Angelic Layer




Angelic Layer
descrates and team (1999, 2000, 2003, 2005, 20**)

copyright by God

copyleft by desrates, tha, p-chan, asd,

copypaste by kisa, jez

for education only

DISTRIBUTED "AS IS". NO WARRANTY OF ANY KIND IS EXPRESSED OR IMPLIED. 
YOU USE THIS INFORMATION AT YOUR OWN RISK IN THE WORLD AND AKHIRAT.
THE AUTHOR WILL NOT BE LIABLE FOR MENTAL LOSS, DAMAGES, LOSS OF 
PROFITS OR ANY OTHER KIND OF LOSS WHILE USING OR MISUSING THIS 
INFORMATION

additional chapter:
1) selama tidak mengklaim miliknya SENDIRI
2) selama di akhirat jangan menyalahkan penulis cerita terhadap dosa 
  yang terjadi akibat membaca tulisan ini
3) dengan membaca cerita ini artinya anda setuju!
4) selama menyertakan disclaimer ini

sebagian tulisan ini dibuat dengan teknik dan oleh psycho,
including - killing technic, sweet talk, etc

tadinya disetting untuk tidak ada adegan seksual (spoiler),
kalau ada yang berminat Shusaku, raito, yohana, nagalangit, etc 
silakan tambahkan sekuel cerita ini beast side yang menarik dengan
tata bahasa yang baik, selain tokoh2 dibawahhttp://ceritaserubb.wordpress.com/wp-includes/js/tinymce/plugins/wordpress/img/trans.gif
-----------------------------------------------------------------------------

1. Night

Tha
Menjelang malam, hari itu juga, aku tegang bukan main. Tiba malam pertamaku bersama Tha. istriku sepertinya canggung berada didekatku.
"Fer, apa harus kita melakukannya?"
"Terserah kamu, terus terang aku belum siap!" kataku
"Aku juga..."
"Dik... dik..." - suara itu lagi!
"Kamu nggak apa-apakan?" Tha menegur
"Nggak kok, cuman...:".
Dasar kakak masih saja iseng, tapi ya begitulah.
"Ditunda saja ya! Hmm..."
"Malam ini! Aku tidur di sofa..." jawabku spontan
"Terserah kamu,"
"I Love U...," kata yang terucap dari mulutku
"..." dia menatapku tajam.
Apa yang baru kukatakan, imposible. Adakah rasa cinta?
"Rencana kita makan malam dimana?" buru-buru aku memotong
"Hmm! Sudah pesan tempat kok, kamu siap-siap aja, aku yang nyetir,"
"Thanks, ternyata kamu baik...," kataku
"Ya mungkin perjodohan ini..." tidak diteruskan.
Setelah bersiap Tha sudah menanti di halaman depan, lumayanlah naik GT-R, langsung meluncur kencang..., malam menyelimuti. Gerimis. Tak ada pembicaraan sama sekali. Beku. Tiba-tiba terdengar suara jeritan tertahan, mendadak kami berhenti!
Tabrakan? Itulah yang terbayang. Dari arah pintu.
"Ahhhh Aaaa... nnn?!" teriak suara itu.
Petir yang menyambar di luar bagiku terasa kalah mengejutkannya dari suara teriakan itu. Sesosok wanita muda tergeletak  ia sepertinya shock.
"Gawat Fer, nabrak orang kayaknya!"
"Aku panik! Baru ada kejadian yang seperti ini,"
"Turun nggak?" tanya Tha.

Buru-buru aku buka pintu, keluar dan langsung membopongnya, menaruhnya di kursi depan. Tidak ada luka.
"Say tolong setting kursinya," perintahku
"Nggak apa-apa kan," sambil memencet tombol agar kursi bisa lebih horizontal.
"Ke rumah sakit!"
"Makan malamnya?"
"Batalkan saja ya,"

"Okelah,".
Menuju rumah sakit terdekat, terpaksa acara batal. Kerabat wanita itu berhasil dihubungi, hilanglah sebagian beban meskipun harus mengganti biaya perawatan. Pukul 01.00 dini hari, perjalanan pulang kerumah.
"Makan malamnya di kantin Rumah Sakit,"
"Malam yang aneh..."

