang vaginanya, membasahi tangan Ivan.

Beberapa saat kemudian Ivan menyusul. Seluruh otot-ototnya menegang beberapa saat. Dan sedetik kemudian kemaluannya menyemprotkan sperma yang sangat banyak dilubang anus Tante melly. Ivan membiarkan kemaluannya terbenam beberapa saat dilubang anus Tante Melly, sambil meresapi sensasi nikmat yang dirasakannya. Kemudian Ivan terkulai lemas dan rebah diatas ranjang.

Sesaat kemudian Tante Melly merebahkan tubuhnya disamping Ivan. Sambil tersenyum, janda cantik dan sexy itu memeluk tubuh Ivan. Kemudian mereka berdua tidur berpelukan. Dan baru terbangun saat matahari telah tinggi.

"Semalam kamu hebat sekali Van," puji Tante Melly, saat mereka mandi bareng.
"Terima kasih, Tante puas kan?," tanya Ivan, yang dijawab Tante melly dengan anggukan.
"Kamu mau lagi kan, memberiku kepuasan sayang," tanya Tante Melly sambil meminta.
"Siapa yang nggak mau sama Tante yang cantik dan sexy," puji Ivan sambil mengecup bibir Tante Melly.

Dan mulai hari itu, hampir setiap malam Ivan dan Tante Melly mereguk kenikmatan. Tante Melly yang sudah cukup lama menjanda, sangat tergila-gila dengan permainan Ivan diranjang, yang sangat memuaskan. Bersama Ivan, rasa hausnya akan sentuhan laki-laki yang telah lama terpendam, kini terobati. Nafsu birahinya yang meledak-ledak kini telah tersalur. Dan sebagai timbal baliknya, segala kebutuhan kuliah Ivan ditanggungnya. Bahkan berlebihan. Tante Melly juga memberikan mobil dan rumah untuk Ivan.

Tetapi sebagai laki-laki muda yang mempunyai nafsu birahi yang sangat tinggi, tak puas dengan Tante Melly saja. Ivan masih menginginkan wanita lain. Selain menikmati tubuh Tante melly, yang setiap saat merindukan kehangatan darinya. Ivan masih tetap menyetubuhi Poppy, pacar Arif, anak Tante Melly, yang juga sahabat karibnya. Gadis belia yang ia renggut keperawannya. Juga Mbak Heny, masih sering dikunjunginya, apalagi belakangan ini Mas Indra, suami Mbak Heny, menderita impoten dan jarang dirumah.

Maka Ivan dengan leluasa menikmati tubuh ketiga wanita itu secara bergantian. Dan dengan rapi dan sangat hati-hati, Ivan mengatur waktu, agar rahasia hubungannya dengan ketiga wanita itu tidak terbongkar.

E N D

Panasnya nafsu birahi - 4

Selama Arif dirawat dirumah sakit, Ivan dengan setia menunggu sahabatnya, bergantian dengan Tante Melly, ibunya Arif. Kadang-kadang Ivan merasa berdosa terhadap Arif yang selama ini begitu baik terhadapnya, karena telah menodai Poppy pacar Arif. Tapi setiap membayangkan tubuh mulus Poppy, nafsu birahinya bangkit dan melupakan kalau Poppy adalah pacar sahabatnya.

Setelah tiga bulan lamanya dirawat dirumah sakit, setelah dinyatakan sudah baikan, akhirnya Dokter mengijinkan Arif pulang dan menjalani rawat jalan. Mengingat jasa baik Ivan yang dengan setia menunggu Arif dirumah sakit, Tante Melly mengajak Ivan untuk tinggal dirumahnya yang cukup besar.

Enam bulan kemudian, setelah benar-benar sembuh, Arif disuruh kakeknya untuk tinggal dikampung. Ivan sebenarnya mau ikut Arif tinggal disana, tetapi Tante Melly melarangnya dengan alasan takut karena tidak ada laki-laki yang tinggal dirumahnya, sementara pembantunya perempuan semua. Disamping itu, karena Ivan bisa menyetir, biar ada yang mengantarnya kalau mau bepergian jauh.

Dirumah Tante Melly, Ivan menempati sebuah kamar dilantai dua, yang berdekatan dengan kamar wanita itu. Sementara pembantu-pembantunya tidur dilantai satu.

Sejak tingal dirumah Tante Melly, diam-diam Ivan sering memperhatikan gerak-gerik wanita itu. Ivan mengagumi kecantikan Tante Melly, ibu Arif sahabatnya. Meski sudah berusia 43 tahun, tetapi kecantikannya belum pudar. Tubuhnya yang montok dan sexy, mengundang air liur setiap lelaki yang memandangnya, tak terkecuali Ivan. Jantungnya sering berdebar saat bertatapan mata dengan Tante Melly. Sorot mata sayu tetapi tajam Tante melly, seakan mengisyaratkan bahwa dia seorang wanita yang haus dan binal diranjang.

Apalagi belakangan ini, Ivan merasakan kelakuan Tante Melly makin genit saja. Tante Melly sering mengenakan pakaian yang sexy, kaos ketat tanpa lengan yang dipadukan dengan rok mini, memperlihatkan lekuk tubuhnya dan pahanya yang mulus. Bahkan Tante Melly sering membiarkan pintu kamarnya terbuka, dan didalam kamar dia hanya mengenakan Bh dan celana dalam. Seolah-olah menantang Ivan, yang saat hendak kekamarnya harus melewati kamar Tante Melly, untuk menjamah tubuhnya.

Hingga suatu sore, saat itu Ivan baru datang dari membeli rokok diwarung dekat rumah Tante Melly. Baru saja Ivan menginjakkan kakinya diruang tamu, ketika terdengar suara Tante Melly memanggil namanya dari dalam kamar. Ivan bergegas menuju kamar wanita itu.

"Van, tolong ambilkan handukku dong," teriak Tante Melly dari dalam.
"Ia Tante," sahut Ivan pendek.

Ivan lalu bergegas mengambil handuk ditempat jemuran kemudian berjalan menuju kamar mandi yang ada didalam kamar. Sampai di depan kamar mandi Ivan mengetok pintu, sambil memanggil Tante Melly. Ivan tertegun di depan pintu, saat pintu kamar mandi terbuka. Kini di depannya, Tante Melly sedang berdiri dengan tubuh yang masih basah, tanpa selembar benangpun melekat ditubuhnya. Ivan dapat melihat dengan jelas lekuk-lekuk tubuh Tante Melly, yang membangkitkan nafsu birahinya.

Belum hilang rasa terkejutnya, Tante Melly menarik tangannya, kemudian memeluknya erat-erat membuat Ivan gelagapan. Tanpa sepatah katapun yang keluar dari mulutnya, Tante Melly langsung mancaplok mulut Ivan dan melumatnya. Ivan yang sudah berpengalaman tidur dengan banyak wanita, tahu kalau Tante Melly, yang sudah lama menjanda, sangat haus akan sentuhan laki-laki.

Dengan rakusnya, Tante Melly mengecup dan melumat mulut Ivan, sambil meraba-raba selangkangan pemuda itu. Tidak mau membuang kesempatan yang sudah lama diimpikannya, Ivan langsung membalas dengan pagutan-pagutan yang tak kalah buasnya, sambil meremas-remas pantat sintal Tante Melly. Sambil tetap melumat mulut Ivan, Tante Melly mulai menyusupkan tangannya kebalik celana dalam Ivan dan menggenggam kemaluan Ivan yang mulai mengeras.

"Ooh.. Van.. puasin aku.. sayang," pinta Tante Melly, sambil mengelus-elus kemaluan Ivan.

Sementara Ivan dengan buas menjilati dan menyedot dari leher merambat turun kebuah dada Tante Melly. Sesekali Ivan menggigit buah dada Tante Melly yang ranum. Tante Melly mendesah hebat. Matanya merem melek dan kepalanya terdongak ke atas, manakala lidah Ivan yang kasar menyentuh saraf-saraf peka pada buah dadanya. Tanpa melepaskan pagutannya, Ivan mendorong Tante Melly hingga tersandar kedinding. Kemudian Ivan berlutut dihadapan wanita itu.

Kini Ivan mulai menjilati dan mengecupi daerah perut Tante Melly. Wanita itu mendesah semakin hebat, saat lidah Ivan menari-nari dipusarnya dan diatas kulit perutnya yang ramping. Desahan Tante Melly, membuat Ivan semakin bernafsu mengerjai wanita itu. Kini mulut Ivan mendekati selangkangan Tante Melly. Lidahnya terjulur, menjilati sambil mencucuk-cucuk vagina Tante Melly, membuat ibu Arif itu histeris. Pinggulnya meliuk-liuk menahan rasa geli yang luar biasa.

Tante Melly merenggangkan kedua pahanya, memberikan jalan, agar lidah Ivan lebih leluasa menjilati vaginanya. Tante Melly menarik kepala Ivan dan membenamkannya keselangkangannya. Tujuannya agar, lidah Ivan lebih dalam menusuk lubang vaginanya. Ivan semakin cepat menusuk-nusukkan lidahnya ke lubang vagina Tante Melly, saat dirasakannya vagina wanita itu berdenyut hebat. Membuat Tante Melly semakin tak dapat menahan orgasmenya. Dan iapun pasrah menerima tusukan-tusukan lidah Ivan yang semakin cepat pada lubang vaginanya. Sampai akhirnya Tante Mely merasakan sesutau yang hendak meledak dari lubang vaginanya. Dan beberapa saat kemudian, diiringi lolongan panjang Tante Melly mencapai orgasmenya yang pertama.

