Karena merasa banyak ketidakcocokan, sebelum genap 2 tahun usia perkawinan Ryan dan Yenni, mereka telah mengakhiri perkawinannya dengan bercerai. Berbagai upaya yang dilakukan kedua orang tua mereka agar perceraian itu batal sia-sia. Mereka tetap kukuh dengan keputusannya.
Walaupun mereka telah lama saling kenal dan berpacaran sejak kuliah dulu, Ryan dan Yenni adalah pasangan muda yang sama-sama masih labil dan mudah terbawa emosi. Ryan sendiri adalah seorang pegawai negeri di sebuah instansi pemerintah daerah yang memiliki karir dan masa depan yang cerah. Begitu pula Yenni yang bekerja sebagai karyawati di sebuah bank BUMN di kota itu.
Orang tua Ryan adalah pengusaha yang sukses, begitu juga Yenni, ayahnya seorang pejabat teras di lingkungan pemerintahan daerah itu. Mereka terbiasa hidup sebagaimana lingkungan kelasnya yang kelas menengah atas, yang serba ada dan bisa dalam hal material maupun moril.
Setelah melalui proses yang cukup alot, maka Ryanpun menjatuhkan talak tiga kepada Yenni. Ada rasa sesal jauh di lubuk hati mereka, namun jalan itu harus ditempuh karena sama sama tidak ada yang mau kalah. Padahal sesungguhnya awal penyebabnya hanya sepele, Ryan ingin memiliki anak, sementara Yenni merasa belum siap dan menundanya.
Dulu, saat berpacaran, mereka adalah sejoli yang membuat iri rekan sejawatnya. Ryan yang masih berusia 26 tahun adalah pria yang ganteng dan Yenni yang 24 tahun terkenal sebagai kembang kampusnya karena kecantikannya. Ryan harus berjuang keras menyisihkan para pesaingnya untuk bisa merebut hati Yenni.
Setelah resmi bercerai Yenni kembali kerumah orang tuanya dan Ryanpun balik kerumah ortunya. Yennipun telah berubah status menjadi janda kembang tanpa anak. Predikat itu membuatnya nyaman dan tidak nyaman. Sering ia digoda atau di rayu rekan oleh para pria di kantornya. Mereka, baik yang masih bujangan maupun yang telah bekeluarga ingin sekali bisa mengajak Yenni untuk kencan.
Setidaknya Yenni harus berbesar hati saat ia menyadari bahwa ia masih muda dan cantik yang ditunjang postur tubuh serta wajah yang mudah mengundang para laki-laki untuk mendekatinya.
Secara rutin Yenni rajin ikut perawatan kecantikan dan senam kebugaran tubuh, sehingga ia selalu nampak sehat sekaligus amat sensual berkat kecantikannya tersebut di atas.
Secara rutin Yenni rajin ikut perawatan kecantikan dan senam kebugaran tubuh, sehingga ia selalu nampak sehat sekaligus amat sensual berkat kecantikannya tersebut di atas.
Selama ini Yenni bisa menjaga diri dan tidak mempedulikan godaan rekan-rekan prianya. Dia tetap seorang perempuan yang bebas dan tidak terganggu oleh adanya berbagai gunjingan di lingkungan kerjanya.
Sebelas bulan setelah perceraian, secara tak sengaja Yenni bertemu Ryan di sebuah plaza di kotanya.
“Hai.. Yenn… “, Sapa Ryan.
“Hai.. Juga… “, jawab Yenni agak gugup…
“Lagi ngapain disini Yan?”, tanya Yenni menutupi kegugupannya.
“Ooo.. Sedang jalan-jalan aja”, jawab Ryan.
Lalu mereka bersalaman dan berbincang seperti teman lama. Pada sebuah cafe mereka singgah dan saling berbincang tentang keadaan masing-masing selama ini. Ada keharuan yang dalam yang mereka rasakan dalam pertemuan itu. Bagaimanapun mereka pernah hidup bersama sebagai suami istri dan sudah demikian lama pula mereka berpacaran sebelum menikah.
Semenjak pertemuan itu, Ryan dan Yenni selalu berkomunikasi lewat telpon dan kadang-kadang mereka buat janji untuk ketemu. Dalam suatu pertemuannya, Ryan mengusulkan kepada Yenni untuk rujuk kembali sebab ia telah lelah dengan keadaannya saat ini dan Yennipun sama dengannya.
“Tapi.. Kita kan sudah talak tiga Yan?”, kata Yenni saat itu… “Apa mungkin kita bisa rujuk?”, timpal Yenni.
“Bisa aja Yenn.. Tapi jalannya berat dan panjang.. “, jawab Ryan.
“Menurut ketentuan kamu harus menikah dulu dengan orang lain untuk menghapus talak tiga itu. Kemudian kamu kembali bercerai. Sesudah itu barulah kita bisa rujuk kembali”.
“Wah berat juga… Tapi aku coba minta pendapat orang tuaku dulu ya Yan”, kata Yenni.
“Oke… Baiklah”, jawab Ryan sambil menggenggam mesra tangan Yenni.
Setelah dirundingkan dengan ayah dan ibunya orang tua Yenni merestui maksud anaknya itu. Namun ia harus mencari seseorang yang mau untuk menikahi putrinya untuk sementara. Bagi mereka soal biaya tidak masalah. Atas masukan dari sopir pribadi ayah Yenni, maka dipilihlah seorang lelaki separo baya yang juga merupakan tetangga sopirnya itu, namanya Pak Daud. Seorang duda yang ditinggal mati istrinya sejak 7 tahun yang lalu. Umurnya 40 tahun, sepantaran paman Yenni. Pekerjaannya adalah seorang buruh panggul di terminal kota. Orangnya dikenal jujur dan setia.
Dia menerima tawaran keluarga Yenni untuk menjadi suami anaknya selama 3 hari dengan janji selama itu dia tidak akan menggauli Yenni walaupun statusnya sah selaku suaminya. Orang tua Yenni sama sekali tidak khawatir pada orang setua Pak Daud ini. Keluarga Yenni yakin bahwa Pak Daud akan mematuhi kesepakatan dan tidak akan menjamah putrinya. Untuk itu ayah Yenni memberikan imbalan uang yang cukup besar. Tiga puluh juta rupiah untuk Pak Daud, artinya untuk hidup 5 tahun ke depan Pak Daud tak perlu lagi jadi kuli panggul di terminal kota.
Sesuai kesepakatan dari orang tua Yenni dan Pak Daud maka, dilaksanakanlah akad nikah itu di rumah orang tua Yenni. Sebelum akad nikah terlaksana, Pak Daud lebih dulu diperkenalkan dengan Yenni dan mereka bersalaman. Itulah pertama kalinya Pak Daud melihat Yenny calon pengantinnya yang sangat cantik. Pak Daud merasakan betapa halusnya tangan Yenni. Ia juga melihat wajah Yenni yang sangat cantik bak bidadari. Calon pengantinnya ini seperti bumi dan langit, secara lahir batin sama sekali tidak sebanding dengannya. Pak Daud jadi amat mengagumi sosok Yenni dan tak lepas-lepasnya matanya memandanginya. Dia tak pernah membayangkan bahwa dalam hidupnya yang sehari-harinya sebagai kuli panggul yang penuh derita dunia akan pernah menikahi seorang dewi macam Yenni yang sekarang telah berada di depan haribaannya serta siap untuk dinikahinya.
Sementara itu Yenny juga memperhatikan kehadiran Pak Daud calon ’suaminya’ itu. Dalam hatinya dia mentertawakan dirinya, kenapa dia mesti mengalami lelucon hidup macam ini. Pada awalnya Yenni membayangkan berpikir bahwa Pak Daud akan tampil seperti sosok seorang ayah yang hendak menolong dan melindunginya. Namun kini dia menyaksikan sosok seorang lelaki dalam arti sesungguhnya. Pak Daud dengan usianya yang 40 tahun belum nampak sebagaimana lelaki tua dan jompo.
