Ana Melinda's Story




Ana Melinda's Story
30 Oktober 2008


Ana Melinda

Kenalkan namaku Ana Melinda, 24 th, single, tinggi 160 cm ,berat 48 kg, dada 34 B, kulit putuh, wajahku semi oriental dengan rambut ikal panjang sebahu. Kalau kata orang aku termasuk orang yang cantik dan istimewa, dan tidak sedikit yang bilang aku ini seksi, bagiku seksi merupakan penilaian positif untuk fisik seorang wanita, kira-kira begitulah komentar orang-orang yang mengenalku, kalau komentar pacarku sih…lebih hebat lagi jadi narsis kalau tak jelasin disini, soalnya pacarku Anton namanya menurutku paling pintar memuji dan menyanjung diriku, entah itu memang sesuai kenyataan atau hanya buat nyenengin, aku nggak peduli yang penting aku jadi merasa percaya diri. Cukup perkenalanku, rasanya nggak bagus kalau terlalu panjang. Kita mulai dengan ceritanya. Hari ini hari Sabtu, aku libur bekerja, makanya sengaja bangun siang, jam menunjukkan pukul 9 pagi, kubuka mataku sambil menggeliat. Selimutku tersingkap hingga tubuh bugilku terlihat jelas, aku memang suka tidur tanpa busana selembar pun. Hari ini malas sekali rasanya, kubuka tirai dan jendela kamarku agar udara segar dapat masuk.


Diluar kamar terdengar beberapa teman kosku sudah pada ngobrol rame di depan kamar Roy (29), tepat di kamar sebelahku, selain itu ada 4 laki-laki penghuni kos kamar bawah. Mereka memang sering ngobrol di depan kamar Roy sambil menikmati kopi dan rokok, kadang aku merasa risih karena berada diantara para lelaki, apalagi mereka sering melihatku bahkan tatapan matanya seperti menelanjangiku, apalagi sudah kebiasaanku aku sering memakai baju apa adanya tanpa menggunakan BH dan celana dalam. aku yakin mereka tahu hal itu, tapi aku nggak tahu apakah mereka juga tahu kebiasaanku tidur telanjang. Kebiasaan hidupku yang demikian terbentuk sejak aku pacaran sama Anton, teman kantorku yang sekarang dipindah ke kota Solo masih di perusahaan yang sama. Selama berpacaran dengan Anton, sering kali aku diminta berpakaian seksi dan tidak mengenakan BH karena dibilang akan terlihat lebih seksi dan payudaraku terlihat lebih indah. Dengan disanjung seperti itulah maka aku rela tidak mengenakan BH karena sebenarnya aku memang termasuk perempuan yang suka disanjung. Awalnya aku hanya berani berpakaian seksi dan tidak mengenakan BH hanya kalau jalan bareng dengan Anton, namun karena terbiasa maka akirnya aku malah meninggalkan BH sebagai pelengkap busanaku. Dan setelah terbiasa dengan tanpa BH selanjutnya aku diminta tidak memakai celana dalam, awalnya sama dengan acara lepas BH, aku merasa risih,  namun karena terbiasa maka aku juga meninggalkan CD sebagai pelengkap busanaku, akhirnya tiap hari aku tak pernah memakai BH dan CD dan sering memakai pakaian ala kadarnya meskipun tidak ada Anton, karena akhirnya aku sendiri merasa nyaman dan merasa bangga dengan kemolekan tubuhku karena sering disanjung sama Anton, dan Anton pun tidak keberatan aku tampil seksi dan menggoda meski ia berada jauh di Solo dan aku di Surabaya.

