Pengalaman Tinggal di Negeri Orang 4




Pengalaman Tinggal di Negeri Orang 4
Aku mandi dengan sebersih-bersihnya. Kurang lebih 5 menit dan dirasakan sudah bersih tanpa secuilpun daki melekat di tubuhkku, akhirnya mandipun aku sudahi. Selesai mengeringkan tubuhku, akupun masuk rumah dan mengunci pintu belakang. Aku menuju kamar belakang. Ketika aku membuka gagang kunci, kulihat Mashito telah terbaring pulas sambil memeluk guling. Salah satu paha mulusnya terlihat hingga ke pangkal pahanya, sebab dia hanya mengenakan baju daster untuk tidur. Untuk saat ini aku tidak begitu tertarik dengan tubuh indahnya ibu Maisharo, yang ada di pikiranku adalah anaknya. Karena gadis perawan dari Kuwait inilah yang menjadi pikiranku, dan sebentar lagi aku akan memberikan kehangatan pada gadis belia itu. Kututup kembali pintu kamar itu. Kini aku ke bagian tengah rumah yang baru kami tempati. Rumah ini agak bertingkat tingkat, di kamar bawah agak rendah bersebelahan dengan ruang makan dan dapur. Sedangkan bagian depan, ruang tengah agak tinggi. Kalau diprediksikan antara ruang tengah/ruang keluarga dengan belakang kurang lebih 70-80 cm, jadi untuk naik turun dibentuk tangga sebanyak dua tingkat. Untuk bagian depan dan ruang tamu, bertingkat juga tetapi tidak tinggi kira-kira 30 cm. Untuk menuju kamar depan agak ke samping kanan kalau dari arah dapur, dan kamar depan inipun beritngkat juga sama seperti antara ruang depan dan keluarga 30 cm. Sehingga kalau dari luar mau masuk ke dalam rumah harus menaiki tangga yang dari satu anak tangga ke anak tangga lain sebanyak 5 buah. Dan memang rumah disekitar sini kebanyakan seperti itu walapun tanahnya datar bahkan jauh dari permukaan laut tetap seperti itu, karena sudah menjadi ciri khas suatu negara. Aku mendekati kamar depan. Ketika aku membuka pintu serta masuk. Setelah aku mengunci pintu kamar aku terkesimah. Suasana kamar depan ini sangat indah, maklum selama bersih bersih tadi aku tidak banyak melihat keadaan rumah dan ruangannya.


Walaupun ukuran kamarnya tidak seluas kamar belakang, kamar ini lumayan juga luasnya. Dengan kasur busa tebal beralaskan kain warna putih dan kalau ditiduri bisa muat orang tiga, ada meja rias, ada sofa panjang untuk dua orang serta lemari pakaian.

Lampu gantung yang antik cukup terang bak di siang hari, serta sebuah lampu tidur disisi tempat tidur.



Ruangan ini bernuansa coklat muda seperti halnya dengan lantai rumah. Kulihat di depan kaca cermin meja rias, duduk seorang gadis perawan barasal dari negara Kuwait. Dia duduk membelakangiku, rambutnya panjang sebatas pungung, hitam bergelombang bercahaya kena sinar lampu. Kulit tubuhnya putih bersih bak batu pualam. Pinggangnya kecil ramping serta dua buah bokong bulat besar duduk di atas kursi kecil di depan cermin. Sang gadis hanya mengenakan BH dan celana dalam warna putih karena saat ini dia tidak memakai baju kurungnya atau baju tidurnya. Apa karena belum selesai berdadan atau memang belum sempat memakai baju, sebab diatas meja rias terlihat seonggokan baju tidur warna putih sehingga kulit putih kekuningan tubuhnya sangat jelas terlihat. Dialah Maisharo gadis perawan anak dari Mashito. Aku memang sudah mengetahui kalau Maisharo memiliki tubuh yang indah melebihi ibu kandungnnya. Memang sudah kodrat, kalau seorang ibu mempunyai wajah cantik jelita disertai dengan kesempurnaan bentuk tubuhnya, maka secara lahiriah apabila mempunyai anak gadis, anak gadisnya itu akan melebihi kecantikan ibunya bahkan bentuk tubuhnya. Ketika tadi suara pintu aku buka dan menguncinya Maisharo melirik dari kaca cermin, dan waktu aku berjalan mendekati tempat tidur, Maisharo bangkit dari kursi duduknya lalu berbalik ke arahku. Entah kenapa ketika Maisharo berbalik memandangku, wajah dan bentuk tubuhnya bagaikan bidadari yang turun dari langit. Bau harum tubuhnya tercium sangat jauh dari tempatku berdiri. Sinar matanya lembut dan bercahaya, kulit tubuhnya putih sekali. Baru kali ini aku dibuat terpanah, pemandangan seperti ini bukan baru sekali ini aku alami dan lihat pada diri Maisharo, waktu masih di gedung tua itu ketika dia mandi, waktu dia tertidur di bilik kardus gedung tua itu dan barusan beberapa menit yang lalu aku bercumbu di dalam kamar mandi bersamanya tidak menampakan rasa kekuatiran ataupun apa. Tapi sekarang ini aku menjadi berkeringat dingin. Wajah jelitanya yang dihiasi tahi lalat yang menempel dipipinya, serta lensung pipit menambah ke rupawanan wajahnya. Bentuk tubuhnya indah bagaikan sebuah gitar. Buah dadanya mencuat kencang ke depan dengan puting susu yang mengeras tercetak jelas dibalik BH tipis warna putih. Terus kain segitiga yang menempel di bawah perutnya membuat tubuhku seperti patung sebab di atas kain segitiga putih itu telah berkeliaran rumput-rumput hitam yang tidak ke semuanya menutupi daerah terlarang itu. Bentuk kedua paha yang mulus dan licin serta kedua kaki yang kecil bak kaki belalang turut memperindah tubuhnya.



“Tuhan” suara hatiku berkata, “sesungguhnya siapa yang berdiri di hadapanku ini? Bidadari kah? Dewi dari negeri khayalankah? Atau memang seorang manusia? Kenapa aku seperti ketakutan?”

Darah dalam tubuhku seolah tidak mau mengalir, lututku dan bebrapa bagian lain dari tubuhku jadi gemetaran. Apa karena melihat wajah Maisharo yang sesungguhnya ini.


“Ohhh...Tuhan kuatkan hati dan jiwaku.”

Karena keterpanaanku sampai aku gagap disapa olehnya.