Sampai dirumah, badan terasa letih... aku di ruangan tengah, tiduran di sofa. Sembari menatap layar DVD dengan malas. Serasa ada pekerjaan menumpuk.
"Belum tidur dik..." -
"Belum kak, ada apa kok tumben" -
"Malam pertamanya? Sukses nggak?" -
"Sukses kak," - terpaksa bohong tapi demi kebaikan. Kalau ternyata kakak memang sudah menduga ada yang ganjil berarti ketahuan.
"Jangan ganggu kak, mau tidur nih" -
"Cie segitunya..., ya udah met bobo" -

Penikahan ini sepertinya akan memakan banyak waktu adaptasi, tapi yang tertunda akan makin menumpuk. Aku meregangkan tangan ke atas, lelah sekali rasanya. Besok akan bagaimana? Ah, seandainya saja ada yang mau memijatnya... Tha...
Aku tertawa dalam hati, film sudah selesai, ngantuk menyergap.... Tiba - tiba saja ada meraih pundak dan menempeli bahu yang pegal. Awalnya aku mendesis lirih karena keenakan, tapi jadi terdiam saat tahu yang datang.
"Capek ya, say?"
"Tha...,"
"Nggak bisa tidur!" sambil menurunkan kepala tepat di bahu, menyunggingkan senyum, mengecup pipiku. Aku sedikit berontak, tak biasa begini
"Terima kasih..."
"Say banyak sekali kejadian hari ini. Jadi suntuk...,"
"Kenapa?"
"Nasib kita...,"
"Ya, semoga saja..."
"Aku hampir lupa, sekarang kita hanya berdua saja...,"
"Jadi..."
"Hmm..."
"Maksudnya boleh berbuat seenaknya..." pikiranku mencoba menebak.
Aku berdiri dan melangkah menjauh. Walaupun tubuh ini bergetar karena takut, atau yang lain tadi tapi pertama kalinya aku mengalami ini. Wajahnya terlihat memerah.
"Begitu ya? Kamu...?"
"Dasar...".
Ingin rasanya... tapi keadaannya, aku mendengarkan keluh kesahnya seperti memaki-maki dan mengungkit-ungkit masa lalu yang sebenarnya berarti dibandingkan pernikahan paksa. Perlakuan lembutnya padaku seperti kakak sendiri. Tapi aku merasa Tha yang cantik itu menahan diri dan sedikit pura - pura.

"Maksudnya?"
"Kita...," dia tersipu malu.
"Say, kayak ada orang lain di luar..." Tiba-tiba respons menangkap bahaya. indra ke enam.
"Laki - laki? Di luar?"
"Fer, maksudnya?"
"Rampok mungkin..."
"Wew, bisa aja kamu,"
"Beneran kali,"
"Salah minum obat ya," ejeknya
Dia tiada percaya, baiklah... tapi apakah aku salah? Seharusnya tidak!
"GT-R nya udah kamu kunci belum, Fer..." teriaknya dari kejauhan.
"Belum kayaknya, sorry kuncinya diatas meja telepon..."
"Iya, aku dah tahu..."
Aku mendatangi asal suara Tha, betapa terkejutnya aku...
"Mau kemana... "
Tha keluar dari pintu garasi rumah, terasa tekanan roh yang asing.
"Buat apa? Kan..." panik mendera.
Aku mengerutkan kening dengan sedikit marah.
"Tha! Jangan..." sambil mengejarnya...
PLAK!! BRUUK!! Tha tersungkur... terasa perih di hati. Aku agak takut
"Tidak tahu diri!" geram salah seorang mendekati Tha.
"Kalau aku bilang lepas ya lepas! Susah amat sih!"
"Mau di gorok? HA HA HA,"
Titik airmata menetes di pelupuk mata Tha, tapi berusaha tegar. Ia sepertinya tidak akan mau lagi menjadi bulan - bulanan beberapa laki - laki asing ini.
Segera aku menggambil sebilah samurai di pojokan garasi, tergenggam erat ditangan kiriku siap menghunus 3 orang yang penampilannya seperti preman itu.

"Hentikan..." teriakku. Semua kejadian pahit yang telah menimpa adalah karena dia yang menyeruak keluar tadi, kepercayaan besar untuk bisa keluar dari teror. Tidak boleh!
"Cukup sudah! Lepaskan dia...!" Perintahku
"Fer..." desis Tha dengan segenap kekuatan, suaranya terdengar bergetar karena rasa takut yang amat dalam. Lehernya bisa-bisa robek...
"Hey bocah segera keluar jatuhkan! Atau dia mati..."
Aku tidak tahan lagi. Dengan geram preman-preman mendorong tubuh lemah Tha ke kaca mobil. Menekan kedua tangan Tha di belakang punggungnya sendiri. Kedua tangan terkunci dan tidak mampu digerakkan. Pikiranku kalut setelah tubuh molek istriku terkunci, lehernya terjepit.
Perbedaan kekuatan jelas terlihat.
"Baiklah, manis. Apalagi kamu cantik sekali kalau sedang marah. Tapi..."
"Lepaskan... aku..."
"Jangan berontak..."
"Perkenalkan nama saya, Jack..." pria itu bicara dengan nada pelan namun penuh ancaman. Wajahnya sangat dekat dengan wajah Tha,
"Aku tidak akan mengulang lagi semuanya..."
"Dengarkan aku baik - baik. Setuju?"
Tha mengangguk lemah.
Tha... aku menangis....
"Siapa dia manis, adikmu...,"
"Gimana Bos kalau kita..."
"Siapa takut...".
Kelicikan terasa, jangan-jangan...Telepon 911, perintah otakku, tapi terlambat sudah.
"Hey, anak kecil jangan coba-coba panggil polisi atau dia... " kata preman itu sambil menggariskan jarinya dileher Tha.
"Jangan... please..."
"Boy, lakukan tugasmu,"
Salah seorang diantara mereka berlari kearahku, dan BUKK, sesuatu menyentuh tengkuk... semuanya jadi gelap.