Cairan hangat dan kental menyembur dari lubang vaginanya dan membasahi dinding-dinding vaginanya. Tanpa ragu-ragu, Ivan menjilati vagina Tante Melly yang masih basah. Gundukkan daging yang membengkak merah dan mengeluarkan lendir putih itu, dijilati dan disedotnya sampai bersih.

Ivan membiarkan Tante Melly yang baru saja mencapai puncak kenikmatan, menikmati orgasmenya beberapa saat. Kemudian Ivan membopong tubuh wanita itu, membawanya ke atas ranjang, lalu mendudukkan tubuh Tante Melly diatas ranjang. Kini Ivan berdiri dihadapan Tante Melly sambil melepaskan seluruh pakaiannya. Tante Melly benar-benar terpesona melihat besar dan panjangnya kemaluan Ivan yang ada dihadapannya.

"Luar biasa Van, baru kali ini aku melihat kemaluan sebesar punyamu," puji sambil tersenyum.

Tante Melly meraih kemaluan Ivan yang sudah mengeras, dengan lembut dielus-elusnya lalu dikocok-kocoknya.

"Oohh.. Tante.. enak.. terus," rintih Ivan sambil mengelus-elus rambut Tante Melly, saat janda itu melai menjilati kepala kemaluannya.

Rintihan-rintihan yang keluar dari mulut Ivan membuat Tante Melly semakin ganas dan liar untuk meningkatkan serangannya. Sambil terus mengocok pangkal kemaluan Ivan, Tante Melly menusuk-nusuk lubang kencing pemuda itu dengan lidah lembutnya. Lubang kencing Ivan langsung memerah, akibat menahan desakan darah syahwat yang menjalari kemaluannya.

Tante Melly semakin bersemangat mengulum, menyedot dan memompa kemaluan Ivan yang tegak kaku dengan urat-urat kasar disekelilingnya. Tante Melly berusaha memasukkan seluruh batang kemaluan Ivan ke dalam mulutnya, hingga mentok diujung tenggorokkannya.

"Akhh.. nik.. mat.. terus.. Tante.. terus," desah Ivan.

Dia sudah tak mampu menahan rasa geli pada kemaluannya. Kedua tangannya meraih dan menjambak rambut Tante Melly, lalu Ivan menarik dan mendorong kepala Tante Melly, membuat kemaluannya keluar masuk dari mulut wanita itu.

Nampaknya Tante Melly benar-benar ingin memuaskan Ivan dengan oral seksnya. Sambil meremas-remas buah dada dan lubang vagina sendiri Tante Melly, meningkatkan tempo jilatannya. Hampir seluruh batang kemaluan Ivan dijilatinya. Buah pelir dan lubang anus Ivan tak luput dari ciuman dan jilatannya. Tante Melly menikmati desahan dan erangan Ivan dengan meliarkan jilatan dan kulumannya. Sesekali dia menggigit-gigit kemaluan Ivan.

Beberapa menit berlalu Tante Melly menghentikan jilatan dan kulumannya pada kontol Ivan. Matanya yang sayu menatap wajah Ivan penuh birahi. Ivan yang sudah berpengalaman menyetubuhi wanita, tahu bahwa Tante Melly sudah menunggu kemaluannya yang sudah benar-benar tegang untuk segera menusuk lubang vaginanya. Didorong tubuh Tante Melly hingga terlentang diranjang. Kedua paha wanita itu dibukanya lebar-lebar. Kini Ivan mengangkangi

Selangangkangan Tante Melly. Perlahan Ivan menurunkan pantatnya, hingga kepala kemaluannya menyentuh bibir vagina Tante Melly.

"Cepet Van, masukkin punyamu," pinta Tante Melly tak sabaran, sat Ivan hanya menggesek-gesekkan kepala kemaluannya dibibir vagina wanita itu.

Sedetik kemudian Ivan memenuhi permintaan Tante Melly, didorongnya pantatnya pelan-pelan.

Mula-mula agak susah kemaluan Ivan menembus lubang vagina Tante Melly yang sempit, karena sudah lama tidak dimasuki. Tetapi setelah mencoba berkali-kali, akhirnya pada tusukkan yang kesekian kalinya kepala kemaluan Ivan berhasil masuk menerobos lubang vagina Tante Melly.

Tante Melly menjerit menahan rasa nyeri pada lubang vaginanya, saat kepala kemaluan Ivan berhasil masuk. Dan jeritannya bertambah keras saat seluruh batang kemaluan Ivan menerobos masuk dan terbenam, tertelan lubang vaginanya. Lubang vagina Tante Melly penuh sesak oleh besar dan panjangnya kemaluan Ivan. Ivan merasakan kemaluannya seperti dijepit dan dipijit-pijit. Ivan mendiamkan kemaluannya disana beberapa saat, untuk beradaptasi.

Kemudian Ivan mulai menaik turunkan pantatnya. Terlihat dengan jelas batang kemaluan Ivan keluar masuk dari lubang vagina Tante Melly yang sempit. Bibir vagina Tante Melly tercelup ke dalam saat Ivan mendorong kemaluannya masuk dan mekar keluar saat pemuda itu menariknya.

Bersambung . . . . .

Sekretarisku tercinta - 2

Aku tersenyum puas, aku memang nggak egois, biar Ritaku dulu yang terkulai lemas menikmati klimaksnya, aku bisa menyusul kemudian dan Rita selalu melayaniku dengan penuh kasih sayang dan kesabaran. Kubalikkan tubuhnya, kujilati dengan kulumat lendir-lendir di vaginanya, kujilat, kugigit sayang klitoris dan vaginanya, dia menggelinjang kegelian. Kutelan semua lendir Ritaku, sementara itu penisku masih berdiri tegak.

"Cepat masukin penisnya sayang, Mamah mau bobo nich.., lemas, ngantuk", kicaunya. Setelah kubersihkan vaginanya dengan handuk kecil, kumasukkan lagi penisku, aduh ternyata lubang vaginanya menyempit kering lagi, menambah nikmat terasa di penisku.
"Mmaahh, eennaak.. Maahh, oogghh, sempit lagi Maahh.." sambil terus kutekan ke atas dan ke bawah penisku.

Aku sedikit mengangkat badanku tanpa mencabut penisku yang terbenam penuh di vagina Rita, kemudian kaki kanan Rita kuangkat ke atas dan aku duduk setengah badan dengan tumpuan kedua dengkulku. Rita memiringkan sedikit badannya dengan posisi kaki kanannya kuangkat ke atas. Dengan posisi demikian, kusodok terus penisku ke luar dan ke dalam lubang vaginanya yang merah basah. Rita mulai melenguh kembali dan aku semakin bernafsu menusukkan penisku sampai dasar vaginanya. "Oogghh, Maahh, oogghh.. nikmat sekali sayang", lenguhku sambil memejamkan mataku merasakan kenikmatan vagina Rita yang menyut-menyut dan menyedot-nyedot. "Paahh.. Mamah enaak lagi, oogghh.. Paahh", dia mulai melenguh lagi keenakan. Aku semakin bersemangat menusukkan penisku yang semakin tegang dan rasanya air maniku sudah naik ke ujung penisku untuk kusemburkan di dalam kemaluan Rita yang hangat membara. Kubalikkan tubuhnya supaya tengkurap dan dengan bertumpu pada kedua dengkulnya aku mau bersenggama dengan doggy style, supaya penisku bisa kutusukkan ke vaginanya dari belakang sambil melihat pinggul dan pantatnya yang putih dan indah. Dalam posisi senggama menungging begitu, aku dan Rita merasakan kenikmatan yang sangat sempurna dan dahsyat. Apalagi aku merasakan lubang vaginanya semakin sempit menjepit batang penisku dan sedotannya semakin menjadi-jadi. "Paahh.. teruuss genjoott.. Paahh.." Rita mulai mengerang lagi keenakan dan pantatnya semakin mundur maju sehingga lubang vaginanya terlihat jelas melahap semua batang penisku. "Blleess, shhoott.. bleess.. sroott, sreett crreeckk.." gesekan penisku dan vaginanya semakin asyik terdengar bercampur lenguhan yang semakin nyaring dari dua anak manusia yang saling dilanda cinta.

"Maahh, oogghh.. adduuhh, Yaangg.. emghh, Papah enaakk, ooghh!" aku tergoncang-goncang dan dengkulku semakin lemas menahan kenikmatan dan nafsuku yang semakin menggelegak. Sementara itu keringatku semakin bercucuran membasahi kasur meskipun AC cukup dingin di kamar hotel itu.

"Paahh, oogghh, teruuss tusuuk Paahh.." Rita merintih-rintih ke asyikan, kelihatannya akan klimaks lagi. Rupanya Rita nggak mau tahu kalau posisi persetubuhan saat itu akan berakhir 2-1 untuk kemenanganku, dan entah akan menghasilkan skor berapa sampai pagi hari nanti, soalnya mumpung ketemu sebelum dia dikawinkan. Rita memintaku untuk telentang lagi dan sementara dia berada jongkok di depanku, sehingga vaginanya yang merah basah sampai ke bulu-bulunya terlihat jelas di depan mataku. Aku memberi kode agar Rita mendekatkan vaginanya ke mukaku. Sesaat kemudian vaginanya sudah ditindihkan di mulutku dan kulumat habis cairan asin bercampur manis yang ada di selangkangan dan mulut vagina dan bulunya. Kujilati habis dan kutelan dalam-dalam. Rita melenguh keasyikan sambil menggoyangkan pinggulnya ke atas ke bawah dan membenamkan vaginanya ke mukaku.