“Bapak....Aaa ..aaa kuuu...Aaa ... aannu“

“Iiiii ..... yaaaaa...kenapa Mai?”

“Kenapa Bapak jadi bengong dan gugup seperti itu? Bapak melihat apa?” tanya Maisharo.

“Aaa ...anu...Bapak tidak percaya...apakah di hadapan Bapak ini adalah kamu Mai”

“Lah iya Pak...ini Mai, Maisharo...anak Bapak! Memang kenapa Pak?“ tanyanya lagi, “ada yang berbeda pada diri Mai?”

“Bapak tadinya memang tidak percaya kalau yang ada di hadapan Bapak adalah kamu, ternyata memang benar adalah Maisharo. Kamu sungguh cantik jelita sayang...beruntung Bapak mempunyai anak angkat sepertimu...kamu begitu rupawan sayang”

“Ahhh...Bapak bisa saja menggodaku” sahutnya.

“Betul sayang, kecantikanmu melebihi ibumu”

“Aaaah...bohong...Bapak bohong”

Bapak tidak pernah bohong sayang...kamu bagaikan bidadari”

“Uuuuuhhhh...rayunya selangit” katanya.

“La...memang kenyataan sayang” jawabku sambil kedua tanganku meraih pinggang rampingnya, “Mai sayang” rayuku

“Kenapa Bapak?” suaranya pelan terdengar.

“Gimana pembicaraan kita di kamar mandi tadi?”

“Yang manaaaa?” tanyanya manja.

“Tuh kan baru beberapa menit yang lalu sudah lupa” sambil ku elus pipi mulusnya lalu berbisik “Itu...waktu kita saling... ehem... ehem tadi” sahutku menggoda.

“Itu yang manaaaaa?” kembali bibirnya tersenyum manis menggoda.



Karena saat ini aku hanya mengenakan handuk tanpa memakai celana kolor, kontan saja dengan sekali tarik handukku lepas dan jatuh ke lantai. Memang penisku yang dari kamar mandi tadi sudah tegang mengeras, maka ketika handukku melorot jatuh, langsung mencuat bak tonggak kayu.

“Iiiihhhh...Bapak, pisang rajanya kelihatan.”

“Biarin saja...paling ingin mencari Ratu Kerang, hehehe” jawabku sambil ketawa.

“Mai“ bisikku

“Hmmmm” ..... jawabnya halus.

“Bapak seakan bermimpi melihat bidadari cantik, tak disangka dalam kondisi kamu seperti ini jauh lebih sempurna kecantikanmu.”

“Ah, Bapak bisa saja” Mai jadi malu dibuatnya.

Kubelai rambut dan pipinya, dia tampak memejamkan matanya sebentar. Seulas senyum kecil terkuak dari bibirnya yang manis. Aku kecup keningnya, ia memejamkan matanya. Wajahku dan wajahnya hanya terpaut lima senti, hembusan nafas yang keluar dari mulut Maisharo terasa sejuk, sehingga membuat birahi di dalam dadaku semakin bergejolak.

Aku berbisik “Mai”

“Hmmmm” sahutnya.

“Kita berbaring yuk” ajakku

“Hemmm” jawabnya sambil mengangguk.

Aku membimbing tubuh indahnya ke tempat tidur, kuatur letak bantal di bawah kepalanya. Kubaringkan dengan pelan tubuhnya dengan penuh kelembutan dan kasih sayang aku membelai tubuhnya. Sambil berbaring matanya selalu memandang wajahku. Senyum manis dari bibinya tidak pernah berhenti. Ciuman lembut aku daratkan di bibirnya. Sambutan lembutpun aku terima dari bibir mungilnya.



Maisharo berkata pelan “Bapak”

“Ada apa sayang?”

“Selama ini perhatian Bapak terhadap Mai sangat terasa sekali. Mai seperti dimanjakan sekali. Terus terang, perhatian yang tulus seperti ini belum penah Mai rasakan baik dari Abi (bapak kandung) Mai, maupun dari seorang pria lain. Hanya Bapak Soleh lah yang perhatiannya membuat Mai sangat bahagia. Cinta, kasih sayang, belai kasih, bahkan hal-hal pribadi yang mestinya hanya Mai yang mengetahui, Bapakpun memenuhinya tanpa Mai minta. Mai berkata jujur, Mai belum pernah dekat sama lakl-laki manapun. Dekat dalam arti kata sebagai seorang kekasih.”

Aku bertanya ”Jadi kamu punya keinginan mempunyai seorang kekasih?”

“Iya” sahutnya sambil mengangguk.

“Terus di negaramu?”

“Memang aturan di negara kami sangat kuat. Kebanyakan anak gadis dijodohkan oleh orang tuanya jadi pernikahan kami tidak melalui proses berpacaran karena dari hasil perjodohan. Dan kamipun tidak bisa membantah atau menolak karena patuh kepada orang tua. Kenal dengan seorang pemudapun cukup terbatas hanya di sekolah atau kegiatan apa. Makanya hal seperti ini, tidak pernah terjadi di negara kami, kalau sempat ketahuan bisa dihukum berat bahkan dibuang dari keluarga.” terangnya

“Jadi apa yang ada di dalam hati dan pikiranmu?” tanyaku lagi sambil mencium lembut bibirnya dan mengelus kulit tangannya yang banyak ditumbuhi oleh bulu halus.

“Sebagai seorang perempuan ada kalanya terlintas di hati Mai untuk berontak, pingin tahu keadaan dunia luar, terutama hal-hal yang tabu bagi diri Mai, kadang ada sesuatu yang bergejolak didalam tubuh ini, entah apa? Mai saja tidak tahu Pak”

“Ya” sahutku

“Sejak aku mengenal Pak Soleh, entah kenapa hati Mai selalu bahagia dan damai. Mai rasa seperti dilindungi, disayangi, dicintai. jujur Mai katakan....Mai sangat sayang pada Bapak. Mai rasa tentram bila didekat Bapak. Bila Bapak tidak ada, Mai seperti kehilangan.

“Mai...Bapakpun begitu sayang kepadamu, makanya malam ini Bapak akan bersamamu. Bapak ingin memberikan kebahagiaan dan kehangatan terhadapmu”



“Ohhh...Bapak“ ia merangkul tubuhku.

Akupun memeluknya lalu melumat bibirnya. Pertemuan bibir antara aku dan Maisharo sekarang lebih romantis dan mesra. Tanganku mulai berani meremas gunung kembarnya. Tiada lagi penolakan darinya, remasan terhadap buah dadanya secara pelan dan lembut membuat mulutnya melepaskan lumatanku. Desahan halus keluar dari mulut mungilnya.

