Sambungan dari bagian 01

Setelah selesai makan, kami teruskan dengan ngobrol soal keluarga masing-masing dan soal pekerjaan sambil melihat acara TV, sampai akhirnya kulihat Tyas menguap dan kulihat jam sudah menunjukkan jam 21.45 malam dan segera saja kukatakan, "Tyas.., sudah malam nih, kita tidur saja.., biar kita bisa bangun pagi-pagi dan terus pulang", kataku sambil kuambil 1 bantal diantara 3 bantal yang ada di tempat tidur dan menarik bed cover serta kutaruh di Sofa.
Melihat kelakuanku itu, segera saja Tyas berkata, "Maas.., lho.., kok tidur di situ?
"Nggak apa apa deh.., Tyas.., sudah biasa dan.., lagi pula biar Tyas bisa tidur nyenyak", sahutku sambil terus tiduran di sofa dan menarik bed cover untuk menyelimuti badanku.
"Maas.., tidur di sini saja, kan tempat tidurnya cukup lebar", kata Tyas sambil tiduran dan masuk kedalam selimut serta meletakkan salah satu bantal di tengah-tengah tempat tidur.
"Sudahlah Tyas.., nggak apa-apa kok.., tidurlah", kataku sambil terus memejamkan mata.
Tetapi Tyas masih tetap saja memaksa agar aku tidur di tempat tidur, "Maas.., ayoo.., doong.., tidur di sini.., saya kan jadi nggak enak", kata Tyas lagi.
Karena dipaksa terus, lalu aku pindah ke tempat tidur dan kumasukkan badanku ke dalam selimut sambil kulepas lilitan handuk yang ada di tubuhku dan kudengar suara Tyas agak mengguman, "Tapi.., jangan nakal yaa.., Maas", sambil memiringkan badannya sehingga tidurnya membelakangiku.



Dengan posisi tidur telentang dan tangan kananku kutaruh di atas bantal yang diletakkan oleh Tyas di tengah kasur sebagai pemisah, kupejamkan mataku agar cepat bisa tertidur. Beberapa lama kemudian ketika aku sudah hampir lelap, tiba-tiba telapak tangan kananku terasa ditimpa oleh tangannya sehingga tidurku agak terjaga dan setelah kubuka mataku sedikit, kulihat Tyas telah tidur telentang juga. Karena sudah ngantuk sekali, kubiarkan saja telapak tangan kirinya bertumpu di telapak tangan kananku, karena kupikir Tyaspun sudah tidur lelap. Tetapi beberapa saat kemudian, kurasakan jari-jari tangan Tyas seperti mengelus telapak tanganku.

Pertama-tama kubiarkan saja dan tidak kuacuhkan karena kuanggap kalau orang tidur, kadang-kadang tangannya suka bergerak-gerak, tetapi setelah kucermati beberapa saat, ternyata jari-jari tangan Tyas sekarang sudah memijat jari tanganku walaupun tidak terlalu keras. Merasakan pijatan-pijatan halus di tanganku itu membuat kantukku mendadak menjadi hilang, tetapi aku masih tetap pura-pura sudah tertidur dan membiarkan jari-jari Tyas meremasi jari tanganku. Makin lama remasan jari Tyas semakin agak keras, sehingga aku menjadi semakin yakin kalau Tyas masih belum tidur.

Sambil tetap kupejamkan mataku dan kutarik nafas sedikit agak panjang, aku menggerakkan dan memiringkan posisi tidurku menghadap ke arah Tyas dan tangan kiriku kujatuhkan di atas bantal pemisah tapi telapak tanganku kujatuhkan pelan tepat di atas payudara Tyas yang tertutup selimut. Kuatur nafasku seolah aku sudah tidur nyenyak, tapi aku tidak bisa mengontrol penisku yang mulai berdiri. Tyas kelihatannya mendiamkan saja dengan posisi tanganku ini dan tidak berusaha untuk menggeser telapak tanganku yang berada di atas payudaranya dan tetap saja melanjutkan remasan-remasan jarinya ke jari-jariku karena mungkin masih menyangka kalau aku sudah tidur nyenyak. Sesekali kutekankan telapak tangan kiriku pelan-pelan ke payudaranya, tetapi masih saja Tyas tidak bereaksi sehingga membuatku bertambah berani dan tekanan jari tanganku kuubah menjadi remasan-remasan yang halus pada payudaranya.

"Maas.., tiba-tiba terdengar suara lemah Tyas seraya memelukku setelah membuang bantal pemisah di lantai dan ini tidak kusia-siakan dan lalu kupeluk juga tubuh Tyas serta kucium bibirnya. Tyas begitu menggebu-gebu melumat bibirku disertai menjulurkan lidahnya ke dalam mulutku dan nafasnya terdengar cepat serta tidak beraturan. Setelah beberapa saat kami berciuman, tiba-tiba Tyas menggerakkan dan menggeser badannya sehingga sekarang sudah berada di atas badanku.