"Paahh.., ooghh, Paahh.., nikmaatt, yaangg.. teruuss, aduuhh.., oogghh, eemmhh, gilaa.., emmhh", mulai ramai lagi dia dengan lenguhannya yang semakin menambah semangatku untuk terus melumat, menjilat, menggigit-gigit kecil kemaluan dan klitorisnya, lidahku terus menggapai-gapai ke dalam kemaluannya dan sesekali menjilat lubang pantatnya, sehingga dia menggeliat dan melenguh keenakan. Lenguhan Rita kalau sedang senggama itu tak bisa kulupakan sampai saat ini.

Ritaku adalah isteriku yang sesungguhnya, meskipun secara resmi tidak dapat dilakukan karena keadaan kami masing-masing. Terkadang kami bingung apakah cinta kasih kami akan terus tanpa akhir sampai takdir memisahkan kami berdua? Rita kembali kuminta celentang, karena sudah kebiasaanku kalau aku klimaks harus melihat wajahnya dan mendengar lenguhannya di depan mataku, dan rasanya semua perasaan cintaku dan spermaku tumpah ruah di dalam vaginanya kalau aku ejakulasi sambil berada di atas tubuhnya yang mulus montok, terkadang sambil meremah buah dadanya yang putih padat.

Kumasukkan lagi segera penisku yang sekeras besi dan berwarna coklat mengkilap itu kelubang vaginanya, "Blleess." Aku sudah tak tahan lagi menahan gumpalan spermaku di ujung penisku. Kugenjot penisku keluar masuk vaginanya sampai ke ujung batang penisku, sehingga rambut kemaluan kami terasa bergesekan membuat semakin geli dan nikmat rasanya. Kuangkat kaki kanan Rita ke atas, sehingga aku semakin mudah dan bernafsu memaju mundurkan pinggulku dan penisku, Rita meringis dan melenguh keenakan. "Paahh.. teruuss Paahh.. oogghh, penis Papah eaakk.. oogghh, eemmhh.. emmhh.. aduuhh." Keringat kami semakin bercucuran membasahi sprei, masa bodoh sudah bayar mahal ini. Aku semakin bernafsu menyodok dan menarik batang penisku dari vagina Rita yang semakin licin tapi tetap sempit seperti perawan.

"Ooogghh.. Maahh.. oogghh.. Maahh.. ikut goyang dong Sayaang.., ooghh.. Papaahh maauu keluuaarr.." aku semakin gila saja dibuatnya, keringat semakin bercucuran, nikmat dan nikmat sekali setiap bersetubuh dengan Ritaku sayang. Air maniku rasanya tinggal menunggu komando saja untuk disemprotkan habis-habisan kelubang vagina Rita. "Paahh, aduuhh, bareng yuu.. Paahh.. Mamah mmoo keluaarr lagi", Rita minta aku menindihnya dan menciumnya. Segera kutimpa dia dari atas sambil melumat mulut, bibir dan lidahnya. "Ooogghh.. yuu.. baraeeng.. Paahh.. aiiaaogghh.. aduhh.. yuu Maahh.. Paahh.." badan kami saling meregang, berpelukan erat seakan tak mau lepas lagi. Air maniku kusemprotkan dalam-dalam ke lubang vagina Rita, rasanya nggak ada lagi tersisa. Kami terkulai lemas dalam pelukan hangat dan puas sekali. Sesekali penisku kutusukan ke dalam vaginanya, Rita menggelinjang geli dan melenguh "Paahh.. udaahh.. Mamahh geli.." matanya terpejam puas. Kuciumi dia, kubersihkan lagi vaginanya dengan jilatan lidah dan mulutku, ketimbang pakai handuk. Vaginanya tetap harum, manis dan wangi laksana melati.

Sepulang dari Singapore, aku dan Rita masih selalu bertemu di beberapa motel di Jakarta dan sekitar Botabek. Aku seakan tidak rela melepas kekasihku untuk dikawinkan dengan lelaki lain. Tapi memang tidak ada jalan lain, sebab meskipun Rita telah menyatakan keikhlasannya untuk menjadi isteri keduaku, namun aku juga sangat cinta keluarga terutama anak-anakku yang masih butuh perhatian. Rita sangat maklum hal itu, namun dia juga tidak bisa menolak keinginan orangtuanya untuk segera menikah mengingat hal itu bagi seorang wanita adalah sesuatu yang harus mempunyai kepastian karena usianya yang semakin meningkat. Waktu itu Rita sudah berusia hampir 26 tahun dan untuk wanita seusia itu pantas untuk segera berumah tangga.

Tanpa terasa hari pernikahan Rita sudah tinggal tersisa satu bulan lagi, bahkan undangan pesta pernikahan sudah mulai dicetak, dan dia memberitahukan aku bahwa resepsi pernikahannya akan diselenggarakan di Balai Kartini. Hatiku semakin merasa kesepian, dari hari ke hari aku semakin sentimentil dan sering marah-marah termasuk kepada Rita. Aku begitu tak rela dan rasanya merasa cemburu dan dikalahkan oleh seorang laki-laki lain calon suami Rita yang sebenarnya tidak dia cintai. Tapi itulah sebuah kenyataan pahit yang harus kutelan. Itulah adat ketimuran kita, adat leluhur dan moyang kita. Barangkali kalau aku dan Rita hidup di sebuah negara berkebudayaan barat, hal ini tidak bakalan terjadi, sebab Rita bisa menentukan pilihannya sendiri untuk hidup bahagia bersamaku di sebuah flat tanpa bisik-bisik tetangga dan handai-taulan di sekitar kita.

Tanpa terasa pula aku sudah menjalin cinta dan berhubungan intim dengan Rita hampir empat tahun lamanya, seperti layaknya suami isteri tanpa seorang pun yang mengetahui dan hebatnya Rita tidak sampai mengandung karena kami menggunakan cara kalender yang ketat sehingga kami bersenggama jika Rita dalam keadaan tidak subur.

Pada suatu sore, Rita meneleponku minta diantarkan untuk mengukur gaun pengantinnya di sebuah rumah mode langganannya di kawasan Slipi. Kebetulan aku sedang agak rindu pada dia. Kujemput dia di sebuah toko di Blok M selanjutnya kami meluncur ke arah Semanggi untuk menuju ke Slipi. Di mobil dia agak diam, tidak seperti biasanya.
"Rit, kok tumben nggak bersuara", kataku memecah hening.
Dia menatap mukaku perlahan, tetap tanpa senyum. Air matanya terlihat samar di pelupuk matanya.
"Mah, kenapa sayang? kok kelihatannya bersedih", kataku sekali lagi.
Dia tetap menunduk dan air matanya mulai meluncur menetes di tanganku yang sedang mengelus mukanya.
"Bertambah dekat hari pernikahanku, aku bertambah sedih Pah", ujarnya.
"Mamah membayangkan malam pengantin yang sama sekali tidak Mamah harapkan terjadi dengan lelaki lain. Sayang sekali kamu sudah milik orang lain. Kenapa kita baru dipertemukan sekarang?" Rita berceloteh setengah bergumam. Aku merasa iba, sekaligus juga mengasihani diriku yang tidak mampu berbuat banyak untuk membahagiakannya.

Kugenggam tangannya erat-erat seolah tak ingin terlepaskan. Tanpa terasa, mobilku sudah memasuki pekarangan rumah mode yang ditunjukan Rita. Hampir setengah jam aku menunggu di mobil sambil tiduran, mesin dan pendingin mobilku sengaja tak kumatikan. Laser disk dengan lagu "Love will lead you back" mengalun sayup menambah suasana sendu yang menyelimuti perasaanku. Aku dikejutkan Rita yang masuk mobil dan membanting pintunya. Setelah berada di jalan raya kutanya dia mau ke mana lagi dan dia menjawab terserahku. Kuarahkan mobilku kembali ke jembatan Semanggi dan belok kiri ke jalan Jenderal Sudirman dan masuk ke Hotel Sahid. Sementara aku mengurus check-in di Reception Desk, Rita menungguku di lobby hotel. Kemudian kami naik lift menuju kamar hotel di lantai dua.

"Pah, Mamah serahkan segalanya untukmu, Mamah khawatir sebentar lagi Mamah dipingit, nggak boleh keluar sendirian lagi, maklum tradisi kuno kejawen masih ketat." Tanpa malu-malu lagi karena kami memang sudah seperti suami isteri, dia membuka satu persatu pakaian yang melekat di badannya sehingga kemontokan tubuhnya yang tak bisa kulupakan terlihat jelas di hadapanku. Tanpa malu-malu pula dia mulai memelorotkan celana panjang sampai celana dalamku, sehingga batang penisku yang masih tiduran terbangun. Tanpa menungguku membuka baju dan kaus singlet, Rita sudah membenamkan batang penisku ke mulutnya dan melumatnya dalam-dalam. Aku mulai merasakan kenikmatan yang luar biasa dan batang penisku mulai mengembang besar dan keras seperti besi.

