Sambungan dari bagian 01

Wajah Mella kemudian mendekat, lidahnya menjulur keluar dan ujungnya. Sesaat kemudian menyentuh kantung yang berada di bawah kejantananku. Menyelinap lebih ke bawah lagi. Kehangatan jilatan lidahnya mulai terasa mengalir. Ujung lidahnya semakin ke bawah dan semakin ke bawah, melewati batas paling bawah dari kantung yang berisi dengan dua bola itu. Semakin ke bawah lagi nyaris menyentuh rectum-ku. Tubuhku tergetar. Tanpa kusadari pantatku sudah terangkat dengan sendirinya. Mella kemudian menatapku, tak lama kemudian ia menggerakkan jilatan ujung lidahnya naik ke atas. Perlahan-lahan. Menggaris di antara rectum dan kantong bolaku. Naik lagi. Kedua matanya masih menatapku, menikmati setiap perubahan air mukaku yang semakin memerah dibakar api birahi. Ujung lidahnya kini berada pada bagian akar kejantananku. Salah satu tangannya menyelinap di antara belahan pantatku, menyentuh rectum-ku, dan merabanya. Tubuhku tergetar lagi tangannya yang lain kemudian bergerak keluar dari belakang tubuhku. Dengan satu jari ia menarik kejantananku dari sandarannya untuk berdiri tegap. Mella melanjutkan perjalanan lidahnya, naik semakin ke atas, perlahan-lahan. Setiap gerakan nyaris dalam beberapa detik, teramat perlahan. Melewati bagian tengah, naik lagi. Ke bagian leher batangku. Kedua tanganku tak kusadari sudah mencengkeram ujung kursi.



Edaan! Lihai sekali gadis mungil ini. Ujung lidahnya naik lebih ke atas lagi dan.. "Ooops!" kejantananku meronta ketika ujung lidahnya menyentuh bagian terbawah dari kepalanya. Perlahan-lahan dengan dibantu tarikan jari tangannya ia melanjutkan jilatan ujung lidahnya mengelilingi bagian bawah kepala kejantananku. Desisan dari mulutku pun tak dapat kutahan lagi. Berulang-ulang ujung lidahnya bergerak berkeliling. Perlahan-lahan setiap putaran kurasakan bagaikan kenikmatan yang tak pernah usai, begitu nikmat, begitu perlahan. Setiap kali kutundukkan wajahku melihat apa yang dilakukannya setiap kali itu pula kulihat Mella masih tetap memandang wajahku dengan penuh nafsu.

Sesaat kemudian Mella kulihat melepaskan tangannya dari tubuh kejantananku, ia menyibakkan rambutnya ke samping satu jarinya kembali menarik bagian bawah tubuh kejantananku dengan sedikit memiringkan kepalanya. Mella kemudian mulai menurunkan wajahnya mendekati kepala kejantananku. Sesaat kemudian ia mulai merekahkan kedua bibirnya. Ketika bibirnya nyaris menyentuh ia menghentikan gerakan turun wajahnya. Ia kemudian membuka mulutnya lebih lebar. Kurasakan kehangatan hembusan nafas dari mulutnya pada kepala kejantananku. Pandangan matanya kini hanya tertuju pada ujung kepala kejantananku. Ia semakin lebar membuka mulutnya, lebih lebar lagi, dan luar biasa, dengan berhati-hati ia memasukkan kepala kejantananku ke dalam mulutnya tanpa tersentuh sedikitpun oleh bibirnya!

Perlahan-lahan dengan sangat berhati-hati Mella semakin menunduk dan memasukkan kejantananku lebih dalam lagi ke mulutnya. Kini seluruh bagian kepalanya sudah berada di dalam, sesaat kemudian bergerak perlahan-lahan semakin jauh hingga di bagian tengah batang tubuh kejantananku. Saat itulah kurasakan kepala kejantananku menyentuh bagian terdalam mulutnya. Tubuhku tersentak sesaat. Mella kemudian menempelkan seluruh lidahnya pada tubuh kejantananku. Kedua bibirnya sesaat kemudian merapat. Kurasakan kehangatan yang luar biasa nikmatnya mengguyur sekujur tubuh kejantananku. Perlahan-lahan kemudian kepala Mella mulai naik dengan gerakan spiral. Bersamaan dengan itu pula kurasakan tangannya menarik turun bagian bawah batang tubuh kejantananku hingga ketika bibir dan lidahnya mencapai di bagian kepala, kurasakan bagian kepala itu semakin membengkak dan sensitif. Begitu sensitifnya hingga bisa kurasakan kenikmatan hisapan dan jilatan Mella begitu merasuk dan menggelitik seluruh urat-urat syaraf yang ada di sana.