Tyas semakin ganas saja dalam berciuman dan kadang-kadang diselingi dengan menciumi seluruh wajahku dan kugunakan kesempatan yang ada untuk melepas selimut dan handuk yang menutupi tubuhku dan Tyas, sehingga tidak ada lagi bagian badan yang tertutup. Dengan posisi Tyas masih tetap di atas badanku, kupeluk badan Tyas yang kecil mungil itu rapat-rapat sambil kuciumi seluruh wajahnya, demikian juga Tyas melakukan ciuman yang sama sambil sesekali kudengar suaranya, "aahh.., aahh.., ooh.., Maass".

Tyas sekarang menciumi leherku dan terus turun ke arah dadaku dan karena terasa geli dan nikmat, tidak terasa aku berdesis, "sshh.., sshh.., Tyaass.., sshh".
Tyas meneruskan ciumannya sambil terus menuruni badanku dan ketika sampai di sekitar pusarku, dia menciuminya dengan penuh semangat dan disertai menjilatinya sehingga terasa nikmat sekali dan penisku kian menegang di bawah badan Tyas.
"sshh.., Tyaas.., adduuhh.., aahh", dan Tyas secara perlahan-lahan terus turun dan ketika sampai di sekitar penisku, Tyas tidak segera memasukkan penisku ke dalam mulutnya, tetapi menciumi dan menghisap daerah sekelilingnya termasuk biji penisku sehingga rasa enaknya terasa sampai ke ubun-ubun
"sshh.., aahh.., aahh.., Tyaas.., oohh", sambil tangan kanannya memegang batang penisku dan mengocoknya pelan-pelan.
Tiba-tiba, "hhuubb", penisku hilang masuk di mulutnya dan karena kaget dan keenakan tak terasa aku jadi sedikit berteriak, "aahh". Tyas segera menaik-turunkan mulutnya pelan-pelan dan sesekali kurasakan penisku seperti terhisap-hisap karena sedotan kuat mulutnya, "Aaduuhh.., Tyaas.., enaakk.., aahh".
"Ayoo.., doong.., Tyaas.., sinii.., Maass juga kepingin", kataku sambil sedikit bangun dari tidurku dan menarik badannya.

Tyas sepertinya mengerti kemauanku dan badannya diputar mengikuti tarikan tanganku tanpa melepas penisku yang masih menyumpal mulutnya. Posisinya sekarang 69 dan Tyas berada di atas badanku dan tercium aroma vagina yang khas itu. Vagina Tyas hanya ditumbuhi bulu-bulu hitam yang sangat tipis, sehingga bentuk vaginanya yang belahannya masih rapat itu terlihat jelas. Pelan-pelan kujilati bibir vagina Tyas yang sudah sangat basah itu dan badan Tyas menggelinjang setiap kali bibir vaginanya kuhisap-hisap dan dari mulutnya yang masih tersumpal penisku itu terdengar suara, "hhmm.., hhmm.., hhmm".

Dengan kedua tanganku, segera kubuka belahan vagina Tyas pelan-pelan dan terlihat bagian dalamnya yang berwarna merah muda dan segera kujulurkan lidahku serta kujilati dan kuhisap-hisap seluruh bagian dalam vagina Tyas dan kembali kudengar erangan Tyas yang sekarang sudah melepas penisku dari mulutnya, "aahh.., oohh.., sshh.., Maas.., oohh", sambil berusaha menggerak-gerakkan pantatnya naik turun sehingga sepertinya mulut dan hidungku masuk semuanya ke dalam vaginanya serta wajahku terasa basah semuanya oleh cairan yang keluar dari vagina Tyas.

"ooh.., Maas.., aahh.., sshh.., oohh.., teruuss.., Maas.., aah". Apalagi ketika clit-nya kuhisap, gerakan pantat Tyas yang naik turun itu terasa semakin dipercepat dan kembali terdengar erangannya yang cukup keras, "ooh.. Maas.., teeruuss.., aahh", dan ketika beberapa kali clit-nya kuhisap-hisap dan sesekali lidahku kujulurkan masuk ke dalam lubang vaginanya, geraka pantat Tyas semakin menggila dan cepat, semakin cepat dan, "aahh.., Maas.., aadduuhh.., akuu.., aahh.., keluaarr..", sambil menekan pantatnya kuat sekali ke wajahku sehingga aku sedikit kelabakan karena sulit bernafas dan terdengar nafas Tyas terengah-engah. Setelah tekanan pantatnya di mukaku terasa berkurang, perlahan-lahan kuputar badanku ke samping sehingga Tyas tergeletak di tempat tidur tapi masih dalam posisi 69. Dengan masih terengah-engah kudengar Tyas memanggil pelan, "Maass.., ke sini.., Maas", dan segera saja aku bangun serta berputar posisi lalu kupeluk badannya serta kucium bibirnya dengan mulutku yang masih basah oleh cairan vaginanya.