“Ahhhhh... Bapaaaakkkkk....Oohhhh ....pelan... pelan ya Pakkkkkk ...uuuhhh!”

Tanganku bergerak ke punggung mencari pengait BHnya. Dengan sedikit sulit, namun akhirnya aku dapat juga melepaskan pengait BH itu dengan sekali congkel ‘tesss’ lepas. Tali BH itu aku turunkan dari kedua bahu dan lengannya hingga lepas semua dan aku letakkan di lantai kamar. Kini aku baru benar-benar mengagumi keindahan buah dada Maisharo. Walaupun masih berusia 15 tahun, buah dadanya lumayan besar juga tetapi tidak sebesar ibunya. Sekepalan telapak tanganku sudah cukup merasakan kelembutan dan kehalusan kulit buah dadanya. Benar-benar ciptaan yang tak ternilai, sungguh anugrah Maishro mempunyai bentuk tubuh yang indah. Ohh...alamakkkk, memang ranum sekali buah dada gadis ini kata hatiku. Besarnya kurang lebih seukuran mangkok bakso. Bentuknya menyerupai gunung merapi, lingkaran warna merah terang mengelilingi puncaknya, sedangkan puncak gunungnya sebesar jari telunjuk berwarna merah juga. Bulu-bulu halus turut menghiasi sekeliling lereng gunung berapi itu. Inilah anak gunung merapi yang belum aktif dan belum pernah disentuh oleh tangan manapun. Kini sentuhan tangan akulah yang pertama kali menyetuh gunung berapi ini. Karena sentuhan oleh lelaki yang sangat disayanginya, mau tidak mau desahan halus keluar juga dari mulutnya.

“Pakkk...ooohh ....Bapakkkkk .....Eeeeeehhhhhh!!”

Dengan penuh kelembutan wajahku mendekati puncak gunung berapi itu, semakin dekat mulutku mencapai puncaknya itu, mulutku terbuka dan...

“Oohhhhhh ....Auuuuuuu.... Paaaaakkkkk.... Pe....laaannn-pelaaann!” erangnya

Mulutku langsung menyedot puncak gunung merapi itu yang tak lain adalah puting susu Maisharo.



Ada rasa yang lain terasa di lidahku. Rasa agak asam sepet yang terasa di lidahku. Inilah menandakan bila seorang gadis, wanita yang masih perawan, dari bentuk buah dadanya saja serta rasa puting susunya menandakan ia masih perawan tulen. Ya wajar Maisharo menjerit halus karena puting buah dadanya telah diperawani oleh seorang lelaki lanjut usia. Lelaki itu adalah Pak Soleh yang usianya hampir mencapai 70 tahun, kendati sudah usia lanjut, namun bentuk tubuhnya masih kekar dan berotot. Kulitnyapun belum menampakan banyak keriputan, entah apa yang dimakan oleh pak Soleh ini, sehingga tubuhnya masih segar bugar. Silih berganti kedua puting susu itu aku sedot, telapak tangankupun tidak pernah berhenti meremas remas buah dadanya yang lain. Selanjutnya tanganku bergerak turun, gerakan turun sambil mengelus hingga mendarat di kedua bokong bulat kencangnya. Sambil mulutku mengemut kedua puting susunya, tanganku sudah meremas remas kedua bokong kencangnya. Rintihan manjanya tak henti-hentinya keluar dari mulutnya

” Ooohhh ....... Hmmmmmm ... Pakkkkk...enak!!”

Remasan lembut di bokong kencang Maisharo semakin gencar aku lakukan. Dengan sentuhan sentuhan lembut tak terasa jari-jari tanganku telah mengait karet celana dalamnya. Secara pelan dan pelan, sentuhan halus jari tanganku menerpa kulit pinggulnya, sehingga geliatan-geliatan kecil mewarnai gerakan tubuhnya. Sedikit demi sedikit namun pasti, celana dalam bewarna putih itu secara terus melorot turun dari tempatnya semula, kini celana itu telah melewati kedua bokong kencangnya. Walaupun tersangkut diantara pangkal paha dan bokongnnya karena tertindih oleh paha satunya lagi, tetapi tidak terlalu sulit untuk melepaskannya. Setelah lewat dari pangkal pahanya, celana dalam itu semakin terus melorot melewati kedua lututnya dan terus, terus mendekati kakinya dan akhirnya lepas juga dari kedua telapak kakinya. Kini Maisharo tidak mengenakan apa-apa lagi menutupi tubuhnya. Jari dan tanganku semakin lancar, mulai dari kaki indahnya terus bergerak naik dan naik, mendekati lututnya. Lalu mulai naik menelusuri kedua belah pahanya yang putih mulus dan tiba-tiba entah kenapa aku melepaskan kenyotan mulutku di kedua puting susunya, lalu duduk di sampingnya yang masih terbaring terlentang dengan tubuh polosnya.



Aku tertegun memandangi tubuh Maisharo seolah tidak percaya, bidadari ini sungguh mempesona. Seluruh persendian tubuhku seakan lemas, aliran darahku seakan tidak mau berjalan, tubuh gemetaran. Tangan dan kakiku, tidak mau digerakan, jantungku berdegup tidak teratur, nafasku menjadi sesak, suaraku seakan tidak mau keluar, jakunku turun naik menelan ludah, tubuhku menggigil seperti kedinginan.

“Duhhh Tuhan.... rasanya tidak sanggup aku melakukan ini” suara hatiku terus berkata

Tidak ada cacat dan goresanpun yang menempel di tubuhnya dari ujung rambut sampai ke ujung kaki. Melihat wajahnya, kedua gunung kembarnya, serta hitamnya hutan diapit oleh kedua belah pahanya serta bentuk sempuna tubuh mulusnya. Lama aku memandanginya. Rasa tidak tega menyelimuti pikiran dan jiwaku. Kemudian mata Maisharo perlahan-lahan terbuka dan dia menatap wajah dan mataku, mungkin hati dan jiwanya bertanya kenapa tidak ada gerakan lanjutan dariku. Maisharo berkata pelan dan halus.

“Bapak? ada apa? Kenapa berhenti? Apa yang Bapak pikirkan?”

“Entahkah sayang...Bapak bingung...Bapak tidak dapat berbuat apa”

“Kenapa? Bapak tidak suka sama Mai? Bapak tidak sayang sama Mai lagi?” tanyanya lagi, “Bapak” suaranya halus, “bukankan Bapak tadi sudah meminta...dan Bapak juga sudah memohon, Mai juga sudah menyetujui, tidak perlu Bapak merasa cemas dan takut. Mai sayang sama Bapak”

“Bapak” panggilnya lembut.