Dari balik kemeja dan jas yang pinjaman dari ayahnya, Yenni bisa merasakan bahwa Pak Daud masih memiliki tubuh yang sehat dan bugar. Latar belakangnya yang kuli panggul itu membuatnya nampak gagah; tinggi, tegap, padat, dan kekar. Wajahnya hitam dan berkilat sangat menggambarkan kehidupannya yang penuh kasar dan keras. Dan kelelakian Pak Daud kali ini sangat nampak pada matanya yang sejak dia mulai berhadapan dengannya tak pernah lepas-lepasnya memperhatikan dia. Yenni merasa sangat risih dengan pandangan Pak Daud ini. Dia seperti sedang dikuliti hingga telanjang olehnya.
Matanya yang nampak kemerahan itu semacam menyimpan dendam. Ah… Yaa… Macam dendamnya syahwat birahi. Sepertinya dia hendak menelan bulat-bulat tubuhnya. Yenni agak menyesal dengan pilihan dandanannya. Semula dia ingin nampak cantik di depan para tamunya. Tetapi rupanya jadi boomerang, dandanannya yang membuat dirinya nampak sangat cantik dan sensual ini telah membuat Pak Daud terpesona. Sekarang Yenni merasa ngeri. Dia membayangkan seandainya Pak Daud mengingkari kesepakatannya dan dia tak mau menceraikannya. Lelaki yang kuli panggul hitam, keras dan kasar ini akan berpesta dengan melahapi bagian-bagian tubuhnya yang indah dan serba halus lembut ini. Darah Yenni bergidik membayangkan hal itu.
Kembali ke Pak Daud, apa yang kini dihadapinya ini sangat menggetarkan jiwanya. Sebagai seorang lelaki yang sehat dan normal, apa yang dia saksikan saat ini telah menyentuh kemudian menggoncangkan hasrat ke-lelakian-nya. Setiap kali matanya memandangi Yenni, darahnya berdesir. Jantungnya berdegup kencang dan bibirnya sepertinya hendak bicara, mengatup dan membuka pelan. Yaaa… Dia memang sedang berbicara.
Dia berbicara kepada hatinya sendiri, “Aku harus tidur dengan istriku ini. Aku berhak untuk tidur dengannya sebelum menceraikannya”, begitulah Pak Daud telah mengukirkan ketetapannya dalam hatinya.
Sesudah semua persiapan telah lengkap dan Penghulu dari KUA hadir, ijab kabul di laksanakan secara sederhana di rumah itu dengan dihadiri oleh kedua orang tua Yenni dan 2 orang saudaranya sebagai saksi-saksi. Dengan lancar Pak Daud mengucapkan ijab kabul itu, lalu sebagaimana yang seharusnya dan secara rutin dilakukannya sebagai bagian dari tugasnya, Pak Penghulu memberikan nasehat kepada mempelai. Dia membacakan apa yang tertulis pada buku nikah tentang Hak dan Kewajiban Pak Daud dan Yenni sebagai suami istri. Pak Daud harus menafkahi Yenni selaku istrinya secara lahir ataupun batin. Dan Yenni harus menunjukkan kesetiaan serta memberikan pelayanan kepada Pak Daud selaku suaminya.
Dan akhirnya resmilah Yenni sebagai istri Pak Daud meskipun untuk sementara. Setidak-tidaknya Pak Daud bersama Yenni akan sepenuhnya berstatus suami istri selama 3 hari sebelum Pak Daud menceraikannya.
Sepanjang upacara ritual itu pikiran Pak Daud tak lepas-lepasnya dari kecantikan Yenni ‘istrinya’. Dia sempat meraba selangkangannya. Bayangan nikmatnya meniduri Yenni membuat kemaluannya menyesak dan terasa sakit dalam celananya. Tangannya sempat meraba selangkangannya untuk membetulkan arah Kontolnya agar mengurangi rasa sesak dan sakitnya.
Setelah acara makan bersama dan Pak Penghulu serta tamu-tamu yang hadir pulang, maka yang tinggal diruangan makan itu hanyalah Pak Daud dan Yenni. Orang tua Yenni kekamarnya untuk berganti pakaian. Daud memandang Yenni yang duduk berhadapan di meja makan saat itu. Dia tengah berpikir bagaimana cara menyampaikan hasratnya kepada Yenni. Dia menyadari bahwa itu artinya dia membuat masalah. Dia akan mengingkari kesepakatan yang telah dibuatnya, yaitu, tidak akan menggauli Yenni. Namun dia juga melihat adanya peluang sebagaimana sumpah yang telah diucapkan di depan Penghulu tadi, bahwa dia harus menafkahi Yenni selaku istrinya secara lahir ataupun batin. Dia adalah suami yang memiliki Kewajiban dan Hak.
Mata Daud tak juga lepas dari perhatiannya kepada Yenni yang kini telah resmi sebagai ‘istrinya’ itu. Hatinya terus bicara, alangkah mulus dan cantiknya Yenni ‘istriku’ ini. Dia sudah bulatkan tekadnya. Dia akan merasakan kehangatan tubuh Yenni, karena saat itu Yenni syah sebagai istrinya. Dia akan menggaulinya sebagaimana seorang suami pada istrinya. Dia akan melahapi bagian-bagian sensual tubuh Yenni. Dia akan melumati bibirnya. Dia akan menjilati lehernya. Dia akan mengecupi dan membuat cupang-cupang pada dadanya, payudaranya, pentil-pentilnya, tulang rusuknya, pinggulnya, perutnya, selangkangannya, pahanya, betisnya… Uuuccchh… Pokoknya tak akan ada yang terlewat dari pagutan, ciuman maupun jilatannya.
Dia akan sepenuhnya menikmati tubuh Yenni hingga datang saatnya dia menceraikannya nanti. Dia punya waktu 3 hari. Selama itu dia tak akan pergi keluar dari kamarnya. Dia akan terus mengeloni Yenni yang sangat cantik ini. Bahkan mungkin dia bersama Yenni tak sempat untuk menutupi tubuhnya dengan busananya. Dia akan terus telanjang dan selalu siap untu melakukan hubungan sebagaimana suami istri adanya. Dia akan minta para pelayan orang kaya ini untuk menyiapkan kebutuhan makan dan minumnya di kamarnya. Hasrat syahwat birahi macam itulah yang membulatkan tekad dan memperkuat nyali Pak Daud untuk bertindak sebagai lelaki yang telah menjadi suami Yenni.
Lalu ia berkata, “Zus Yenni… Zus dengar kata-kata penghulu tadi khan? Bahwa suami berhak atas tubuh istrinya untuk menggaulinya… ?!”, kata Pak Daud pelan tetapi jelas dan tajam seperti pisau silet.
Yenni memandang heran dan tidak percaya mendengar omongan Pak Daud barusan. Perasaan aneh bercampur kaget bercampur lagi dengan ngeri yang kemudian disusul dengan darahnya yang bergidik dan tubuhnya menggigil gemetar mendengar suara yang keluar dari mulut Pak Daud tadi.
Terpikir oleh Yenni, mungkin sesudah menyaksikan kecantikan dirinya yang mempesona Pak Daud langsung bertekad untuk ingkar dari kesepakatan yang telah dibuatnya bersama keluarganya. Pak Daud tidak mematuhi salah satu klausul-nya yang berbunyi, ‘tidak akan menggauli Yenni, istrinya’.