****************************
2. Dark

Melihatku, mereka tersenyum licik. Sedangkan suamiku sudah terkapar tak berdaya.
"Kemaluanku langsung mengeras. HA HA HA,"
"Aku juga Bos..."
"Gimana kalau kita..."
"Dia milikku,"
Aku segera menyembunyikan gundukan di selangkangan karena aku paham apa yang mereka maksudkan. Hati terasa terhina dan malu. Setelah menatapku tajam, salah seorang dari mereka duduk di depanku dan menyilangkan kakinya, seakan menginginkan kakiku yang putih, mulus dan jenjang, konsentrasiku pecah.
"Jadi bagaimana? Kasihan kamu yah, manis?"
"..."
"Lumayan melelahkan. Tapi akan sebanding..."
Mata jahat bergerak menelusuri seluruh lekuk tubuhku, dari atas sampai bawah. Hampir copot jantungku,
"5 tahun sudah aku tidak melakukannya..."
"Jaaanggaan, Pak! Amppuun," kataku melihat tatapan mata yang seakan menelanjangiku.
"Bawa dia naik ya, Boy. Lantai 2. Mau mandi sebentar lalu... He he he,"
"Siap Bos..." Mereka menyeretku masuk kedalam rumah...
"Kita anggap aja rumah sendiri," kata salah seorang dari mereka, sambil menaiki tangga. Bos mereka entah kemana? Mata-mata penuh kebejatan tidak lepas dariku sampai ke atas tangga. Walaupun sudah seperti kakek-kakek mereka juga tetap kekar. Aku dibuat tak berdaya. Aku dilemparkan ke ranjang dan pintu dikunci dari luar. Kamar ini tidak asing. Kamarku yang dulu.... Tapi barang-barangku sudah dipindahkan ke kamar utama di bawah Kulihat keluar tinggi sekali, lantai 2 tidak mungkin untuk loncat. Di atas ranjang terdapat celana jeans dan atasan kaos putih. Baru kusadar dasterku robek sebagian
"Selamat bersenang-senang Bos..."
"Tolong... tolong,"
Terdengar deru suara air mengalir dari kamar mandi yang terletak di dalam kamar. Setelah berpikir keras, aku memutuskan untuk mengintip apa yang terjadi lewat lubang pintu.

"Manis, ini kamar punya kamu ya."
"Tunggu sayang, pasti kamu akan suka...".
Detak jantung makin cepat, kutahu Bos mereka sedang mandi. Entah lalai atau apa dibiarkan pintu kamar mandi tersebut sedikit terbuka.
"Seandainya mungkin, aku tidak mau kejadian seperti ini..." batinku
"Atau..."
"Mungkinkah? Semua keputusan ada ditanganku,".
Setelah hampir beberapa menit dalam kebimbangan kuputuskan lebih baik aku membunuhnya daripada dia memperkosaku! Segera vas bunga kugenggam, siap kuhantamkan. Namun dari arah belakang...
"Sudah waktunya. Ayo."
"???" aku menoleh, kaget bukan main, dan vas terjatuh. PYAAR
"Sini. Berlutut di depanku." Perintahnya, sambil membuka kakinya.
Terlihat benda panjang menggantung, seumur hidup baru kali ini aku menyaksikannya. Dia telanjang
"Pak! Saya mohon, jangan! Saya tidak mau!" sembari menutup mata
"Oke. Oke." katanya. Pria itu mendekat.
PLAAKK!!! kesempatan mengelak terlambat sudah, tamparan ke pipiku keras. Aku roboh, menangis tersedu-sedu. Belum pernah seumur-umur diperlakukan dengan kasar begini. Air mata meleleh dan isak tangis mulai bernyanyi.
"Berapa kali aku harus ngomong?" katanya di samping kepalaku.
"Hey manis, kamu sudah tidak punya pilihan lain lagi!"
"Jadi ada baiknya kalau mulai nikmati apa yang akan terjadi!" ejeknya.
"Apa yang harus kulakukan!" batinku.
"Kok diam..." gertaknya.
Bahkan sudah terlalu takut dan malu untuk mengamati bentuk panjang itu.
"Pak, tolong lepaskan saya..." kata-kata yang begitu saja terucap disela tangisanku.
"Ijinkan aku menciummu manis..." sembari melihat ke selangkanganku dengan pandangan nafsu.