“Iiiiii ... ya Mai” sahutku bergetar

“Lakukanlah apa yang Bapak inginkan, Mai akan siap lahir dan bathin asalkan Bapak sayang sama Mai”

“Mai” sahutku bergetar.

Hmmmmm...angguknya dengan senyum manis menyatakan dia bersedia. Aku sudah mendapatkan angin dan persetujuan dari Maisharo, akhirnya melajutkan juga keinginanku. Pandangan mataku tertuju kepada rimbunan rumput ilalang hitam yang terapit oleh kedua belahan pahanya yang putih mulus bak batu pualam. Mataku melirik wajah jelita Maisharo. Dia terseyum sambil menganggukan kepalanya. Wajahku mendekati rimbunan ilalang hitam itu. Bau wangi tercium dari rumput-rumput hitam yang hampir mendekati pusarnya. Bentuk perut yang rata tidak berlemak, kencang tanpa lipatan dan kerutan. Jari tangan kiriku menyibakkan rimbunan rumput-rumput hitam itu, sedangkan tangan kananku merenggakan paha kirinya. Aku semakin gemetaran saja ketika melihat satu garis lurus yang membelah di antara kedua selangkangannya.

Warnanya merah, kiri kanannya tebal. Rasa penasaran semakin menjadi, ingin melihat bentuk dibalik garis lurus itu. Maka paha kanannya aku geserkan juga, sehingga garis lurus itu semakin jelas tepat di tengah tengah.



Inilah bukti bahwa seorang wanita yang masih perawan, tidak ada gelambiran di bibir vaginanya, terus bentuk daging kecil di atas garis lurus sebesar biji kacang tanah. Mulutku terus menciumi bulu-bulu hitam itu, lalu bibirku mengecup kiri kanan antara garis lurus. Kini suara halus keluar dari bibir Maisharo

“Hmmmmmm...Sssssssshhhh!”

Bibirku terus mencium dan mengecup daging kecil itu membuatnya merintih nikmat ketika daging kecil itu dikecup oleh bibirku. Sedangkan di bawah pusarku penisku yang tadi tegang dan sempat melemah akibat respon dari dalam jiwa yang merasa kuatir. Namun sekarang penisku kembali tegang dan menjadi keras bagaikan tonggak menancap di tanah. Lidahku turut beraksi, jilatan halus diselingi kecupan membuat bunyi ‘cup...cup’ Dengan kedua jariku aku mencoba membuka garis lurus itu, pelan pelan sekali dan

“Oohhh...Pakkkk!”

Betapa indah bentuknya ketika aku membuka belahan daging itu, tampak bagian dalamnya bewarna merah muda. Dalam belahan vagina Maisahro terdapat lubang kecil sebesar jari telunjuk. Lubang inilah yang aku cari-cari dan sebentar lagi akan menjadi sejarah bagi diriku menggarap ibu dan anak warga negara Kuwait. Sedangkan Maisharo sendiri akan melepas masa gadisnya manakala penisku telah bersarang di liang vaginanya. Lidahku mulai beraksi, jilatan lembut naik turun secara berulang-ulang di belahan vaginanya bernuansa rilex membuat Maisharo berdesah halus.

“Aaaaahhhh....Paaakkkkkkk....Ouuuuuuuwwww.....ssssshhh....jangan Pakkkkkk...jiiiiiiii jiiiiikk... koottttoorrrr Pakkkkk...jangan lakukan Pakkkkkkk!” Maisharo semakin menjerit karena daging kecil di atas belahan vaginanya aku jilati dan kuemut-emut. Tubuhnya melenting lenting ke atas, sedangkan kepalanya menggeleng ke kiri dan kanan menahan rasa geli entah merasa nikmat. Jiltanku semakin gencar, bibir dan lubang vagina Maisharo yang tadinya tidak ada rasa dan hanya bau wangi semerbak dari bulu-bulu kemaluannya serta bau aroma dari dalam belahan vaginannya, kini sudah berubah rasa. Rasanya sudah menjadi asin dan gemuk. Tadinya kering, kini sudah mulai merembes air.

Air itu secara perlahan keluar dari lubang kecil seukuran jari tanganku. Air itu berwarna putih susu tetapi licin berlendir.



Ternyata darah muda sang perawan telah terbakar, letupan-letupan birahinya sudah menyeruak merasuki dirinya. Genangan lendir semakin lancar keluar dari dalam lubang vagina dan membasahi seluruh permukaan bibir vaginannya. Konsentrasiku kini sudah terfokus ke belahan ini, sedangkan tegangnya penisku sudah tidak bisa ditahan lagi.

Kepalaku kuangkat dari selangkanan Maisharo. Aku kemudian duduk. Matanya pelan terbuka, dadanya turun naik dengan nafas yang memburu, pandangan matanya sayu. Aku duduk tepat di posisi kedua belah pahanya. Ia memandangiku dan terpana melihat penisku yang besar berdiri tegak.

Suara hatinya berkata ”Umi...Maafkan aku kalau aku salah. Bagaimanapun aku adalah manusia biasa. Ada rasa sayang, ada rasa cinta, ada rasa keinginan. Rasa keinginan itu tidak dapat kubendung. Di sisi lain aku takut bukan main, di sisi lain aku ingin tahu. Memang aku belum pernah merasakan cinta dari seorang laki-laki seusiaku, tetapi rasa cinta dan sayangku malah tumbuh terhadap Bapak Soleh, orang yang telah banyak membantuku dan Umi. Harapan hidupun bergantung kepada Pak Soleh, karena dialah aku dan Umi menjadi bertahan di negeri orang dan mendapatkan tempat tinggal yang layak. Aku tidak pernah tahu apa arti sayang bagi seorang laki-laki terhadap wanita sepertiku. Namun secara naluriku, aku telah melakukan kesalahan yang belum sepantasnya aku lakukan. Apalagi terhadap seorang lelaki yang bukan suamiku, karena memang aku belum bersuami. Membiarkan tubuhku dipeluk, dicium, dielus dan diraba. Daerah sensitif dan pribadiku kubiarkan di lihat dan dijamah. Hal seperti ini sebetulnya tidak boleh kulakukan. Akan tetapi desakan aneh dari dalam diriku membuatku tidak bisa menolak. Ada rasa damai, ada rasa nikmat ketika sentuhan lembut menerpa kulit tubuhku. Sebagai seorang wanita yang beragama adalah tabu bila tubuhku dilihat oleh lelaki. Apalagi kini aku juga melihat batang zakar seorang lelaki dewasa yang tak lain adalah zakar Bapak Soleh yang kini akan menjamah tubuhku yang juga akan menyegamai diriku. Seharusnya aku baru boleh melihat zakar lelaki bila telah bersuami, dah sah menurut aturannya, akan tetapi waktu kondisi berkehendak lain sehingga mau tidak mau aku telah melihatnya. Hatiku menjadi cemas, takut dan gelisah. Batang zakar itu besar sekali”