Selesai melumat kepala kejantananku, ia kemudian menundukkan kepalanya lagi. Mengulanginya dengan cara yang sama. Turun naik dengan gerakan spiral, tangannya mengocok ke bawah. Menjilat, menghisap, turun lagi. Begitu seterusnya berulang-ulang. Aku tak mampu lagi menatapnya. Tubuhku semakin lama semakin melengkung ke belakang kepalaku sudah terdongak ke atas. Kupejamkan mataku. Mella begitu luar biasa melakukannya. Tak sekalipun kurasakan giginya menyentuh kulit kejantananku. Tangannya yang lain tak henti-hentinya meraba rectumku. Terkadang meraba di sekelilingnya, terkadang ia menyentuhkan ujung kukunya tepat di tengah-tengahnya. Kejantananku semakin meronta-ronta, denyut-denyut nikmat semakin kurasakan berlarian di sepanjang tubuh kejantananku. Seluruh otot di tubuhku serasa meregang. Tak kusadari mulutku mengeluarkan erangan-erangan kenikmatan silih berganti dengan namanya yang entah sudah berapa kali kuteriakkan. Semakin lama kenikmatan itu semakin menggila. Tubuhku menggelinjang ke sana ke mari, pikiranku sudah melayang-layang jauh entah ke mana.

Tak kusadari lagi sekelilingku terhempas oleh gelombang kenikmatan yang mendera seluruh urat syaraf di tubuhku yang semakin tinggi dan semakin tinggi. Dan ketika aku nyaris sampai di tepi puncak kenikmatan kurasakan ada sesuatu yang menahan laju birahiku. Aku menggeliat. Meronta berusaha melepaskannya, namun tarikan yang menahan itu juga semakin kuat. Kemudian aku kembali ke alam sadarku. Kurasakan sesuatu memijit dan mengurut belakang leherku.

Kubuka mataku. Kulihat wajah Mella tersenyum berada di depan wajahku, tangan kirinya berada di belakang leherku, kutengok ke bawah, tangan kanannya menggenggam dengan erat persis di bagian leher penisku, mencekiknya.
"Sabar dong Tom. Ini belum selesai", bisiknya sambil tersenyum dan menepuk-nepuk pipiku. Impossible! Fantastic! Belum pernah kualami hal seperti ini. Memang ada beberapa di antara wanita-wanita yang pernah memadu cinta bersamaku, terkadang juga suka mengendalikan. Tapi belum pernah aku dikendalikan seorang wanita dengan cara sedahsyat yang barusan kualami. Mella benar-benar menguasainya, ia dengan lihainya telah menyeret diriku ke dalam gelombang kenikmatan, kemudian mengayun dan menghempaskannya, dan akhirnya menghentikannya di saat yang tepat sebelum aku terkulai lemas.
"Kamu luar biasa, Mel." bisikku sambil menggeleng-gelengkan kepala terkagum-kagum oleh kehebatannya.
Mella tertawa manja.
"Eh, bisa mati tuh kalau kamu cekik terus begitu." bisikku lagi merasakan genggaman tangannya yang tak kunjung mengendur pada kejantananku. Mella tertawa geli.
"Hei! Jangan sampai mati donk bisa gila aku nanti." balasnya sambil melepaskan genggamannya pada kejantananku yang masih berdiri tegap namun sudah lebih tenang. Sesaat kemudian ia bergerak menempatkan kedua lututnya di samping pinggangku, kedua telapak kakinya menekan sisi luar kedua pahaku dan perlahan kemudian ia merangsek lebih maju lagi. Bibir lubang kenikmatannya menempel pada perutku, kedua tangannya kemudian memegang wajahku. Ia merunduk dan mengecup bibirku kuusap punggungnya dan turun kebawah meremas bongkahan seksi pantatnya.

Mella kemudian mulai menaikkan bagian bawah tubuhnya lebih tinggi lagi. Kusorongkan bagian bawah tubuhku lebih maju lagi hingga pantatku lepas dari kursi. Tangannya tak lama kemudian mulai menggenggam kejantananku. Ketika ujung kepala kejantananku sudah berada di tempat yang tepat. Mella perlahan menurunkan pantatnya. Ujung kepala Tommy Juniorku menyentuh pintu gerbang itu. Mella mendesah sesaat kemudian ia mendesakkan miliknya untuk lebih turun, dan lebih turun lagi. Ujung kepala Tommy kecilku mulai menyelip di antara celah yang mulai membuka itu. Mella berusaha mendesakkan lagi tubuh bagian bawahnya. Tertahan, didesaknya lagi. Masih tertahan. Mella membuka kedua lututnya lebih lebar lagi. Ia kemudian mendesakkan lagi pintu gerbangnya, perlahan-lahan dengan susah payah kepala kejantananku menyelinap masuk terjepit erat.