Dia mendekatkan tubuhnya ke arahku dan merenggangkan kakinya, kemudian dengan kasar membawaku keatas ranjang. Saat itulah kusadar.
"Manis... aku terangsang saat membayangkanmu..."
Tanganku bergetar hebat saat mencoba menepis dia melepaskan pengait daster. Mencoba berontak tapi sia-sia. Pandangan matanya tidak lepas.
"Toollloonnnnnggg,... jangan...,"
"Aku ingin hentikan, tapi..." batinku berkecamuk.
Melesakkan tangannya ke balik daster, kian merajalela. Nekat tanpa takut ketahuan orang. Diselipkan tangan ke balik BH dan memainkan pentil dengan memilin dan meremas gumpalan dagingnya yang indah. Berulang kali aku melenguh. Lelaki tua itu terus merangsek, menindih tubuh, terengah-engahlah napas ini. diraihnya kancing BH di belakang dan melepaskannya. Aku sendiri mulai ragu-ragu dan berusaha menggunakannya menutup dadaku. Sementara tangannya lain mengelus-elus depan celana dalamku. Ada rasa lain... menyeruak.
"Ahh.. ! Ahh..!! Ahhh!! " terkadang aku memekik-mekik kecil,
"Kalau..., he he he!".
Kakiku ingin menendang tapi terkunci... aku jelas tiada menikmati ini. Sudah tak terhitung bagaimana malunya aku.
"Ehhhh.....!! " meringis-ringis sambil memegangi tangan si pria kejam yang menggesek -gesek dengan kuat cetakan belahan dipangkal pahaku. Semakin bernafsu untuk menggeseki sela-sela cetakan. Hidung si pria kejam mengendus-ngendus,
Lama-lama aku gelisah, tak pernah segelisah ini...
"Ehhhhsshhhh.... Crrrr.. Crreetttttttttttt" bergetar lembut dan sedikit mengejang, berdenyut-denyut dengan nikmat.

Aku menggigil antara nikmat dan ketakutan. Setengah telanjang di hadapan pria asing. Tangan ini mengapit BH yang sudah hampir copot agar tetap menutupi dadaku, sementara yang lainnya menahan celana dalam di selangkangan. Dan seakan lelaki itu menikmati ketidaknyamanan ini.
"Jangan letakkan tanganmu di situ," katanya dingin sambil mencoba menciumku.
"Aku tak sudi...," kataku, menarik nafas panjang dan akhirnya menyerah.
Bibirku tergetar, akankah kupersembahkan bibir ini dan keindahan yang luar biasa padanya. Aku benci pria ini, aku benci laki-laki tua yang sedang memuaskan dirinya.
"Mmmmpppppphhhhh,"
"Jaa... ngga.... Mppphhh"
"EuhhhhHuhhhh Nguhhhhhh...", kucoba menghindari ciuman-ciumannya, kedua tanganku menekan kedepan berusaha melepaskan diri dari dekapannya.
"Hemm.... Emmmmmm...." Mulutku dikulum olehnya, kedua tangan yang tadinya berontak kini bersandar pada bahu kekar itu.
"Ehhhh...., minta lagi rupanya hehehe...." Aku meruncing.
"Uupp.... Cuppppsshh,". Ciumannya, dekapannya membuat kesadaranku merosot turun.
"Perlahan pasti kau akan suka," kata-kata yang keluar.
Ini seakan berlangsung amat lama. Segera kudorong tubuhnya dan berusaha melepaskan diri dari pelukannya.  Tapi nyatanya dia makin leluasa menikmati bagian dadaku yang memang besar.
Dengan sadis dia memangsa dada ini, menjilati pentil, menciumi buah dada. Kenikmatan yang kurasakan menjalar, mulutku melenguh keras dan menjambak rambut kepalanya, "Susumu manis," katanya "Aku di dadamu, sayang".
Aku terus melawan, berteriak-teriak meminta tolong berulang kali. Dia tertawa-tawa dan terus meremas. Dijilati dan digigitinya, pria tua itu seakan mau menelan seluruh dada ke mulutnya. Meskipun kasar, tapi aku mulai merasakan sensasi kenikmatan yang aneh dan kesulitan menolak.
"Renggangkan kakimu," suruhnya sembari menarik robek celana dalamku.
Aku tak mau menurutinya.... Ketakutan besar mendera...