“Ya ampun...bagaimana ini? aku menjadi merinding dan ngeri dibuatnya.

zakar Pak Soleh berdiri tegang. Orang tua ini sungguh luar biasa, badannya tidak terlalu kurus dan juga tidak terlalu gemuk tapi mempunyai batang zakar sebesar itu. Ohhhh...Umi”

Aku melihat Pak Soleh, mendekatkan batang zakarnya kedaerah kemaluanku. Pelan tapi pasti batang zakar Pak Soleh mendekat dan mendekat hingga kepala zakarnya menyentuh belahan bibir vaginaku. (Zakar, adalah penis menurut kata orang Arab, karena suara hati Maisharo menyebut penis adalah zakar.) Akibat sentuhan kepala zakar Pak Soleh di belahan vaginaku, membuat darahku menjadi bergolak. Pak Soleh menguak belahan vaginaku dengan jari tangannya, sedangkan daerah belahan vaginaku telah lembab oleh air cintaku yang telah dulu keluar akibat jilatan Pak Soleh tadi. Tidak kusangka, Pak Soleh mau menjilati lubang vaginaku, padahal itu sangat kotor baik oleh air kencingku, maupun oleh darah kotor saat aku sudah selesai haid. Untuk bulan ini, aku memang belum datang bulan. Ya entahlah apa yang dirasakan oleh Pak Soleh ketika dia menjilati vaginaku, mungkin rasa enak atau gurih. Iiihhhhhh....aku geliiiiiii membayangkannya. Kepala zakar Pak Soleh menempel di belahan vaginaku, saraf-saraf vaginaku menjadi tegang. Kepala zakar Pak Soleh terus bergerak maju sehingga aku menjerit lirih.

“Aaaahhhhh...Pakkkkkk sakitttttt!!!”

Pak Soleh mulai mendorongkan pinggulnya. Dorongan pinggul Pak Soleh pertama itu membuatku meringis menahan sakit. Inilah yang membuatku takut selama ini, sakit yang teramat sangat sudah pastiku rasakan. Aku bersyukur Pak Soleh orangnya lembut dan romantis, dalam hal seperti ini dia dengan sabar memenuhi keingannya tanpa tergesa-gesa dan paksaan. Berhenti sebentar, kemudian dia mendorong lagi batang zakarnya. Kepala zakarnya terjepit di belahan vaginaku. Pak Soleh terus berusaha menerobos lubang vaginaku. Aku sepertinya mau berteriak ketika Pak Soleh mendorong kepala zakarnya. Namun aku tetap bertahan menahan teriakanku. Pinggul Pak Soleh maju dan mundur, dia berusaha menitih kepala zakarnya masuk kedalam lubang vaginaku. Otot vaginaku mulai berintegrasi dengan benda asing yang berusaha masuk. Sedikit demi sedikit lubang vaginaku membuka, namun belum cukup kepala zakar Pak Soleh masuk. Usaha maju mundurnya kepala zakar Pak Soleh terus bergerak, sehingga kepala zakar yang lumayan besarnya itu bisa juga membuat jalan bagi batang zakarnya agar masuk ke dalam liang vaginaku.

“Oohhhhh...Pakkkkkk, sakiittttt....Auuuuuuuuwwww!!” rintihku menahan sakit

Semakin lama kepala zakar Pak Soleh terus bergerak masuk, bukan main sakitnya. Aku rasanya main menjerit tidak tahan dibuatnya. Baru kepala zakar itu saja terjepit di antara lubang vaginaku, sakitnya minta ampun.



Kini suara hati Pak Soleh berkata juga,

“Ampun Mak...seret sekali!”

Sudah 15 menit aku berusaha menjebol gawang Maisharo, sejauh ini usahaku belum berhasil juga. Memang batang penis sangat besar, sedangkan lubang vagina Maisharo hanya sebesar jari telunjuk. Ohhhh...susah sesakali. Aku berupaya menarik, memajukan kepala penisku. Aku merasakan kepala penisku mulai bergerak masuk. Belahan lubang vaginanya sudah membuka, dan usaha memaju mundurkan pinggul dan penisku akhirnya berhasil juga. Kepala penisku telah hilang ditelan mulut vaginanya. Gua suci itu telah membuka, belahan bibir vagina Maisharo bagaikan kerang yang terbuka dengan dagingnya berwarna merah muda menjulur keluar. Lendir yang mulai membasahi lubang dan bagian bibir vaginanya turut melancarkan gerak maju batang penisku. Kepala penisku mulai kumajukan lagi, seret dan sempit dinding vaginanya membuat kepala penisku bagaikan diikat oleh karet gelang. Terasa mau putus akibat cengraman otot-otot vagina Maisharo. Usaha yang tidak kenal lelah akhirnya berhasil juga menerobos cengraman otot vagina Maisharo. Batang penisku sudah masuk ¼ dari batang penisku yang panjangnya 17 cm. Rintihan dan erangan dari mulut Maisahro keluar.

“Aahhhhhhhh...auuuuww...Baaaa..... pakkkkk...sakitttt tidak tahan Pakkkkkk!”

Dan ketika aku mendorong batang kepalaku, terdengar suara seperti kain robek ‘sreeett....sreettt’ dan seketika itu kepala penis semakin bebas masuk namun tetap seret dan sempit.



Suara hati Maisharo berkata ”Ooohhhhhh....ampun sakitnya.

