Sambungan dari bagian 01

Jam enam sore Henny pulang. Dia diantar temannya. Kebetulan waktu itu aku di depan kamar. Henny langsung menyapaku dan mengenalkan temannya. Namanya Susi. Wajahnya memang cantik, tapi sayang buah dadanya kecil.



"Kok baru pulang..?" tanyaku.
"Ini aja musti berangkat lagi." jawabnya.
"Kamu mau berangkat lagi?" tanyaku.
"Iya.." jawabnya singkat.
Kemudian Henny memandangku dengan wajah memelas, "Mas, bantuin Henny ngetik, donk..!"

Sebenarnya aku ingin menolak. Tapi karena tadi pagi dia mengabulkan keinginanku, akhirnya aku mengiyakan. Lagian siapa lagi yang dapat membantu. Toto tidak bisa karena dia harus kerja. Teman-teman kost juga tidak mungkin. Ya sudah, aku saja.

Jam sepuluh malam tepat. Tinggal 7 halaman lagi yang belum kuketik. Padahal mataku sudah mulai lelah. Ingin rasanya aku tidur saja. Biarlah kuteruskan besok pagi saja. Tapi aku tidak enak sama Henny. Dia khan sudah memberikan kenikmatan tadi pagi. Meskipun hanya mengulum penisku, tapi aku dibuatnya lemas.

Ingatanku jadi terbayang pada Henny. Tubuhnya yang putih mulus, buah dadanya yang montok, juga vaginanya yang ditumbuhi bulu-bulu halus. Andaikan tidak ada panggilan telpon, aku tentu sudah merasakan kehangatan tubuhnya. Meremas-remas buah dadanya, mengulum putingnya, melahap vaginanya. Bayangan keindahan tubuhnya membuat penisku langsung bangkit. Sarung yang melilit tubuhku tidak mampu menahan desakan penisku.

Suara bisik-bisik membuyarkan lamunanku. Dari balik korden aku melihat Henny dan Susi berdiri di depan pintu kamarku. Mereka melihatku kemudian tersenyum. Tanpa kupersilakan, Henny membuka pintu dan menarik Susi masuk ke kamarku. Mereka melihatku, tidak menatap mataku, tapi memperhatikan tonjolan di balik sarungku. Karena ada Susi, aku langsung duduk menghadap komputer. Kukatakan padanya tinggal 6 halaman lagi. Henny menjawab tidak apa-apa. Kemudian dia bilang katanya dia kecapean, jadi tidak dapat membantu mengetik, Susi yang mau membantu. Setelah itu mereka pindah ke kamarnya sendiri.

Sambil menunggu Susi, aku mulai mengetik. Setengah jam berlalu, Susi tidak kunjung datang. Mungkin dia juga lelah. Mataku semakin lelah. Aku tidak kuat lagi. Akhirnya kuputuskan untuk tidur saja. Aku beranjak ke tempat tidur. Kulepas kaosku. Kurebahkan tubuhku di atas kasur yang kuhamparkan di lantai. Belum sempat mataku terpejam, terdengar suara ketukan. Itu pasti Susi. Ah, biarin saja, aku mau tidur. Dia pasti tidak berani masuk kamarku.

Tebakanku meleset. Pintu kamarku terbuka. Wajah Susi muncul. Dengan mengenakan rok sebatas lulut dia tersenyum kemudian melangkah masuk duduk di depan komputer. Susi memandangku. Dia minta maaf tidak lekas datang. Alasannya ngobrol dulu sama Henny dan sekarang Henny sudah tidur. Aku bangkit menghampiri Susi. Kutunjukkan berkas yang belum diketik.

Sekitar lima belas menit kami saling diam. Yang terdengar hanya jari-jarinya yang menekan keyboard. Kelihatan sekali dia agak malas. Dia menoleh padaku sambil menggelengkan kepala. Tiba-tiba dia beranjak ke tempat tidurku. Dia duduk bersila di pinggir kasur. Dia hanya tersenyum ketika aku melihat roknya tersingkap sampai kelihatan celana dalamnya. Aku menarik napas. Penisku yang hanya tertutup sarung bangun dari tidurnya. Aku berusaha merubah posisi dudukku, tapi dia sudah terlanjur melihat tonjolan di balik sarungku. Lagi-lagi dia hanya tersenyum.

"Baru lihat begini aja udah bangun," sindirnya, "Asyik ya tadi pagi sama Henny?"
Aku terkejut, dia kok tahu kejadian tadi pagi.
"Henny ngomong apa ke kamu..?"
"Nggak ngomong apa-apa. Aku cuma baca diary-nya aja. Kenapa? Penasaran, ya? Baca aja sendiri."

Matanya melirik ke daerah kemaluanku. Aku bingung harus ngomong apa. Akhirnya kudekati saja Susi yang masih menatapku. Aku berjongkok di depannya. Dia diam saja ketika kupegang lututnya. Kubalas tatapan matanya sambil tersenyum.
"Siapa yang penasaran. Jangan-jangan malah kamu yang penasaran. Atau.. kamu pingin kayak Henny, kali." jawabku menggoda.
Kugerakkan tanganku meraba pahanya. Susi memegang tanganku tapi tidak mencegahku. Kuteruskan rabaanku ke vaginanya. Belum sempat jariku menyentuh celana dalamnya, tiba-tiba dia meremas penisku dan mendorongku, "Kecil aja. Sok lu..!"