Masa pacaran yang kulalui dengan Anton memang sudah sampai pada hubungan intim, making love (ML)  atau ngentot sudah jadi menu utama setiap kami ketemu, bahkan aku akrab dengan kata-kata jorok di hal porno akibat dari pergaulanku dengan Anton, dan aku dan Anton menikmatinya karena bisa menambah gairah hubunganku dengan Anton. Namun hanya dengan Anton saja aku pernah melakukan, tidak pernah dengan laki-laki lain atau pacar-pacarku sebelumnya. Masih dengan berbugil ria, kubereskan tempat tidurku, aku nggak pernah takut bakal ada yang ngintip tubuhku karena kamarku dipojok, dan nggak bakal ada yang lewat depan kamarku kecuali mau berkunjung ke kamarku. Setelah selesai kuraih daster digantungan dan langsung kupakai. Daster yang sangat minim dan seksi, model terusan longgar hanya sampai ke pangkal paha, potongan dadanya sangat rendah hingga belahan susuku dapat terlihat jelas dan kadang seolah olah susuku terlihat menyembul seperti hendak lepas keluar. Kainnya yang tipis membuat puttingku tercetak jelas. Dengan model daster yang demikian aku cuek saja membuka pintu dan keluar kamar sambil membawa sapu untuk membersihkan depan kamarku. Memang seperti ada sisi eksibisionis atau suka memamerkan tubuh dalam diriku, nggak tahu kenapa sepertinya pengaruh perlakuan Anton padaku sehingga aku sangat senang jika ada orang melihat dan mengagumi tubuhku.
“pagi…wah udah pada asyik ngopi ya…” sapaku ke anak2 kos yang pada nongkrong
“iya nih…baru bangun ya…nyenyak dong tidurnya” timpal Roy sambil matanya terlihat jelalatan memandang tubuhku. Bagiku sudah tidak asing lagi, karena sudah hampir setahun ini aku tinggal di tempat kos ini dan tiap hari menemui suasanya seperti ini.
“iya Roy nyenyak banget habis cape banget tadi malem lembur” jawabku sambil terus menyapu.

Aku terus menyapu sambil menanggapi obrolan teman2 kosku. Aku memang selalu berusaha ramah kepada penghuni kos yang lain. Di tempat kosku total ada 8 kamar kos, 6 kamar di bawah dan 2 kamar di atas, yaitu kamar Roy yang bekerja sebagai Detailer produk obat-obatan dan satu lagi tentu saja kamarku, penghuni kos disini campur, di bawah dihuni 2 cewek, Endang (24) yang bekerja sebagai teller bank swasta, anaknya alim dan berjilbab, satu lagi namanya Niken (20) yang masih mahasiswi baru, mereka berdua tinggal dalam satu kamar Sedangkan penghuni cowok kamar bawah ada 6, Floren (24) dan Pulano (25) tinggal dalam satu kamar,  Dua-duanya mahasiswa tingkat akhir dan berasal dari seberang timur sana, si Floren berprawakan besar, brewokan dan badanya gede berkulit hitam, sedangkan Pulano lebih kurus dan tampangnya bersih meski kulitnya sama hitamnya. Kemudian penghuni lain yaitu si Kamto (31) dan  Bendul (29) yang jadi montir di sebuah bengkel sepeda motor, Totok (31) bekerja sebagai supir Bank swasta, dan yang terakhir Sudar (28) yang bekerja sebagai scurity di tempat yang sama dengan tempatku bekerja, dari Sudar inilah aku dapat info tempat kos ini. Dengan santainya aku terus menyapu sampai depan kamar Roy dimana para cowok lagi pada asyik nongkrong. Memang aku sering membersihkan bagian teras lt2 ini karena cuma aku dan Roy yang tinggal di atas, jadi nggak mungkin mengandalkan si Roy untuk ikut andil membersihkan karena ia termasuk orang yang malas dan jorok, makanya mending kubersihkan juga depan kamarnya daripada terlihat kotor. Aku juga suka cuek jika harus membungkukkan badanku untuk menghalau debu2 yang ada di bawah kursi tempat mereka duduk. Kontan saja kondisi ini sering memperlihatkan susuku yang tergelantung bebas dibalik dasterku.
Tentu saja semua cowok yang lagi pada nongkrong langsung pada mupeng, biasanya mereka akan mengajakku ngobrol berlama-lam dengan harapan acara menyapu Ana tidak cepat selesai.