"Maas", katanya di dekat telingaku dan nafasnya sudah mulai agak teratur.
"Apaa sayaang..", sahutku sambil kucium pipinya.
"Maas.., sejak kawin aku belum pernah mencapai orgasme seperti ini.., entah kenapa.., atau mungkin karena suamiku selalu langsung-langsung saja dan kadang-kadang aku merasa sakit".
"Terima kasih.., sayaang.., dan sekarang.., boleh akuu..", sahutku dan sebelum aku menyelesaikan kata-kataku, kurasakan Tyas merenggangkan kedua kakinya, jadi aku tidak meneruskan kata-kataku itu. Aku mengambil ancang-ancang dengan memegang penisku serta kuarahkan pada belahan vaginanya yang kurasakan sedikit terbuka, lalu kulepaskan pegangan tanganku setelah kurasakan kepala penisku berada di belahan vagina Tyas.
"Maas.., jangan kasar kasar.., yaa.., aku takut sakit", kata Tyas sambil memelukkan kedua tangannya di punggungku.
"Tidaak, sayaang.., aku akan masukkan sepelan mungkin dan kalau Tyas sakit tolong beritahu aku", sahutku dan segera kukulum bibir Tyas sambil kujulurkan lidahku ke dalam mulutnya dan Tyas menghisap dan mempermainkan lidahku, sementara itu aku mulai menekan pantatku pelan-pelan sehingga kepala penisku mulai memasuki lubang vaginanya dan, "Bleess", penisku sudah masuk setengahnya ke dalam vaginanya dan Tyas berteriak pelan, "Aahh.., Maass", sambil kedua tangannya mencengkeram kuat di punggungku.

Karena teriakan Tyas ini, kutahan tusukan penisku untuk masih lebih dalam dan kutanya, "Sakit.., Yaang?", Tyas hanya menggelengkan kepalanya sedikit dan, "Maas.., nakaal.., yaa", sambil mencubit punggungku dan kedua kakinya segera diangkat lalu dilingkarkan ke punggungku, sehingga akibat jepitan kakinya ini menjadikan penisku sekarang masuk seluruhnya ke dalam vagina Tyas.

Aku belum menggerakkan penisku karena Tyas sepertinya sedang mempermainkan otot-otot vaginanya sehingga penisku terasa seperti terhisap-hisap dengan agak kuat.
"Yaang.., teruus.., yaang.., enaakk sekalii.., yaang", kukatakan kenikmatanku di dekat telinganya, dan karena keenakan ini dengan tanpa sadar aku mulai menggerakkan penisku naik turun secara pelan dan teratur, sedangkan Tyas secara perlahan mulai memutar-mutar pinggulnya. Setiap kali penisku kutekan masuk ke dalam vaginanya, kudengar suaranya, "aahh.., sshh.., Maass.., aaccrrhh", mungkin karena penisku menyentuh bagian vaginanya yang paling dalam.

Karena seringnya mendengar suara ini, aku semakin terangsang dan gerakan penisku keluar masuk vagina Tyas semakin cepat dan suara, "aahh.., sshh.., aahh.., oohh.., aahh" dari Tyas semakin sering dan keras terdengar serta gerakan pinggulnya semakin cepat sehingga penisku terasa semakin nikmat dan nyaman.

Aku semakin mempercepat gerakan penisku keluar masuk vaginanya dan tiba-tiba Tyas melepaskan jepitan kakinya di pinggangku dan mengangkatnya lebar-lebar, dan posisi ini mempermudah gerakan penisku keluar masuk vaginanya dan terasa penisku dapat masuk lebih dalam lagi. Tidak lama kemudian kurasakan pelukan Tyas semakin kencang di punggungku dan, "aahh.., oohh.., ayoo Maass.., aahh.., akuu.., mauu.., keluaar.., aahh.., maas".
"Tungguu.., yaang.., aahh.., kitaa.., samaa.., samaa", sahutku sambil mempercepat lagi gerakan penisku.
"Adduuhh.., Maas.., akuu.., nggaak.., tahaan.., Maas.., ayoo.., se..karaang.., aarrcch", sambil kembali kedua kakinya dilingkarkan dan dijepitkan di punggungku kuat-kuat.
"Yaang.., akuu.., jugaa..", dan terasa, "Creet.., creet.., crreett", air maniku keluar dari penisku dan tumpah di dalam vagina Tyas sambil kutekan kuat-kuat penisku ke vaginanya.

Dengan nafas yang terengah-engah dan badannya penuh dengan keringat, didorongnya aku dari atas badannya sehingga aku jatuh terkapar di sampingnya tetapi penisku masih tetap ada di dalam lubang vaginanya.
Setelah nafasku agak teratur, kukatakan di dekat telinganya, "Yaang.., terima kasih.., yaang", sambil kukecup telinganya dan Tyas tidak menjawab atau berkata apapun dan hanya menciumi wajahku.

Setelah diam beberapa lama lalu kuajak Tyas membersihkan badan di kamar mandi dan terus tidur sambil berpelukan. Paginya kuantar dia di dekat rumahnya.

Hari-hari selanjutnya Tyas dan ke 3 orang lainnya masih tetap ikut mobilku dan kami tetap bersikap biasa seolah tidak terjadi apapun.
Yang pasti hubungan gelap ini masih berlanjut dan minimal seminggu sekali di sebuah motel di bilangan Jl.Gatot Subroto, tetapi tidak sampai menginap.

TAMAT