Yenni menjadi panik. Dia mengerti arah pembicaraan Pak Daud, tetapi dia tetap berharap agar Pak Daud tidak mengingkari apa yang telah dia sepakati. Dengan marah dan ketus Yenni berkali-kali mengingatkan janjinya itu. Tetapi Pak Daud berkilah bahwa janji pada keluarga Yenni tidak seberat sumpahnya di depan Penghulu tadi. Jadi, bagi Pak Daud sepertinya ‘Maju Kena Mundur Kena’, kalau dia menggauli istrinya dia ingkar janji pada keluarga Yenni, tetapi kalau di tidak menggauli istrinya dia melanggar sumpahnya di depan Penghulu. Pak Daud merasa lebih takut pada sumpahnya di depan Penghulu.
Yenni kehilangan akal. Dia tak bisa membantah apa yang disampaikan Pak Daud. Usahanya untuk membujuk Pak Daud agar mematuhi janjinya sia-sia. Pak Daud tetap bersiteguh untuk ‘memberikan nafkah batin’ kepada Yenni, sekaligus mengingatkan kepadanya bahwa merupakan kewajiban seorang istri untuk melayani suaminya. Pak Daud juga mengingatkan dan mengancam, bahwa jika kehendaknya dihalang-halangi maka seumur-umur dia tidak akan menceraikan Yenni dan dia berjanji bahwa keluarga Yenni akan mendapat malu yang besar.
Dalam kepanikannya Yenni mendatangi orang tuanya dan mengadukan maksud Pak Daud yang tidak sesuai dengan kesepakatan itu. Ayah Yenni menemui Pak Daud dan dengan sangat berang dan jengkel. Dia minta Pak Daud untuk tidak macam-macam atau batal imbalan Rp. 30 jutanya.
Tapi Daud bersikeras akan haknya saat itu. Pak Daud yakin ‘kartu As’-nya berada di tangannya.
Merasa bahwa posisi keluarganya lemah secara hukum atas apa yang memang menjadi hak Pak Daud, dengan segala duka, marah, jengkel, kesal dan putus asa yang tercampur aduk ayah dan ibu Yenni pergi meninggalkan Yenni dan Pak Daud di rumahnya. Ayah Yenni lebih takut kalau Pak Daud berbuat lebih jauh hingga menyentuh citra keluarga di mata masyarakat umum.
Masih dengan pakaian kebaya pengantinnya Yenni menangis histeris dan berlari menaiki tangga lantai atas menuju ke kamarnya. Hatinya sungguh sakit, kecewa, kecut, dongkol dan kesal. Yenni tak tahu lagi pada siapa dia harus mengadu. Dia merasa sendirian hidup di dunia ini. Kenapa tiba-tiba beban ini mesti dipikul sendiri? Dia menangisi nasibnya yang terlunta-lunta.
Dia menggigil ketakutan pada apa yang kemungkinan akan terjadi. Fisiknya tidak akan mampu melawan fisik Pak Daud. Dan apapun yang terjadi kini ‘kartu As’nya sepenuhnya ada di tangan Pak Daud. Dia menjadi orang yang kalah. Seluruh keluarga Yenni yang selama ini sangat terhormat bagi masyarakat kota ini kini telah kalah sama Pak Daud yang hanya kuli panggul terminal itu. Duuhhh… Kenapa bisa jadi begini…? Bahkan pada saat-saat seperti ini tak seorangpun yang mampu menolongnya. Tidak juga Ryan yang semestinya dia terjun untuk menjadi ‘penolong’nya.
Dalam keadaan panik dan putus asa dia rebahkan tubuhnya ke sofa di kamarnya. Dia merasa sangat terpukul. Sungguh pukulan yang telak telah menimpa sanubarinya. Dia merasa sangat lelah. Tekanan-tekanan kesepiannya selama ini membuat Yenni mudah lelah dan lumpuh.
Yenni menarik nafas panjangnya untuk mengurangi kepengapan dalam dirinya. Sebelum ini dia pernah mengalami tekanan dalam hidupnya walaupun tidak seberat sekarang. Dengan bernafas panjang dia merasakan darahnya mendingin. Dia bisa lebih relaks.
Satu-satunya cercah harapan sekarang hanyalah bersikap ‘pasrah’. Yenni ingin selekasnya bisa melewati situasi dan perasaan yang demikian berat menindihnya. Que serra serra. Terjadilah apa yang harus terjadi. Bagaimanapun Pak Daud khan manusia juga.
Ahh… Tiba-tiba Yenni sepertinya melihat jalan keluar. Dalam keadaan tak satupun orang yang menolongnya dia dituntun oleh sebuah cahaya. Dia yakini kebenaran cahaya itu. Dan cahaya itu justru datang dari arah Pak Daud. Hatinya juga ikut berharap, mudah-mudahan Pak Daud tidak kasar dan menyakiti dirinya. Itulah kunci utama cahaya itu.
Aneh, ya… Pak Daud yang pada awalnya menjadi penyebab krisis kini berbalik menjadi harapan bagi Yenni. Ataukah dia sudah menyerah? Dan yang lebih menyakitkan lagi, apakah dia bisa melawannya? Atau apakah ada manfaatnya untuk melawan Pak Daud? Atau, apa sih keberatannya kalau mengikuti saja apa maunya Pak Daud? Bukankah dia juga lelaki yang normal? Ataukah karena dia hanya kuli panggul? Edan!
Secepat itukah Yenni harus mengambil keputusan akhir? Yaaa…, kapan lagi? Bukankah memang waktunya juga terlampau sempit untuk menimbang-nimbang hal yang runyam ini? Yenni harus mengambil sikap dan keputusan secara cepat. Dia merasa tidak perlu meminta pendapat pihak lain. Toh mereka semuanya telah meninggalkannya. Aahhh… Kenapa mesti begini…??
Melihat Yenni menangis sambil berlari ke kamarnya Pak Daud sepertinya mendapatkan dorongan dan panggilan. Dia percaya larinya Yenni adalah untuk menunggunya di kamarnya. Dan sekaranglah saatnya dia harus melakukan kewajiban dan haknya. Dia berdiri dari duduknya dan dengan teguh dia melangkan kakinya menuju anak tangga dan menaikinya untuk menyusul Yenni di kamarnya.
Dia ketemu pintu kamar yang terbuka. Sepertinya Yenni memang tengah menunggunya. Nampak Yenni duduk menyandarkan kepalanya di sofa yang membelakanginya. Pelan-pelan tanpa menimbulkan suara di kakinya yang menginjak karpet mewah kamar Yenni, Pak Daud datang mendekati ‘istrinya’. Dia datang dari arah punggungnya. Tepat diatas kepala Yenni, sambil tangannya berpegang pada sandaran sofa, Pak Daud menundukkan kepalanya. Dia mencium ubun-ubun Yenni. Hidungnya segera diterpa aroma wangi rambutnya yang seumur-umur belum pernah menciumnya.
Ah… Ternyata ‘istrinya’ itu tidak nampak kaget atas ciumannya. Yenni sama sekali tidak bergerak. Dia tidak menolak kehadiran dan sentuhan Pak Daud. Adakah dia telah menerima kehadirannya sebagai suaminya? Adakah dia telah memahami hak dan kewajibannya? Adakah dia telah siap untuk melayaninya sebagai istrinya?
“Zus Yenni, kamu jangan takut dan sedih. Aku suamimu akan sepenuhnya hadir demi kebahagiaanmu. Katakan sejujurnya apabila aku salah. Ucapkan kesangsianmu kalau kamu ragu. Lemparkan umpatanmu kalau kamu pandang aku tak pantas berada disisimu. Ayolah, zus Yenni, hadapilah kenyataan hidup ini dengan kecantikan hatimu. Dekatilah kenyataan itu dan terimalah kehadiranku. Mari kita melakukan sesuatu yang Hak dan yang Wajib”.