“wah jadi ga enak nih disapuin segala” kata Roy
“Sante aja…kan sapu menyapu urusan wanita, lagian kan udah kegiatan rutin” jawabku sambil melempar senyum
“Hari ini libur ya Na?” tanya Roy
“Iya Roy”
“Acara mo kemana neh?” Bendul ikut membuka percakapan
“Gak tahu nih, lom punya acara, paling sante di rumah aja, habis cape sih kemarin lembur, pengenya sih mau pijit tapi kemarin Mbok Mirah nggak ada katanya lagi ke madiun sampe Minggu depan”
“Tak pijitin mau nggak Na” timpal Bendul
“Nggak ah, nggak berani aku, ntar malah terjadi hal yang nggak nggak” jawabku sambil ketawa
“Soalnya aku juga belum pernah dipijit ama laki-laki sih…takut” lanjutku, nggak kebayang deh dipijit ama Bendul, amit-amit pikirku, bukan kenapa-napa, habis penampilan Bendul tuh serem, membayangkan dipijit sama dia membuat bergidik.
“Knapa musti takut…dijamin enak kok” sela Bendul
“Nggak ah…lihat tampangmu aku ga percaya kamu bisa mijit”
“Ya udah apa pijit sama pak Tikno aja, tukang pijit gang sebelah…enak kok orangnya udah tua, umurnya 51 th, jadi ga bakal macem-macem, gimana? Tawar si Roy
“Nggak ah..takut”
“ga papa Na…aku udah langganan kok pijit sama dia…enak pijitannya”terang Roy
“mm…ntar gampanglah tak pikir-pikir dulu, soalnya suer aku takut belum pernah dipijit ama laki-laki” kataku.
“percaya sama aku dah…ga papa…ntar kalo perlu kita ikut jagain biar dia ga berani macam-macam” kata Roy lagi
“Enak aja…ntar malah kalian lagi yang macam-macam” kataku sambil tertawa sambil meletakkan sapuku lantaran semua lantai sudah terlihat bersih.

Kemudian aku melangkah masuk, namun sebelum masuk aku bertanya ke Roy “emang rumah pak Tikno dimana Roy?”
“di gang sebelah…kalau lo mau entar gw panggilin” jawab Roy
“bener-bener orang baik kan?”
“Iya lah…sumpah” jawab Roy
“ya udah ntar panggilin ya” pintaku, sepertinya tak ada salahnya dicoba, habis badanku pegel banget kemarin habis kerja lembur.
“siippp…”timpal Roy
Kemudian aku masuk kamar sementara para cowok terdengar pada saling berbisik nggak tahu apa yang dibisikin dan aku memang suka  nggak peduli, berpikir positif saja.
Tak lama kemudian Aku keluar lagi dengan kondisi tak berubah, hanya saja kali ini kulingkarkan handuk kecil dileherku karena aku mau mandi. Dengan santai kulewati laki-laki yang pada nongkrong tadi karena letak kamar mandi memang diujung sebelah kamar Roy.
“Lho Na, katanya mau pijit kok malah mandi, enakan mandinya habis pijit” kata Roy
“Nggak ah ntar kalo badan bau nggak enak dong ama yang mijit” jawabku
“Waduh enak dong pak Tikno ntar, mijit cewek cantik baunya wangi lagi” sahut Floren yang hanya kubalas dengan senyum, senang campur malu aja mendengar komentar Floren.
Mereka masih asyik nongkrong karena seperti biasa, mereka akan bubar setelah aku selesai mandi sepertinya mereka sengaja menungguku, pasti mereka berharap dapat suguhan yang menarik lagi, tentu saja kemolekan tubuhku.

