Setelah lulus, aku bekerja di Jakarta. Entah suatu kebetulan atau bukan, saat bekerja di salah satu perusahaan swasta, aku bertemu kembali dengan Anna, yang bekerja di perusahaan rekanan perusahaan kami. Kami bertemu waktu ada penandatanganan kerjasama antara perusahaannya dengan perusahaan tempatku bekerja. Kami pun kembali akrab setelah tidak bertemu sepuluh tahun. Ia masih tetap cantik seperti dulu. Dari ceritanya, aku dapatkan informasi bahwa ia memperoleh master di bidang marketing. Selain itu, sama sepertiku, ia telah tiga tahun menikah, suaminya orang Jawa Timur, tetapi mereka belum dikaruniai anak; sedangkan aku ketika itu masih lajang. Usai kerja, kami suka pulang bareng, sebab rumahnya searah denganku. Kadang-kadang jika ia dijemput suaminya, aku ikut numpang mobil mereka.
Aku tak pernah terpikir kalau temanku Anna memiliki suatu rahasia yang suaminya sendiri pun tak pernah tahu. Suatu ketika, kuingat waktu itu hari kamis, aku ikut pulang di mobil mereka, kudengar Anna berkata pada suaminya,
''Pa, lusa aku ulang tahun yang ke-28, kan? Aku akan minta hadiah istimewa darimu. Boleh kan?''
Sambil menyetir, suaminya menjawab, ''Ok, hadiah apa rupanya yang kau minta, sayang?''
''Hmmm, akan kusebutkan nanti malam waktu kita...'' sambil tersenyum dan mengerlingkan mata penuh arti.
Suaminya bergumam, ''Beginilah istriku. Kalau ada maunya, harus dituruti. Kalau tidak kesampaian, bisa pecah perang Irak.'' Kemudian tak berapa lama, ia melanjutkan, ''Gimana Gus, waktu SMU dulu, apa gitu juga gayanya?''
Kujawab, ''Yah, begitulah dia. Waktu jadi aku ketua dan dia sekretaris OSIS, dia terus yang berkuasa, walaupun program kerja aku yang nyusun.''
''Idiiiih, jahat lu Gus, buka kartu!'' teriak Anna sambil mencubit lenganku pelan.
Suaminya dan aku tertawa. Sambil kuraba bekas cubitannya yang agak pedas, tetapi memiliki nuansa romantis, kubayangkan betapa bahagianya suaminya beristrikan Anna yang cantik, pintar dan pandai bergaul.
Aku kemudian turun di jalan depan kompleks perumahan mereka dan melanjutkan naik angkot ke arah rumahku yang letaknya tinggal 3 km lagi.
Aku sudah lupa akan percakapan di mobil mereka itu, ketika malam minggu, aku cuma duduk-duduk di rumah sambil menonton acara televisi yang tidak menarik, tiba-tiba kudengar dering telepon.
''Gus, kau ada acara? Anna dan aku sedang merayakan ulang tahunnya. Datanglah ke rumah kami. Dia sudah marah-marah, sebab baru tadi aku bilang mau undang kau makan bersama kami. Ok, jangan lama-lama ya?'' suara Dicky, suami Anna terdengar.
''Wah, kebetulan Mas, aku sedang bete nich di rumah. Aku datang sekitar 20 menit lagi ya?'' jawabku.
''Baiklah, kami tunggu'' katanya sambil meletakkan gagang telepon.
Aku bersiap-siap mengenakan baju hem yang agak pantas, kupikir tak enak juga hanya pakai kaos. Sepeda motor kukeluarkan dan segera menuju rumah Dicky dan Anna.
Setibanya di sana, kuketuk pintu. Anna membuka pintu. Kulihat gaunnya begitu indah membalut tubuhnya. Potongan gaunnya di bagian dada agak rendah, sehingga menampakkan belahan buah dadanya yang sejak SMU dulu kukagumi, sebab pernah kulihat keindahannya tanpa sengaja waktu ia berganti baju saat olah raga dulu.
Ana |
Kusalami dia sambil berkata, ''Selamat ulang tahun, ya An! Panjang umur, murah rejeki, cepat dapat momongan, rukun terus dalam rumah tangga''
Tanpa kuduga, tanganku disambut dengan hangatnya sambil diberikannya pipinya mencium pipiku. Yang lebih tak terduga, pinggiran bibirnya – entah disengaja atau tidak – menyentuh tepi bibirku juga.
''Trims ya Gus'' katanya.