Tubuh Mella tergetar. Sesaat ia kemudian melepaskan genggaman tangannya. Kedua tangannya kini setengah bertumpu di dadaku. Perlahan-lahan kemudian ia menurunkan bagian bawah tubuhnya semakin ke bawah dan perlahan-lahan pula kurasakan batang tubuh penisku melesak masuk menelusuri kenikmatan Mella mili demi mili. Begitu sesak kurasakan walaupun terasa pula sangat licin dan hangat dan seiring dengan itu rintihan kenikmatan Mella terdengar. Semakin dalam kejantananku menerobos masuk, kepala Mella semakin terdongak ke atas sehingga akhirnya gerakan turun tubuhnya terhenti. Kurasakan kepala kejantananku menyentuh bagian dasar gua kenikmatan itu. Mella terduduk dengan terengah-engah, kuremas-remas pinggulnya. Beberapa saat kami terdiam dalam posisi seperti itu.

Mella kemudian menundukkan wajahnya, bibirnya menghampiri dan melumat bibirku, lidahnya masuk ke dalam mulutku dan saling memilin dengan lidahku, sesaat kemudian ia mengecup dan melumat leherku. Mella meremas dadaku dan menggoyangkan pinggulnya berputar-putar, "Aahh", penisku bagaikan dipelintir dengan lembut, kulumat puting susunya dengan bibirku. Mella menggelinjang dan merintih, sambil menggoyang berputar pinggulnya bergerak naik perlahan, batang penisku bergerak keluar hingga hanya kepalanya saja yang tertinggal di dalam, perlahan-lahan pinggul Mella bergerak turun, hingga mentok ke bagian dasar, kemudian naik lagi dengan gerakan berputar, turun lagi, begitu seterusnya.

Bukan kepalang nikmat yang kurasakan, tubuhnya naik turun perlahan-lahan, seiring dengan desah dan rintihannya, kedua tangannya tak henti-henti meraba dadaku, terkadang ia memilin kedua puting susuku dengan jarinya, terkadang ia mengerang ketika penisku yang sudah mencapai dasar liangnya masih kutekan lebih jauh ke atas lagi, pikiranku kembali melayang-layang, terombang-ambing di tengah samudera birahi, seluruh indera tubuhku seakan terpaku kepada kenikmatan syahwat yang sedang menjajahku, menyaksikan seorang wanita yang cantik dengan tubuh mulus seksi bergerak naik turun memompakan kenikmatan demi kenikmatan ke sekujur tubuhku, kurasakan Tommy kecilku bagaikan seorang narapidana yang tersekap di penjara, meronta, menerjang-nerjang, mengerahkan seluruh kekuatannya untuk bertahan, namun himpitan dinding penjara itu lebih banyak mengendalikannya, membuatnya semakin lama semakin tak berdaya, kurasakan waktu baginya sudah tak lama lagi, kukerahkan segenap kemampuanku untuk bertahan, kucoba mengatur napasku yang terengah-engah. Mella melumat bibirku, "Aahh", betotan nafsu yang dipompakannya lebih berkuasa ketimbang akal pikiranku, nikmat yang kurasakan semakin memuncak, kurasakan penisku sudah berdenyut-denyut, "Ahh, biarin, biarin Tom, sshh, let it go, mmhh." bisiknya sambil mendesah, rupanya ia mengerti aku sedang berjuang untuk menahan ejakulasiku ketika dilihatnya aku terdiam dengan mata terpejam.