"Buka matamu, lihat kemari...".
Serasa menahan nafas saat kulihat ke arah sela-sela kakinya. Benda yang mengeras bagaikan menantang langit. Tidak hanya keras, sepertinya besar - lebih besar dan panjang. Aku sadar kalau tamatlah nasibku olehnya. Angin semilir membelai selangkanganku yang terbuka. Sebelum ini belum ada satu orangpun yang pernah menyaksikan seperti ini, bahkan suamiku sendiripun belum pernah. Karena malu ingin rasanya bunuh diri saja ketika ada jari jemari mengelus bagian dalam paha.
"Buka kakimu lebar-lebar!".
Gontai seakan menyelimuti kuat dan hanya bisa memejamkan mata saat terasa ada yang masuk ke vaginanya. Walaupun tubuh menggigil, aku tidak bisa beranjak.
"Memekmu. Manis!"
"Basahii dulu! Yuk!"
"Jangannn, pak..." tetesan air mata tetap mengalir.
Tidak tahu seberapa jauh lagi bisa menahan malu. Perlawananku sia-sia semua.
"Sini tanganmu..."
Dimana tengah dibimbingnya sebuah jari dari tanganku masuk ke dalam dan pertama kali. Kutahu perbuatan ini tidak baik. Tapi kini seorang pria asing memerintah langsung di hadapanku. Dengan jari tengah jariku diarahkan dan menggosokkannya dengan gerakan pelan. Desakan jari jemari tangan kekarnya semakin menekan. Kini jari jemari makin bebas keluar masuk, begitu nikmat, terasa licin dibungkus cairan yang mulai mengalir. Dia mencabut jari jemariku dan menarik diri dan.... wajah pria busuk itu terbenam di antara pahaku. Aku bergidik saat membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Aku menggigit bibir saat tiba-tiba saja sentuhan basah menjelajahi selangkangan. Mulai ada rasa asing, semacam ciuman, jilatan dan hisapan. Dengan kasar direntangkannya lebar-lebar sehingga aku tidak bisa menolak perlakuan ini.
Gerakan-gerakan aneh putaran dan tusuk-tusukan lunak, membuatku menggelinjang keenakan. Gigitan kecil menghujani. Aku terus berteriak dan melawan dengan sekuat tenaga. Tapi aku sudah tidak tahu lagi, apakah teriakan takut atau teriakan karena nikmat.
"Slllckkk..., Slllccckkk, Slcccckkkkkk....".

Semuanya seperti mulai bergerak bersamaan. Aku mulai merasa nikmat karena kali ini sangat lembut. Rasa sakit yang di pipi karena tamparan, sirna berganti rasa nikmat yang merajai di selangkangan. Aku pun berusaha keras menyembunyikan perasaan nikmat, dengan kesadaran kalau aku sedang diperkosa.... Tapi setiap gerakan naik turun membuatku tergesek dalam irama, gesekan bulu-bulu halus yang menyentuh ujung, tubuhku meringan ke awan. Mata terpejamkan dan berusaha keras tidak mendesah keenakan. Sesekali tubuh menggigil kegelian tidak kuat menahannya, menggerayangi tubuh yang penuh peluh. Rangsangan yang kurasakan terlalu hebat. Tanpa sadar kugerakkan pinggang lebih cepat dan meraih-raih segala apa yang ada di sekitar, merasakan selangkangan berdenyut, merintih serta menjerit lirih penuh nikmat.
"Ooohhh,". Aku mengejan sambil mengangkat pinggul keatas.
"Ahhssssshhhh.... Crrrrrrtttttttt..." terjatuh diatas hamparan... cakrawala.
Aku seperti terkencing-kencing. Napas seperti terputus namun belum pernah aku seperti ini. Air mata menetes deras di pelupuk mata.
Sudah menghilang.
"Bagaimana, manis?".
Aku hanya memandangi kepalanya... menarik pinggul ketika merasakan tekanan berkurang dibelahan selangkangan. Kemudian...
"Cepat bangun...,"
Aku mengikut, lega tapi penuh trauma. Mencoba terduduk dengan sesopan mungkin, berusaha menutup dada dan kedua kaki dengan rapat. Tapi dia menggeleng dan kakiku segera dibuka lebar-lebar. Mencoba berdiri menjauh ketika melihat penis berdiri tegak menantang. Dia tersenyum menatap wajahku dan berkata,
"Masukkan ini ke dalam punyamu."
"Kumohon, Pak! Aku nggak mau! Aku sudah menikah!", aku merengek.sejadi-jadinya.
"Masukkan ini, atau... anak kecil yang didepan mati" katanya mengancam serius... aku semakin tidak punya pilihan lain.