"Ogghh.. Maahh.., isep terus yaang ooghh, aduuhh.. gelli", aku mulai melenguh nikmat dan Rita semakin cepat mengulum penisku dengan memaju-mundurkan mulutnya, penisku semakin terasa menegang dan aliran darah terasa panas di batang penisku dan Rita semakin semangat melumat habis batang penisku. "Ogghh, Paahh, enaakk asiin.. Paahh." Wah, batang penisku makin terasa senut-senut dan tegang sekali rasanya cairan spermaku sudah berkumpul di ujung kepala penisku yang semakin merah mengkilat dikulum habis Rita. Aku minta Rita menghentikan hisapannya dulu, kalau tidak rasanya spermaku sudah mau muncrat di mulutnya.

"Ooogghh, Maahh, sudah dulu doong, Papaahh moo.. keluaar!" Rita menuruti eranganku dan beranjak rebah dan telentang di tempat tidur. Aku mengambil nafas dalam-dalam untuk menahan muncratnya spermaku. Aku ikut naik ke tempat tidur dan kutenggelamkan mukaku ke tengah selangkangannya yang mulus putih tiada cela tepat di depan kemaluannya yang merekah merah. Kujulurkan lidahku untuk kemudian dengan meliuk-liuk memainkan kelentitnya, turun ke bawah menjilat sekilas lubang pantatnya. Rita melenguh kegelian dan mulai menaik-turunkan pantatnya yang putih dan gempal.

Kutarik ke atas lidahku dan kujilat langit-langit vaginanya yang mulai basah dan terasa manis dan asin. Kutegangkan lidahku agar terasa seperti penis, terus kutekan lebih dalam menyapu langit-langit vagina Rita. Rita semakin memundur-majukan pinggulnya sehingga lidahku menembus lubang vaginanya semakin dalam. Aku sebenarnya ingat bahwa hasil operasi selaput daranya tempo hari di Singapore bisa jebol lagi, tapi aku tak peduli kalau kenikmatan bersenggama dengan Rita telah memuncak ke ubun-ubunku. "Paahh.. ooghh.. woowww.. ooghh.. paahh, terus paahh.. enaakk.. paahh lidahnya kayaak kontooll.." Goyangan pinggul Rita semakin menggila, aku pun tambah semangat membabi buta memainkan lidah dan mulutku melumat habis vagina dan klitorisnya sampai cairan Rita semakin banyak mengalir. Kuhisap dan kutelan habis cairan vagina Rita yang asin manis itu sehingga lubang vaginanya selalu bersih kemerahan. Rita terus menyodok-nyodokkan vaginanya ke mukaku sehingga lidahku terbenam semakin dalam di lubang vaginanya, sampai mulai terasa pegal rasanya lidahku terus kutegangkan seperti penis. "Paahh.. sudah naik sayaang, Mamah sudah nggak tahan, masukkan penisnya sayang." Rita menarik tanganku ke atas supaya aku segera menaikkan badanku di atas badannya.

Penisku memang sudah terasa panas dan tegang sekali. Rita tak sabar memegang penisku dan menuntunnya ke lubang vaginanya yang sudah basah karena lendir kemaluan bercampur ludahku. Maka "bleess", "Ogghh.. Paahh.. tekan terus sayaang, Mamah udaahh rinduu.. oogghh emmgghh.. Paah.. terus goyaag sayaang.. ooghh.." Pantat Rita mulai bergerak naik turun dengan liar dan penisku sebentar masuk sebentar keluar dari lubang vaginanya yang menyedot-nyedot lagi. Kunaikkan kaki kanannya dan dengan posisi setengah miring dan posisiku setengan duduk aku sodok vagina Rita dari belakang. Aku semakin bernafsu kalau melihat pantat dan pinggul Rita yang putih. Penisku semakin ganas dan tegang menyodok mantap vaginanya dari belakang.

Rita membalikkan tubuhnya sehingga menungging membelakangiku dan penisku tak kucabut dari vaginanya. "Paahh.. teruuss doong, Mamaah nikmaa.. ogghh.. teruuss.. sodook sayaang.. ogghh.. Paahh.. aaogghh.. uugghh.." Pantatnya semakin menggila mundur maju dan aku pun semakin menggila menyodokkan penisku sampai rasanya mau patah. Memang setiap senggama sama Rita rasanya habis-habisan. Kutumpahkan semua kemampuan dan keperkasaanku untuk membahagiakan Ritaku. Dia pun demikian, tidak ada yang tersisakan kalau kami bersenggama. Harus habis-habisan supaya puas. Keringat kami membanjiri sprei hotel seperti habis mandi.

"Mmaahh.. ooghh, teruuss goyaang.. oogghh.. Maahh.. Papaahh moo keluaarr.. gila Maahh.. vaginanyaa.. ooghh.. nikmaat.. sekalii.." Aku mulai ribut dan Rita melenguh semakin panjang. Mungkin tamu kamar sebelah mendengar lengkingan dan lenguhan kami.

Masa bodoh! "Pahh.. emmghh.. oogghh.. Paapaahh.. adduuhh.. Paahh.. adduuhh.. Mamaahh.. mmoo kelluuaarr.. emmgg.. adduhh.. Paahh aduuhh.. Paahh.. adduuhh", Kugenjot terus penisku keluar masuk, vagina Rita yang semakin banjir dengan cairan vaginanya, terus kugenjot penisku sampai pegel aku tak peduli. Keringat kami terus membanjiri sprei.

Kuminta Rita telentang kembali karena dengkulku mulai lemas. Dia tersenyum sambil tetap memejamkan matanya. Oh, cantiknya bidadariku, rasanya ingin kukeluarkan seluruh isi penisku untuknya. Rita baru sadar bahwa hasil operasi selaput daranya mungkin jebol lagi. Rita bilang masa bodoh, yang penting semuanya telah diberikan buat Papah. Biar saja suaminya curiga atau marah atau bahkan kalau mau cerai sekalipun kalau tahu dia nggak perawan lagi. Kali ini kami nggak menunggu waktu ketika Rita sedang tidak subur, karena Rita ingin mengandung anakku dan orang tidak akan curiga karena Rita akan punya suami. Memang kasihan nasib suami Rita nanti, tapi bukan salah kami karena dia merebut cinta kami, ya kan?

"Cepat pah masukan lagi ach.. jangan mikirin orang lain!" Tuh kan betapa dia nggak ambil peduli tentang hari pernikahannya dan calon suaminya, sebab bagi dia akulah suami sesungguhnya dalam hati sanubarinya. Bleess.., "Ooogghh.. Paahh, enaak.. Paahh.. aaoogghh.. uuhhgg.. uughh.. genjot terus Paah", Aku tekan penisku sekuat-kuatnya sampai tembus semuanya ke lubang paling dalam vaginanya sampai terasa mentok. "Ooogghh.. mmaahh.. nikmaatt.. istrikuu.. sayaangg.. oogghh.. aagghh.. eemmgghh.." aku setengah berdiri lagi dengan tumpuan ke dua dengkulku dan kurenggangkan kedua kaki Rita, kusodokkan terus penisku keluar masuk vaginanya, bleess.. sreett.. blleess.. sreet.., vaginanya menimbulkan suara yang semakin memancing gairah kami berdua. Rita memejamkan dan mengigit-gigit bibirnya dan mencakar-cakar punggung dan tanganku ketika mulai meregang.

"Ooogghh.. Paappaahh.. emmgg.. oogghh.. aduuhh.. Mamaah moo keeluuarr.. ooghh.. Paahh.. teruuss.. saayyaang, keluuaarriinn barreenng oogghh",
"Hayyoo.. Maahh.. oogghh.. hayoo.. baarr.. ooghh.. reenng.. Maahh.. ooghh", teriakanku tak kalah serunya. Kami menggelepar, meregang, mengejang bersama-sama, serasa nafasku mau copot dan Rita melenguh panjang sambil merasakan cairan air maniku tertumpah ruah di lubang kemaluannya, terasa nikmat dan hangat katanya. Biasanya sehabis merasakan klimaks yang sangat dahsyat Rita selalu memukul dan mencubit sayang badanku, terus kelelahan mau tidur sehingga terbaring lunglai dengan keringat bercucuran. Aku selalu memeluk dan menciumi keningnya, hidungnya, mulutnya, rambutnya sampai ke pantatnya, biasanya dia menggelinjang dan marah-marah karena geli. Jika Rita sudah terpuaskan dan tertidur, aku rasanya lelaki yang sangat berbahagia di dunia ini. Sekian dulu (Akan kusambung setelah Rita kawin seminggu, tambah seru deh!).

Bersambung . . . . .

Sekretarisku tercinta - 1

Aku baru saja merekrut sekretaris baru karena sekretarisku yang lama sudah malas-malasan dan kurang profesional, apalagi setelah dia menikah. Oh ya, hampir lupa, aku bekerja di sebuah perusahaan swasta yang sedang naik daun, tepatnya di sebuah bank swasta. Tak kuduga, sekretaris baruku itu memang bukan saja masih perawan, tapi rajin, pintar dan yang paling penting lagi adalah bodinya yang montok dan parasnya yang cantik, dengan kulit putih bersih tanpa cela. Dari pandangan mata pertama kali ketika kuwawancarai aku langsung terpikat dan dari sorot matanya serta sikapnya terhadapku, aku juga faham jika dia suka padaku.