Entah normal atau tidak kadang aku tertantang untuk menggoda mereka dengan melancarkan aksi pamer tubuhku, namun selalu kubikin seolah-olah tak sengaja…ya bagaimanapun aku tetep jaga image, karena diantara mereka pekerjaanku termasuk paling mapan dan bisa dibilang aku ini termasuk wanita terhormat dilingkungan kantorku. Namun kalau diluar kamar aku nggak pernah berani vulgar telanjang, meskipun kadang ingin melakukan itu tapi aku nggak berani. Begitu selesai mandi aku mencuci daster tipisku kemudian aku keluar hanya berbalut handuk kecil yang sudah pasti tanpa dalaman BH dan CD karena dasternya udah langsung kucuci. Kutenteng dasterku yang siap dijemur. Kontan saja mata para lelaki yang pada nongkrong melotot memperhatikanku, aku yakin tubuhku terlihat menggoda, cuek saja aku melintas di hadapan mereka, aku berusaha menciptakan kondisi yang wajar. Mereka seperti terbengong-bengong dan nggak konsen dengan obrolannya. Lalu kujemur dasterku di jemuran depan kamarku, karena jemurannya agak tinggi maka akupun agak berjinjit….dengan posisiki seperti ini pasti menjadi pemandangan yang menggoda, pahaku yang putih mulus terlihat jelas dari pangkal karena handuk yang kupakai memang kecil, hanya membalut bagian dadanya sampe pangkal pahaku.
“awas handuknya mlorot Na…”cletuk Floren
“nggak lah” sahutku
“Plorotin yuk…”sloroh Bendul yang langsung disahut “Yuukkk” oleh Roy, Floren, Kamto dan Totok serempak…
“eits awas ya kalo berani” kataku sambil berlari kecil masuk kamar dan kututup pintu kamar tanpa kukunci, aku sudah cukup lama tinggal disini dan kenal sama mereka dan percaya bahwa mereka nggak akan berbuat kurang ajar, mereka sangat baik padaku dan selalu menghargaiku karena aku memang dikenal sebagai wanita baik-baik meski cara berpakaianku bisa dibilang cenderung nakal dan menggoda, mungkin penampilan dan keadaanku sehari-hari bisa menimbulkan gairah laki-laki, tapi kenyataannya sampai saat ini tidak terjadi hal buruk menimpaku karena ulah mereka.

Sekitar Jam 11:00 suasana depan kamarku sudah sepi, Roy dan yang lain sudah pada bubar karena harus beraktivitas. Tiba-tiba terdengar suara Niken dari lantai bawah”Mbak Ana, ada yang nyari, katanya mau mijit” teriaknya ke lantai atas
“suruh naik aja Ken…” sahutku.
Kemudian setelah dipersilakan Niken , pak Tikno naik ke lantai 2 menuju kamarku.
Aku menunggu di depan pintu dengan mengenakan daster seperti model yang kupakai tadi pagi karena itu memang model faviritku, aku punya banyak dengan model yang hampir sama hanya berbeda warna  dan tentu saja di dalamnya aku tak memakai BH dan CD.
“Pak Tikno ya?”tanya Ana.
“Iya saya pak Tikno, Ooo..Non Ana Melinda to….” kata pak Tikno karena ternyata yang namanya pak Tikno sudah tidak asing lagi bagiku karena dulu security di kantor tempatku bekerja dan sudah pensiun kurang lebih setahun yang lalu. Akupun sempat kaget, namun aku berusaha bersikap wajar
“Iya pak, apa kabar Pak?”tanyaku basa basi. “Silahkan masuk pak, jadi pak Tikno sekarang kesibukannya jadi tukang pijit to pak” aku mempersilahkan pak Tikno masuk.
“ya beginilah non…”maklum bingung mau cari kerja apa, kebetulan saya dulu biasa mijit dan dapat saya manfaatkan dan hasilnya lumayan ya…saya jalani” kata pak Tikno sambil masuk mengikutiku. Aku pun menutup pintu namun tidak kukunci dengan pertimbangan kalau ada hal-hal yang tidak diinginkan dan butuh pertolongan maka akan mudah bagi yang mau menolongku untuk masuk ke kamar.