Aku masuk dan mendapati Dicky sedang duduk di ruang tamu sambil menonton televisi. Dicky dan Anna mengajakku makan malam bersama. Cukup mewah makan malam tersebut, sebab kulihat makanan restoran yang dipesan mereka. Ditambah makanan penutup berupa puding dan beragam buah-buahan membuatku amat kenyang. Usai makan buah-buahan, Dicky ke ruang bar mini dekat kamar tidur mereka dan mengambil sebotol champagne.
''Wah, apa lagi nich?'' tanyaku dalam hati.
''Ayo Gus, kita bersulang demi Anna yang kita cintai'' kata suaminya sambil memberikan gelas kepadaku dan menuangkan minuman keras tersebut.
Kami bertiga minum sambil bercerita dan tertawa. Usai makan, kami berdua kembali ke ruang tamu, sedangkan Anna membereskan meja makan. Dicky dan aku asyik menonton acara televisi, ketika kulihat dengan ekor mataku, Anna mendatangi kami berdua.
''Mas, ganti acaranya dong, aku mau nonton film aja! Bosen acara TV gitu-gitu terus'' rajuknya kepada suaminya.
Dicky menuju bufet tempat kepingan audio video dan sambil berkata padaku, ia mengganti acara televisi dengan film, ''Nah, gitulah istriku tersayang, Gus. Kalau lagi ada maunya, jangan sampai tidak dituruti.''
Kami tertawa sambil duduk bertiga. Aku agak kaget waktu menyaksikan, ternyata film yang diputar Dicky adalah film dewasa alias blue film.
''Pernah nonton film begini, Gus? Jangan bohong, pria seperti kita jaman SMP saja sudah baca Playboy dulu, bukan?'' tanyanya.
''He.. he.. he.. nonton sich jangan ditanya lagi, Mas. Udah sering. Prakteknya yang belum'' tukasku sambil meringis.
Agak risih juga nonton bertiga Anna dan suaminya, sebab biasanya aku nonton sendirian atau bersama-sama teman pria.
''Anna kemarin minta kita nonton BF bertiga. Katanya demi persahabatan'' ujar suaminya.
''Ya Gus, bosen sich, cuma nonton berdua. Sekali-sekali variasi, boleh kan?'' kata Anna menyambung ucapan suaminya dan duduk semakin rapat ke suaminya.
Kami bertiga nonton adegan film. Mula-mula seorang perempuan bule main dengan pria negro. Lalu pria Asia dengan seorang perempuan Amerika Latin dan seorang perempuan bule.
''Wah, luar biasa'' batinku sambil melirik Anna yang mulai duduk gelisah.
Kulihat suami Anna sesekali mencium bibir Anna dan tangannya yang semula memeluk bahu Anna, mulai turun meraba-raba tepi buah dada Anna dari luar bajunya. Cerita ketiga semakin panas, sebab pemainnya adalah seorang perempuan bule yang cantik dan bertubuh indah dan dua orang pria, yang satu Amerika Latin dan yang satunya lagi bule. Si perempuan diciumi bibir lalu buah dadanya oleh si pria bule, sedang si pria Amerika Latin membuka perlahan-lahan rok dan celana dalam si perempuan sambil menciumi lutut dan pahanya. Kedua pria tersebut menelentangkan si perempuan di sofa, yang satu menciumi dan meremas buah dadanya, sedang yang lain menciumi celah-celah paha. Adegan itu dilakukan secara bergantian dan akhirnya si pria bule menempatkan penisnya ke klitoris si perempuan hingga si perempuan merintih-rintih. Rintihannya makin menjadi-jadi sewaktu penis tersebut mulai memasuki vaginanya. Di bagian atas, buah dadanya diremas dan diciumi serta disedot si pria Amerika Latin. Si perempuan kemudian memegang pinggang si pria Amerika Latin dan mencari penisnya untuk diciumi dan dimasukkan ke dalam mulutnya. Si pria memberikan penisnya sambil terus meremas buah dada si perempuan. Begitulah, penis yang satu masuk keluar vaginanya, sedang penis yang lain masuk keluar mulutnya.
Aku merasakan penisku menegang di balik celana dan sesekali kuperbaiki dudukku sebab agak malu juga pada Anna yang melirik ke arah risleting celanaku. Aku merasa horny, tetapi apa daya, aku hanya penonton, sedangkan Anna dan Dicky, entah apa yang akan mereka lakukan selanjutnya. Kukerling Dicky dan Anna yang sudah terpengaruh oleh film tersebut.