Wah, cocok deh, rasanya pada minggu pertama hari-hari di kantor begitu indah dan rasanya sangat cepat berjalan. Namanya Indah Rita Purwati, oh.. rasanya kerjaku semakin bersemangat. Setiap kali dia datang ke kamar kerjaku membawa surat atau minumanku, aku mulai menancapkan busur-busur asmaraku dari mulai menggenggam tangannya, mencium hidung dan keningnya tetapi masih cukup sopan, jangan sampai dia kaget atau marah. Tapi aku yakin, dia pun ingin diperlakukan demikian karena ternyata dia tak menolak bahkan kerjanya semakin rajin dan cekatan bahkan tak pernah bolos (termasuk ketika datang matahari, eh datang bulan). Kupikir tak apa, malah aku senang, toh aku belum mau pakai, yang penting bisa mencium bibirnya, hidungnya, keningnya dan dari hari ke hari kami semakin tenggelam dalam asmara. Ketika itu, tahun 1982, dia sudah punya pacar bahkan pacarnya terus memintanya untuk segera menikah. Herannya, menurut pengakuannya, dia semakin benci dan tidak berniat kawin dengan pacarnya itu. Weleh-weleh-weleh, rupanya jerat cintaku telah merasuki jiwanya.

Sampai suatu hari (3 bulan kemudian), aku memberanikan diri untuk mengajaknya pergi ke luar kota di hari minggu, karena tidak mungkin kami mencurahkan cinta kasih kami di kantor. Dia setuju dan berjanji untuk menungguku di sebuah pasar swalayan tak jauh dari rumahnya. Maka ketika mobil kami meluncur di toll Jagorawi menuju Bogor dan kemudian ke Pelabuhan Ratu Sukabumi, hati kami semakin berbunga-bunga sebab kami akan dapat mencurahkan segalanya tanpa takut diketahui orang atau pegawai lain di kantor maklum kedudukanku sebagai kepala cabang bank swasta terkemuka di samping sudah beristeri dan beranak dua.

"Rit.." kataku pelan ketika mobilku keluar pintu toll.
"Ada apa Pak?" Rita menjawab manis, sambil melirikku.
"Sekarang jangan panggil bapak, panggil saja Papah, biar nanti orang mengira kita ini suami-isteri." Dia mencubit pahaku sambil tersenyum manja, dan tangannya kutahan untuk tetap memegang pahaku, dia mendelik manja tapi juga setuju.
"Pah.. kamu nakal deh", sambil mencubit sekali lagi pahaku. Wah, rasanya aku seperti terbang ke langit mendengar Rita mengatakan "Papah" seperti yang kuminta. Sebaliknya, aku pun mulai saat itu memanggil Rita dengan sebutan "Mamah" dan kami saling memagut cinta sepanjang perjalanan ke Pelabuhan Ratu itu, laksana sepasang sejoli yang sedang mabuk cinta atau pengantin baru yang akan ber-"honey-moon", sehingga tak terasa mobilku sudah memasuki halaman Hotel Samudera Beach. Pelabuan Ratu yang berada di tepi Samudra Hindia dengan ombaknya yang terkenal garang. Laksana suami isteri, aku dan Rita masuk dan menuju "reception desk" untuk check-in minta satu kamar yang menghadap ke laut lepas. Petugas resepsi dengan ramah dan tanpa rewel (mungkin karena aku ber-Mamah-Papah dan terlihat sebagai suami isteri yang sangat serasi, sama ganteng dan cantiknya) segera memberikan kunci kamar, sambil minta seorang room-boy mengantar kami ke ruangan hotel di lantai tiga kalau aku tak salah. Segera kututup pintu kamar, di-lock sekaligus dan pesan supaya kami tidak diganggu karena mau beristirahat. Aku dan Rita duduk berhadapan di pinggir tempat tidur sambil tersenyum mesra penuh kemenangan. Akhirnya, angan-angan yang selalu kuimpikan untuk berdua-duaan dengan Rita ternyata terlaksana juga. Kukecup hidungnya, keningnya, telinganya, Rita menggelinjang geli. Kusodorkan mulutku untuk meraih mulutnya, dia terpejam manja dan ketika bibir kami bersentuhan dan kuulurkan lidahku ke bibirnya, ternyata dia langsung menyedot dan melumat lidahku dalam-dalam. "Ooohhgghh, Paahh", Rita mulai terangsang dan merebahkan badannya, aku segera saja menggumulinya dan menaiki badannya, Rita melenguh dan terpejam, kemaluanku bergesekan dengan selangkangannya dan bau harum parfumnya semakin merangsang nafsuku. "Paahh, kita buka pakaiannya dulu, nanti lecek." Oh, harum sekali mulutnya, kulumat habis wajahnya, kupingnya, jidatnya dan mulutnya. "Paahh, bandel nih, kita buka dulu bajunya!" Aku masih terengah-engah menahan nafsuku yang membara, kemaluanku semakin menegang menggesek selangkangannya. "OK Mahh.. yuuk dibuka dulu."

Karena sudah sama-sama ngebet, kami saling membukakan pakaian dan setelah T-Shirt-nya kulepas, terlihat sepasang gunung menyembul putih, dan mulus sekali. Kami berpandangan setelah tak selembar benang pun menempel. Kudekap Rita yang mulus, putih, harum itu, kujilati semuanya sambil berdiri, sementara kemaluanku sudah tegang memerah, apalagi ketika Rita mulai meraba dan meremas batang kemaluanku. Kutelentangkan dia di tempat tidur. Oh.. betapa mulusnya badan Rita, sempurna sekali seperti bidadari. Pinggulnya yang montok, buah dadanya yang putih kencang dengan puting merona merah dan kemaluannya yang dijalari rambut kemaluan yang tidak terlalu lebat jelas menampakkan bentuknya yang sempurna tanpa cacat, dan kelentit yang merah terlihat rapi dan belum menonjol keluar karena memang Rita masih perawan. Kujilati dari ujung kaki sampai ujung jidatnya yang mulus, naik ke atas, berhenti lama di bawah kemaluannya. Kumainkan lidahku di antara selangkangannya, Rita melenguh, terus kukulum-kulum kemaluannya, klitorisnya yang merah dan beraroma harum, tambah lama tambah merambah ke dalam lubang kemaluannya yang merah.
"Ogghh, Paahh, gelii.., teruss Pahh, ogghh, tapi jangan terlalu dalam Pahh.., saakiit."
"Yaa, sayangg", sambil terus lidah dan mulutku mengulum kemaluan dan kelentitnya yang mulai terasa agak asin karena cairan kemaluan Rita mulai keluar.
"Ogghh, Paah.., adduuhh, Paahh, gelii, Pahh, Mamah kayaak maauu.. ogghh." Aku terus menjilati seluruh kemaluannya dengan membabi buta, kuhirup seluruh cairannya yang wangi itu, sekali-kali lubang pantatnya kujilati dan Rita menggelinjang dan merintih setiap kali kujilat pantatnya.

Penisku semakin tegang dan keras, urat-uratnya terlihat jelas menegang, aku tahan terus supaya tidak ejakulasi duluan. Aku ingin memuaskan Ritaku yang tentunya baru merasakan kenikmatan surga dunia ini bersama lelaki yang dicintainya. "Paahh, eemmgghh.., teruss.. Paahh, geellii.., oogghh.., Pappaahh jaahhaatt!" aku masih saja terus melumat, memamah, menggigit-gigit kecil lubang kemaluan dan klitorisnya yang merah dan beraroma wangi, dan pantat Rita semakin cepat naik turun sepertinya mau agar lidahku semakin masuk ke lubang kemaluannya. "Paahh, naik Paahh, udaahh donnkk, Mamahh nggak tahaan", sambil menarik tanganku. Matanya terpejam ayam, buah dadanya yang putih, mulus dan mengkel terlihat naik turun. Aku menaiki badannya dan penisku yang sudah seperti besi terasa menggesek bulu kemaluannya dan menempel hangat disela-sela kemaluannya yang semakin basah oleh ludahku dan cairan vaginanya. Kuremas dan kuhisap buah dadanya, kukulum puting susunya yang merah muda, terasa sedap dan manis. Rita menggelinjang dan semakin melenguh. "Maahh, masukin yaa, penis Papah", dia mengangguk sambil tetap terpejam. Kubidikan penisku yang sudah keras itu kelubang kemaluannya, dan kujajaki sedikit-sedikit lubangnya, maklum Rita masih perawan, aku tak ingin menyakitinya. "PPaahh, masukkaan cepatt.. Mamah nggak tahan Paah aahh.." Kutancapkan penisku lebih dalam, Rita merintih nikmat, pantatku naik turun untuk mencari lubang kemaluannya yang masih belum tertembus penis itu, Rita terus menggoyangkan pantatnya naik turun sambil terus merintih. "Maahh, penis Papahh udahh masuukk, oogghh mahh, vaginanya lezat, menyedot-nyedott.. penis.." aku mulai merasakan kenikmatan yang luar biasa, karena disamping Rita masih perawan, vaginanya juga punya keistimewaan yang sering disebut "empot-empot ayam" itu. Tambah lama, penisku tambah melesak jauh ke dalam vagina Rita dan ada beberapa tetes darah sebagai tanda keperawanannya diberikan kepadaku, boss-nya, kekasih barunya. Oh, betapa bahagianya hati ini. "Paahh, saakkiitt, Paahh, tapi enaak, oogghh.. Paahh, terus, goyang paahh.., ooghh, cepeetiinn paahh.." Aku semakin mempercepat goyangan pantatku naik turun dan penisku sudah bisa masuk semuanya ke lubang kemaluan Rita. Aku bangun dan duduk sambil kupeluk Rita untuk duduk berhadap-hadapan dengan tidak melepaskan penisku. Rita duduk di pangkuanku dengan kaki melonjor ke belakang pantatku. Penisku terus menancap di vaginanya dan Rita mulai menaik-turunkan pantatnya. "Paahh, ogghh.. pahh", sambil melumat bibirku dan menggigitnya. "mmaahh, oogghh, aememmhh.. maahh, goyang teruss.., Papah mau keluarr." Rita semakin beraksi menaik turunkan pinggulnya yang bahenol dan putih bersih dan aku pun meladeninya dengan menaik-turunkan pantat dan penisku semakin kencang juga.
"Pppaahh.. Papahh harus tanggung jawab yaa, kalau Rita hamil", ucapnya di sela-sela nafasnya yang semakin ngos-ngosan.
"Ritaa.. emmhhgg, sayang Pappaahh.. biarin mengandung anak Papaah", manjanya. Aku mengangguk saja sebab aku sangat mencintainya.
"Paahh.. oogghh.. emmgghh.. Ritaa mauu.. keluaarr.. oomhh." "Papahh.. jugaa.. sayangg.."jawabku sambil telentang agi sedangkan Rita tetap nongkrong berada di atas badanku dan vagina serta pantatnya naik turun semakin cepat melumat habis batang penisku.