Aku sempat bingung karena sebenarnya risih juga, ternyata yang mau mijit aku orang yang sudah pernah kukenal namun disisi lain aku merasa aman karena sejauh pengetahuanku pak Tikno orangnya sopan dan baik, namun tetep saja ada perasaan aneh dalam diriku karena maklum saja aku belum pernah disentuh bahkan dipijit sama laki-laki lain selain Anton pacarku.
“maaf pak kamarnya kecil dan berantakan”
“nggak papa non…”
“saya sebenarnya takut lho pak dipijit ama laki-laki…rasanya risih getu… soalnya saya belum pernah sama sekali dipijit sama laki-laki…cuman tadi ditawarin Roy ee…nggak tahunya pak Tikno yang dulu sering ketemu”jelasku,
“Nggak papa non, sante aja percaya sama saya, rileks saja pasti nanti pijitnya enak” kata pak Tikno
“disini cukup pak pijitnya” tanyaku sambil menunjuk tempat tidurku yang kecil ukuran single dan kutaruh begitu saja di lantai kamar tanpa menggunakan dipan
“cukup, silahkan non rebahan…bajunya dibuka ya non” pinta pak Tikno
“harus dibuka ya?
“ya biar lebih enak saja non…”
“tapi pak, saya nggak pake daleman pak, saya malu…kebetulan daleman saya lagi saya cuci karena saya memang Cuma punya sedikit” sanggahku. Aku memang nggak punya banyak BH dan CD karena memang jarang sekali pakai 2 benda itu untuk melindungi tubuhku.

“Nggak papa non, biasanya memang yang saya pijit harus telanjang biar enak mijitnya dan terasa pijitannya, cuman memang biasanya celana dalamnya tetap dipakai” jelas pak Tikno
“sebentar pak” aku mencoba mencari CD di lemari barangkali ada “oh ini ada CD saya pak saya pake dulu ya” kataku lega setelah menemukan CD yang terselip diantara baju-bajuku, CD minim warna putih dengan kain tipis. Dengan berlindung tutup lemari aku memakai CD itu kemudian melepas daster yang kupakai. Aku merasa deg degan, gimana tidak, aku hanya mengenakan CD tipis dan kecil bahkan sebagian bulu jembutku tidak dapat tersembunyi dengan sempurna. Jembutku memang kubiarkan tumbuh apa adanya tidak pernah kucukur, untungnya bulu jembutku tidak begitu lebat. Dan tubuh polosku yang putih mulus akan dapat dilihat pak Tikno. Akupun menutupi payudaraku denga kedua tanganku karena aku masih merasa risih. Kemudian kurebahkan tubuhku di kasur. Pak Tikno sempat terlihat canggung dan salah tingkah, mungkin ia tak menyangka, perempuan yang dulu sangat dihargainya karena merupakan staff terhormat di tempatnya bekerja, yang cenderung angkuh karena selalu jaga image untuk menampakkan sosok perempuan yang bermartabat, kini ada dihadapanya hampir telanjang hanya meninggalkan celana dalam tipis kecil untuk melindungi kemaluannya.
“Mau pakai minyak saya atau pakai punya non Ana?”tanya pak Tikno
“Pake lotion saya saja pak, tuh diatas meja”pintaku
Pak Tikno pun mengambil lotion yang kumaksud membukanya dan mulai mengoleskan ke ujung kakiku.
“Maaf ya non..”kata pak Tikno seolah minta ijin untuk menyentuh kakiku
Kemudian pak Tikno mulai memijit dari ujung kaki kemudian ke betis.
“terlalu keras nggak non mijitnya?tanya pak Tikno
“nggak kok pak, pas”kataku.

