Nightmare Campus 7 : Fatal Attraction





Joanne


Jam tujuh kurang, Imron sedang berjalan menyusuri koridor lantai empat, gedung fakultas ekonomi. Tangannya memegang sapu dan ceruk yang akan dia gunakan untuk menyapu ruang C-411 yang baru selesai dipakai untuk kuliah malam. Langkahnya makin mendekati ruang yang lampunya masih menyala itu. Terhenyak dirinya begitu membuka pintu dan menemukan di dalam kelas itu masih tertinggal seorang gadis. Gadis itu tersenyum manis padanya lalu meneruskan mencatat sesuatu di buku catatannya.
“Eehhmm…malam Non, kok belum pulang ?” sapanya
“Sebentar lagi Pak, nanggung lagi nyalin catatan temen, enngg…kelasnya mau dikunci yah Pak ?”
“Iya toh Non, kan udah malem !” jawab Imron dengan mata mencuri-curi pandang ke arah lekuk tubuh gadis itu.
Penampilan si gadis yang memakai kemeja kuning lengan pendek berbahan tipis yang kancing atasnya terbuka hingga memperlihatkan belahan dadanya serta rok mininya yang membuat pahanya yang putih mulus itu terekspos bebas tentu saja membuat Imron menelan ludah melihatnya.
“Hhmm…kalo gitu Bapak beresin kelas aja dulu, ntar kalau udah selesai kita sama-sama keluar, soalnya ini catatan mau saya kembaliin ke yang punya hari ini juga, gapapa kan Pak, saya gak ganggu kan ?” katanya dengan senyum manis.
Maka Imron pun membiarkan gadis itu meneruskan mencatat sementara dia mulai membersihkan kelas itu. Tentu ini saja Imron tidak terganggu malah sebaliknya merasa senang karena sudah kerja seharian penuh ada objek untuk refreshing sejenak. Sambil menyapu matanya hampir tidak pernah lepas dari gadis itu, diperhatikannya bentuk tubuhnya yang ideal dan membayangkan dibalik pakaiannya itu, wajahnya cantik dengan rambut rambut hitam pendek sebahu ala Maiko Yuki, artis JAV era 90′an. Mudah saja bagi Imron untuk memperkosanya saat itu juga, tapi dia paling tidak suka kalau korbannya belum takluk sepenuhnya yang biasa dia intimidasi dengan skandal-skandalnya, lagipula menyerang secara frontal begitu risikonya tinggi, bisa-bisa si korban histeris atau melaporkannya. Dalam hal ini Imron sangat berhati-hati agar jangan sampai menimbulkan kesulitan baginya kelak. Gadis itu pun sepertinya cuek saja dengan kehadiran Imron di situ, dia terus menulis tanpa menghiraukan tatapan menelanjangi Imron. Bahkan ketika Imron sedang menyapu di depannya, entah sengaja atau tidak, dia menyilangkan kakinya sehingga mata Imron makin nanar melihat pahanya yang mulus lagi jenjang itu.
“Enngg…Pak diluar sana emang udah ga ada siapa-siapa lagi yah ?” gadis itu tiba-tiba bertanya demikian.
“Iya Non, udah pulang semua, tinggal Non sendirian, ga takut apa Non ?” jawab Imron dengan terus menyapu.

“Nggalah, takut apa, sekarang kan ga sendirian, lagi ada Bapak” jawabnya tersenyum “Pak bisa tolong tutup pintunya anginnya ga enak panas, bikin gerah nih !” pintanya karena kebetulan duduk dekat pintu, dan memang cuaca hari itu tidak nyaman, panas dan berangin. Kipas angin yang menggantung di langit-langit kelas itulah yang membuat cuaca di situ lebih enak.
Imron menutup pintu itu, dia heran melihat gadis itu kok bersikap ramah bahkan cenderung menggoda padanya, tidak seperti warga kampus yang umumnya bersikap acuh tak acuh, tidak tahukah dia bahwa yang bersama dengannya di ruang itu adalah maniak pemerkosa yang sedang menghantui kampus ini. Ketika dia menyapu ke sisi lain sekitar gadis itu terlihat sedikit celana dalam yang dipakainya, warnanya hitam seperti warna branya yang terlihat melalui kemejanya yang tipis. Imron benar-benar ngiler melihat pemandangan itu, ingin rasanya dia membelai paha mulus itu, lalu meraba hingga ke pangkalnya. Saat dia menyapu lebih dekat lagi, tiba-tiba dompet gadis itu terjatuh dari meja pada bangku kuliah itu. Secara spontan Imron pun membungkuk untuk memungutinya, gerakan Imron ketika mau berdiri dan mengembalikan benda itu mendadak terhenti karena tertegun paha mulus itu telah berada dua jengkal dari pandangannya sehingga celana dalam yang tadi terlihat sekilas itu makin terlihat jelas.
“Ngeliat apa Pak ?” tanyanya dengan cuek “pegang aja daripada bengong gitu Pak !” sebelum Imron sempat menjawab karena sedang terpukau, gadis itu sudah lebih dulu meraih tangan Imron yang memegang dompet, tangan satunya mengambil dompetnya dan menaruhnya kembali di meja, lalu dia letakkan tangan Imron itu di pahanya.
Sungguh Imron tidak menyangka gadis itu memang sengaja menggodanya sehingga begitu gadis itu memberi lampu hijau padanya birahi yang sejak tadi ditahannya tercurah deras bagai bendungan bobol. Imron segera mengelusi sepanjang kaki putih mulus itu dengan gemasnya, dari betis lalu ke paha yang tertutup roknya. Gadis itu menggeliat saat tangan Imron menyentuh bagian selangkangannya yang masih tertutup celana dalam.
“Hehehe…Non emang sengaja godain Bapak yah !” katanya menyeringai
“Eemmhh..iya Pak, puasin saya yah, saya tau kok Bapak dari tadi mau ngentotin saya, ya kan ?” desisnya dengan senyum menggoda.
Kata-kata itu membuat Imron makin terangsang, dia semakin berani menggerayangi tubuhnya. Tangannya yang tadi masih meraba-raba dari luar celana dalam mulai menyusupkan jarinya lewat pinggiran celana dalam itu, dirasakannya bulu-bulu dibaliknya dan juga ada basah-basah pada bibir vaginanya, gadis itu pun rupanya sudah horny sejak tadi.
