Kisah Nyata Via

Tahun 2000 aku bekerja di suatu hotel bintang lima di jakarta sebagai Sales Executive.
Hari itu kami kedatangan boss baru (director of sales =dos) pindahan dari Bandung waktu itu umurnya masih 36 tahun menikah dan punya anak 3....
Aku bertanggung jawab untuk sales kepada perusahaan2 Jepang, dan konon DOS baruku adalah sarjana bahasa jepang sebuah perguruan tinggi negeriSingkat cerita, dalam waktu 4 bulan sejak kedatangannya kami semakin dekat, punya selera music sama seperti fourplay, incognito, dewa 19 dan lain2nya.
Suatu ketika dia menanyakan ukuran sepatuku,...
"38,... kenapa? Mau beliin sepatu??" godaku keesokannya dia panggil aku ke ruangannya,..
"Via, kamu mau pakai sepatu ini tiap hari,... please!" pintanya
"Ohh mau,... dengan senang hati,...!" kataku kulihat sepatu yang dia belikan sejenis pantofel dengan tali yang melingkar dari mata kaki (bisa kebayang nggak?) Hmmm.... manis juga modelnya.. kupakai sepatu itu hari esok. Malamnya dia telpon aku dan konon dia tertarik padaku (padahal dia sudah menikah dan punya anak? tinggal di Bandung...). entah kenapa aku bilang iya!

****
Didin, nama boss baruku masih mendapat akomodasi sementara di hotel tempat kerja kami
Sering kali secara curi-curi, aku diajak ke kamarnya,…. Suatu kali dia keluarkan saputangan dari sakunya lalu meminta aku meletakkan tanganku dibelakang,… “untuk apa? Tanyaku bingung,…. “tenang vie,… it’s a game…” sambil mengikat tanganku ke belakang dan menyimpulkan sapu tangan ikatan erat,… lalu Didin memelukku dan aku meronta-ronta karena merasa geli…. setelah lelah merinta-ronta aku diam dalam tangan terikat di sofa kamarnya sambil menonton sebuah film yang dipasang di TV, pas adegan ikat mengikat...
“Aku pernah lihat adegan di TV,… ceweknya diikat dan diperkosa…” ujarku
“rasanya kepingin deh ngerasain pengalaman seperti itu,… rasanya sensual banget!” akuku pada Didin yang sedang memutar VCD Birthday Girl yang diperankan Nicole Kidman,… adegan yang terlihat, Nicole Kidman sedang bermain sex dan kedua tangannya diikat di tempat tidur.
“Vie, kebetulan orientasi sexku adalah soft bondage,…aku perlu mengikat perempuan baru si otong bangkit tegap dan beraksi…” aku Didin dengan jujur.
“OK aku mau, tapi talinya mesti yang ada yang warna hijau, ada yang biru, dan ada yang kuning,..” gurauku
Sejak itu, setiap kali berkencan,… Didin selalu menyempatkan mengikat tangan dan kakiku. Seperti suatu ketika kita janjian di suatu hotel di Slipi,…. malam itu aku diikatnya dengan tali jemuran (tali plastik) warna hijau, biru dan kuning. Aku diikat dalam keadaan bugil … aku tidak menyangka Didin punya tali berwarna warni.
Malam itu tidurku tidak nyenyak disampingnya,… sementara Didin nyenyak, aku tidak bisa tidur karena tanganku pegal terikat..… “Didiiinn,… bangun,…!! Pegel niii…!” rengekku
Didi berusaha bangun dan menanggapi,..
”hmmmhhh.... aku lepasin yaa”
“Jangan,… aku nggak mau dilepas… nanti Didin marah... khan Didin suka aku diiket!” Akhirnya aku terlena dalam pelukan Didin masih dalam keadaan terikat.




Tinggal bersama
Didin telah mendapatkan tempat tinggal tetap di sebuah apartement tidak jauh dari hotel tempat kami bekerja. Aku menemaninya menemui si pemilik kamar, disela-sela kegiatan sales call kami…. Setelah sepakat, sang pemilik rumah menyanyakan padaku,….
“Apa Ibu juga tinggal di sini?” matanya menatapku
“Oh ibu akan datang sesekali dari Bandung” jawab Didin. Hal yang berakibatkan akhirnya kami tinggal bersama di sebuah apartemen. Selama ini aku hanya kost dengan saudaraku di bilangan Tebet. Sejak tinggal serumah dengan Didin dan kerja sekantor dengannya, tiap malam sebelum tidur lepaslah semua busanaku, baju tidurku adalah tali-tali yang mengikat erat tangan dan kakiku
Suatu ketika, kami baru pulang tapi kulihat Didin tidak berganti pakaian,
”Vie, aku ke hotel lagi bentar ya,.. Mamaku dan kakakku mau menengok aku...”
“Kamu di kamar aja yach,.. jangan ke mana-mana,.. kamu aku ikat aja yach,... paling cuma sejam lebih aku sudah kembali...!” lanjut Didin sambil memegang tali tali
“Tapi Didin iketnya jangan keras-keras yach.....” jawabku manja.
Lalu Didin mengikat tangan dan kakiku dalam busana lengkap, menyumpal mulutku dan pamit meninggallkan ku di kamarnya dan mengunciku dari luar … namun Didi tidak mengikat tanganku kebelakang seperti biasanya tetapi tanganku diikatnya ke depan dengan simpul yang mudah (dengan sekali tarik dan gigit ikatan itu melonggar) Aku hanya sesekali meronta-ronta kecil sambil sebenarnya menikmati ketidak berdayaan ini dalam kamar yang terkunci dari luar,… dan sendiri hanya ditemani tayangan televisi selanjutnya enggan meronta-ronta untuk melepaskan ikatanku karena aku percaya Didin tidak akan lama meninggalkanku. Tanpa terasa aku tertidur dalam keadaan terikat. Sepulangnya Didin dari makan malam, alangkah terkejutnya Didin mendapati diriku masih terikat dan tidak berusaha melepaskan ikatannya, saat itu aku malah tertidur nyenyak. Didin menyambutku dengan hangat dan melepaskan ikatanku.