Pijitan pak Tikno memang enak kurasakan tidak terlalu keras namun terasa sekali. Kunikmati pijitan pak Tikno walau sebenarnya ada perasaan aneh dalam diriku karena disentuh pria lain selain pacarku. Kurasakan pijitan pak Tikno semakin ke atas, ke bagian paha. Saat pak Tikno memijit pahaku semakin ada perasaan aneh yang muncul…pijitan enak yang bercampur rasa geli, namun kutahan rasa geli itu dengan sedikit menggigit bibirku. Pak Tikno mengurut pahaku hingga sampai pangkal. Tanpa kusadari tubuhku sedikit menggelinjang tak tahan dengan rasa geli yang muncul, ada sensasi yang kurasakan dan sepertinya menaikan birahi kewanitaanku.
“sakit ya non?”tanya pak Tikno
“nggak pak, geli aja…saya suka nggak tahan kalau dipegang daerah situ”kataku beralasan ketika pijatannya mulai terpusat pada pangkal pahaku
“lha gimana non, bagian sini mau dipijit atau dilewati saja?”tanya pak Tikno
“nggak papa dipijit aja pak, pak Tikno pijit aja sesuai keinginan bapak, saya Cuma belum terbiasa saja jadi agak aneh” kataku, sepertinya aku nggak rela kalau sensasi ini dilewatkan
“saya juga sering mijit wanita kok non, dan wajar respon mereka kadang seperti non Ana ini, tapi setelah mereka terbiasa bisa lebih santai kok non, non santai saja menikmati pijitan saya” kata pak Tikno.
Setelah selesai dengan pangkal paha pak Tikno melanjutkan pijitannya ke arah pantat. “maaf yan non say turunkan sedikit celananya” pak Tikno minta ijin. “Silahkan pak.”jawabku. Pak Tikno mulai menurunkan sedikit CD ku dan mengoleskan lotion kemudian memijitnya. Waduh tambah kacau saja rasanya, ada sensasi yang tak bisa kuhindari kurasakan disela-sela pijitan pak Tikno, tanpa kusadari birahiku muncul karena rangsangan sensasi itu, namun aku tetep harus bisa menahan untuk menjaga martabatku.

Pak Tikno terus memijit pantatku, kugigit bibirku untuk menahan rasa nikmat yang muncul namun tak bisa kuhindari kadang akupun melenguh merespon rasa nikmat yang tak tertahankan. CD ku sepertinya mulai basah karena rangsangan yang ditimbulkan dari pijitan pak Tikno membuat memekku mengeluarrkan cairan kewanitan. Aku sungguh malu kalau hal ini diketahui pak Tikno, gimana tidak aku dulu selalu jaga image di kalangan orang-orang seperti pak Tikno, namun kini pak Tikno dapat menyaksikan aku dalam keadaan telanjang tak berdaya menahan nafsu birahi dan seolah-olah aku merasa dipermainkan oleh pak Tikno dengan sentuhan-sentuhan yang seperti sengaja menggoda dan membangkitkan birahiku, aku berharap semoga pak Tikno tidak memperhatikan hal itu dan tetap dengan tujuannya memijit untuk menghilangkan rasa lelahku. Kurasakan pak Tikno seperti semakin bersemangat mengeksplore bongkahan pantatku. Aku takut sekali jika ia tahu aku sudah mulai terbelenggu birahi. Kemudian pak Tikno menurunkan CD ku sedikit lebih ke bawah lagi sampai turun ke paha. Anehnya aku tidak mencegah aksinya itu padahal kini bongkahan pantatku sudah pasti telah terbuka seluruhnya dan tentu saja memekku yang mulai basah juga akan dapat terlihat dari belakang disela-sela bongkahan pantatku.  Pak Tikno pun meneruskan pijitannya. Perasaanku semakin tak karuan namun aku berusaha rileks menikmati setiap pijatan dan sentuhan pak Tikno meski tanpa sadar aku sering melenguh kecil, kugigit bibirku untuk menahannya, karena kadang-kadang pak Tikno seperti sengaja memijit di daerah tertentu yang merupakan daerah sensitif wanita, bahkan menurutku pak Tikno tidak benar-benar memijit tapi lebih seperti membelai untuk sekedar menimbulkan rangsangan.