Aku merasakan di dalam lubang vaginaku tedengar suara seperti kain sobek, apakah itu perawanku? Benarkah? Kalau benar....selamat jalan gadisku...terbanglah engkau ke udara, jelajahilah angkasa, tembus langit bersama angan-anganku. Bersama hatiku yang kini penuh angan-angan, kebahagiaan, entah kenikmatan. Berjalanlah bagaikan air yang mengalir menuju muara, dan berenang mengarungi laut lepas, bersama deburan ombak, bersama nyanyian burung-burung camar. Hari engkau tidak bersamaku lagi, 15 tahun kita selalu bersama , kemanapun kita selalu berdua. Kini suasana baru yang akan menjalani hari-hariku, suasana bahagia ataukah suasana duka yang akan selalu bersamaku, akupun tidak tahu. Tak terasa setelah melepas kepergian kegadisanku, butir-butir bening air mengalir melalui kelopak mataku. Ya, itulah air mataku...entah airmata penyesalan, atau air mata bahagia, yang pasti aku tidak menagis, aku hanya menahan sakit yang teramat sangat dari dalam vaginaku. Zakar Pak Soleh semakin terus masuk ke dalam lubang vaginaku, rasa sesak akibat sodokan batang zakar yang tak henti hentinya maju mundur.

Pedih perih, sakit berbaur menjadi satu.



Kembali suara hati Pak Soleh “Akhirnya aku berhasil juga menjebol gua suci Maisharo” Aku merasakan tadi seperti kain robek dan ternyata itulah keperawanannya. Batang penisku sudah masuk setengahnya, aku terus memaju mundurkan batang penisku. Sedikit demi sedikit batang penis semakin tertelan masuk oleh gua suci ini. Suasana malam semakin sunyi, Mashito tidak terusik oleh mimpi-mimpi indahnya yang tidur di dalam kamar sebelah. Sedangkan aku dan Maisharo berpacu mengejar kenikmatan. Aku terus menekan pinggulku. Memang susah juga menjebol keperawanan seorang wanita, sudah sekian lama baru masuk ¾ nya saja. Di bawah sana, Maisharo merintih-rintih menahan nyerinya disetubuhi pertama kali. Tinggal beberapa centi lagi batang penisku akan amblas seluruhnya ke dalam liang vaginanya. Dengan gerakan lembut namun bertenaga, aku menekan batang penisku kuat-kuat. Dan

“Ahhhhhhhh...Pakkkkkkkkkkkkkkkkkk...sakiiiiiiittttt!!”

Batang penisku amblas seluruhnya mulai dari kepala sampai ke pangkal penisku bagaikan dijepit dan diikat oleh karet. Cengraman dari otot-otot dalam vagina Maisharo semakin kuat, penisku terjepit dan sulit untuk digerakan. Aku memeluk tubuhnya, iapun balas memeluk tubuhku. Dengan penuh kasih sayang aku membelai rambut hitamnya, kucium keningnya. Lalu aku berkata...

“Sakit sayang?”

“Hemm” jawabnya.

Kulihat matanya berkaca-kaca, butiran-butiran air mengalir di pipi mulusnya.

“Kamu menangis Mai?”

Dia menggeleng ”tidak Pak”

“Kamu menyesal sayang?”

Dia menggeleng lagi.

“Terus kenapa kamu menangis?”

“Mai sangat bahagia sekali hari ini...bisa memberikan apa yang Mai punya serta yang Mai ada. Mai merasa menjadi wanita seutuhnya bisa membahagiakan Bapak, bisa menyenangkan Bapak.



“Betulkah sayang apa yang kamu katakan?“ tanyaku

“Betul Pak” sahutnya tersenyum manis.

“Mai...kamu sekarang sudah siap sayang?“ tanyaku

“Ya...Mai sudah siap Pak, Mai siap lahir dan bathin....lanjutkanlah Pak” suaranya lembut.

Sambil tersenyum dia membelai rambutku. Aku mulai menarik pinggul pelan-pelan dan mengayunkan pinggul secara intens. Gerakan turun naik yang rilek membuat sensasi kenikmatan memasuki jiwa ragaku. Jepitan dan cengkraman dari dalam dinding vagina Maisharo bagaikan sebuah tangan yang pintar mengurut otot yang tegang, sehingga menciptakan kenikmatan tiada tara.

Maisharo berdesis sambil memejamkan matanya.

“Ooohhh...Pakkkkk pelan-pelan ya Pakkkk...aaahhhhh”

Gerakan pantat besarnya membantu dengan gerakan ke kiri dan kanan bahkan diangkat naik.

“Pakkkk... ooohhh.... Pak....tadi terasa sakit sekali, tapi kenapa sakit itu tidak terasa lagi?“ tanyanya sambil merintih,

“yang Mai rasakan sekarang seperti sayang?“ tanyaku.

“Entahlah pak...Mai tidak ngerti, tapi rasanya berbeda...ada rasa geliiiii...ada juga terasa gatal, tapi mungkin yang lebih terasa enak sekali Pakk....ooohhhhhh...Pak!”

Suara hati Maisharo berkata “Inilah hal yang belum pernah aku alami dan rasakan, sebagai wanita yang awam dalam hal-hal beginian. Perasaan takut dalam menghadapi seperti sekarang yang sedang aku alami, ternyata kecemasan dan ketakutan hanya sebentar saja, begitu juga dengan rasa sakit yang teramat sangat, ternyata berkurang bahkan ilang sama sekali dan malah berganti enak dan nikmat. Biarlah ini terjadi dalam hidupku, biarkanlah waktu berjalan siang dan malam, mungkin ini akan menjadi kebahagiaan diriku. Ataupun sebagai pengalaman pertamaku bagiku. Ahhh...Maisharo, Bapak Soleh adalah bagian dari hidupmu, kau harus mencintainya menyayanginya” aku tersenyum meresapi suara hatiku.

Tapi baru selesai suara hatiku berkata ”Ohhhh tuhan....apa yang terjadi dengan diriku? Mengapa...mengapa tubuhku tiba-tiba menjadi tegang? Otot-ototku terasa mengencang, sendi-sendiku seolah mau lepas...Ohhh Umi, apa yang akan terjadi pada diriku? Tapi kenapa dari dalam liang vaginaku berdenyut-denyut, otot vaginaku mengencang, persendian kaki dan paha seakan lemas.