Imron kemudian menarik celana dalam itu dari bagian tengahnya, gadis itu juga meluruskan kakinya membiarkan celana dalam itu melolosinya. Kemudian dia memasukkan jari tengan dan telunjuknya ke tengah vagina gadis itu, jari-jari itu mulai mengorek-ngorek vaginanya sehingga gadis itu mendesah dan menggeliat dibuatnya, kedua pahanya terkatup mengapit tangan Imron menahan rasa geli, dengan begitu Imron dapat merasakan kehalusan dan kelembutan kulit paha itu. Tangan Imron yang satunya merambat ke atas melepaskan satu-persatu kancing bajunya hingga terbuka semua memperlihatkan bra hitam berukuran 34Bnya. Gadis itu berinisiatif melepaskan kait branya yang terletak di dada antara dua cupnya dan menyembullah payudara montok berputing merah dadu itu. Diusap-usapnya gumpalan daging kenyal itu dengan tangan kanannya, jarinya memilin-milin putingnya sehingga makin menegang, sementara tangan kirinya makin intens mengocok-ngocok vagina gadis itu. Desahan nikmat terdengar dari mulut si gadis, matanya merem-melek dan nafasnya makin memburu.
“Non suka kan diginiin hehehe !” kata Imron yang merasa berhasil mempermainkan birahi gadis itu.
“Iyah…terus Pak, terushh…!” desah gadis itu menggenggam tangan Imron yang memegang payudaranya seolah minta tangan itu menggerayanginya lebih.
Gadis itu lalu merasakan kakinya dibuka dan basah pada vaginanya. Ternyata Imron sudah membenamkan wajahnya disana. Lidahnya yang panas menjilat-jilat vaginanya disertai gerakan menyedot.
“Uuuhh…hebat banget main oralnya !” kata gadis itu dalam hati merasakan kedahyatan permainan lidah Imron.
Gadis yang sudah terangsang berat itu mengelus-elus kepala Imron seraya membuka pahanya lebih lebar, kepalanya menengadah menatap langit-langit. Namun ketika mendaki puncak gairahnya itu Imron malah menghentikan jilatannya sehingga gadis itu merasa tanggung. Ya, memang itu sengaja dilakukan Imron dengan maksud mempermainkan birahi si gadis agar secara utuh menikmati ronde berikutnya. Kini Imron berdiri di depan gadis itu memelorotkan celananya dan mengeluarkan penisnya yang sudah mengacung tegak. Sejenak si gadis terpana melihat keperkasaan penis Imron yang hitam berurat itu, lalu dia menggerakkan tangan menggenggam penis itu, rasanya hangat dan berdenyut karena yang punyanya sedang terangsang, lalu tangannya mulai mengocok batang itu.
“Ohhh…Non, enak banget !” desahnya sambil membelai rambut gadis itu.
Gadis itu dengan bernafsu menjilati seluruh batang penis Imron, terkadang buah pelirnya pun diemut. Kemudian dia menyibak rambutnya yang sudah agak kusut dan membuka mulut mengarahkan penis itu ke mulutnya. Imron mengerang nikmat, gadis ini berbeda dari korban Imron lainnya yang umumnya pasif atau melakukannya rata-rata karena terpaksa sehingga tentu beda sensasinya. Teknik oral seks gadis ini sungguh profesional, batang penis itu dikulum-kulum dalam mulutnya dan juga diputar-putar dengan lidahnya, tangannya pun memijati buah zakarnya dengan lembut. Saking enaknya, pertahanan Imron langsung jebol dalam waktu kurang dari sepuluh menit. Wajahnya menegang dan cengkeramannya pada pundak gadis itu makin mengeras. Si gadis yang menyadari lawan mainnya akan segera keluar mempergencar serangannya, kepalanya maju mundur makin cepat dan cret…cret…sperma Imron menyemprot dalam mulutnya. Dengan lihainya gadis itu menelan dan menyedot cairan kental itu tanpa ada yang menetes dari mulutnya. Sungguh kenikmatan oral terdahsyat yang dialami Imron sehingga membuatnya melenguh tak karuan.
“Uoohh…sedot terus Non, enak…enak…!”
Gadis itu juga melakukan cleaning servicenya dengan sempurna, seluruh batang itu dia bersihkan dari sisa-sisa sperma .Setelah mulutnya lepas tak terlihat sedikitpun cairan putih itu menetes dari mulutnya. Sungguh teknik yang sempurnya, demikian pikir Imron.
Setelah puas menikmati pelayanan mulut gadis itu, Imron menarik lengannya agar bangkit dari kursi itu dan lalu disandarkannya ke tembok terdekat. Baju dan branya telah terbuka dan rok mininya tergulung ke atas memperlihatkan organ-organ kewanitaanya.
“Non, kok Non mau berani amat berbuat gini di kampus, Non dari tadi emang udah rencana gini kan ?”
“Bapak juga dah kepengen kan daritadi ngeliatin saya terus, makannya Bapak sekarang harus muasin saya !” katanya dengan horny, tatapan mata dan nada bicaranya memperlihatkan dirinya telah dilanda birahi.
Imron menjawabnya dengan memasukkan jari ke dalam vagina gadis itu yang membuat si gadis tersentak dan mendesah. Kemudian mulutnya juga nyosor melumat payudara kanan si gadis. Dengan rakus mulutnya menyedoti payudara montok itu sesekali giginya menggigit ringan putingnya yang menggemaskan. Si gadis memejamkan mata menikmati serangan si penjaga kampus itu sambil mendesah dan meremasi rambut Imron. Imron juga mengusap-usapkan jarinya pada klitorisnya sehingga gadis itu makin diamuk birahi, membuat tubuhnya bergetar.
Tak lama kemudian si gadis merasakan jari yang mengorek kemaluannya dikeluarkan lalu berganti sebuah benda tumpul lain yang menekan-nekan belahan bibir kemaluannya. Imron mengangkat kaki kanan gadis itu hingga sepinggang, lalu pelan-pelan dia tekan masuk penisnya ke vagina yang telah becek itu.
“Uuhh…!” si gadis merintih sambil memeluk Imron lebih erat merasakan setengah dari batang itu melesak masuk ke vaginanya yang sudah tidak perawan itu “Gila keras amat, kaya dimasukin pentungan aja” katanya dalam hati.
“Enak Non ?” tanya Imron berhenti sejenak memperhatikan ekspresi wajah si gadis yang meringis menahan nyeri.
Si gadis mengangguk dan setelah ekspresi wajahnya kembali normal, Imron mulai menggerakkan penisnya keluar masuk vagina si gadis. Tubuhnya tersentak-sentak karena Imron dengan penuh nafsu menghujam-hujamkan batang kemaluannya dalam jepitan vagiananya, tangannya meremas bongkahan pantatnya dengan gemas. Imron lalu mendekatkan wajah hendak mencium bibir tipis si gadis. Kalau korban-korban Imron umumnya menunjukkan penolakan bila hendak dilumat bibirnya, gadis ini justru menyambut pagutan bibir Imron dengan penuh gairah. Permainan lidahnya bahkan lebih dahsyat dari Imron, mereka terlibat adu lidah yang panas sampai air liurnya menetes-netes dari bibir masing-masing. Erangan-erangan tertahan terdengar di tengah percumbuan itu.