"Pegang!" katanya pelan namun bernada memaksa
"Jangan..." bisikku memohon ampun untuk yang terakhir kali sebelum dia mengambil milikku yang paling berharga. Suamiku maafkan aku.... Tangan gemetar ketika meraihnya, menyentuh batang kemaluan itu, di pangkuan durjana.
"Angkat dong!". Dengan tertunduk malu kuraih dan menaikkannya ke atas.mencoba melesakkannya ke dalam. Memposisikannya di atas, menghadap keras lalu perlahan melesakkannya sambil duduk di pangkuannya.
"Awww...".
"Ohhhhhh...," aku merengek ketika terkadang kepala penisnya menggesek belahan vaginaku, yang kemudian bergerak seperti hendak menekan tapi....
"Ohhhhhhhhhhhhh.... Owwwwww....." kurasakan tangan menekan pinggul.
Pedih bukan main, seperti disayat... menyesakkan. Merasakan keterasingan yang besar merangsek jauh. "Maafkan aku, Fer.... Aku harap ini hanya mimpi....".
"Harrrrgghhh!!" kesakitanku saat ada yang menghantam.
"Ternyata masih perawan..., HA HA HA".
Pandangan mataku menjadi kabur....
"Kamu memang benar-benar...." Sayup-sayup.
"Sakit.... Pak!"
"Kamu manis sekali, dan ehmm." Dia menggeser posisinya, sedikit lebih mendekat. Membawa ke arah gundukan di selangkangan itu yang makin lama makin tenggelam.
"Ahhh..., Pelan-pelannnhh.. Ouhhhhh... Hssshhhhhh"
"Osssshhhh... Uhhhhhh..., Awwww...!! " jeritan kecilku merasakan kedutan yang kuat, memaksa seperti dipaksa merekah.
"Hoonhhhh... Ahhhh....! Sbbbb....."
Aku hanya memejamkan mata. Tidak! Semuanya melesak masuk melewati relung-relung perut. Ingin menjerit tapi batang itu masuk ke dalam liang rahim dengan lembut.
"Sudah, enakan bukan?"
Dengan lancang dia menciumi wajah dan leherku.
"Jangan! Hentikan!" teriakku.
"Kenapa? Nasi sudah menjadi bubur! Manis".

Menangis sesunggukan tanpa daya. Walaupun sepertinya diri ini menolak, tapi perlahan aku cukup menikmati ciuman-ciuman darinya. Penuh semangat, diremas-remas dadaku kembali, gemas. Aku berusaha mendorongnya menjauh tapi itu jelas mustahil. Semuanya seperti meninggalkanku sendirian, di sebuah padang gersang! Keringat dingin mulai membasahi tubuh. Duduk di hadapan laki-laki seperti seorang pelacur murahan!
Keadaan ini pasti menghancurkan masa depanku bersama suamiku. Hanya bisa pasrah dan berharap segera keluar dari mimpi buruk ini. Saat ini hanya ingin segera berakhir. Aku tidak berani menatap mata pria itu. Aku ingin pergi.
"Maaf, manis kenapa kamu.... nampaknya tidak tertarik padaku." Sebuah suara lembut.
Aku tetap merasa jijik dan marah padanya, tapi baru kali ini aku merasa sangat lain. Seperti ada lain pada dirinya...
"Pak, kumohon... lepaskan saya..." sembari tetap menahan pedih.
"Sayangnya, tidak bisa... he he,".
Dia memeluk pinggangku, mengajak menyusuri lorong-lorong kesesatan. Aku diam saja saat tangan nakal meraba dan meremas-remas pantat. Aku seakan sudah tidak peduli seandainya ada kerumunan orang saat itu.

"Bagaimana rasanya?" bisiknya di telinga. Sekujur tubuh merinding karena disertai pula dengan ciuman dan jilatan kecil di telinga.
"Aku tidak suka..." tidak kuteruskan kalimatnya
"...tidak suka...".
Dia menyeringai jahat."Bagaimana dengan ini,".
Ayunan terasa di pangkal pahaku. Perlahan air mata tumpah kembali. Sudah tidak mampu lagi berucap, hampir membuat pingsan, aku melonjak, karena insting? Atau apa?.
Di luar dugaan, dia memeluk mesra. Memelukku erat dan ketika aku menangis sejadi-jadinya. Mengelus-elus rambut panjangku, sedikit merasa terlindung ulah sikap yang tiba-tiba baik ini. Perasaan hangat mulai menyibak kabut nestapa. Sambil menggigit bibir bawah dengan geram, aku mulai terlarut ketika dia merebahkan tubuhku.
"Cup cup, tak perlu kamu tangisi, sayang. Aku janji tidak akan menyakitimu,"
Memainkannya dengan nakal. Merasakan, melingkarinya dan perlahan menjatuhkan ke dalam kenikmatan. Tangan pria tua itu bergerilya menyusuri seluruh tubuh ini, bergerak turun dari atas, mulai rambut, hidung, pipi, leher.
Semakin lama aku semakin rileks dan pasrah pada tangan busuk sang pria tua. Nafas mulai berat, pasti..., pikirku.
"Ouuughhh..." desah lirih ketika puting dipermainkan lidahnya disertai desakan bagian bawah yang membuatku meregang.
Kecupan demi kecupan membuatku luluh lantak.
"Aheemm... haaahhh... ahhh..."