Suatu malam,… aku baru usai menstruasi,…baru menjelang bersih,… malam itu aku diikatnya, tanganku ke belakang dan kakiku dipakaikannya sepatu pemberiannya, diikat terpisah ke kaki tempati tidur secara mengangkang…. Mulutku di sumpalnya dengan lakban. Entah setan apa, Didin begitu bergairah dan aku ‘diperkosanya’ Keluarlah dengan deras cairan spermanya membasahi vaginaku. Entah tidak biasanya aku merasakan Didiku mencapai ejakulasi dan tidak biasanya ia menyemprotkannya di vaginaku.
Hari-hari tinggal seranjang dengan Didin, penuh dengan adegan soft bondage. Sebelum berangkat, pulang kantor, kala senggang,.. bahkan saat kami ke Bandung, Didin pesankan kamar buat kami, walau dia akhirnya muncul pula dirumahnya untuk menemui istrinya. Malam itu adalah 1 malam sebelum ulang tahun istrinya. Didin memesan kamar di suatu hotel berbintang 3 di pusat kota Bandung,... setelah check in , Didin meminta aku tanpa busana tapi tetap memakai sepatu (pemberiannya) kemudian aku di suruh duduk di kursi kamar itu.. dalam keadaan bugil, tanganku diikat ke sandaran tangan di kursi. tubuhku juga diikat, kakiku diikatkannya ke kaki kursi dan lalu mulutku di lakbannya. Usai mengikatku demikian, Didin keluar dari kamar rasa takut menyelimuti tubuhku yang terikat tak berdaya dan tak berbusana,... takut ada petugas housekeeping yang mau membersihkan kamar dlsb. Aku tidak keberatan tangan dan kakiku diikat, tapi hal yang menakutkan adalah bila aku ditinggal terikat sendirian dalam kamar, seperti yang pernah terjadi sebelumnya. Lama rasanya ditinggal sendirian terikat di kamar, kira-kira satu jam kemudian Didi datang,... tersenyum melihat keadaanku serta mendekat dan menciumku. Malam itu seperti malam-malam sebelumnya aku tidur dalam pelukannya dalam keadaan tangan dan kaki terikat. Esok paginya Didi minta ijin padaku untuk ditinggal sendiri, Didin kembali ke rumahnya merayakan HUT istrinya dan kami janjian akan bertemu nanti malam di stasiun kereta dan bersama kembali ke Jakarta.

Aku hamil
Suatu ketika aku terasa mual-mual dan belum juga datang bulan karena memang datang bulanku tidak tentu harinya. Diam-diam aku beli alat test kehamilan,... ketika aku test terkejutlah aku bahwa ternyata aku hamil... pas Didin pulang kantor,...
”Didin, selamat yaa... aku hamil” ucapku
Didin hanya diam dan terkejut, tanpa berkata apa-apa.... akupun bingung, ingin rasanya menolak kelahiran anak ini, tapi aku takut tertangkap dan dipenjara karena aborsi aku langsung mengkonsumsi jamu-jamu yang kiranya bisa menggugurkan kandungan secara natural, hingga akhirnya kami ke Bandung mengetahui konon ada dokter yang bersedia.... namun usia kandungan sudah berjalan 3 bulan,.. sehingga dokter menyatakan ketidak sanggupannya.. Aku dan Didin pasrah... Akupun memutuskan untuk berhenti bekeja, khawatir tubuhku dan perutku membesar dan ketahuan teman kantorku. Yach,... hari2 kujalani di apartemennya Didin, kadang pagi-pagi aku diikatnya namun Didin tidak tega lagi menyumpal mulutku karena rasa mualku... selama itulah aku jadi tawanan cintanya Didin,... biarpun sedang berkunjung ke dokter, malamnya dalam keadaan perut membesar, aku mesti ’naik kuda dengan tangan terikat’ alias em el dengannya.
****
Akhir tahun 2000 entah kebetulan apa, Didin mendapat pekerjaan di Bali,... kami berangkat saat kandunganku mendekati 6 bulan... tinggallah aku dengannya di Bali, sementara keluarga Didin baru akan menyusul saat usai tahun ajaran.
Anak hasil ’perkosaan Didi’ lahirlah di bulan Maret, bayi laki-laki yang lucu di namai Marcello; kami menyayanginya. Bulan Mei 2001 aku membawa Didin & Marcello, dan memperkenalkan sambil mengaku dosa pada Papaku (yang sudah menikah lagi dengan istri mudanya Baby) di Cibubur. Kami dinikahkan di Sukabumi.
Kini aku tinggal sendiri di Bali, menghidupi Marcello bekerja di sebuah tempat atraksi, aku telah memohon cerai pada Didin (ini konsekwensi, karena aku tahu, kejadian ini murni kesalahan Didi bukan ketidak puasan atau ketidak harmonisannya dengan keluarganya).