Imron terus menggenjot gadis itu sambil terlibat dalam ciuman yang panas dan cukup lama, hampir lima menit. Begitu mereka melepas bibir, nafas mereka sudah demikian menderu-deru dan berusaha mengambil udara segar. Imron lalu mengangkat kaki si gadis yang satunya sehingga tubuhnya tidak berpijak di tanah lagi. Si gadis juga memeluknya lebih erat dan melingkarkan kakinya di pinggang Imron sementara kedua pahanya disangga si penjaga kampus itu. Hujaman penis itu makin terasa dalam dalam posisi ini.
“Ohhh…terushh…terus…Pak !” gadis itu menceracau karena merasakan sudah mau mencapai puncak.
Vagina gadis itu makin basah saja sehingga penis Imron bergerak makin lancar karena cairan itu melicinkan dinding kemaluannya. Tubuh keduanya bergoyang kian liar, beradunya kedua jenis kelamin itu menimbulkan bunyi seperti suara tepukan bercampur suara kecipak akibat pengaruh cairan kewanitaan yang membasahi daerah itu. Bercak keringat nampak membasahi baju keduanya. Setelah bergumul sekitar limabelas menit, akhirnya Imron mengirimkan hentakan yang cukup keras disertai lenguhan panjang. Demikian pula halnya si gadis yang mencapai klimaks secara bersamaan, matanya membeliak dan tubuhnya berkelejotan.
Gadis itu merasakan semprotan hangat di rahimnya, sementara di selangkangannya cairan vagina itu bercampur dengan sperma Imron yang meleleh keluar. Hujaman Imron makin lemah, terlebih dulu dia turunkan pelan-pelan kaki kanan si gadis lalu yang kirinya, terakhir dia menarik lepas penisnya. Tubuh si gadis yang telah lemas melorot hingga terduduk di lantai, dia menghirup nafas dalam-dalam dan menghembuskannya lagi. Wajahnya menunjukkan kepuasan akan pemenuhan hasrat liarnya.
“Hebat…goyangan Non bener-bener top, bikin Bapak ketagihan deh !” komentar Imron “Omong-omong Non namanya siapa kalau boleh tau, apa Non emang sengaja disini buat ginian ?”
Si gadis memperkenalkan diri sebagai Joane (20 tahun), sejak awal memang dia mempunyai niat menggoda siapapun yang masuk ke kelas itu. Seorang gadis yang termasuk hyperseks, dia telah menikmati macam-macam petualangan seks, menjual diri ke om-om, menjadi selingkuhan, menggoda dosen untuk mendongkrak nilai, semua pernah dia lakoni. Hampir semua teman-teman cowoknya pernah merasakan kehangatan tubuhnya. Malam itu, kebetulan dia ingin mencoba pengalaman baru yaitu sex with stranger dengan siapapun masuk ke ruang itu dan itu terlaksana. Semuanya dia lakukan semata-mata hanya untuk memenuhi kesenangan saja, bukan seperti pelacur yang melakukannya demi desakan ekonomi, dia berasal dari keluarga berada sehingga tidak ada motif ekonomi dibaliknya. Kurangnya perhatian orangtua yang selalu sibuk dan pergaulannya yang bebas menjerumuskannya menjadi gadis yang hedonis seperti itu.
“Setelah ini kita tidak ada hubungan apa-apa lagi, kalau ketemu anggap aja kita ga saling kenal, ok !” kata Joane datar sambil mengancingkan kembali bajunya.
Setelah memasukkan barang-barangnya ke dalam tas dan menyisir rambutnya, dia pamit dan memberikan ciuman perpisahan di pipi Imron lalu berjalan keluar pintu.
“Nggak salah saya ketemu Bapak malam ini, makasih yah, good bye !” demikian salam perpisahannya setelah mengecup pipi pria itu.
Imron benar-benar puas malam itu, baru pernah dia ketemu yang seagresif ini, mungkin di antara budaknya yang bisa dibandingkan dengan gadis itu cuma Fanny (eps. 5), si ayam kampus, yang bersedia melakukannya juga dengan sukarela dan juga bersikap proaktif. Setelah menghabiskan rokoknya, Imronpun meneruskan tugasnya membersihkan kelas itu dan pulang dengan puas. Keesokan harinya, seperti yang telah dikatakan kemarin, Joane bersikap cuek ketika berpapasan dengan Imron. Hari ketiga, Imron bertemu lagi dengannya dekat toilet.
“Non, kita gituan lagi yuk, asyik banget yah waktu itu !” katanya terkekeh.
Joane hanya melotot padanya lalu berlalu dengan memasang sikap judes, sikapnya sekarang sungguh berbeda dari malam itu.
Hari keempat, kembali Joane berpapasan dengan Imron, kali ini di lift pada jam duabelasan yaitu saat-saat sibuk. Saat itu, Joane sedang berada di dalam lift yang juga dipenuhi mahasiswa/i lain. Di tingkat dua lift berhenti dan Imron masuk ke dalam, di tangannya memegang sapu panjang. Wajah Joane menegang melihat penjaga kampus itu memasuki lift, dia tidak sempat lagi keluar karena lift cukup ramai sementara posisinya di dekat sudut belakang. Terlebih Imron masuk dan mengambil posisi di sebelahnya. Jantung Joane semakin berdegub dan berharap lift cepat membuka jadi dia bisa segera menjauh dari pria ini karena merasa tidak nyaman terus dibayangi olehnya. Pintu lift menutup dan meneruskan perjalanannya ke atas. Tiba-tiba Joane merasa sesosok tangan kasar merabai pahanya belakangnya yang saat itu memakai rok mini dari bahan jeans longgar. Dia terkejut tapi tidak mungkin berteriak karena malah akan membuatnya malu, apalagi kalau pria ini omong macam-macam di depan orang. Ditepisnya tangan itu, namun tangan itu kembali lagi dengan serangan yang lebih berani. Dengan wajah kesal Joane menoleh ke sebelahnya, Imron pasang wajah biasa saja tapi tangan jahilnya terus beraksi, ingin rasanya Joane menamparnya tapi situasinya sangat tidak memungkinkan. Suasana di lift yang cukup padat itu riuh dengan obrolan para penumpangnya sehingga tidak ada yang memperhatikan di sudut itu sedang terjadi pelecehan seksual.
Susah payah akhirnya Joane berhasil merubah posisi badannya, dia memutar posisi badannya hingga kini menghadap Imron yang masih berdiri menyamping darinya sehingga terlepas dari tangan Imron yang merabai pahanya. Dia berpikir dengan posisi begitu Imron tidak mungkin grepe-grepe lagi, tapi dia salah, Imron malah bergeser sedikit ke samping makin memepetnya, lalu tangannya kini mendarat di paha depannya.