Aku terjengkang, tapi aku berhasil memegang tangan Susi yang beranjak menuju pintu. Aku berdiri, menarik tangan Susi kemudian memeluk tubuhnya dari belakang.
"Jangan bilang punyaku kecil kalau belum lihat."
Tangan Susi kutarik ke penisku, sementara tanganku yang satu memeluk perutnya. Susi meronta berusaha lepas dari pelukanku. Tenagaku lebih kuat. Kuseret tubuh Susi dan kuhempaskan ke kasur.

Susi jatuh telentang, roknya tersingkap menampakkan celana dalamnya. Gairahku mendadak bangkit. Penisku mulai mengeras. Aku mendekati Susi yang bersandar ke dinding. Mata Susi tertuju ke arah penisku, kemudian ke mataku.
"Mas, aku mau ke Henny. Kasihan dia sendirian."
"Kamu di sini aja sama aku. Jangan ganggu orang tidur."
Kumasukkan tanganku ke balik sarung. Kuraih penisku yang sudah tegang. Dari balik sarung, tanganku meremas-remas penisku. Susi melihat gerakan tanganku.

"Mas mau apa?" tanya Susi penasaran.
"Kamu pingin tahu?" aku balik bertanya, "Perhatiakan baik-baik."
Kuhentikan permainanku sejenak. Tanganku memegang gulungan sarung di perutku. Pelan-pelan aku membuka gulungan sampai longgar. Sambil memandang Susi, kulepaskan pegangan sarungku. Tidak sampai dua detik sarung yang melilit tubuhku langsung jatuh ke bawah. Susi menahan napas. Mulutnya terbuka, matanya melotot menyaksikan aku telanjang. Penisku yang keras mencuat dan mengarah ke Susi.

Aku berlutut, lalu maju selangkah sehingga jarakku dengan Susi dekat sekali. Susi masih bersandar ke dinding. Kedua kakinya berada di antara lututku. Matanya menatap penisku.
"Gimana menurut kamu, besar nggak..?" kataku sambil menyorongkan penisku ke wajahnya.
Ujung penisku menyentuh bibirnya. Tidak ada reaksi. Susi diam saja. Tapi aku tidak putus asa. Kugesek-gesekan penisku menyelusuri wajahnya dan terus ke bawah menggelitik lehernya. Mungkin karena geli dia segera meraih penisku.

Agak lama Susi memandangi penisku. Aku menunggu apa yang akan dilakukan Susi. Entah apa yang ada dalam pikirannya, yang jelas aku melihat Susi tersenyum. Kudorong pantatku ke depan. Ayunan penisku menyadarkannya. Akhirnya dengan gerakan yang lembut, tangan Susi yang mulai mengelus-elus batang panisku. Oh.. lembut sekali.

Susi membuka mulutnya. Hup, dalam sekejap penisku sudah masuk ke mulutnya. Kemudian lidahnya menari-nari melumat penisku. Sesekali dia menyedot penisku.
"Ohh.. sshh.." aku merintih nikmat.
Kugerakkan pantatku ke depan dan ke belakang. Bibir Susi yang menjepit kuat bergesek-gesekkan dengan penisku. Oh.., mulutnya terasa hangat mengulum penisku.

Birahiku langsung meninggi. Kutahan sebentar mulut Susi yang asyik dengan penisku. Posisi begini sulit bagiku untuk bergerak. Aku mundur selangkah sambil menarik Susi. Sekarang aku dan Susi sama-sama berlutut saling berhadapan. Tangannya masih masih menggenggam penisku. Matanya menatapku sayu. Bibirnya terbuka menantangku berciuman. Kudekatkan wajahku. Bibirku menyentuh bibirnya. Kulumat bibirnya dengan lembut. Susi menyambutku dengan gigitan kecil di bibirku.

Aku tidak mau kalah. Tanganku bergerak ke belakang melepas kaitan roknya. Dengan gerakan lembut, kuturunkan roknya. Kemudian tanganku menyusup ke balik CD-nya. Jariku langsung menyentuh bulu kemaluannya. Susi tidak menolak. Dia malah membuka pahanya memudahkanku menyentuh vaginanya yang sudah lembab. Dengan satu jari aku menggesek-gesek kelentitnya.
"Ngmm.. mmhhm.." rintihan Susi tertelan kuluman bibirku.
Tangannya balas meremas kuat penisku. Setiap kali kugesek kelentitnya, dia langsung membalas meremas penisku.

Kini tidak hanya satu jari. Dengan tiga jari tengahku, aku mengesek-gesek kelentitnya. Semakin lama gerakan jariku semakin cepat. Pantatnya bergoyang mengikuti irama jariku. Dari vaginanya keluar cairan pelumas membasahi vaginanya. Kenikmatan yang dirasakan Susi membuatnya melepaskan ciumannya.
"Nghh.. oohh.. uhh..!" rintihannya membangkitkan gairahku.
Tangannya mengocok kencang penisku. Agak lama juga adegan ini.