Mella kemudian memeluk dengan erat leherku, menarikku hingga tubuh kami melekat dan menyatu, sesaat kemudian bibirnya merapat ke bibirku, kami saling melumat bibir. Mella sesaat kemudian menggerak-gerakkan pinggulnya tanpa menaik turunkan pantatnya, dan kurasakan tommy kecilku bagaikan dikocok-kocok oleh sebuah tangan yang sangat lunak dan licin, terkadang terasa ada remasan-remasan lembut. Mella juga seakan terbawa oleh kenikmatan yang diberikan kepadaku, ia merintih dan mengerang di telingaku, kurasakan waktuku sudah semakin sempit. Kupeluk tubuhnya dengan sejadi-jadinya, kenikmatan sudah berada di pinggir puncaknya, penisku bergetar-getar semakin keras dan, satu, dua,
"Yahh, keluarin, ahh, lepasin Tom."
Getaran itu semakin keras, tiga, empat,
"Ahh, mmhh, mmhh" bisiknya.
Seluruh tubuhku kini bergetar dengan keras, lima, jebol, penisku memuntahkan isi perutnya, menyembur-nyembur, membasahi bagian dasar rongga kenikmatan Mella, tak kusadari aku sudah mengangkat tubuhku berikut tubuh Mella lepas dari kursi, setengah berdiri. Perlahan aku menurunkan tubuhku duduk kembali, kusandarkan kepalaku, menikmati sisa-sisa gelombang kenikmatan yang baru saja kualami. Napasku terengah-engah, begitu pula Mella.
"Ouchh, hh, mmhh, gila, nikmat banget." bisik Mella sambil mengecupi bibir dan keningku. Kutahu Mella belum sampai ke puncak kenikmatannya. Mella tak bergeming dari posisinya, penisku yang masih berada di dalam rongga kenikmatannya kini kurasakan sedikit melembek.
"Sorry, aku mengecewakan kamu", bisikku meminta maaf.
"Ah, nggak", bisiknya kemudian mengecup lembut bibirku.
Mella melihat sekaleng Budweiser di atas mejaku, kemudian menjulurkan tangannya untuk meraihnya. Membukanya. Ia meneguknya sesaat, kemudian menyorongkannya ke bibirku, kuteguk sedikit. Minuman bersoda itu begitu nikmat membasahi kerongkonganku yang kering setelah memadu birahi. Mella kemudian mencoba merengkuh tubuhku, kutahu keinginannya untuk berpelukan, kusorongkan tubuhku, kedua tanganku kulingkarkan ke punggungnya. Kami berpelukan erat.

Tak lama kemudian, ada pijatan kurasakan pada punggungku, rupanya Mella memijit-mijit. Tak lama kemudian seluruh tubuhku terasa segar kembali, rasa segar dari minuman dan pijitan-pijitan Mella itu telah mengusir rasa penat setelah bercinta yang kurasakan. Kurasakan bibir Mella yang sejak tadi berada di leherku kini mulai mengecupinya, saling berganti dengan lidahnya yang juga mulai bereaksi, mengalirkan rasa hangat ke dalam tubuhku. Kuresapi nikmatnya perlakuan Mella pada diriku itu. Ahh, kurasakan pada penisku yang sudah melembek itu ada sesuatu yang meremas-remasnya, darahku berdesir menyadari apa yang dilakukan Mella dengan menggunakan rongga kenikmatannya pada penisku, remasan-remasan itu semakin terasa seiring dengan mulai tegapnya penisku, satu dua kali terkadang Mella menggerakkan pinggulnya, penisku semakin tegap, salah satu tangan Mella bergerak ke belakang tubuhnya, turun mengusap kantong zakar penisku, meriam kecilku mulai meregang keperkasaannya, otot-otot di seluruh tubuhnya mulai meregang, bak binaragawan yang sedang berlomba, kepalanya semakin lama semakin menjulur ke atas. Mella semakin menggoyangkan pinggulnya, dan, sept! Kepala penisku menyentuh bagian dasar gua kenikmatan Mella. Tubuh Mella tergetar sesaat.

"Ahh, Benar perkiraanku!" sorak Mella dengan suara berbisik, matanya berbinar-binar.
"Apaan sih?" tanyaku sambil tersenyum.
"Nggak usah tanya-tanya ah! Kamu emang jagoan! Hebat kamu, cuman semenit sudah, hi, hi, hi." Mella terkekeh.

Aku hanya tersenyum, dalam hati aku benar-benar angkat topi kepadanya. Ia benar-benar pandai menghargai perasaan pasangannya. Padahal kalau kupikir-pikir sebenarnya kalau nggak dari upayanya yang lihai itu mana mungkin aku bisa siap 'tanding-ulang' dalam waktu secepat itu. Kebiasaanku paling tidak butuh setengah jam, itupun kalau nggak ketiduran. Mella menjulurkan tangannya untuk meletakkan gelas minumannya di meja. Ia menggerakkan tubuhnya naik, perlahan-lahan mengeluarkan penisku dari rongga kenikmatannya, dan sebelum bagian kepalanya terlepas ia menggenggam bagian bawahnya, kemudian ia melanjutkannya hingga tinggal ujung kepala penisku yang masih menempel di mulut gua kenikmatannya. Mella terdiam beberapa saat dalam posisi seperti itu, dan perlahan-lahan cairan muntahan penisku keluar dari dalam guanya, menetes dan jatuh ke kepala penisku, kemudian mengalir ke bawah membasahi pangkal pahaku.

Bersambung ke bagian 03