“Bangsat…tau gini tadi pake celana panjang !” omelnya dalam hati
Melihat korbannya yang tidak bisa berbuat banyak, tangan Imron semakin berani masuk ke dalam mengelus paha dalamnya hingga menyentuh daerah sensitif Joane yang tertutup celana dalam. Joane menggigit bibir menahan desahan ketika jari Imron mengelus bagian tengah kewanitaannya. Marah sekaligus terangsang dirasakannya saat itu, marah karena pria ini dengan tidak tahu malu meminta jatah lagi, terangsang karena sensasi aktivitas seksual di tempat umum secara sembunyi-sembunyi seperti ini yang sebelumnya hanya pernah dia lihat di film. Matanya menatap tajam pada Imron seolah menyuruhnya berhenti, tapi Imron tetap berlagak bego seolah tak terjadi apa-apa.
“Sialan kenapa malah terus !” omelnya dalam hati lagi ketika lift ternyata tidak berhenti di lantai berikutnya, perjalanan ini terasa panjang baginya karena harus menahan siksa birahi, wajahnya melihat sekeliling dengan hati was-was berharap tidak ada yang melihat.
Jari-jari itu menyusup lewat pinggir celana dalamnya dan mengusap bibir vaginanya sehingga tentu saja dia makin tersiksa, matanya sampai terpejam-pejam sambil susah payah bertahan agar tidak mengeluarkan suara aneh. Syukurlah di lantai empat/ lantai terakhir gedung itu, lift membuka, semua keluar termasuk Joane dan Imron. Joane seharusnya masuk ke kelas, namun dia mengikuti Imron yang menuju ke sebuah kelas kosong yang mau dibersihkannya, dia mau menegur pria itu atas tindakannya yang kelewatan itu. Imron bukannya tidak tahu gadis itu mengikutinya dan dia memang berharap begitu, karenanya dia terus saja berjalan santai ke tempat tujuannya.
“Kenapa Non, kok ngikutin saya terus, masih kurang emang !” sahut Imron cengengesan sambil menggulung kabel OHP.
“Heh, Pak saya kan udah bilang yah kalau hubungan kita tuh cuma malem itu aja, kalau ketemu jaga dong sikap Bapak, ngerti ga sih !” Joane dengan marah menuding padanya.
“Lho, kan Non katanya puas banget sama Bapak waktu itu, Bapak kan cuma mau muasin Non lagi, gitu aja kok” Imron dengan santainya meneruskan pekerjaannya “Ayo dong, Non, Bapak juga seneng banget pelayanan Non jadi pengen lagi nih, boleh kan ?”
“Pak, saya peringatin yah, jangan udah dikasih hati minta jantung, atau saya laporin Bapak supaya dipecat !” gertak Joane yang darahnya sudah mendidih.
“Tapi Non seneng kan !” ledeknya “nih buktinya lendir siapa yah ini ?” sambil menunjukkan dua jarinya yang masih basah bekas mengelus-elus bibir kemaluan barusan.
“Emmmhhh…enaknya, manis kaya orangnya !” dengan gaya menjijikkan Imron menjilati menjilati jarinya yang berlumur cairan Joane itu.
Joane memandang jijik tingkah pria itu, lalu membalikkan badan dan keluar dari ruang itu dengan marah, tadinya dia sudah mau membanting pintu ruang itu, tapi karena di sekitar situ masih ada orang lain dia mengurungkan niatnya, tangannya terkepal keras menahan emosi sambil berjalan ke kelasnya. Dia tidak terlalu konsen mengikuti kuliah hari itu karena masih kesal memikirkan hal yang barusan, namun tak dapat disangkal kejadian di lift tadi sempat dia nikmati juga sehingga pikirannya kini agak melayang. Kuliahnya selesai jam setengah dua. Ketika berjalan di koridor hendak menuju ke lift, sekali lagi dia bertemu Imron yang berjalan dari arah berlawanan.
“Uh…maaf Non, maaf !” Imron pura-pura meminta maaf saat setelah dengan sengaja menyerempet Joane.
Selain menyerempet, ternyata Imron juga dengan cekatan menyelipkan kertas kecil yang berisi catatan ke tangan Joane.
‘Saya tunggu di toilet pria di ujung lantai ini, ada yang perlu kita bicarakan, sesudah ini saya nggak akan mengganggu Non lagi’ demikian tulisnya.
Joane mendengus kesal dan meremas-remas kertas itu lalu membuangnya. Dia memutuskan lebih baik menemuinya saja supaya bisa pria itu puas dan tidak mengganggunya lagi, paling-paling toh yang dimintanya hubungan badan lagi, berikan saja lah sekali lagi dengan syarat ini yang terakhir kalinya, pikirnya. Maka dia tidak jadi ke lift turun dan berbalik menuju toilet yang dimaksud. Letaknya di sudut lantai ini sehingga agak terasing dan jam-jam segini sudah tidak banyak yang lewat situ. Di depan pintunya sudah terpasang plang ‘MAAF SEDANG DIBERSIHKAN’ yang telah dipasang Imron. Dengan jantung berdebar-debar Joane membuka pintu itu, di dalamnya Imron telah menunggu sambil bersandar dari tembok.
“Aahh, Non dateng juga akhirnya yah !” dia menghampiri Joane yang langsung membuang muka darinya.
“Cepat Pak, saya mau pulang, ini yang terakhir kalinya yah, kalau sampai Bapak ganggu saya lagi, awas !” hardik Joane sambil menundingkan jari pada Imron “Asal tau aja, malam itu tuh Bapak cuma saya anggap mainan tau” katanya dengan pedas.
“Hehe, ini kan salah Non juga yang bikin Bapak ketagihan sama servisnya, pokoknya sekarang kalau Bapak minta Non harus siap yah !” kata Imron sambil cengegesan.
“Jangan ngelunjak yah, Pak, emang Bapak ini siapa hah, dasar gak tau diri !” Joane makin marah mendengar kata-kata Imron itu, didorongnya tubuh Imron yang baru mendekapnya.
“Saya punya ini Non, kalau Non ga nurut Bapak bakal orbitkan Non jadi bintang bokep di kampus ini !” kata Imron sambil mengeluarkan ponselnya, lalu dia menyetel video klip yang ternyata berisi rekaman selama tigapuluh detik yang menampilkan adegan Joane sedang mengemut penisnya.