Mungkin itu hanya pikiran negatifku karena sepertinya Pak Tikno memang pandai menyamarkan rangsangan disela-sela pijitannya dan yang jelas akupun merasa tidak ingin berhenti merasakannya. Mungkin hal ini diketahui pak Tikno karena terbukti ia jadi semakin lebih leluasa meraba-raba daerah sensitifku, namun dia sama sekali belum menyentuh memekku sedikitpun, padahal karena rangsangan dari pak Tikno yang membuat nafsu birahiku naik sebenarnya seperti berharap ia mulai mempermainkan memekku namun aku tidak boleh memintanya aku harus bisa bertahan karena aku perempuan yang bermartabat, begitulah kata-kata yang muncul di dalam hatiku. Rasanya sudah nggak tahan saja namun kenapa pak Tikno belum beraksi lebih jauh untuk menanggapi birahiku, pikiranku mulai kacau. Seperti ada setan mengatakan agar pak Tikno melanjutkan aksinya namun ada juga yang meminta agar pak Tikno menghentikan aksinya. Kacau sekali pikiranku saat itu, karena birahiku yang muncul sungguh kuat apalagi sudah 2 Minggu ini pacarku Anton tidak datang menengokku di Surabaya karena masih sibuk dengan pekerjaanya. Disela-sela kebingunganku aku tersadar ternya CD ku saat ini sudah benar-benar lolos terlepas dari kakiku “Lho pak, celana dalam saya mana?” tanyaku sambil kaget karena mengetahui kini aku telah telanjang bulat di depan pak Tikno tanpa sehelai benangpun. “maaf non, saya lepas, biar nggak ngganggu mijitnya” jawab pak Tikno.”biasanya yang saya pijit nggak laki nggak perempuan, pijitnya juga sambil telanjang kok non”lanjut pak Tikno. “tapi saya kan malu Pak” sanggahku.”Kenapa musti malu non, kan cuma ada saya, lagian badan non Ana kan bagus, putih bersih, mulus lagi, kenapa musti malu” kata pak Tikno. Akupun tersipu mendengar perkataan pak Tikno yang terdengar seperti sanjungan, akhirnya aku berusaha cuek saja dengan keadaanku dan kurebahkan kembali kepalaku dan siap lagi untuk menikmati pijatan pak Tikno.

Mengetahui aku tidak melanjutkan protesku karena ditelanjangi maka pak Tikno pun dengan leluasa melanjutkan pijatannya. Sedang asyik-asyiknya menikmati pijitan pak Tikno tiba-tiba terdengar teriakan si Roy
“Na…Ana…pak Tikno dah datang?” kemudian ia melongokkan kepalanya ke jendela kamarku. Kontan saja aku kaget, dengan tetap tengkurap dan menutupi pantat dengan tangan kiriku kutengokkan kepalaku ke belakang karena posisiku membelakangi jendela “eits jangan ngintip dong…aku lagi telanjang nih..”
“Sori…sori Na…kirain pak Tikno lom dateng…”kata Roy dan matanya seperti melotot melihat keadaan tubuhku yang telanjang terbaring tengkurap, dengan pak Tikno duduk disampingku. Aku nggak tahu apa yang ada di pikirannya
“Udah…jangan trus ngliatin gitu dong…malu neh…”
Roy pun ngloyor pergi,”ya udah…selamat menikmati pijitan pak Tikno”kata Roy.
Aku kembali rileks merebahkan kepalaku sementara pak Tikno melanjutkan pijitannya karena tadi sempat berhenti sebentar karena kedatangan Roy.
Tak lama kemudian terdengar obrolan ramai di luar kamar, Pulano, Bendul dan Totok pada ngobrol di depan kamar Roy, tentu saja Roy pun gabung dengan mereka dan aku yakin Roy menceritakan apa yang dilihatnya barusan. Aku sendiri sempat merinding membayangkan Tubuh telanjangku tergolek tengkurap di atas kasur sedang dipijit pak Tikno orang tua jelek kurus dan item. Merekapun  terdengar asyik mengobrol sambil tertawa-tawa. Aku nggak peduli, akupun menikmati kembali pijitan pak Tikno yang masih melakukan pijitan di seputar pantatku, bahkan tak jarang entah sengaja atau tidak pak Tikno menyentuh bibir memekku, aku nggak peduli, aku nggak protes dengan aksi pak Tikno aku tetap berpikir bahwa itu memang bagian dari gaya pijatnya.