"Paahh.. Mamahh.. ooghh.. ssakitt, oogghh.. tapii.. ennaakk", ketika kubalikkan badannya dan kutancapkan penisku dari belakang. Kugenjot terus penisku keluar masuk lubang kemaluannya sambil kuremas-remas pinggulnya yang mulus dan montok seperti gitar itu, Rita semakin merintih, aku juga semakin tersengal-sengal menahan nafasku dan penisku yang semakin liar. Waktu sudah berjalan sekitar 50 menit sejak kami masuk kamar. Kuat juga pikirku, mungkin berkat latihan yogaku yang cukup teratur, sehingga bisa menahan emosi dan cukup nafas. Aku memang rada jago juga dalam bermain asmara di ranjang.
"Terruuss.. Paahh.. eemmhh.. ogghh.. Paahh.. Paahh, gghh.. Mamahh maaoo keluaarr.. oogghh.. bareng Paahh." Kucabut dulu penisku dan Rita kuminta untuk telentang kembali dan lantas kutindih lagi sebab aku ingin menatap dan menciumi wajah kekasihku ketika kami sama-sama ejakulasi. Kutancapkan kembali penisku ke vaginanya yang terlihat semakin memerah, kujilati dulu lendir-lendir di kemaluannya sampai lumat dan kutelan dengan nikmat. Dia menggeliat,
"Cepat dong masukan lagi penisnya Pah!" dan,
"Bbbleess", oh nikmat sekali rasanya vagina perawanku tercinta ini. Aku seperti di awang-awang, saling mencintai dan dicintai. Kugoyang terus pantatku semakin lama semakin kencang dan penisku keluar masuk vaginanya dengan gagah, Rita terus melenguh kenikmatan sambil tangannya memilin-milin puting susuku semakin membawa nikmat. Rita semakin menggila goyangannya mengimbangi keluar masuk penisku ke vaginanya, penisku terasa disedot-sedot dan dijepit dengan daging lunak yang ngepres sekali. Keringat kami semakin bercucuran dan semakin membangkitkan gairah cinta, kemudian tiba pada puncak gairah cinta dan surga dunia kami yang paling indah, paling berkesan sekali disaksikan laut kidul, dan kami berdua serempak berteriak dan mengejang, "Paahh.. Maahh.. oogghh.. mauu keluuarr.. ogghh.. baarreengg.. yuu.., ooghh.. sayaang." Kami sama-sama mengejang, mengerang, merengkuh apa pun yang bisa direngkuh, sebuah klimaks dua manusia yang saling mencintai dan baru dipertemukan, meskipun sudah agak telat karena aku sudah berkeluarga.

Sejak itu, aku terus memadu kasih kapan dan di mana saja (kebanyakan di luar kota) sampai Rita kawin dan keluar dari perusahaanku. Anak-anaknya adalah anak-anakku juga bahkan wajahnya mirip wajahku dan kadang-kadang kami masih bertemu memadu kasih karena kami tidak bisa melupakan saat-saat indah itu. Kapan akan berakhir perselingkuhan ini, kami tidak tahu sebab cinta kami sangat mendalam.

Rita telah keluar dari kantor cabang bank yang kupimpin di bilangan Slipi, karena dia dipaksa kawin dengan seorang laki-laki yang tidak dicintainya. Namun sebagai anak yang patuh sama orang tua, terpaksa harus mengikuti keinginan orangtuanya dan ikut bersama suaminya setelah itu ke Bandung, karena suaminya bertugas di kantor pajak Jawa Barat. Sebulan sebelum menikah dia kuajak ke Singapore untuk operasi selaput dara, karena aku tidak ingin Ritaku bermasalah dengan suaminya pada malam pengantinnya. Kami menginap di sebuah hotel di kawasan Orchard Road yang ramai dan penuh pertokoan selama tiga malam dan satu malam lainnya aku menungguinya di Rumah Sakit Elizabeth yang terkenal dan langsung ditangani oleh dr. Lie Tek Shih, spesialis operasi plastik, kenalan lama saya. Malam sebelum operasi selaput dara, kami menumpahkan seluruh kasih sayang semalam suntuk di hotel bintang empat itu, dan malam itu merupakan malam yang ke 24 (karena Rita rajin mencatat setiap pertemuan kami) kami memadu kasih dan terlarut dalam kebersamaan yang tiada tara sejak yang pertama di "Samudera Beach" Pelabuhan Ratu.

"Papah", Rita bersender manja di dadaku di kamar hotel itu.
"Apa sayang?" jawabku sambil mencium rambutnya yang harum.
"Mamah.. Mamah nggak mau kawin dan meninggalkan Papah", rengeknya manja.
"Memangnya kenapa sayang?" jawabku sambil mengusap sayang payudaranya yang putih ranum.
"Mamah nggak cinta sama calon suami pilihan Bapak, lagi pula Mamah nggak mau meninggalkan Papah sendirian di Jakarta." Matanya terlihat mulai berkaca-kaca, "Mamah sangat sayaang sekali sama Papah, Mamah cintaa sekali sama Papah, Mamah tak rela tubuh dan segala milik Mamah dijamah dan dimiliki orang lain selain Papah, achh.. kenapa Tuhan mempertemukan kita baru sekarang? setelah Papah punya isteri dan anak?" Rita terus bergumam sambil membelai dadaku dan sesekali mempermainkan puting susuku yang semakin keras.

"Mahh, sudahlah, itu sudah diatur dari sananya begitu, kalau dipikir, Papah pun nggak rela kamu dijamah laki-laki lain, Papah tak kuasa membayangkan bagaimana malam pengantinmu nanti, tapi semuanya sudah akan menjadi kenyataan yang tidak mungkin kita robah." Aku menciumi seluruh mukanya dengan segenap kasing sayang, seakan kami tidak ingin terpisahkan, air mata kami berlinangan campur menjadi satu dalam kesenduan dan kemesraan yang tak pernah berakhir setiap kali kami memadu kasih.

"Papaahh, nikmatilah Ritamu sepuasmu Pahh, sebelum orang lain menjamah tubuhku." Rita menarik tanganku ke buah dadanya dan merebahkan badannya ke kasur empuk sebuah double-bed. Aku beringsut mendekatinya, sambil kurebahkan badanku di samping tubuhnya yang putih mulus dan seksi itu. Kuusap-usap penuh mesra dan kasih sayang buah dadanya yang putih ranum dengan putingnya yang merona merah. Kujulurkan mulut dan lidahku ke puting buah dada kirinya yang menurutnya cepat membuat rangsangan berahinya timbul.