Kaget bukan main gadis itu melihat dirinya ada dalam rekaman itu, dia tidak menyadari bahwa dirinya direkam dengan kameraphone ketika sedang oral seks malam itu tanpa diketahuinya. Dalam rekaman itu jelas sekali wajahnya yang horny sedang mengulum sebatang penis hitam, kalau saja adegan itu tersebar terbayang olehnya apa yang terjadi. Walau bukan gadis suci tapi ini menyangkut reputasi dan privacy, tentu ini sangat merisaukannya.
“Kurang ajar !!! kesiniiin !” Joane menjerit dan berusaha merebut benda itu dari tangan Imron.
Imron dengan gesit berkelit dan menepis tangan gadis itu, bahkan…plak ! plak ! dua kali tamparan dia daratkan di pipi gadis itu.
“Awww !!” jeritnya memegang pipinya yang nyeri kena tamparan.
Belum sempat mengangkat kepala, Imron sudah mencengkram lehernya dan memepetnya ke tembok.
“Heh, awas ya kalo teriak, habis lu !” ancamnya “mau rekaman ini nyebar yah !”
“Jangan…tolong, Bapak mau apa sebenernya ?” katanya gemetar.
“Dasar cewek nakal, pelacur kampus, sok jual mahal banget sih padahal udah kotor juga hah !” kata Imron dekat wajah gadis itu.
“Ampun Pak, saya-saya…” wajahnya mulai memelas karena takut
“Apa hah, saya-saya…heh tau gak yang jadi mainan itu bukan saya, tapi Non tau, mulai sekarang Non itu udah jadi budak seks saya ngerti !” sambil meremas keras payudara kanan gadis itu.
“Aduhhh…sakit…iya…iya…lepasin Pak, tolong !” rintihnya kesakitan.
“Baik sekarang denger, kalo Bapak lagi pengen ngentot Non harus apa ?” tanyanya dengan memelankan nada bicaranya dekat telinga Joane.
“Harus…harus…ngasih” jawabnya gemetar, matanya mulai berkaca-kaca.
“Nah, bagus kalo nggak gimana ?” tanyanya lagi
Joane menggeleng tidak tahu harus menjawab bagaimana, sebutir air mata menetes di wajahnya yang cantik.
“Hei…kalo ditanya jawab yah !” Imron mengeraskan lagi cengkeramannya pada payudara gadis malang itu.
“Ahhh…aduhh-duh…ga tau terserah Bapak aja !” rintihnya
“Hehehe…gitu dong baru anak baik, eh bukan, perek baik !” tawa Imron mengejek
Dilepaskannya cengkeraman pada leher Joane, tangannya merayap ke bawah menyelinap ke balik rok mininya lalu masuk lagi ke celana dalamnya.
“Gini enak kan Non ?” kata Imron meraba-raba kemaluan Joane.
“Enak ga !? Kok malah nangis sih !” Imron mulai kesal dengan sikap Joane yang tidak bergairah seperti malam itu.
Dengan kasar didorongnya tubuh gadis itu ke dekat wastafel hingga dia menjerit kecil. Imron meraih tubuhnya dan menarik pinggang rampingnya hingga menungging, tangan gadis itu bertumpu pada meja wastafel yang di depannya ada cermin besar itu. Tangan Imron bergerak cepat menyingkap rok itu dan memeloroti celana dalam pink yang dipakainya hingga selutut. Kini pantat Joane yang membulat padat itu terpampang jelas di hadapan Imron.
“Pantat yang bagus, bentuknya juga sempurna !” komentar Imron sambil menepuk-nepuk salah satu pantatnya.
Joane dapat melihat dengan jelas wajah menjijikan pria itu sedang mengagumi pantatnya melalu pantulan cermin di hadapannya, juga terlihat Imron dengan terburu-buru membuka celananya sendiri, mengeluarkan senjatanya yang siap ditembakkan
“Plak…” sebuah tamparan keras pada pantatnya membuatnya kaget dan menjerit.
Disusul sebuah benda tumpul memasuki vaginanya dari belakang, benda itu masuk dengan agak kasar lalu dihentakkan sehingga membuatnya tak bisa tak mengerang. Rasa nikmat sekonyong-konyong mulai menjalari tubuhnya. Tubuh Joane terguncang-guncang karena Imron begitu ganas menggenjotnya dari belakang. Joane sendiri terus terang juga merasakan nikmatnya, lebih dari malam itu, karena kali ini lebih kasar dan bernafsu. Tangan Imron menyusuk lewat bawah kaos hitamnya dan menyingkap sebuah cup branya, disana jari-jari kasar itu memilin-milin puting susunya. Dengus nafas Joane makin memburu, nampak dari wajahnya dia akan segera mencapai puncak. Tak lama kemudian, Joane merasa tubuhnya mengejang tanpa bisa ditahan lagi, cairan kewanitaannya meleleh membasahi daerah selangkangannya.
Pluk…Imron menarik lepas penisnya dari vagina Joane, lalu dijenggutnya rambut gadis itu sehingga membuatnya merintih. Joane disuruh berlutut dan mengulum penisnya yang sudah belepotan cairan vaginanya.
“Ayo Non, servis mulutnya, yang enak yah kaya waktu itu !” perintahnya
Joane yang berpikir biar cepat selesai mulai menjilati penis itu dengan sapuan lidahnya yang profesional. Kemudian setelah melakukan cleaning service, digenggamnya batang itu dan diarahkan ke mulutnya. Imron mengerang nikmat merasakan hisapan-hisapan Joane pada penisnya, gadis ini memang sungguh ahli menyenangkan pria, gelitikan lidahnya pada kepala penisnya yang bersunat membuatnya menceracau minta terus dan lebih. Sekitar tiga menitan saja Imron sudah mengeluarkan maninya di dalam mulut Joane.
“Sedot…iyah gitu…ohhh !” lenguhnya sambil meremas rambut gadis itu.
Seperti malam itu, Joane kembali mempertunjukkan keahliannya mengisap penis yang klimaks, nampak dia berkonsentrasi menelan setiap tetes sperma yang keluar agar tidak tersedak atau meluber keluar mulut. Imron memejamkan mata meresapi klimaksnya, hisapan Joane serasa mengirimnya ke sorga. Joane pun akhirnya mengeluarkan batang itu dari mulutnya setelah tidak ada lagi cairan yang keluar. Dia sedikit terbatuk begitu melepas benda itu dari mulutnya.
Setelah gelombang orgasme reda, Imron menaikkan lagi celana panjangnya. Menyangka telah selesai, Joane juga ikut berdiri dan menaikkan kembali celana dalamnya yang nyangkut di lutut.
“Hei-hei, siapa yang suruh beres-beres !” sahut Imron
“Lho, udah dong Pak hari ini, kan udah keluar !” protes Joane dengan wajah cemberut.
‘Plak !’ kembali telapak tangan Imron mendarat di pipinya “Masih berani protes ?!”