Kepasrahan?
"Benar-benar turun dari langit." Bisikan yang terdengar.
Walaupun hanya diterangi temeram, tapi setiap keindahan malam itu terlihat jelas oleh mataku. Pikiran sudah tidak terkontrol. Kubiarkan pria tua itu menunduk dan mendekatkan bibirnya ke bibirku. dengan satu sapuan, saling bersentuhan. basah dan penuh nafsu. Memaksakan lidahnya masuk ke mulut, aku hanya diam saja dan menurut. Takut namun nikmat. Sedikit demi sedikit.
"Ahhhhhhhh...., Ahhhhhh......,,, Ahhhhhhhhhhhh" aku seperti tersiksa ketika dia berganti melumat-lumat puncak dadaku, mengait-ngait puting yang meruncing.
"Ohhhhhhhhhh....., Ohhhhhhhhhhh...". Entahlah sejauh mana geliatan tubuhku, yang basah oleh lelehan-lelehan keringat. Tubuh mulai tersentak keras,
"Arrrrrrhhhhh,,,, Ngeeehhhhhh....., Nggghhhhhh".
Mengerang tidak berdaya, dibawah ayunan yang terus bergerak dengan semakin kencang dan kuat, serasa diaduk-aduk sedalam-dalamnya.
"Ohhhh... ampuuuun! Ampuuuun, Pak!"
"Sudaaaah! Cukuppp! Ahhhh! Ehhhmm...!!" rintihan suaraku bercampur antara rasa sakit dan nikmat.
"Aduuuhh...! Ampuuun...".
"Aohhhhh!!! Ja-jangannn.. jangannn...." jeritku keras.
Dia hanya terkekeh-kekeh, seakan tanpa dosa.... Rasa itu perlahan berganti menjadi kenikmatan...
"Uaaaaaaahhhh!!" aku membelalakkan mata! menggelinjang tak karuan.
"Tolong... cepat..." desahku sembari memejamkan mata kembali dan menunggu hal selanjutnya.
"AAAAAAAAAHHHH!!!" aku setengah berteriak,
"Ah! Ah! Auuuhhh!! Esssstt!"  aku tak kuasa menahan semua nafsu yang sudah siap meledak di selangkangan, bibir bawah tergigit dengan sendirinya.
"Aaagghhhh!! Uaaahhh! Aaahhh!! Jangaaaaan!!"
"Iiiiihhh.... Ahhhh!! Ahhh!!"
"Heeeeennghhhgghhh!!"
Tubuhku naik turun sesuai keinginan pria tua itu, terus menggenjot dengan beringas, nafasku memburu nafsu itu, tersengal-sengal karena ingin segera mencapai kenikmatan maksimal. Aku kembali terperangah ketika terjadi tekanan yang teramat dalam, mulutku yang ternganga segera dilumatnya.

"Mmmmppppphhhhh...".
Aku tak kuasa menggeliat dalam pelukannya, tubuh menggigil merasakan benda besar itu semakin dalam masuk, perlahan-lahan keluar kemudian datang kembali mendobrak masuk dengan kasar.
"Ahhh...,,, Ahhhhh,,, Ahhhhhhh" tubuhku terus terayun-ayun. Benda asing di dalam kemaluanku semakin hebat menyerang.
"Hekssss... Crrrr Crrrrrr.... Crrrrrr" Kenikmatan itu menjebol, menyedot habis seluruh tenagaku, lemas, dalam dunia yang penuh dengan kenikmatan.
Dengan kelemasan yang ada, perlahan-lahan aku terpancing oleh lumatan bibir kasar pria itu, lidah terjulur menant hisapan dari batang lidahnya yang kemudian dia mengulum lembut lidah itu, tapi agresi dibawah tubuhku? Kuat sekali! Sampai-sampai....
"Ehhh Ehhh Ennn.... Nehhhhhhmmm..., sudah...."
Setelah beberapa kali kejadian keji tersebut mengantarkanku menuju gerbang kenikmatan. Barulah.... Satu ledakan dahsyat....
"Aaakkkkhhhhhhhh....... Crrrtt ... Crrrr ...." Kedua kakiku menjepit kuat-kuat, kemudian mengangkang tidak berdaya,
"Huuuungghhhh!!!" akhirnya diiringi satu lenguhan panjang, aku mencapai orgasme. Nyaris tak kuat lagi bertahan. Aku kesulitan mengatur nafas, baru kali ini mengalaminya, mengejang, dan pantat terangkat kuat-kuat. Pandangan berputar ke belakang. Terbaring lemas tak berdaya di ranjang. Tubuhku yang telanjang kini basah kuyup oleh pria tua itu.
Mata ini kubiarkan terpejam, meratapi betapa kotor saja diri ini - yang bahkan mulai menikmati permainan gila ini, sampai kapan? Perlahan rasa kantuk mendera.... Aku terbangun dengan badan agak kaku dan linu. Matahari menembus ke dalam ruangan, dimana ini? Ternyata.... Aku terikat! Suamiku...
Peristiwa semalam seperti kilat menyambar, semalam aku diperkosa!