"Paahh.., gellii.. sayaang.. oogghh, Paahh.., naikin Mamaahh.. Paahh.." Matanya merem ayam dan dadanya semakin turun naik.
"Iyyaa, yaanng.." aku segera menindihi badannya, dan penisku mulai kembali tegang. Tiba-tiba Rita membalikkan badannya dan mendadak merenggangkan kedua kakiku. Tak sampai satu menit, Rita sudah mengulum penisku yang semakin mengeras dan mengkilat kepalanya sampai batangnya amblas semua ke dalam mulutnya.
"Oogghh, Paahh, sudah assiinn, Papah sudah ngiler nih, tapi nikmat kok, Mamah suka?" Aku semakin merem melek,
"Ogghh, Mmaahh, geellii, sayaang, nikmaatt, ogghh." Rita mengenyot biji pelirku dan menggigit-gigit sayang, hingga aku menggelinjang geli dan nikmat. Rita memang pintar, hebat, telaten dan cantik. Aku terkadang tak suka dan tak rela dia nanti ditiduri dan dijamah lelaki lain, walaupun itu suaminya. Aku terpikir untuk menggodanya.
"Mah, apa nanti suamimu juga dijilati begini?" Rita berhenti melumat dan menjilat penis dan buah pelirku sejenak. Matanya mendelik dan mencubit pantatku keras sekali.
"Jangan menyakiti hati Mamah ya Pah, Mamah sumpah nggak akan seperti ini, seperti main sama Papah, meskipun nanti lelaki itu resmi jadi suamiku", Rita iseng mengusap-usap penisku penuh sayang sambil nyerocos lagi.
"Percaya dech pah, Rita cuma cinta sama Papah, paling-paling kalau main nanti sama dia sekedar karena kewajiban, biar saja kayak gedebong pisang."
"Benar ya Mah, Papah nggak rela kalau kamu main sama dia dirasain, terus ikut goyang dan melenguh, Papah pasti merasakannya", kataku menimpali.
"Nggak bakal sayang, Mamah hanya manja dan menikmati semua kalau ngewe sama Papah, percaya dech sayang." Rita kembali naik di atas badanku dan penisku terus diusap-usapnya dan sesekali dikocoknya persis di bagian kepalanya, sehingga langsung tegang dan berdiri perkasa menampakkan otot-ototnya. Rita mengangkat sedikit pantatnya ke atas dan menyelipkan penisku yang semakin perkasa ke lubang kemaluannya yang mulai basah dan licin. Penisku nggak begitu panjang memang, paling sekitar 15 sentimeter, tapi kerasnya seperti besi, dan Rita selalu menikmati klimaks dengan sangat bahagia bahkan bisa berkali-kali klimaks dalam setiap kali berhubungan denganku. Pantatnya mulai bekerja naik turun dan pantatku juga mengimbanginya dengan menekan-nekan ke atas, sehingga Rita semakin merem melek keasyikan. "Ppaahh, aagghh.. terus teken sayaang.. Mamaahh eennaakk adduuhh Paahh.., oogghh.., Mamaahh, cintaa.. yaangg.." Selalu saja Rita nyerocos mulutnya kalau lagi keasyikan vaginanya melumat penisku. Vaginanya mulai lagi menyedot-nyedot penisku dengan "empot ayamnya" yang tak bisa kulupakan.

"mmaahh.. oogghh.. aduuhh, Maahh, nikmaat, sayaang.. teruuss Maahh, goyaanng." Aku mulai merasakan kenikmatan yang luar biasa. Kuremas-remas buah dada dan putingnya, hingga dia kegelian dan semakin kencang menaik-turunkan pantatnya, sampai bunyi gesekan penis dan vaginanya semakin terdengar. Rita membalikkan badannya dan membelakangiku tapi dengan posisi tetap di atas tubuhku tanpa mengeluarkan penisku dari kemaluannya. Aku paling bernafsu kalau melihat pantat Rita yang putih mulus dan bahenol turun naik di depan mataku sambil vaginanya terus menghisap-hisap batang penisku sampai amblas semuanya ke dasar kemaluannya. Tiba-tiba, "Pppaahh, ogghh, Papaahh, Mamahh maoo keluaarr.. ooghh.. Papaahh.. aa.. aa.. aagghh aagghh, Mamaahh duluaann Pahh.." Rita terkulai lemas sambil menyubit keras pantatku dan berbalik kembali menindih tubuhku, sambil memegang penisku yang masih berdiri tegak dan belepotan lendirnya. "Bandel nich.. ayo cepeten masukin lagi, Mamah yang di bawah!" perintahnya manja sambil menciumi wajahku. Kedua tubuh kami mandi keringat, rasanya puas sekali setiap bersetubuh dengan Ritaku sayang.

Bersambung . . . .

Sekretarisku tercinta - 4

Mendengar lenguhan dan teriakan ejakulasi Rita, aku pun mulai tak tahan menahan desakan air maniku di kepala penisku dan sambil menekan dalam-dalam penisku di vaginanya aku berteriak sambil mengejang, kugigit lidahnya, "Maahh.. oogghh.. Papaahh.. jugaa.. keelluuaarr.. ooghh.. sayaangg.. nikmaatt." Kami tertidur sejenak sambil berpelukan dengan mesra dan tersenyum puas, waktu sudah menunjukkan jam delapan lewat lima menit, berarti kami bermain selama hampir dua jam lamanya. Oh, betapa nikmat dan puasnya. Aku memeluk dan menciumi Rita erat-erat seolah tak ingin berpisah dengan kekasihku dan isteriku tercinta, karena besok dia sudah akan pindah ke Bandung. Rita berjanji untuk memberitahukan nomor telepon rumahnya di Bandung dan aku diminta untuk datang paling tidak seminggu sekali.

Sudah satu bulan berlalu, sejak pertemuanku terakhir dengan Rita di Jakarta. Aku terkadang sangat rindu dengannya, tapi kutahan perasaanku dengan menyibukkan diriku pada pekerjaan yang semakin menumpuk sejak aku mempimpin cabang Slipi. Maklum, para pengusaha nasabah bank dimana aku bekerja semakin banyak saja, hal ini karena keberhasilan marketing-ku. Aku sengaja bekerja all-out siang malam, dengan menjamu langgananku sambil makan malam dan karaoke. Aku ingin melupakan Ritaku yang sekarang sudah jadi isteri orang, tapi bayang-bayang kemesraan selama beberapa tahun dengannya seperti suami isteri tak mudah rupanya untuk dilupakan begitu saja. Sekretarisku yang baru memang cantik, lebih muda dan menarik, tapi anehnya aku sama sekali tak tertarik dengannya, barangkali memang aku bukan tipe lelaki "play-boy" yang gampang gonta-ganti pasangan. Cintaku sudah direbut oleh Rita tanpa peduli bahwa dia sudah menjadi isteri orang. Tapi aku tak menyesali pertemuan dengan Rita, aku tetap mencintainya dengan sepenuh hati.

Oh, rupanya aku melamun terlalu lama, sehingga aku merasa malu ketika sekretarisku Rani masuk membawa setumpuk dokumen.

"Pak, kok melamun?" sapanya ramah, sambil tersenyum manja.
"Ah, oohh.. eng.. nggak.. kok", kataku tergagap.

"Pak, dokumen-dokumen ini perlu segera ditanda-tangani Bapak, sebab nanti siang Pak Yusuf Pramono akan mengambilnya", kata Rani lagi.

"Okay, tinggalkan saja dulu, nanti saya panggil lagi kamu setelah kutandatangani", kataku datar. Rani menaruh beberapa map "feasability study" untuk beberapa proyek pabrik konveksi yang mengambil kredit dari bank dimana aku bekerja. Dia keluar ruanganku dengan lirikan matanya yang semakin manja. Ah, boleh juga tuh cewek pikirku, bodinya cukup montok, hitam manis dengan buah dada yang terlihat menonjol besar keluar dari blousenya. Tapi setiap aku kepingin iseng-iseng menggoda Rani bayangan wajah Rita selalu berkelebat di depan mataku, seakan mengingatkan janji dan kesetiaanku. Ah, kamu mau menang sendiri Rit! gumamku dalam hati, sedangkan kamu nikmat-enakan dengan suamimu. Aku selalu membayangkan Rita telanjang bulat setiap malam dengan suaminya dan bermain cinta di ranjang berdua, tanpa takut ketahuan orang, tanpa takut diganggu orang karena memang suami-isteri sah dan lupa pada diriku. Kemudian pada akhir klimaks-nya Rita melenguh dan meregang sambil memuji sayang suaminya, sama seperti dilakukannya padaku. "Uuh! kamu memang nggak setia Rita! kamu tega meninggalkan aku sendirian di Jakarta, sedangkan kamu nikmat-enakan tiap malam ngentot dengan suamimu. Kamu bilang nggak cinta, tapi lama lama kamu suka juga dimasukin penisnya! Brengsek kamu Rita!! dan bodohnya aku tetap saja setia menunggu barang bekasan lelaki lain."

Sekretarisku masuk lagi ke ruang kerjaku, ada apa pikirku, belum dipanggil kok masuk lagi. Jangan-jangan dia memang sudah kegatelan mau kucumbu. Aku sudah mempunyai pikiran buruk untuk menggodanya untuk mengobati kekesalanku pada Rita dan aku hampir yakin bahwa dia pun pasti menginginkan aku berbuat sesuatu yang mengasyikan padanya.

"Ada apa lagi?" kataku pura-pura tetap berwibawa seperti biasanya.
"Anu, Pak.. ada telepon dari Ibu Rita, Bandung!" katanya mengandung curiga. "Hah, Rita! Ada apa lagi dia, mau cerita asyik-masyuk pengantin barunya dengan si Yudi itu?" pikirku dalam hati. "Cepat, sambungin ke sini!" jawabku cepat dan spontan. Heran, setiap kudengar nama dia, apalagi akan mendengar suaranya setelah hampir sebulan tidak ketemu, kebencian dan cemburuku pada suaminya seperti mendadak hilang tak berbekas. Sekretarisku bergegas keluar kembali untuk menyambungkan saluran telepon dari Rita, terlihat raut mukanya agak ditekuk. Aku yakin dia nggak begitu suka jika Rita telepon, mungkin juga cemburu, karena dia tahu aku punya hubungan khusus dengan bekas sekretarisku itu.