“Saya mau keluar dulu sebentar, Non tunggu disini aja, awas ya kabur !” ancamnya “Aahh…saya tau supaya mastiin Non ga kabur !” seringai licik terkembang di wajahnya sambil berjalan mendekati Joane yang memegangi pipinya yang terasa panas.
Dengan setengah paksa Imron mempreteli pakaian Joane satu-persatu hingga di badannya hanya tersisa sepatu hak, arloji, dan gelang kakinya saja. Kemudian Imron meninggalkannya di ruang itu dengan membawa serta pakaian dan tas gadis itu.
“Tunggu yah, kecuali kalau emang Non berani keluar dengan kondisi gitu hehehe !” pesan Imron sebelum keluar.
Tidak ada jalan keluar, Joane menjatuhkan dirinya terduduk di lantai di ujung toilet itu, kedua telapak tangannya menutupi wajah dan menangis terisak-isak. Tidak pernah disangkanya kalau keisengannya malam itu menjerumuskannya sedalam ini, dulu waktu di masih SMA memang dia pernah melakukan hal serupa dengan satpam sekolahnya, tapi si satpam itu tidak punya cameraphone yang bisa digunakan untuk memerasnya. Dia lalu mengangkat wajah melihat sekeliling, toilet itu memang bersih, lantai dan dindingnya berlapis marmer dan klosetnya juga masih bagus karena memang ruang ini baru saja direnovasi dua bulan yang lalu. Dia berdiri dan melihat ke cermin bayangan dirinya tanpa busana. Diperhatikannya payudara kanannya nampak agak merah, masih terasa sakit dan nyut-nyutan akibat remasan brutal Imron tadi. Dibukanya kran air untuk mengambil air membersihkan vaginanya yang lengket sisa persetubuhan juga untuk berkumur menghilangkan aroma sperma yang masih terasa di mulutnya. Kemudian dia duduk meringkuk di tempat tadi memeluk dirinya sendiri menahan dinginnya angin dari ventilasi menerpa tubuh polosnya. Benar-benar bingung memikirkan apa yang harus dilakukan saat itu, di ruang itu tidak ada satupun benda yang bisa dipakai menutupi tubuhnya, tidak mungkin dia bisa kabur dengan keadaan polos begitu, dia hanya berharap Imron secepatnya kembali dan melepaskannya.
Tiba-tiba pintu terbuka dan Imron masuk sambil senyum-senyum.
“Mana barang-barang saya Pak, kapan saya boleh pulang ?” tanya Joane melihat Imron tidak membawa baju yang tadi disitanya.
“Tenang, sabar aja Non, ntar juga Bapak kembaliin kok” kata Imron sambil menyingkirkan tangan Joane yang menyilang menutupi dadanya “maaf yah nunggu lama, Non pasti kedinginan yah”
Imron mendekap tubuh Joane dari belakangnya, tangannya memijat-mijat payudaranya dan tangannya yang lain turun ke bawah mengelusi kemaluannya. Joane merasa pelukan Imron ditambah sentuhan-sentuhan erotisnya menghangatkan tubuhnya dan membuatnya lebih nyaman, Imron juga menjulurkan lidahnya menjilat daun telinganya sehingga nafsu gadis itu mulai naik lagi
“Udah hangat kan Non, enak ?” tanya Imron dekat telinganya yang dijawab gadis itu dengan mengangguk “Kalau mau lebih hangat Bapak juga udah siapin kok Non, Oiii…masuk !!”
Seruan itu membuat Joane yang sudah terbuai hingga matanya terpejam terkejut dan membelalakan matanya karena pintu terbuka lagi dan masuklah beberapa orang pria, yang satu berpakaian satpam dan empat lainnya berpakaian lusuh dan salah satunya bertopi pet.
Yang berpakaian satpam itu tidak lain adalah si satpam kampus yang pernah ikut memperkosa Ivana bersama Imron (eps. 6), sedangkan empat lainnya adalah tukang-tukang becak yang biasa mangkal di sekitar kampus. Rupanya barusan Imron keluar untuk mengajak si satpam berbagi kenikmatan, dan kebetulan saat itu dia sedang main catur dan ngobrol-ngobrol dengan tukang becak yang sedang mangkal, maka sekalian juga dia ajak mereka sekalian memberi hukuman pada Joane karena lancang mengatakannya hanya sekedar mainan, ajakan itu langsung disambut antusias oleh mereka. Mata mereka semua seperti mau copot melihat keindahan tubuh Joane.
“Wah-wah Ron lu emang pinter milih barang, gua bisa awet muda kalau lu kasih ginian terus” kata Pak Kahar.
“Uhuy, mimpi apa gua semalem bisa dapet yang bagus gini !”
“Gile tuh cewek, cakep banget, mana bodynya seksi gitu, liat tuh jembutnya lebat gitu !”
“Akhirnya gua bisa juga dapet kesempatan ngentot anak kuliahan nih !”
Mereka begitu kegirangan dan berkomentar macam-macam mendapat kesempatan langka seperti itu. Joane jadi panik dan tegang membayangkan dirinya akan segera menjadi bulan-bulanan orang-orang kasar seperti mereka, dia meronta berusaha melepaskan diri tapi dekapan Imron terlalu kuat mengunci dirinya.
“Pak, apa-apaan ini, lepaskan saya, tolong !” ucapnya panik sambil meronta.
“Hehehe, soalnya saya kasian Non tadi kedinginan, makannya saya bawain mereka buat ngehangatin Non, sekalian supaya Non tau kalau lain kali berani macem-macem gini hukumannya !” kata Imron dekat telinganya.
“Jangan…jangan, lepasin saya Pak !” suara Joane makin bergetar melihat kelima pria itu makin mendekati dan mengerubunginya, beberapa diantaranya mulai melepas bajunya.
Imron mengangkat kedua tangan Joane ke atas dan memegangi kedua pergelangan tangannya, dengan begitu dadanya kelihatan makin membusung.
“Toked yang montok, gua suka yang gini, udah padat empuk lagi !” sahut Pak Kahar sambil meremas payudaranya.
Salah seorang tukang becak yang giginya tonggos meraih payudara sebelahnya dan menghisapinya, si tonggos itu dengan gemas menyentil-nyentilkan lidahnya pada puting Joane sambil sesekali digigit dengan giginya yang nongol itu. Enam pasang tangan-tangan kasar itu mulai menggerayangi tubuh mulus gadis itu, belaian dan remasan dirasakan terutama di dada, paha, dan pantatnya, ada yang memasukkan jari dan mengorek-ngorek vaginanya, ada yang berjongkok sedang menjilati pahanya, Imron sendiri dari belakangnya sedang mengerjai daerah leher dan telinga, rambutnya yang pendek memudahkan Imron menjilati dan mencupang leher jenjangnya, sapuan lidah Imron pada telinganya sungguh menggoda libidonya.