Sepintas dalam sikapnya yang memang telah pasrah Yenni sempat heran, koq ada kuli panggul bisa ngomong macam itu? Macam filosof campur sastrawan saja. Ah, memang aneh hidup ini.
Tapi secara jujur Yenni akhirnya membuka sedikit pintunya untuk Pak Daud. Timbul rasa iba pada Pak Daud. Sebagai sesama manusia yang mengaku beradab, dia merasa telah berkonspirasi untuk melecehkan martabatnya yang hanya kuli panggul itu. Dengan sesenggukan dan linangan air matanya dia bersuara pelan, agak serak karena tangisnya,
“Sesungguhnya, Mas, yang aku tangisi dan kesali adalah nasibku sendiri. Dalam situasi yang sangat berat begini, ternyata tak ada seorangpun yang memberikan aku pencerahan. Aku harus mencari sendiri jawabannya”.
Mendengar dari mulut cantik Yenni memanggilnya dengan ‘Mas’, Pak Daud serasa disiram sejuknya mata air dari pegunungan. Dia merasakan betapa tak ada lagi yang menyesakkan hatinya. Kini dia lebih yakin akan tindakannya. Pak Daud bergerak ke depan sofa untuk duduk disamping Yenni. Dia meraih tangan ‘istrinya’ itu. Dia cium punggung tangan yang lembut itu. Nampak warna yang kontras kini ada di atas sofa itu. Yenny yang serba bersih dengan kulitnya yang putih dan halus lembut disamping Pak Daud yang hitam, serba keras dan kasar.
Namun itulah salah satu jenis ‘keindahan sejati’. Keindahan yang bukan lahir dari tangan-tangan manusia. Tetapi keindahan yang lahir dari perjalanan nasib dua anak manusia. Keindahan yang dipaterikan oleh Sang Maha yang tak pernah bisa ditebak maunya. Dia yang selalu memberikan kejutan bagi hamba manusia. Dia yang tak mungkin dihindari. Dia yang tak terlawankan. Dia yang serba mutlak.
Ciuman di punggung tangan Yenni yang juga disertai kecupan kemudian jilatan lidah oleh Pak Daud merembet seiring dengan rembetan syahwat birahinya. Bibir Pak Daud mulai mengulum jari-jari lentik Yenni. Amppuunn…
Perasaan Yenni merinding dan berdesir. Mungkinkah ini terjadi…, beberapa detik yang lalu aku disambar bencana dan kesedihan, tiba-tiba kini datang sebuah sensasi lain yang bertolak belakang terasa sedang merambati sanubariku, demikian angin lembut membisik di telinganya.
Sensasi itu berupa energi yang menggelitik dan membangunkan saraf-saraf libidonya. Sebuah rangkaian isyarat dari libidonya yang membangkitkan hasrat birahi. Kuluman dan jilatan bibir dan lidah Pak Daud langsung menerpa syahwatnya. Yenni merasa seakan dibanting dan kemudian dilemparkan ke orbit nikmat syahwat yang tak bisa diucapkan dalam kata.
Bibir tebal dan lidah kasar Pak Daud yang mengulum dan mejilati jari-jarinya membuat Yenni terbangkit dari lumpuhnya. Bibir dan lidah itu seperti alat kejut pacu jantung. Tubuh dan jiwa Yenni disentak-sentakkan untuk menerima sebuah nalar baru. Seakan bertekuk lutut pada apa yang tak mampu dia hindarkan, Yenni langsung berubah sikap dan cara pandang hidupnya. Yenni melihat cahaya yang beda dari cahaya sebelumnya.
Yenni kini adalah Yenni yang siap menerima Pak Daud sebagai suaminya yang harus dia layani sebagai layaknya seorang istri yang patuh pada kewajibannya. Yenni mendesah dan melenguh panjang. Dia telah tenggelam dalam hasrat seksual yang sangat tinggi. Sesudah tak terjamah oleh lelaki selama 11 bulan kini Yenni sangat matang untuk menerima kehadiran Pak Daud.
Dengan penuh intens Pak Daud merambatkan bibir dan lidahnya ke lengan-lengan Yenni. Dan pelan-pelan tetapi pasti tangan-tangan kekar Pak Daud menerobos ke kebaya dan memeluki punggung ‘istrinya’, sedikit meremasi belikatnya untuk kemudian dilepaskannya untuk meneruskan rabaannya menuju ke dada. Dia mendengarkan betapa Yenni merintih nikmat saat jari-jarinya menyentuh kemudian memilin kecil puting payudaranya.
Yenni yang juga pelan tetapi pasti telah hanyut dalam nikmat birahi tahu bahwa sudah saatnya dia mesti melepaskan busananya. Dia harus dan ingin membuka jalan untuk bibir dan lidah Pak Daud melata merambahi tubuhnya. Dia lepaskan bros berlian yang jadi kancing-kancing kebayanya itu. Dia lepaskan ikatan tali BHnya. Dia hidangkan susunya yang ranum untuk dikemot-kemot bibir tua Pak Daud. Selanjutnya Yenni hanyalah menunggu sambil merintih dan mendesah nikmat. Tangannya memeluk dan mengelusi kepala ’suaminya’. Yenni meremasi rambut Pak Daud sebagai ungkapan dan penyaluran gelisah birahinya.
Terlintas dalam pikiran Pak Daud untuk meninggalkan cupang-cupang pada seluruh tubuh putih Yenni. Ada semacam nafsu ’sok’ pada diri Pak Daud. Dia ingin pamer kehebatannya sebagai lelaki pada orang lain. Pada ‘istrinya’ dan keluarganya. Yaa… Maklumlah orang macam Pak Daud khan memang tidak memiliki sesuatu yang pantas dia banggakan kepada orang lain.
Jadi yaa… Dengan cupang-cupang itulah yang sedang dia lakukan kini. Dia telah cupangi leher Yenni dan kini dia cupangi pula buah dadanya, rusuknya, dan yang sejak upacara ijab kabul tadi telah menggelisahkan syahwatnya adalah ketiak Yenni. Lidahnya merambah lembah putih ketiak Yenni sambil hidungnya mengendusi aromanya. Bibirnya menyedot lama untuk merasakan asin keringat ‘istrinya’ sekaligus meninggalkan cupang. Dia lakukan itu pada kedua belah ketiaknya.
Bagaimana Yenni menerima hamparan nikmat yang dilayankan oleh Pak Daud. Bagaimana Yenni menjawab tulus telah tersalurnya syahwat yang terpendam 11 bulan. Bagaimana Yenni mengungkapkan ‘thanks’nya kepada Pak Daud atas sensasi-sensasi yang begitu melimpah dari kekerasan dan kekasaran fisiknya. Jawabannya adalah desah, lenguh serta rintihan syahwatnya.
Dengan desah, lenguh dan rintihan itu Yenni telah mendongkrak semangat Pak Daud menjadi berlipat kali. Dia semakin kiprah dengan jilatan dan kecupannya. Dan pada kelanjutannya Pak Daud membopong Yenni dan memindahkannya ke atas ranjang.
Yenni tak merasakan apa-apa lagi saat tubuhnya dibopong Pak Daud. Dia sedang larut dalam arus birahinya. Bagi Pak Daud yang kuli panggul itu membopong Yenni bukanlah hal yang berat. Otot-otot lengannya nampak mengeluarkan bisepnya saat tubuh Yenni dalam bopongannya.
Arus birahi Yenni menuntun spontan untuk memeluki bahu dan leher Pak Daud. Dengan posisi begitu Pak Daud dengan hati-hati meletakkan tubuh Yenni ke kasur empuk ranjangnya. Dan saat itulah Yenni yang semula memeluki leher kini dia menenggelamkan wajahnya ke leher itu dan menyentuhkan bibirnya. Pak Daud tahu Yenni dalam keadaan sangat haus. Dia merasakan nafas Yenni di lehernya. Juga saat bibir Yenni menyentuh pori-pori lehernya yang membuat Pak Daud kini ganti mengeluarkan desahannya.