“Ahhhh....Bapakkkkk, apa yang terjadi dalam diriku ini? Bapak...tolonggg aku Pakkkkkk!! Ahhhhhhhh!!” ada sesuatu yang keluar dari dalam liang vaginaku...seperti air, apakah aku kencing? Tapi kenapa air beda, dan otot dalam vaginaku berkedut-kedut tidak berhenti? Ohhhh....kenapa juga air ini terasa lain, rasanya enak dan nikmat sekali, apa artinya ini. Apakah ini bagian dari kebahagian dalam senggama? Oohhh...aku seakan melayang-layang...akhirnya aku juga tidak dapat mempungkiri diriku sendiri, aku juga akhirnya meresapi sensasi baruku. Sensasi pertama yang sangat nikmat ....ooooohhhhh. Sedangkan di atas tubuhku Pak Soleh terus menggoyangkan pinggulnya. Batang zakar yang menurutku lumayan besar untuk ukuran liang vaginaku, dengan lincahnya keluar masuk di dalam liang vaginaku. Aku yang masih lelah dan lemas, tak dapat berbuat banyak, mataku terpejam menghayati dan menikmati setiap gerakan keluar masuk batang zakar Pak Soleh. Aku tidak menyangka dengan pandanganku terhadap Pak Soleh. Kukira orang tua ini hanya sekedar mengumbar hawa bernafsu saja, juga hanya untuk menyalurkan hasrat lelakinya. Aku yang belum mengerti sama sekali perihal persegamaan antara laki-laki dan perempuan, secara naluri saja beranggapan Bapakk Soleh akan sebentar menyalurkan hasratnya. Akan tetapi kenyataan sangat lain dari yang kuperkirakan, sampai saat ini dia masih terus berada di atasku sambil mengayunkan batang zakarnya ke dalam liang vaginaku. Aku tersenyum dan kagum di dalam hati. Sungguh tangguh dan kuat juga kamu ya Pak! Mai bahagia sekali“ kata suara hatiku.



Suara hati Pak Soleh berkata “Hemmm...ternyata darah muda gadis ini bergejolak juga, sedikit banyak dia telah merespon dan menikmati persetubuhan kami. Dari gerakan tubuhnya, desahan dan rintihannya bahkan gerakan pinggulnya yang turut membantu jalannya persetubuhan kami telah melecut birahinya. Dan barusan aku rasakan tadi ia telah mencapai orgamenya yang pertama bagi seorang gadis perawan. Air maninya terasa banyak dari bibir vaginanya ada yang merembes keluar dan setiap gerakan penisku keluar masuk, kepala penisku belepotan penuh dengan air maninya yang kuduga sangat kental dan banyak. Yang lebih membuatkan tercekat adalah di antara cairan kental dan putih itu ada cairan bewarna merah segar bahkan ada yang keluar dari selah selah bibir vaginanya. Akupun merasa iba melihat warna itu, namun karena nafsu dan keinginan yang kuat serta melihat kemulusan tubuhnya, ditunjang dengan bentuk buah dada yang montok kencang, pinggul yang bulat besar serta rimbunnya bulu-bulu kemaluannya belum lagi godaan gua suci yang menantang, akhirnya nafsulah yang mengalahkan semuanya. Goyangan pinggulku semakin kencang aku lakukan, desahan Maisahro kembali terdengar.

“Hhmmmmmm...pelannnn-pelannnnn Bapaaaakkkkk...Ahhhhhhh...ennnnakkk!!”

Aku semakin bersemangat dan tubuhku terasa menegang, kepala penisku seolah mau tertarik, tulang-tulangku terasa mau lepas, otot-ototku mengecang. Ini bertanda aku akan mencapai klimaks, namun aku belum mau menuntaskannya. Aku berhenti dan mengentikan goyangan pinggulku, lalu secara perlahan-lahan aku mencabut seluruh batang penisku. Walaupun lubang vagina Maisharo sudah longgar, akan tetapi masih cukup seret juga ketika batang penisku kutarik. Maisharo mengeluh kecewa ketika batang penisku keluar dari dalam lubang vaginanya.

“Bapak....kenapa dikeluarkan? Kenapa tidak diteruskan saja Pak?“ keluhnya.

Nada lembut suaranya, menandakan rasa kecewa sekali. Disertai dia bangkit duduk dari baringnya. Wajah jelitanya masih tetap bercahaya dengan kondisi rambut yang acak-acakan tetap mempesona dari aura tubuhnya.



Aku mengatur tumpukan bantal dan bantal guling sehingga membentuk agak tinggi untuk menyandarkan punggungku. Lalu berbaring sambil tersenyum memandang Maisharo yang masih tampak kecewa sekali. Dia mendekati wajahku sambil berbisik

”Bapak...kenapa dihentikan dan tidak diteruskan?”

“Mai“ sahutku.

“Iya...kenapa Pak?” jawabnya lembut.

“Sini kamu naik ke atas tubuh Bapak!“

“Kenapa?“ sahutnya.

“Duduki paha Bapak sayang”

Maisharo merangkak naik ke tubuhku, lalu pantat bulat kencangnya langsung duduk di atas pahaku. Bulu-bulu lebat kemaluannya terasa menempel di kepala penisku.

“Mai” panggilku

“Iya Pak“ sahutnya.

“Pegang batang itunya Bapak“ perintahku

Tampak wajahnya memerah dan tegang.

“Iya“ sahutku, “peganglah sayang, tidak usah malu...kan kamu sudah merasakannya.”

Maisharo tersenyum lalu dia mengangguk. Dia sedikit grogi dan malu-malu memegang penisku. Lalu aku perintahkan

“Mai...punya Bapak itu, kamu masukan kedalam lubang vaginamu”

Dia tersenyum mengerti, lalu secara hati-hati mendekatkan kepala penisku dan diarahkannya kebelahan bibir vaginanya. Setelah kepala penisku terjepit di lubang vaginanya, Maisharo yang sudah mengerti, menurunkan pantat besarnya diiringi oleh desahan dari bibirnya sedangkan kedua matanya terpejam .

“Oohhhhh....Ssssssssssshhhh... Paakkkkkkkkk!”



“Mai” panggilku

“Hmmmmmm...Iayaaaaaa.... Paakkkkk”

“Naik turunkan pinggulmu lalu gerakan pinggulmu berputar-putar, nanti Bapak membantu menggerakan pinggulmu” perintahku

“Iya Pakkkk” bisiknya manja.

Maisharo menuruti perintahku, dia menaik nurunkan pinggulnya. Gerakan pelan namun teratur Maisharo menuruti perintahku, pinggul bulatnya naik turun. Aku memegang pinggang rampingnnya turut membantu menggerakan pinggul besarnya. Tak lupa benda bulat yang indah dengan puting merah muda tergantung di dadanya menjadi sasaran remasan tanganku. Maisharo semakin bersemangat, gerakan turun naik pinggulnya semakin kencang. Kepalanya mendongkak kebelakang dengan mata terpejam, sedangkan tubuhnya melenting kebelakang tanda dia menikmati gerakan pinggulnya sendiri menikmati batang penisku yang keluar masuk di dalam lubang vaginannya. Gerakannya semakin kencang, suaranyapun terdengar agak keras. Tak lama kemudian ia berteriak lirih.