Joane memang sempat ketakutan, namun kini dia mulai terangsang karena daerah-daerah sensitifnya tidak ada yang luput dari jamahan mereka. Bibirnya mulai terbuka dan membalas lumatan bibir Pak Kahar, lidahnya beradu saling beradu dengan panas dengan si satpam itu. Imron sudah melepaskan pergelangan tangannya setelah yakin gadis ini sudah takluk dan tidak berontak lagi. Tangan gadis itu kini sedang memijati penis salah satu tukang becak yang bertubuh gempal. Selesai berciuman dengan Pak Kahar, tukang becak tonggos di sebelahnya menarik wajahnya dan langsung melumat bibirnya sebelum dia sempat mengambil udara segar. Tiba-tiba dia merasakan ada basah dan geli di vaginanya, rupanya di bawah sana ada seorang tukang becak sedang berjongkok dan menjilati vaginanya. Dia menaikkan pahanya ke pundak tukang becak berumur 40-an itu sehingga pria itu lebih leluasa menyedot vaginanya.
“Oohhh…!” desahan menggoda terdengar dari mulutnya, matanya terpejam menikmati setiap jamahan yang mempermainkan hasratnya.
Gangbang, memang bukan pertama kalinya bagi Joane karena dia pernah merasakannya di pesta-pesta pribadi dengan temannya, namun baru kali ini dia melakukannya dengan orang-orang kasar dan kelas bawah seperti mereka. Tidak seperti teman-temannya yang biasa bermain lembut, gaya para tukang becak ini sangat primitif, mereka seperti binatang lapar yang baru mendapat makanan lezat sehingga mainnya lumayan kasar, ,misalnya seorang tukang becak yang mengenyot kuat-kuat dan menggigit putingnya sehingga membuatnya meringis dan meninggalkan bekas gigitan di kulit putih itu.
Pak Kahar menarik pinggang Joane dari belakang hingga menungging lalu mulai menjejali penisnya ke vaginanya. Disaat yang sama, tukang becak yang bertubuh gempal itu menyuruhnya mengoral penisnya. Kini posisi Joane sedang disodok dari belakang sambil menunduk sembilan puluh derajat dan mengulum penis si tukang becak gempal di depannya, dia memakai tangannya melingkari pinggang lebar pria itu untuk menyangga tubuhnya.
“Wah, liat nih susu gantung oi, pengen minum dari susu gantung ah !” sahut seorang tukang becak kerempeng berkumis tipis seraya meraih buah dada Joane yang bergelayutan lalu mengisapnya dengan gemas, persis seperti anak sapi menyusu dari induknya.
Setelah sekitar sepuluh menit menyetubuhi Joane, Pak Kahar merasa sudah mau keluar. Dia makin ganas menyodok-nyodokkan penisnya hingga tubuh Joane makin terguncang, badannya lalu menegang dan sambil mengerang nikmat, dia berejakulasi di rahim Joane.
“Uuhh…asli uenak, jaminan mutu !” kata Pak Kahar terengah-engah “ayo, siapa nih sekarang !” dia mencabut penisnya dan memberi giliran pada teman-temannya.
Sebelum didului yang lain, tukang becak gemuk yang dioral Joane segera melepaskan penisnya dari mulut gadis itu lalu mengangkat dan mendudukkannya di meja wastafel marmer itu.
“Aahh…!” erang Joane saat si gemuk itu menanamkan penisnya yang tidak terlalu besar namun diameternya lebar.
Si tukang becak itu mulai mengocok vagina Joane sambil berdiri. Gadis itu merem-melek merasakan tusukan-tusukan keras pada vaginanya serta tangan-tangan yang menggerayangi tubuhnya. Akhirnya dia tidak tahan lagi, tubuhnya mengejang menandakan klimaks sambil mengeluarkan desahan panjang. Si tukang becak gemuk juga menyusul tak lama kemudian, pria itu menggeram dan menekan penisnya lebih dalam ke vagina Joane, spermanya menyembur di dalam sampai meluap keluar membasahi tepi meja wastafel yang diduduki gadis itu. Ketika sedang menikmati orgasmenya, tiba-tiba seseorang maju mengambil giliran berikutnya, orang itu adalah si tukang becak tonggos, dia sudah nafsu sekali karena mendengar desahan gadis itu dan menonton goyangannya.
“Turunin aja ke lantai Mat, biar bisa bareng-bareng makenya !” sahut salah seorang dari mereka.
Si tonggos yang mereka panggil Mat itu pun lalu selonjoran di lantai, diaturnya tubuh Joane yang masih agak lemas menduduki penisnya. Dia memegang batang penisnya agar terarah ke liang vagina Joane dan dia bimbing gadis itu menurunkan tubuhnya hingga penisnya amblas dalam vaginanya.
“Ah, enak Non, hangat dan seret biar udah ga perawan” katanya menikmati penisnya tertelan vagina Joane.
Si tonggos itu memulai dulu dengan menyentakkan pinggulnya ke atas sehingga Joane tidak tidak bisa tak mendesah.
“Ayo Non, ngebornya dong !” perintahnya.
Joane mulai menaik-turunkan tubuhnya di atas penis si tonggos, sesekali dia melakukan gerakan memutar sehingga batangan itu mengaduk vaginanya, payudaranya juga ikut bergoyang-goyang seirama goyangannya. Pria lainnya juga berdiri mengelilingi dirinya, ukuran penis mereka yang besar-besar dan hitam itu sempat membuatnya terpana. Penis-penis itu mengacung padanya menanti dikocok, dielus dan dioral. Walaupun situasinya tidak menguntungkan tapi terus terang dia juga merasakan sensasi yang lain dari biasanya, disini dia bisa mengekspresikan hasrat terliar dalam dirinya. Tanpa malu-malu lagi, dia menggenggam penis salah seorang tukang becak berumur tigapuluhan yang cukup panjang, dijilatinya penis itu pada kepalanya sehingga pemiliknya blingsatan, tangan satunya juga meraih penis lain dan mengocoknya perlahan
“Wahh…gila jilatannya kaya surga !” komentar pria yang sedang dijilati kepala penisnya itu.
“Kocokannya juga sip, jari-jarinya halus gini, hoki banget bisa main sama anak kuliahan nih” timpal yang satunya yang kerempeng dan berusia setengah baya itu.
Selama lima menitan dia melayani penis-penis yang ditodongkan padanya secara bergantian dengan mulut dan tangannya, dua orang diantaranya memuntahkan isi senjatanya karena sudah tidak tahan, yang satu muncrat di dalam mulutnya namun meluber keluar karena sempat tersedak, orang yang lainnya menyemprot dalam kocokan tangannya sehingga cairan itu membasahi pipi kanan dan lehernya.