Memang Yenni telah terayun dalam gelombang birahi. Ciuman yang meninggalkan cupang-cupang pada tubuhnya membuat Yenni terlempar tinggi dalam orbit syahwatnya. Yenni menjadi demikian haus dan kering tenggorokannya. Dia ingin ada sesuatu yang bisa membasahkan rongga mulutnya. Dengan sedikit menyentuhkan bibirnya ke leher Pak Daud dia bisa merangsang liurnya keluar dari kelenjarnya hingga kering mulutnya terhindari.
Namun saat dia mendengar desah Pak Daud akibat dari sentuhan bibirnya itu, birahinya yang memang telah bangkit langsung terdongkrak. Dia mulai merubah sentuhannya menjadi kecupan kemudian gigitan kecil. Tangannya bergerak menggapai dada Pak Daud kemudian meremasi otot-ototnya yang liat. Dia rogohkan tangannya masuk ke dalam kemeja pengantinnya yang belum dilepaskannya. Yenni menjawab desah Pak Daud dengan rintihan kehausan.
Pak Daud tanggap pada apa yang kini menyergap ‘istrinya’. Dia harus melakukan peranannya selaku ’suami’ dengan sebaik-baiknya. Dia tindih tubuh Yenni untuk kemudian mendekatkan wajahnya ke wajah Yenni. Bibir Pak Daud dengan rakusnya menerkam bibir Yenni. Lidahnya diruyakkan ke mulut Yenni untuk mendapatkan lidah Yenni pula. Gayung bersambut.
Yenni yang demikian kehausan langsung menerkam balik mulut Pak Daud. Dia tak lagi terpikir mengenai bau mulut kuli panggul terminal kota ini, meskipun Pak Daud memang tidak punya masalah dengan bau mulut. Yang dia rasakan kini adalah kenikmatan saling pagut dan lumat antara mulutnya dengan mulut Pak Daud. Lidah dan ludah ’suami istri’ itu saling bertukar. Mereka telah menyatu dalam ketunggalan arus syahwat birahi. Yenni bersama Pak Daud mulai mengarungi samudra nikmatnya pengantin baru. Desah dan lenguh saling bersahutan keluar dari mulut Yenni dan Pak Daud. Sebuah peristiwa Hak dan Kewajiban suami dan istri sedang berlangsung di kamar mewah keluarga orang tua Yenni. Jam dinding yang berdetak-detak tak lagi mengganggu keasyikan dua insan dalam mengarungi nikmatnya nafsu birahi.
Tangan-tangan lentik Yenni nampak tanpa ragu dan tak sabar melepasi kancing kemeja Pak Daud. Begitu terbuka sedikit dan dia melihati gempalnya otot-otot dada suaminya Yenni tak mampu menahan diri. Dia dekatkan bibirnya. Hidungnya mencium bau alami dari keringat tubuh kuli panggul yang kini adalah suaminya ini. Bau itu sangat menyentuh nuraninya. Yenni merasa jauh dari yang serba artifisial dan industri. Dia merasa jatuh ke pangkuan alam yang penuh jujur dan bening.
Yenni merasakan gairah birahi yang beda dengan yang pernah dikenalnya saat bersama Ryan suaminya dulu. Kontras latar belakang baik secara fisik maupun non fisik antara dirinya dengan diri ’suaminya’ membuahkan sensasi sendiri. Dia semakin merasa terangsang secara seksual dalam tindihan tubuh Pak Daud yang kokoh dan kasar itu. Gairah libidonya membakar semangat syahwatnya untuk melakukan apapun yang dia inginkan. Yenni tak lagi tersendat oleh harga diri, martabat, status sosial yang dia cangking dari kerabat besarnya. Yenni ingin jadi Yenni pribadi. Yenni ingin mengekspresikan kehendak syahwatnya secara jujur dan lugas.
Dia tak lagi menunda keinginan syahwatnya. Dengan penuh nafsunya dia mengemoti dada Pak Daud. Dia mencaplok susu Pak Daud. Dia gigit-gigit kecil putingnya. Dia juga pelukkan tangannya ke punggung ’suaminya’ dan mencakar-cakarkan kecil kuku-kukunya ke daging punggungnya yang liat.
Sungguh sebuah karunia dunia yang kini sedang melanda nikmat pada diri Pak Daud. Seorang perempuan secantik dewi tengah nyungsep di dadanya. Pentil susunya sedang dalam lumatan bibir-bibir mungil Yenni yang ‘istrinya’ ini. Kenikmatan tak bertara yang dia baru pertama rasakan seumur hidupnya. Kemaluannya langsung ngaceng membengkak dan menonjol dalam celananya. Dia kini lebih berani untuk menindihkan selangkangannya ke paha istrinya. Dia juga gesek-gesekkan tonjolan itu. Dia ingin tunjukkan betapa organ vitalnya telah demikian haus untuk menyentuhi tubuh Yenni.
Dalam posisinya yang tertindih, Yenni menerima isyarat syahwat Pak Daud. Dia tahu yang menggesek-gesek pada pahanya adalah Kontol kuli panggul yang kini ’suaminya’ itu. Dia merasakan ada hangat dari tonjolan celana Pak Daud. Dia kembali merasa bahwa akan mengalami sensasi yang lain. Dia akan menjamah dan dijamah Kontol lain dari lelaki lain yang sama sekali tidak dikenalnya sebelum ini. Macam apakah wujudnya? Semacamkah dengan milik Ryan yang bekas suaminya itu? Sebuah dorongan untuk menyibak keingintahuan mendesaki rongga hati Yenni. Dia meng’egos’kan pinggul dan pantatnya. Yenni menjawab isyarat syahwat Pak Daud dengan isyarat pula. Pinggul dan pantatnya menjemput desakan Kontol Pak Daud pada pahanya. Yenni juga mengeluarkan desahan dan rintih panjang. Yenni nampak amat haus dan menuntut untuk dipuaskan oleh Pak Daud.
Pak Daud menjawab tuntutan Yenni dengan nalurinya. Dia bangkit melepaskan emotan bibir Yenni pada puting-puting susunya. Dengan kobaran birahinya dia turun ke selangkangan ‘istrinya’. Tangannya merenggut pinggul untuk merangkul pahanya. Dia mulai dengan menciumi perut Yenni yang langsung merespon dengan menggelinjang dan berteriak dalam desahannya. Kegelian erotis yang luar biasa menyerang Yenni. Jilatan dan sedotan pada pori-pori perut yang sarat dengan saraf-saraf peka membuat Yenni kelojotan dan menggeliat-geliat.
Sementara itu tangan-tangan Pak Daud juga meremasi bongkahan pantatnya yang sungguh indah itu. Yenni benar-benar mendapatkan sensasi seksual yang luar biasa dari lelaki yang baru dikenalnya ini. Demikian birahinya yang mendesak-desaki saraf-saraf peka itu membuat Yenni tak lagi mampu mengontrol gejolak syahwatnya. Dia tak lagi menahan teriakannya. Dia meraung keras seakan hendak memecah kaca-kaca dan menggetarkan kain gorden kamarnya. Dia cabik-cabik bahu Pak Daud. Dia betot gumpalan otot kuli panggulnya. Kemudian dia sorong kepalanya. Yenni sudah sangat ingin Pak Daud merambahkan bibirnya ke vaginanya.