“Eeeehehhhh....Pakkkk!” dan bersamaan dengan erangan Maisharo, persendian tubuhku menjadi ngilu, otot-oto pinggulku bertambang kencang, kepala seolah melayang-layang. Batang penisku seperti tertarik tarik dan....

“Ouuuuuuuuuwww...Maiiiiiiiiii!!“ erangku.

Air maniku pun muncrat ke dalam liang vaginanya

”Bapakkkkkkk... Mai kencing lagiiiiiii...eeehhhhhhhhh!” ia mengerang, air maninyapun muncrat untuk yang kedua kalinya.

Tanpa kami sadari, tubuh kami banjir oleh keringat. Kulihat Maisharo ngos-ngosan, kuraih tubuhnya, kupeluk dengan penuh kasih sayang. Dia jatuh dalam pelukan dengan penuh kedamaian, kebahagiaan dan kepuasan. Kupeluk dia dengan erat, diapun memelukku dengan erat. Batang penisku masih tetap kokoh menancap didalam lubang vaginanya.



Aku mencurahkan kasih sayangku kepada gadis ini, ku belai belai rambut hitamnya, kuelus punggungnya dan kuremas remas pinggul besar kencangnya. Hampir setengah jam kami masih berpelukan, sedangkan alat kelamin kami tetap menyatuh seperti tidak mau saling melepaskan. Tak lama Maisharo berbisik manja

“Pak“

“Ya” sahutku.

“Kamu puas sayang?” tanyaku

“Tau aaahh”

“Ayo puas tidak sayang?” tanyaku kembali

Dia mengangkat kepalanya, tangannya diletakan di atas dadaku lalu bibirnya mengembang, senyum manis terkembang dari bibirnya ditambah lekuk lesung pipitnya lalu ia berkata

”Ya, Mai puas Pak. Terus terang Mai tadi sempat kecewa sama Bapak”

“Kenapa?“ tanyaku.

“Habis lagi menghayati Bapak malah maen lepas saja, kan kecewa Mai jadinya.”

“Terus sekarang gimana?”, balasku menggoda.

“Hemmmmm...ya puaslah begitu” sahutnya malu-malu.

“Pak“ panggilnya, “jujur Mai akui, Mai baru pertama kali berbuat seperti ini dan Mai masih agak gugup dan takut, tapi berkat bimbingan dari Bapak, Mai jadi percaya diri. Mai jadi mengerti dan tahu hal-hal yang semestinya baru Mai lakukan ketika Mai bersuami, tapiiiiii...”

“Tapi apa?” tanyaku

“Tapi karena Bapak, Mai rela berbuat seperti ini.”

“Kamu menyesal Mai?”

“Tidak Pak, Mai tidak menyesal. Pak...Bapak bisa tahan lama tadi“

“Yah memang seperti itulah keadaannya” jawabku.

“Mai kagum sama Bapak, walaupun sudah tidak muda tapi tenaganya kuat dan lama” pujinya sambil bibirnya tersenyum menggoda.

“Tapi kamu suka kan?” balasku yang dijawab dengan anggukannya

“Iihhhhh...punya Bapak nakal ya, tidak tidur-tidur” sahutnya.



Maisharo mengangkat pinggulnya pelan-pelan, matanya terpejam meresapi keluarnya penisku dari dalam lubang vaginanya. Secara pelan dan pelan akhirnya penisku terlepas dari liang vaginanya.

“Aduuuhhhh“ keluh Maisharo meringis.

“Kenapa sayang?” tanyaku.

“Sakit dan nyeri Pak”

“Oohh ...sini sayang baring dekat Bapak” ajakku.

Maisharo merangkak dan berbaring di dekatku. Kulihat ceceran darah di sekitar bibir vaginanya dan sekitar pahanya. Maisharo melihat ceceran darah perawannya di sekitar pahanya. Tapi hal itu tidak menjadi penyesalan bagi dirinya karena diapun telah merasakan kenikmatan yang diterima dari diriku yang tua ini. Ia berbaring di sebelahku sambil memeluk tubuhku, satu pahanya mengapit perutku. Aku memeluk tubuhnya dengan penuh kasih sayang, Maisharo tertidur dalam pelukanku dengan hati yang damai penuh dengan sejuta nikmat sejuta kepuasan. Hari terus merangkak malam, entah jam berapa yang pasti suasana terasa sunyi senyap.Akupun tertidur sambil mendekap tubuh Maisharo. Sekitar subuh kami terbangun berbarengan dan Maisharo terlihat meringis-ringis menahan nyeri di sekitar selangkangannya. Maklum saja dia habis menjalani bulan madu bersamaku, aku membelai tubuh dan rambutnya. Ciuman dan remasan di tubuh Maisharo membangkitkan kembali gairah dara muda dia, begitu juga dengan diriku penisku telah menegang. Dan subuh itu kami melakukannya dengan penuh gairah, tiada lagi rasa sesal tiada lagi rasa canggung, yang ada hanyalan desahan lembut dan rintihan manja dari mulut Maisharo. Kamipun mengalami orgasme sampai tiga kali, kepuasanpun tidak dapat kami sembunyikan. Selesai orgasme, kami beristirahat selama lima belas menit, kemudian kami berdua keluar dari kamar dan menuju kamar mandi dalam kondisi telanjang bulat, namun sebelumnya kami mengintip kamar sebelah, dan ternyata Mashito masih tertidur lelap tanpa terganggu. Kami mandi berdua saling gosok dan saling sabuni, aku membantu membersihkan tubuh Maisharo dari ceceran darah perawannya serta air surga yang menempel disekitar vagina dan pahanya. Begitu juga Maisharo membantu membersihkan, bekas air maniku dan dia yang menempel disekitar batang penisku.

Dia membersihkannya dengan penuh kelembutan, seolah barang berharga yang harus dijaga dan dirawat dengan baik. Setelah selesai mandi kami berpakaian rapih lalu duduk-duduk sambil menunggu pagi hari. Tidak terlalu lama, satu jam lebih kami ngobrol suasana pagi yang cerah datang menyambut kehidupan baru, pengalaman baru dan kegiatan yang baru.



Tunggu Kisah Selanjutnya 

Pengalaman Tinggal di Negeri Orang 5

Kisah Romantis - Pak Soleh Bersama Helena



By: Kelana Jam



© Karya Kelana Jam