“Oi-oi gua bosen ngerasain tangannya aja, tuh kan lubang satunya masih nganggur, permisi dong !” sahut si tukang becak yang bertopi pet.
Kemudian dia meminta Joane berhenti sejenak dan dinaikkannya sedikit pantatnya agar bisa menyerang secara anal.
“Pelan-pelan Pak, saya takut !” kata Joane yang agak tegang waktu pria itu akan menganalnya.
“Sabar Non, tahan dikit, ntar kesananya enak kok !” kata pria itu sambil menekan penisnya ke anus Joane.
Rintihan terdengar dari mulutnya saat proses penetrasi, akhirnya masuk juga berkat bantuan cairan kewanitaan dan ludahnya. Kedua pria itu mulai menggenjotnya lagi, desahan Joane makin menjadi karena dua lubangnya digarap dalam waktu bersamaan. Dari bawahnya si tonggos juga mempermainkan payudaranya sambil menikmati enaknya pijatan vaginanya.
Tiba-tiba seseorang menjambak rambutnya dan dengan setengah paksa menjejali mulutnya dengan penis, Joane menggerakkan bola matanya ke atas dan melihat orang itu adalah Imron.
“Hehehe…asyik kan Non main keroyokan kaya gini !” ejeknya sambil menggerakkan pinggulnya menyetubuhi mulut gadis itu.
Tubuh Joane makin basah bukan hanya karena keringatnya sendiri tapi juga keringat para pria yang menggumulinya ditambah ludah dan sperma.
“Eemmhh…mmm…nggg !” suara erangan Joane tertahan oleh penis Imron sementara tubuhnya menggeliat-geliat merasakan sodokan-sodokan kedua penis pada dua lubang bawahnya.
Si tonggos makin ganas meremasi payudaranya karena sudah diambang klimaks.
“Uhh…uuhh…!” desahnya merasakan penisnya makin berdenyut-denyut di antara jepitan vagina Joane “Uaahh…asiikk !” desahnya lebih panjang sambil menyentakkan pinggulnya ke atas dan menyemburkan spermanya dalam rahim gadis itu.
Si tonggos mencabut penisnya dan menyusup keluar lewat bawah. Di selangkangan Joane nampak berlelehan cairan putih susu yang sudah memenuhi vaginanya. Sementara si tukang becak bertopi juga menyusul tiga menit kemudian, sempitnya dubur Joane yang jarang dipakai anal mempercepat klimaksnya. Pria itu mencabut penisnya dan menyemprotkan isinya membasahi pantat gadis itu.
Demikian selanjutnya keenam pria itu bergiliran menggarap Joane selama lebih dari sejam. Mereka berpesta-pora dengan tubuh mulus gadis itu yang mereka anggap ‘berkah’ yang tidak mudah didapat, sehingga harus dinikmati sepuas-puasnya. Joane sendiri dengan pasrah melayani nafsu bejat mereka, bahkan bisa dibilang menikmatinya, berkali-kali pula gelombang orgasme melandanya. Ketika dia sudah hampir pingsan kelelahan, Imron mengambil ember berisi air dari salah satu toilet disitu dan menyiramkan padanya. Air dingin itulah yang memberinya sedikit kesegaran dan mengembalikan kesadarannya sekaligus membersihkan tubuhnya yang sudah lengket-lengket. Mereka kembali menggarapnya selama beberapa saat ke depan lagi, setelah semuanya kenyang dengan santapan birahi, satu-persatu dari mereka mulai meninggalkannya terbaring bugil dengan tubuh basah kuyup di lantai marmer. Imron kembali tak lama kemudian membawa pakaian dan barang-barangnya. Dia lemparkan selembar handuk lusuh padanya.
“Nih, lap badan sana, pulang istirahat, lain kali kalo diajak nurut yah kalau ga mau dikerjain rame-rame kaya tadi hehehe !” kata Imron sambil tertawa sinis “Jangan lupa matiin lampu yah kalau mau pergi, Bapak pergi dulu mau beresin kerjaan di bawah !” ingatnya sebelum keluar dari ruang itu.
Setelah mengumpulkan cukup tenaga, Joane berusaha bangkit walau rasa perih dan pegal masih mendera tubuhnya. Dia lalu membersihkan noda-noda sperma yang menyiprat di tubuhnya dan mengeringkan tubuhnya dengan handuk yang diberikan Imron.
Setelah membenahi diri dan mengenakan kembali pakaiannya, diapun bergegas keluar dari tempat itu. Hari sudah sore saat itu dan jam sudah menunjukkan jam lima kurang duapuluh menit. Dengan langkah tertatih-tatih dia berjalan menyusuri koridor yang sudah sepi itu menuju ke lift. ‘Ting !’ lift tiba dan membuka pintunya, ternyata di dalamnya sudah ada dua orang, satu berpakaian satpam dan satunya berpakaian tidak terlalu rapi dengan handuk kecil tergantung di lehernya.
“Ah, kita belum terlambat ternyata, ini kan orangnya Cep ?” tanya pria yang lehernya berhanduk itu pada satpam bernama Encep itu.
“Iya, iya pasti ga salah lagi kata si Kahar juga rambut pendek, ga terlalu tinggi” jawabnya pada temannya.
Sebelum menyadarinya, tiba-tiba mereka menarik paksa gadis itu ke dalam lift, setelah pintu lift menutup si satpam memencet tombol stop hingga lift itu berhenti. Di dalam lift, Joane kembali ditelanjangi dan dipaksa melayani nafsu bejat kedua orang yang adalah satpam yang menggantikan Pak Kahar berjaga selama mengerjainya tadi, sedangkan satunya adalah tukang becak yang disuruh menjaga becak rekan-rekannya yang baru selesai berpesta. Joane sudah terlalu lelah untuk melawan, dia terpaksa pasrah saja melayani mereka dan memberikan pelayanannya yang terbaik agar mereka cepat puas dan dirinya segera bebas.
Hari itu Joane diperkosa total oleh delapan orang, satu pengalaman tergila sepanjang kehidupan seksnya. Sampai di rumah dia langsung merendam tubuhnya di bathtub, kepenatan tubuhnya berangsur-angsur reda, air hangat memberi kenyamanan baginya setelah seharian penuh digilir oleh delapan pria secara brutal. Sebutir air mata menetes dari pinggir matanya yang indah sebagai ekspresi dari perasaan campur aduk yang dialaminya. Siang tadi barulah awal petualangannya menjadi budak seks Imron, si penjaga kampus bejat yang masih akan berlanjut, nampaknya dia harus membiasakan diri menikmati kehidupan barunya itu.
###########################






© Karya Shusaku