"Hallo, Papah, ini Mamah, apa khabar sayang?" suara Rita di seberang sana terdengan merdu di kupingku.
"Baik saja kok, kamu gimana?" kataku datar.
"Pah, Mamah sangat rindu deh, kapan Papah mau ke Bandung?" jawabnya lagi.
Tiba-tiba timbul pikiranku untuk menggodanya, sekaligus menumpahkan kekesalan dan kecemburuanku.
"Ah, masa sih kamu kangen saya, kan tiap malam ada teman sekasur, nikmat lagi, nggak takut ketahuan orang, tiap jam, tiap saat mau mainkan tinggal buka celananya, penisnya gede lagi, pasti kamu melenguh keenakan!" jawabku nyerocos seenaknya dan rasanya plong hatiku setelah mengatakannya.
"Papah, kok gitu sih? Papah jahat deh, Mamah nggak nyangka Papah bicara begitu, padahal setiap detik, setiap hari Mamah rindu padamu!" ungkapnya dengan nada agak tinggi. Aku terdiam, nggak tahu mau ngomong apa lagi.
"Pah, kamu masih mau denger Mamah nggak?" Rita berkata lagi.
"Pah, Mamah interlokal nih, jadi mesti menghemat, Mamah kan isteri pegawai kecil, mesti ngirit, masih mau dengar nggak?"
"Iya, iya, aku masih dengar kok, terus saja ngomong, aku dengerin", kataku sekenanya.
"Papah kok gitu sih, Papah kelihatannya nggak rindu sama Mamah? ya sudah, Mamah tutup teleponnya ya!" serunya mulai emosi. Aku masih saja mau menggodanya, rasanya kesal dan cemburuku belum hilang betul.
"silakan, memangnya siapa yang telepon duluan?" lanjutku lagi.
"Oh, gitu ya, kamu memang egois, kamu nggak mau ngerti, mau menang sendiri, kamu selalu mengungkit perkawinanku, padahal semuanya terjadi bukan karena mauku. Kenapa dulu Papah nggak berani mengawini Mamah? Jawabnya karena Papah sudah punya anak, isteri dan kedudukan tinggi. Apakah itu bukan egois namanya? Tapi Mamah tetap menyintaimu dengan sepenuh hati, apa Papah pikir Mamah juga nggak cemburu, bertahun-tahun mencintai laki-laki yang sudah jadi suami orang? Apa Mamah harus jadi perawan tua dan hanya selingan kamu?"
Terdengar suaranya mulai keras dan terbata-bata, mungkin menahan tangis.
"Ya sudah, Mamah nggak bakalan telepon Papah lagi, biarlah Mamah menanggung rindu dan mencintai Papah sampai mati, Mamah nggak akan ganggu Papah lagi kalau memang sudah tidak dibutuhkan! Tapi kamu mesti ingat Pah, bahwa bayi di kandungan Mamah adalah anakmu, bayi ini adalah darah dagingmu, kamulah yang membentuk dan menjadikan janin anakmu ini, si Yudi bukan bapaknya yang sesungguhnya, dia nggak tahu bahwa aku sudah mengandung benih anakmu ketika kawin."

Rita terdengar menutupi kesedihannya dengan omelan panjang yang memerahkan kupingku. Ah, dasar perempuan, kalau sudah merajuk dan mengamuk, hatiku selalu luluh dengan perasaan cintaku kepadanya, cintaku yang memang sangat mendalam dan tidak bisa terlupakan, apapun yang terjadi dan bagaimanapun status Rita sekarang yang sudah menjadi Nyonya Yudi Prayogo. Aku takut Rita segera menutup teleponnya, makanya segera kularang dia.

"Mah, tunggu! jangan tutup dulu teleponnya, oke..oke.., maafkan Papah, Papah juga rindu, Papah sayang, Papah selalu mencintaimu, kamu dengar itu sayang?" aku menyerocos tak terkendali, menumpahkan perasaanku yang sesungguhnya.
"Ya sudah, tak apa, Mamah selalu memaafkan kamu, sekarang catat nomor telepon Mamah dan Mamah tunggu kamu di Bandung segera kalau Papah masih sayang Mamah, mumpung si Yudi lagi tugas seminggu ke Malang!" perintah Rita. Kucatat nomor teleponnya dan aku berjanji untuk segera datang ke Bandung menemuinya, kasihan Ritaku kesepian dan sangat merindukanku. Aku janji untuk datang hari Jumat sore dengan kereta Parahyangan dan menginap di Hotel Kumala Panghegar. Aku sengaja tidak bawa mobil dan sopirku sebab bisa berabe nanti kalau sopirku tahu aku masih berhubungan dengan Rita.

Pada Jum'at sore aku sudah tiba di stasiun kereta api Bandung dan temanku kepala cabang di Bandung telah siap menjemputku di stasiun. "Gila lu Zen, kau rupanya masih juga berhubungan sama Ritamu itu!" katanya sambil menepuk bahuku, setelah kami bertemu di stasiun. Aku hanya tersenyum saja. Togar Sihombing temanku itu memang satu-satunya sejawatku yang mengetahui hubungan intimku dengan Rita, sejak Rita masih menjadi sekretarisku. "Hati-hati kamu Zen, di sini kamu lagi bertamu, nanti ditangkep satpam suaminya tau rasa kau!" katanya meledek. Karena rahasiaku dan Rita memang sudah di tangannya, aku tak sungkan-sungkan meminta supaya Togar bisa jemput Ritaku dari rumahnya di daerah Pasir Kaliki dan dibawa ke kamar hotelku. Aku suruh dia mengatur segalanya, termasuk keamanan hotel Kumala Penghegar, agar aku bisa tenang dan santai dengan Ritaku semalam suntuk, bahkan kalau bisa sampai minggu pagi.

Kira-kira satu setengah jam aku menunggu di kamar hotel, pintu diketuk dari luar dan waktu kubuka pintu kamarku, ternyata Ritaku sudah berdiri sendirian. Dia tersenyum manis dengan lipstik merah tua tipis, kontras dengan mukanya yang putih mulus. Badannya semakin bersih dan montok, mungkin pengaruh kandungannya yang jalan dua bulan, sehingga buah dadanya terlihat semakin membesar dan pinggulnya semakin bulat berisi. Terlihat perutnya sedikit membesar dan itu semakin membangkitkan gairahku. Kata orang, wanita yang sedang hamil dua atau tiga bulan itu sedang cantik-cantiknya dan akan sangat menggemaskan laki-laki yang melihatnya, apalagi dalam keadaan polos. Kuraih tangannya dan kutarik dia ke kamarku. Setelah mengunci kamar dengan double-locked, kupeluk dan kucium dia dengan penuh kerinduan, Rita membalas hangat. Kuminta air liurnya seperti biasa ketika kami berciuman dan kutelan dalam-dalam ludahnya yang tetap wangi itu. Baru aku sadar untuk menanyakan kawanku Togar, setelah Rita melepaskan ciumanku yang menggebu-gebu sehingga terengah-engah kehabisan napas.

"Kemana si batak itu?" tanyaku.
"Dia pulang dulu katanya, setelah mengantar Mamah sampai ke pintu kamarmu", jawab Rita. Tahu betul tuh batak satu.

"Kok, Papah kelihatan kurusan? katanya lagi sambil memandangiku dari ujung kaki ke ujung rambut.
"Masa? barangkali kurus mikirin kamu. Apa khabar sayang? senang ya hidup di Bandung?" dia merebahkan badannya di pelukanku, sehingga aku terdorong rebah ke ranjang karena Rita semakin berat badannya.
"Apa kabarnya suamimu? Kok punya isteri cantik ditinggal-tinggal terus", godaku muncul lagi.
"Ah, sudahlah, nggak usah nanya dia, namanya juga pegawai rendahan, harus mau ditugaskan ke mana saja." Jawab Rita.
"Pah, Mamah kangen dan rindu banget deh", katanya lagi sambil berbalik menindih tubuhku. Oh, Ritaku semakin bahenol saja badannya, dan buah dadanya yang semakin montok menekan dadaku.
"Hati-hati dengan perutmu sayang, nanti anak kita kejepit." Rita tak peduli, dia terus merangsek dan menciumi seluruh mukaku dan kupingku sehingga seluruh tubuhku merinding dibuatnya.
"Ooohh.. Papah, Mamah gemes dan rindu deh!" ujarnya sambil menjulurkan lidahnya yang harum ke bibirku, tentu saja kusambut hangat dan segera menghisap lidahnya dalam-dalam sambil kugigit sayang. Rita melotot manja, "aachh.. sakiitt dong Paahh!" Kukulum lagi lidahnya dan kusedot sambil memejamkan mataku, Rita mulai melenguh bahagia sambil sekali lagi menumpahkan liurnya untuk kuhisap dan kutelan dalam. Kubalikkan badannya pelan-pelan karena Rita sedang berisi, dan segera saja kubuka pakaiannya. Rita diam saja dengan mata terpejam. Kulempar satu persatu roknya, blousnya, blazernya, dan terakhir celana dalamnya. Oh, Ritaku semakin montok dan menggairahkan. Pahanya, betisnya yang putih bersih, ditumbuhi bulu-bulu halus, pinggulnya semakin montok berisi dan vaginanya dengan bulu-bulu hitam tipis kemerahan semakin menggairahkan. Kujilati badannya mulai dari ujung kaki, naik ke betis, paha dan bermuara di selangkangan dan vaginanya. Rita mulai menggeliat-geliat kegelian.

Bersambung . . . . . .