Pak Daud memang tersorong ke bawah tetapi belum ingin memenuhi tuntutan Yenni. Dia tidak atau belum menyentuh vagina ‘istrinya’ yang kini masih terbungkus celana dalam putih itu. Dia menenggelamkan mukanya ke selangkangan wanita cantik ini. Dia menciumi dan menjilati dengan penuh histeris kedua selangkangan sang dewi ‘istrinya’ itu. Pak Daud ingin menghirupi sebanyak aroma yang menebar dari lembah dan palung-palung selangkangan yang demikian bersih dan memancarkan pesona itu.
Jangan tanyakan lagi bagaimana gelinjang yang menerjang sanubari Yenni. Pantatnya dia angkat-angkatnya untuk menjemputi bibir Pak Daud dan tangannya meremas jengkel penuh geregetan syahwatnya. Dia jengkel kenapa Pak Daud tidak lekas nyungsep ke lubang kemaluannya. Tetapi dia juga menikmati betapa lidah-lidah dan bibir-bibir Pak Daud menjilati dan mengulum-kulum seluruh kawasan selangkangannya itu.
Sekali lagi Pak Daud belum ingin menyentuh vagina istrinya. Dari selangkangnya dia sedikit meng’egos’kan wajahnya untuk menyentuhi celana dalam Yenni untuk kemudian cepat menurunkan jilatan dan kecupan bibirnya ke kedua paha Yenni. Uuuhhh… Bagaimana Pak Daud tidak terpana. Paha Yenni ini benar-benar paha yang… Uuhh… Pak Daud tak mampu mengistilahkan. Dia tak kuasa menyebutkannya. Keindahan paha Yenni seakan tak tersentuhnya. Nyaris tak kuat memandanginya. Pak Daud hanya terus mengecupi dan menjilatinya. Sepanjang itu pula hidungnya terus menerus diterpa wangi tubuh ‘istrinya’.
Pak Daud menyadari bahwa tak mungkin membiarkan Yenni terlampau lama disiksa syahwat birahinya. Tak mungkin membiarkan Yenni menunggu dengan kejam permainan libidonya. Pak Daud menyadari bahwa Yenni telah sangat tak tertolongkan. Dia harus cepat dipenuhi tuntutan kehausannya.
Dilepaskannya kancing celana yang pinjaman dari bapak Yenni untuk acara ijab kabul ini. Dia tolak dan perosotkan celana pinjaman itu dan dilepaskannya ke lantai. Dia juga lepaskan sisa kemejanya. Kini Pak Daud menindih tubuh Yenni dengan sepenuhnya telanjang. Kemudian dia mengisyaratkan kepada ‘istrinya’ bahwa dirinya telah lepas busana. Dia naik kembali untuk menerkam susu-susu ranum Yenni. Bibirnya mengemoti puting-putingnya. Dan dia juga membiarkan Kontolnya yang telah demikian keras dan ngaceng lepas untuk menekan paha Yenni.
Yenni merasa Pak Daud mempermainkannya. Syahwat birahinya marah dan mengamuk. Dia betot otot-otot tubuh Pak Daud dengan cakarnya. Dia lampiaskan kemarahan birahinya yang panas membara. Dia teriak dan menangis histeris,
“Mas…, kamu kejam!! Kejam!! Ampuunnn…! Ayyoo.. Masss…! Cepat mas…, kamu telah menyiksa aku masss…!! “. Tangannya juga memukuli bahu ‘suami’nya yang bidang itu.
Ucapannya yang terakhir ini disertai dengan amuk tubuhnya. Dia bangkit bak singa betina lapar. Dia bangun dengan tangannya cepat mencari untuk menerkam kontol Pak Daud. Dan… Kena!
Tangan itu bisa meraih dan menangkap kemaluan Pak Daud. Tetapi seketika pula dia cepat lepaskan. Yenni sungguh terkaget dan terpana. Dia sama sekali tidak membayangkan akan apa yang sesaat tadi di raihnya. Dia sangat kaget hingga tubuhnya tersentak. Dia mendapatkan kontol yang sangat hewaniah. Kemaluan Pak Daud hampir tak tergenggam oleh telapaknya. Kontol itu hhaahh… Kenapa demikian ukurannya. Sangat besar, keras dan demikian panjangnya. Sangat tak sepadan dan begitu jauh dengan kontol milik Ryan mantan suaminya itu. Yenni berbalik dengan kengerian. Adakah dia harus melayani monster ini?
Tetapi lumatan bibir-bibir nikmat Pak Daud yang ’suaminya’ di puting-puting susunya memberikan jawaban pada syahwat Yenni. Lumatan bibir Pak Daud itu macam api pemicu. Lumatan itu juga disertai gigitan kecil yang sangat pedas. Pedasnya ini merambati saraf-saraf libidonya menuju kawasan yang paling peka di tubuhnya. Kemaluan Yenni tak lagi mau menunggu keraguan pemiliknya. Memek Yenni kini telah demikian membasah oleh cairan birahinya. Dia, kemaluan itu telah menantikan kemaluan gede Pak Daud memasuki gerbangnya.
Dan Yenni, yang sementara dalam keraguan berada di persimpangan, tanpa dia sadari sepenuhnya kini tangannya bergerak dengan sangat cepat.
Tangan-tangan Yeni merengkuh dan menarik lepas celana dalamnya sendiri. Dia angkat menjulang tungkai kakinya untuk melepas keluar potongan kecil kain putih celana dalamnya itu. Dan kini Yenni telanjang bulat… Dia tunjukkan keindahan kewanitaannya. Dia tampakkan rahasia kemaluannya yang diseputari rambut-rambut halus tipis yang sangat mempesona. Dia pamerkan betapa kelentitnya merebak lebar simetris macam sayap-sayap kupu dengan warna merah bak anggur yang matang siap panen. Duh… Sungguh indahnya kelentit itu…
Pengantin putri ini telah siap memberikan keindahan tubuhnya untuk melayani kebutuhan nafkah batin bagi pengantin prianya. Ketakutan Yenni telah sirna. Dia yakin ’suaminya’ akan membimbingnya dalam menapaki nikmat surga dunia. Dan itulah yang kini sedang dirintis Pak Daud.
Dia menguakkan paha istrinya dan membuka jalan bagi kemaluannya untuk mendekat ke gerbang vagina Yenni. Yenni menutup matanya. Dia ngeri menyaksikan monster itu. Dia hanya percayakan kepada Pak Daud dan menunggu serta merasakan apa yang terjadi.
Agak terkaget saat ujung Kontol Pak Daud menyentuh bibir kemaluannya. Tetapi kaget itu langsung sirna tergantikan rasa gatal sekaligus haus yang sangat. Dia tak sabar lagi untuk merasakan kemaluan Pak Daud menerjangi gerbang vaginanya. Pantatnya naik dan bibir kemaluannya menjemput.
Jerit sakit dan pedih erotis dari mulut Yenni terdengar memenuhi kamarnya. Pak Daud telah mulai menekankan batang kemaluannya ke gerbang kemaluan Yenni. Dia menekan tubuh atletisnya untuk mendorong dan menembus. Dan uucchh… Bagaimana Yenni akan tahan? Kemaluan itu sangat sesak menerobosi vagina Yenni yang demikian sempitnya. Sesudah 11 bulan tak pernah digauli adakah kemaluan ini menyempit? Rasa sakit dan pedih langsung menerpa Yenni. Sakitnya mengingatkan saat kehilangan selaput perawannya dulu. Adakah Pak Daud juga merasakan seakan hendak menyobek selaput perawannya juga yang untuk ke dua kalinya?
Basah birahi dari lubang vagina Yenni tidak banyak membantu. Yenni mengaduh-aduh dalam rintihan dan desahannya meninggalkan iba. Tetapi Pak Daud tak kenal menyerah.