Setelah cukup lama sepertinya pak Tikno semakin berani, kurasakan ia mulai melakukan sedikit belaian ke bibir memekku yang sudah basah sementara tangan yang lain terus memijit atau lebih tepatnya meremas remas pantatku. Kurasakan ranggsangan yang hebat sekali, tanpa sadar tubuhku pun bereaksi, lenguhan kecil keluar dari mulutku meski aku berusaha menggigit bibirku dan posisi tubuhku ternyata jadi sedikit menungging dan kakiku sedikit mengangkang sehingga memberikan keleluasaan bagi pak Tikno untuk menjamah memekku. Aku sudah nggak peduli. Pak Tikno terus bermain di seputar selangkanganku, dengan jari-jari tangannya ia seperti mempermainkan aku, aku tak bisa lagi menyembunyikan reaksi tubuhku lantaran sebenarnya aku sangat menikmati sentuhan pak Tikno. Lenguhan kecil terus keluar dari mulutku bahkan mungkin kini lebih keras karena aku sungguh tak kuasa menahan, kadang tubuhku kelejotan tak menentu. Aku benar-benar sudah nggak peduli lagi dengan aksi pak Tikno yang sudah bisa dikatakan tidak sedang memijit karena kini kedua tangannya bermain di selangkanganku dan membelai lembut bibir memekku yang semakin basah
“Enak non pijitnya?”tanya pak Tikno
“hhmmm….” akupun mengangguk dan hanya itu yang keluar dari mulutku.
Mendengar jawabanku pak Tikno seperti tambah leluasa dan jadi lebih berani karena dengan terang-terangan jari-jemarinya kurasakan membelai bibir memekku. Aku tidak protes karena aku seperti tidak ingin apa yang kualami ini berhenti aku seperti telah masuk ke perangkap pak Tikno.
Ya..ampun…pening rasanya kepalaku..harus gimana. Seperti ada bisikan yang mengatakan “ayo pak Tikno…teruskan aksimu…lakukan itu dengan kontolmu…” namun ada juga bisikan untuk menghentikan apa yang kualami ini. Perasaanku tak karuan.

Nikmat yang tambah semakin kurasakan menaikkan gairahku yang sudah 2 minggu ini tak disentuh oleh Anton pacarku…nggak kuar rasanya. Aku berusaha terus menikmati…namun karena keadaan sepertinya semakin tak terkendali maka aku pun memutuskan….
“cukup pak, pijit disitunya.” kataku pelan smabil mulai membetulkan posisiku tengkurap seperti biasa layaknya sedang pijit.
“bener non dah cukup?
“Iya pak, pindah ke punggung saja” pintaku
Akhirnya pak Tikno menuruti kata-kataku dan ia pun memindahkan tangannya dan mulai memijit punggungku. Aku mulai bisa rileks lagi, terbaring tengkurap menikmati pijitan pak Tikno di punggungku, namun tubuhku tetap kubiarkan telanjang. Akhirnya setelah semua selesai, pijat di punggung dilanjutin kepala dan terakhir tangan pak Tikno menawarkan untuk pijit bagian depan, namun aku menolak dan bilang untuk sementara cukup dulu mungkin besok-besok kalau pijit lagi dan setelah aku terbiasa mungkin aku akan mencoba juga pijit bagian depan karena sebenarnya aku begitu malu setelah apa yang terjadi dan aku menghindari tatap muka langsung dengan pak Tikno. Setelah selesai membayar jasa pijatnya dan tambahan tip karena aku sungguh merasakan pijitan yang luar biasa aku persilahkan pak Tikno pulang dan aku minta tolong untuk menutup pintu kembali karena aku membiarkan tubuhku tetap terbaring tengkurap.
“Pamit dulu ya non…”
“Iya pak, makasih ya pak, kapan-kapan saya mau pijit lagi” kataku
“baik non…tinggal panggil saja” kata pak Tikno sambil keluar kamar dan menutupnya kembali. Akupun tetap membiarkan keadaanku yang terbaring tengkurap telanjang tanpa penutup tubuh apapun, dan karena tubuhku sudah terasa enak akupun tertidur.

to be continued
 
By: Widodo



© Karya Widodo