*********************************
3. Curse

Hari ternyata telah beranjak pagi ketika mataku terbuka...Kaki dan tangan terikat kuat, segera pikiran bereaksi.... Dimana Tha...
"Fer...,"suara lemah disampingku
"Kamun nggak kenapa-kenapa kan..."
"Nggak,..."
Sepertinya ada yang disembunyikan. Tapi mencoba realistis dia kulihat wajahnya, tidak terluka! Tapi pipinya terlihat merah. Meskipun sama-sama terikat. Sejurus kemudian cari bantuan terdekat! Kakak!
"Kak... kak..., apa bisa dengar..." -
"..." -
"Ayolah,..." tidak ada respon positif, jangan-jangan ada apa-apa!
"...Ehmm, kenapa pagi-pagi begini..." -
"Kerampokan kak...," -
"Hah... terus,... nggak pa-pa kan" -
"Cepetan kesini, kesekap nih digarasi..." -
"Oke, aku kesana..." -
"Fer..., tolong... aku nggak kuat lagi"
"A... da... apa?"
"Hah, sampai berdarah-darah gini!?" ketika mengetahui pangkal paha Tha mengeluarkan bercak darah,..."
"Nggak apa apa kan?"
"Lagi mens...," wajahnya terlihat kusut menatap langit-langit dengan pandangan yang mengabur, tidak fokus...
Terdengar ketukan pelan dari pintu, ternyata kakak bersama beberapa orang
"Kalian tidak apa-apa kan"
"Tolong Tha duluan kak, kasihan dia"
"Pak, bopong gadis itu ke kamar depan" perintah kakakku,
"Emang kejadiannya gimana..."

Panjang lebar kuceritakan, sambil perlahan tali pengikat dilepaskan... sembari mendatangi Tha. Kepala juga masih berat, ketika menunggui Tha dekat ranjang. Dia tampak shock, entah apa yang terjadi... muncul iba dalam hatiku. Melirik ke arahnya yang masih terlelap, menatap tubuhnya. Dan mengambil tissue dan menghapus keringat yang menetes perlahan membasahi keningnya. Aku sudah berikan pertolongan darurat dengan obat pereda rasa sakit dan kompres penurun demam untuk menjaga-jaga kalau nanti dia demam akibat shock tersebut.
"Kalau butuh apa-apa bilang aja, aku disini..."
"Aduh gimana sih Fer?" kakak panik. Memang sedikit manja, terutama kepadaku.
"Barangnya banyak yang hilang ya, kak!"
"Lumayan... terutama punya Tha..."
"Ya sudah. Biar aja..."
"Kok? Aku aja panik,"
"Bawa yang berantakan keatas," perintahku pada Nia
"Balik dulu, Fer moga cepat sembuh Tha-nya."
"Kalian bertiga lanjut aja bersih-bersih. Tuh khan masih ada yang berantakan!" perintah kakak terdengar lumayan keras. Dia juga anggota pecinta alam, agak tegas, jadi bisa komando.
"Sudahlah, kak!" sahutku lalu sambil merebah di tangan Tha. Untungnya dia lansing tidak gemuk pikirku konyol.... Setelah ini inginnya aku tidak punya tanggung jawab apapun dalam hari-hari kedepan nantinya. Hampir dua jam, aku menungguinya baru aku bisa keluar mereka-reka kejadian.

"Fer..." dia terbangun lemah
"Ada apa..."
"Maafin aku ya. Gara-gara aku kamu terpaksa harus kayak gini," kataku
"Maafn aku juga..." kata nya tertunduk lesu. Sepertinya dia memang benar-benar merasa bersalah.
"Sudahlah. Jangan dipikirkan, mikirin hal itu?"
"Toh kita udah nyampai sini khan."
"Aku, ngerti lagipula leher kamu..."
"Kamu cukup parah... apa nggak..."
"Nggak mau..."
"Apa, di rawat inap saja?"
"Nggak usah..."
"Tapi... kamu..."
"Bentar juga biakan..."
"Udah dong nangis sampai bengkak gitu." kataku sambil mengarahkan mataku kearah matanya yang sembab dan pergelangan kaki yang sedikit bengkak dan agak membiru. Sepertinya karena tersandung sesuatu atau terpeleset? Peristiwa semalam membuat kenangan yang menyakitkan.
"Makasih ya Hans." ucapnya lirih sambil lagi-lagi seperti menahan rasa sakit.
"Tidur aja... kalau belum kuat..."
"Hmm... tolong bantuin aku salin...".
Pelan-pelan kuganti dasternya, agak robek! Kuambilkan piyama yang jarang  kupakai selama ini.
"Kamu pake ini aja terus pakai selimut biar hangat."
"Moga-moga besok udah baikan. Mau nyari minum dulu yang hangat."
 Dia mengangguk lemah...
"Jangan lama-lama yah!" katanya lirih Aku menjawabnya dengan senyuman.

 
By: Descartes X
****************



© Karya Descartes X