Dia coba lagi dengan tambahan ludahnya untuk pelicin. Tetapi tak juga membuahkan kelancaran. Akhirnya Pak Daud merubah cara. Dia turun ke selangkangannya. Dia hadapkan wajahnya ke vagina Yenni. Dia dekatkan bibirnya. Pak Daud langsung melumatkan mulutnya ke vagina Yenni. Dengan penuh kelembutan dia melumati seperti melumati bibir Yenni. Dengan penuh perasaan dia mengulum sepasang kupu-kupu kelentitnya seperti mengulum lidah di bibir Yenni. Dengan penuh selera dia menghisap cairan-cairan birahi Yenni dan menelannya. Dengan penuh kecapan dia nikmati rasa asinnya.
Pak Daud berusaha menghilangkan ketegangan ataupun ketakutan ataupun keraguan pada diri Yenni. Dengan cara ini Pak Daud telah membuat lubang vagina Yenni menjadi lebih lemas dan relaks. Dan bagi Yenni sendiri akan membantu mengurangi ketegangan.
Bermenit-menit Pak Daud melakukan olahan pada vagina Yenni hingga dia yakin bahwa Yenni telah siap untuk menerima tusukkan kemaluannya. Dan Yenni… Dia sungguh merasakan kelembutan dan lumatan bibir Pak Daud di vaginanya.
Dia terbang ke awang nikmat dan terbuai dalam alun syahwat yang tenang tetapi sangat menghanyutkan. Dalam situasi begitu Yenni yang kembali menarik kepala Pak Daud ke atas untuk kembali menusukkan kemaluannya pada vaginanya. Tangan Yenni kini tak ragu untuk menggenggam dan meraih Kontol Pak Daud untuk dituntunnya ke arah lubang vaginanya.
Dan… Yenni merasakan betapa nikmatnya saat kepala Kontol Pak Daud mulai menguak gerbang vaginanya. Dia mengegoskan pantatnya untuk lebih mendesak dan melincirkannya. Kemudian… Blleezzz… Blezzz… Blezzz… Senti demi senti… Pelannn… Yenni merasakan batang gede penuh otot milik ’suaminya’ itu meretas masuk menembusi dinding peka vaginanya. Dorongan pelan-pelan Pak Daud pada Kontolnya untuk menembusi vaginanya sungguh menjadi sensasi nikmat yang tak terpana. Dia merasakan betapa setiap saraf pekanya berinteraksi dengan kehadiran batang kemaluan Pak Daud itu. Yenni hanya bisa mendesah sambil menutup matanya, merasakan mili demi mili dinding vaginanya mencengkeram menahan gesekan Kontol Pak Daud. Air matanya keluar. Dalam badai nikmatnya Yenni menangis sesenggukan…
Yenni tahu… Puncak nikmat ini harus dia tebus dengan seluruh hidupnya. Dengan membiarkan kenikmatan ini melandanya berarti Yenni harus rela melapas segala milik sebelumnya. Dia tak mungkin kembali kepada Ryan. Dan mungkin dia juga tak diterima ayah-ibunya lagi. Dengan menerima Pak Daud berarti dia berseberangan dengan keluarganya termasuk keluarga Ryan.
Tetapi memang, Yenni sekarang bukan Yenni beberapa jam yang lalu. Dia akan terbuka dan jujur pada siapapun demi kebahagiaan hidupnya. Yenni sekarang adalah Yenni yang sesungguhnya, Yenni yang sejati. Yenni yang akan mengarungi sepenuh hidupnya sejalan dengan keyakinan yang di anutnya. Yenni sekarang adalah ‘nyonya Daud’ yang kuli panggul terminal kota itu.
Tetapi Yenni merasa sangat mulia. Dia tak perlu khawatir dengan hidup. Siapa sih yang mengaturNya? Siapa sih yang mampu menolakNya? Siapa sih yang mampu menghindariNya?
Tiba-tiba dia merasakan begitu ribuan nikmat sedang merambati tubuhnya. Dari segala arah tubuhnya menggelinjang menerima rambatan nikmat itu. Dia rasakan ada semacam desakan yang menjebol saraf-saraf birahi dari dalam vaginanya. Sesuatu yang tak bisa dihindarinya. Dia tahu orgasmenya akan meledak. Dan kini perasaan nikmat yang tak terhingga membawanya terbang ke awang-awang. Terbang itu semakin tinggi dan semakin tinggi sejalan dengan pompaan Kontol Pak Daud ke dalam kemaluannya. Kini yang dirasakan adalah kelimbungan yang sangat tak terkira.
Dia gemetar hebat. Tangan-tangannya merasakan perlu memegang sesuatu. Jari-jarinya meraba-raba dan mendapatkan tepian seprei kasurnya. Dia langsung meremasinya. Dia seakan ingin mencabik-cabiknya. Dia kini mulai memasuki keadaan trance. Keringatnya nampak mengucur dari dahinya. Nikmat syahwat yang melandanya mengantar kesadaran Yenni melambung dalam orbit birahinya. Dia akan merobeki apapun yang dijamahnya. Daaann… Akhirnyaaa…
Yenni seakan tak mampu menerima kenyataan nikmat itu. Dia hentakan kepalanya ke depan dan ke belakang kemudian juga ke kanan dan ke kiri. Dia seperti bergeleng atau mengangguk dengan cepat hingga rambutnya terlempar ke sana-sini. Itulah saat orgasme Yenni saat turun melandanya. Dada Pak Daud merah karena luka cakaran Yenni. Tapi dia mampu mengabaikannya. Dia sungguh terpana dengan apa yang disaksikannya. Nafsu birahi Yenni seakan ludas tertumpahkan. Dia menyaksikan perempuan yang maksimal dan tanpa hambatan meraih orgasmenya. Dan karena itu pula nafsu syahwat Pak Daud terdongkrak. Dia juga mencapai orgasmenya. Ejakulasinya menyertai orgasme istrinya semenit kemudian.
Dari kemaluannya yang kencang dan menyemprot kuat telah ditumpakannya sperma yang berlimpah-limpah hingga menggenang membasahi sprei. Sperma kuli panggul terminal kota itu ternyata harum dan wangi bagi haribaan diri Yenni. Dalam keadaan menuntaskan orgasmenya Yenni meraup tumpahan sperma suaminya untuk dia lulurkan ke wajahnya, lehernya dan dadanya dengan sepenuh hasrat birahinya. Dia mengendusi aromanya. Yenni mendapatkan perasaan damai di sana.
Pak Daud kagum atas apa yang dilihatnya. Dia melihat kepasrahan Yenni sebagai istrinya telah total diberikan untuk memenuhi kepuasan nafkah batinnya. Dia merasakan ada getaran rasa cinta abadi merambat dalam hatinya. Mungkinkah…? Yeennn… Mungkinkah?? Mungkinkah…?? Ahhh…, segera Pak Daud menepis pikiran ngelanturnya.
Hari pertama sesudah ijab kabul itu mereka benar-benar tidak keluar kamar. Semua kebutuhan makan dan minum disediakan oleh para pelayannya tanpa mereka berani mempertanyakan apa yang dilakukan pengantin baru ini. Yenni sendiri selalu menampakkan wajah segar dan ayunya setiap memanggil pelayan untuk menyediakan kebutuhannya.
Yenni bersama Pak Daud memenuhi harinya dengan sepenuhnya memadu cinta berasyik masyuk. Mereka melakukan hubungan suami-istri di manapun. Dari ranjang turun ke karpet. Dari karpet pindah ke sofa. Dari sofa pindah lagi ke tepian bak mandi. Bahkan dengan duduk di atas kloset Pak Daud juga memangku Yenni yang begitu ketagihan dalam menikmati kemaluan gedenya dan melakukan gerakan naik-turun secara liar di pangkuannya.