Tiba-tiba Susi melepaskan genggamannya. Ditariknya tanganku yang asyik meraba vaginanya. Dengan sedikit tenaga dia mendorong tubuhku. Pantatku terhenyak di kasur. Napas Susi memburu. Matanya memandang penisku. Kemudian tangannya bergerak cepat melepas celana dalamnya. Vaginanya yang berbulu lebat menyembul keluar.

Susi mendekatiku, kemudian duduk di pahaku. Tangan kanannya memegang pundakku dan tangan kirinya meraih penisku. Matanya menyiratkan nafsunya yang tidak dapat ditahan. Susi mengangkat pantatnya. Diarahkannya penisku ke tepat di bawah vaginanya. Kurasakan ujung penisku menyentuh mulut vaginanya. Susi menurunkan pantatnya. Sedikit demi sedikit penisku menembus vaginanya. Susi menahan napas sambil merintih. Matanya terpejam merasakan kenimatan tusukan penisku di vaginanya.

"Oohh..!" akhirnya vagina Susi melahap habis penisku.
Vaginanya yang basah oleh pelumas mudah sekali bagi penisku menembus vaginanya. Susi merangkul leherku. Wajahnya mendekat. Bibirnya yang terbuka segera kusambut dengan kuluman. Kami saling melumat lagi. Disedotnya bibirku dengan bernafsu. Kakinya menjepit pantatku. Tubuhnya mulai bergerak. Pelan tapi pasti dia mengangkat pantatnya.
"Aaahh..!" vaginanya bergesekan dengan penisku. Nikmat sekali.

Tanganku meremas dan menarik pantatnya. Penisku kembali menembus vaginanya. Meskipun pelan, tapi gesekkannya nikmat sekali. Birahiku semakin meninggi. Tanganku bergerak cepat melepas kaos dan BH Susi yang masih melekat di tubuhnya. Buah dada Susi memang tidak besar, tapi masih kencang, terpampang indah siap disantap. Putingnya yang hitam mencuat keluar menandakan birahinya menggelora.

Kedua tanganku langsung menyambutnya. Kuremas bukit kembar itu dengan pelan. Bibirku dan bibir Susi tidak lagi saling mengulum. Mulutku mendarat di buah dadanya. Puting susunya tidak kuberi ampun. Kulumat puting susunya, kemudian kusedot-sedot. Sesekali aku menggigitnya dengan bibirku.
"Ohh.. aahh.. sshh..!" tubuh Susi menggelinjang hebat.
Gerakan pantatnya semakin cepat. Vaginanya menjepit penisku kuat-kuat. Penisku berdenyut hebat. Benar-benar nikmat gesekan vaginanya.

"Ahh.. oohh.. sshh.. nikmat.."
"Auu.. terus Mas.. enak sekali.."
"Uughh.. oohh..!"

Tiba-tiba susi mendorong badanku, kemudian menindih tubuhku. Tangannya menjambak rambutku. Napasnya kian memburu. Keringat hangat membasahi seluruh tubuhnya. Aku tidak lagi mengulum putingnya. Hanya tanganku saja yang beringas meremas-meremas buah dadanya. Susi mendorong kuat-kuat pantatnya. Penisku terasa menghujam menyentuh bagian dasarnya. Kuremas dan kutarik pantatnta kuat-kuat setiap kali Susi menurunkan pantatnya.

"Uughh.. oohh.. sshh.."
"Teruss.. teruuss..!"
"Oohh.. ohh.. Mass..!"

Rintihan-rintihannya membuat birahiku memuncak. Penisku sudah maksimal. Aku benar-benar sudah tidak tahan. Aku sudah tidak tahan ingin menembakkan spermaku. Pantatku ikut bergoyang hebat mengimbangi gerakan pantatnya. Setiap kali Susi mendorong pantatnya ke bawah, aku menyambutnya dengan mendorong pantatku ke atas. Kupercepat gerakanku dengan kecepatan maksimal. Susi juga mempercepat gerakannya. Tubuh kami sudah sama-sama panas. Aku memeluk tubuh Susi kuat-kuat. Aku meraskan spermaku mengalir di penisku. Kudorong ke atas pantatku kuat-kuat menyambut vagina Susi yang menjepit penisku.

Ohh.. sungguh luar biasa. Nikmat sekali. Tubuh Susi terhempas di atasku. Kupeluk tubuhnya yang bersimbah keringat. Kucium pipi dan telinganya.
"Nikmat sekali.. makasih, Sayank.." bisikku.
Susi mengangguk pelan. Napasnya masih tersengal. Kemudian dia berguling ke samping. Tubuhnya telentang di sampingku. Tangannya langsung menggenggam penisku.
"Kamu hebat..!" dia memandangku sambil tersenyum.
"Mas.. aku tidur sini aja, ya?"
"He-eh."
Aku tidak sempat melihat jam. Yang pasti sudah malam. Setelah itu kami tertidur pulas.

Bersambung ke bagian 03