Segala cara dan gaya mereka lakukan untuk memetik nikmat syahwat. Tak ada satu titikpun di tubuh Yenni yang tidak tersapu lidahnya. Dan Yenni sendiri menerima sensasi nikmat yang tak terucapkan saat Pak Daud menciumi pantatnya dan menjilati lubang duburnya. Bagi Yenni apa yang dilakukan Pak Daud itu menjadi pertanda betapa dia mau melakukan apapun demi cintanya pada Yenni.
Bagi Yenni sendiri, Pak Daud memang sosok lelaki yang spektakuler. Dia menyukai setiap detil dari suami barunya itu. Sikapnya yang dewasa, humoris dan bijaksana. Tubuhnya yang padat atletis, bibirnya yang tebal dan seksi. Teknik ciumannya yang maut, tak kalah dengan adegan-adegan intim di film-film romantis Barat. Desahan beratnya yang terdengar sangat merdu di telinga Yenni, dan staminanya yang dahsyat setiap kali mereka bercinta. Jarang sekali Yenni tidak orgasme setiap kali dia bercinta dengan Pak Daud. Beda jauh dengan Ryan, yang tidak seperkasa Pak Daud dalam hal hubungan seksual.
Dan terutama kontolnya yang besar, panjang, dan keras, yang selalu membuatnya tergila-gila.
Tak bisa dipungkiri adanya perkembangan yang sangat beda dari skenario awal. Dari pergumulan penuh hasrat dari pasangan pengantin baru ini, tumbuh pada diri Yenni maupun Pak Daud suatu getaran keabadian. Pada mereka belum saling membuka diri. Tetapi getaran itu tak bisa terpungkiri merambati hati sanubari mereka. Yenni masih menyimpannya dalam-dalam. Dan Pak Daud tergiring dalam sangkar pertanyaan yang tak mampu dijawabnya. Mungkinkah? Mungkinkah…??
Pada hari kedua, orang tua Yenni menelpon. Mereka bilang tak akan pulang kerumah itu sebelum si Daud gila itu pergi dari rumahnya. Yenni tak sempat menjawabnya karena sambungannya telah langsung ditutup. Yenni semakin merasa bahwa dia hidup dikelilingi budaya yang penuh ego. Mereka hanya berpikir dari sudutnya. Mereka seperti orang dagang yang hanya menghitung untung atau rugi.
Kepada pelayan di rumah dia pesan agar kepada semua penelpon yang ingin ketemu dia agar bilang sedang tidak mau diganggu.
Pada hari ke tiga datang 2 orang utusan orang tua Yenni. Utusan tersebut membawa check cash senilai Rp. 30 juta untuk Pak Daud, draft Surat Pernyataan Menceraikan Yenni ber-meterai yang harus ditanda tangani Pak Daud dan surat pengantar yang isinya agar Pak Daud menanda tangani Surat Pernyataan terlampir berikut ucapan terima kasih atas bantuannya dari orang tua Yenni. Juga disebutkan agar Pak Daud selekasnya berpisahan dengan Yenni dan meninggalkan rumahnya.
Yenni bersama Pak Daud dengan penuh senyum dan lapang dada menanggapi semua kiriman orang tua Yenni tersebut. Kemudian mereka minta waktu untuk menulis jawaban atas surat tersebut. Yenni memanggil pelayan agar membuatkan minuman bagi mereka. Kedua orang utusan orang tua Yenni menunggu di ruang tamu sementara Yenni bersama Pak Daud kembali ke kamarnya.
Begitu masuk kamr mereka kembali berpagutan. Yenni dan Pak Daud langsung mencebur ke samudra birahi untuk mengarungi nikmatnya syahwat. Keduanya saling melepasi busana lawannya sebelum rebah ke ranjang. Pak Daud menelusurkan bibir dan lidahnya ke kaki-kaki Yenni. Dia menjilati dan menggigiti jari-jari, tumit dan telapak cantiknya Yenni. Aroma sepatu Yenni pada telapaknya menambah rangsangan syahwat Pak Daud.
Lidah Pak Daud yang menyentuhi kaki-kakinya langsung membakar nafsu birahinya. Yenni menarik lengan Pak Daud untuk saling berpelukan. Kali ini Yenni mengambil inisiatip untuk menindih tubuh kekar Pak Daud. Sambil menggigiti dada yang penuh otot dan meremasi perut sixpack suaminya, tangannya meraih kemaluan Pak Daud yang telah siap tegak kaku. Dia arahkan kepalanya ke vaginanya. Dan pelan tetapi pasti… Blezzz… Kemaluan Yenni menelan seluruh batangan Kontol Pak Daud.
Yang terdengar kemudian desah dan rintih keduanya yang saling bersahutan. Mereka langsung mendayung nikmat untuk mencari pelabuhan orgasmenya. Sodokan kontol Pak Daud menusuki ke berbagai arah untuk menyentuhi titik peka di dinding vagina Yenni. Dan Yenni menggerakkan tubuhnya seperti tukang cuci yang sedang menggilas sambil menggeliat-geliatkan pinggul dan pantatnya untuk melumat-lumat nikmat batangan sesak dalam cengkeraman vaginanya yang sempit itu.
Mereka membiarkan para utusan di bawah untuk menunggunya hingga saat puncak itu datang 20 menit kemudian. Orgasme Yenni mendekati gerbangnya. Sperma Pak Daud siap untuk tumpah. Tangan Yenni kembali mengacak-acak seprei seakan hendak merobek-robeknya. Dan tak terbendung lagi… Puncak nikmat itu datang menerpa mereka berdua. Yang terdengar kemudian adalah mulut Yenni yang meracau…
“Tak kan kulepaskan kamu, Masss… Takkan kulepaskan… Jangan tinggalkan aku Maasss… “.
Itulah kalimat dan kata-kata jawaban Yenni bersama Pak Daud untuk orang tua Yenni. Kalimat dan kata-kata itu tertera pada draft surat yang harus ditanda tangani oleh Pak Daud. Di bawah tulisan itu ditorehkan nama Ny. Yenni Daud. Yenni menanda tangani draft tersebut tepat di atas meterai yang tersedia. Menyertai surat itu, dikembalikan pula check cash Rp. 30 juta untuk Pak Daud. Berdasarkan ketrampilan dan pengalaman yang dimiliknya mereka berdua yakin bisa hidup secara mandiri. Khususnya bagi Pak Daud cara itu dia tempuh paling baik untuk menghindarkan penilaian tidak sehat dari orang tua Yenni.
Demikianlah awal dari kehidupan langgeng suami istri Daud dan Yenni. Mereka tak membicarakan beda umur, beda status, beda tampilan, beda kekayaan. Mereka lebih memilih kejujuran yang bening. Mereka ingin menjadi bagian yang konkrit dari kebenaran semesta. Mereka mampu memilih jalan lurusnya sendiri. Mereka mampu melapaskan diri dari hukum-hukum konvensional yang membelenggu pribadi manusia. Mereka berhasil menjadi diri pribadi.
Sesudah 3 hari berargumentasi dan berdebat dengan lingkungan keluarganya dan keluarga Ryan, mereka ternyata tak bisa lepas dari kenyataan konvensional lingkungannya. Dan oleh karenanya dengan lapang dada pasangan Yenni dan Daud memilih pindah dan tinggal jauh dari kota aslinya. Dia kembali ke alam terbuka di kaki sebuah gunung.
Di kebun sayurnya yang luas ada mata air yang jernih, setiap pagi keduanya mencuci mukanya dari mata air itu. Dari situ mereka mendapatkan matanya selalu bening untuk melihati kenyatan hidup ini. Memang, akhirnya Daud dan Yenni tak banyak memerlukan apa-apa. Dia hanya akan meluruskan hidupnya, menjemput generasi penerusnya dan menempuh kesadaran hakikinya sebagai landasan kehidupannya.