Tak lama kemudian kulihat gaun Anna semakin turun dan buah dadanya sudah semakin tampak. Benar-benar indah buah dadanya, apalagi saat kulihat yang sebelah kiri dengan putingnya yang hitam kecoklatan, sudah menyembul keluar akibat jamahan tangan suaminya. Desahan Anna bercampur dengan suara si perempuan bule di film yang kami saksikan. Mereka berdua tampak tidak peduli lagi dengan kehadiranku. Aku lama-lama segan juga, tetapi mau pamit kayaknya tidak etis. Kuluman bibir Dicky semakin turun ke leher Anna dan berlabuh di dada sebelah kiri. Bibirnya melumat puting sebelah kiri sambil tangan kanannya meremas-remas buah dada kanan Anna. Gaun Anna hampir terbuka lebar di bagian dada.
Tiba-tiba Anna bangkit berdiri dan menuju dapur. Ia kemudian keluar dan membawa nampan berisi tiga gelas red wine. Ia sodorkan kepada kami berdua dan kembali ke dapur mengembalikan nampan. Aku dan suaminya minum red wine ketika kurasakan dari arah belakangku Anna menunduk dan mencium bibirku tiba-tiba.
''Mmmmfff, ahhh, An, jangan!'' kataku sambil menolakkan wajahnya dengan memegang kedua pipinya.
Anna justru semakin merapatkan wajah dan tubuhnya dari arah atas tubuhku. Lidahnya masuk dengan lincahnya ke dalam mulutku sedangkan bibirnya menutup rapat bibirku, buah dadanya kurasakan menekan belakang kepalaku. Aku masih mencoba melawan dan merasa malu diperlakukan demikian di depan suaminya.
Rasa segan bercampur nafsu yang menggelora membuat wajahku semakin memanas, terlebih atas permainan bibir dan lidah Anna serta buah dada yang ditekankan semakin kuat.
Kudengar suara suaminya, “Tak usah malu, Gus. Nikmati saja. Ini bagian dari permintaan spesial Anna kemarin. Kali ini ia tidak minta kado yang lain, tapi kehadiranmu.''
Aku berhasil melepaskan diri dari serangan Anna dan sambil terengah-engah kukatakan, ''An, tolong... jangan perlakukan aku seperti tadi. Aku malu. Dicky, aku minta maaf, aku mau pulang saja.''
Aku bergegas menuju pintu. Tapi tiba-tiba Anna menyusulku sambil memeluk pinggangku dari belakang.
Sambil menangis ia berkata, ''Gus, maafkan aku. Aku tidak mau kau pulang sekarang. Ayolah, kembali bersama kami.''
Ia menarik tanganku duduk kembali. Aku terduduk sambil menatap lantai, tak berani melihat wajah mereka berdua. Di seberangku, Dicky dan Anna duduk berjejer.
Dicky berkata, ''Gus, tolonglah kami. Ini permintaan khusus Anna. Sebagai sahabat lamanya, kuharap kau tidak keberatan. Sekali lagi aku minta maaf. Kami sudah konsultasi dan berobat ke dokter agar Anna hamil. Ternyata bibitku tidak mampu membuahinya. Padahal kami saling mencintai, aku amat mencintainya, dia juga begitu terhadapku. Kami tidak mau cerai hanya oleh karena aku tidak bisa menghamilinya. Kami tidak mau mengangkat anak. Setelah kami bicara hati ke hati, kami sepakat meminta bantuanmu agar ia dapat hamil. Kami mau agar anak yang ada di dalam rumah tangga kami berasal dari rahimnya, walaupun bukan dari bibitku. Aku senang jika kau mau menolong kami.''
Aku tidak menjawab. Kucoba menatap mereka bergantian.
Kemudian Anna menambahkan kalimat suaminya, ''Aku tahu ini berat buatmu. Jika aku bisa hamil olehmu, anak itu akan menjadi anak kami. Kami minta kerelaanmu,Gus. Demi persahabatan kita. Please!'' katanya memohon dengan wajah mengiba dan kulihat air matanya menetes di pipinya.
''Tapi, bagaimana dengan perasaan suamimu, An? Kau tidak apa-apa Dick?'' tanyaku sambil menatap wajah mereka bergantian.
Keduanya menggelengkan kepala dan hampir serempak menjawab, ''Tidak apa-apa.''
''Aku pernah cerita pada suamiku, bahwa dulu kau pernah punya hati padaku, tapi kutolak karena tidak mau diganggu urusan cinta'' papar Anna lagi.
''Ya Gus, Anna sudah ceritakan persahabatan kalian dulu. Aku dengar darinya, kau bukan orang yang suka jajan dan sejak dulu kau tidak nakal terhadap perempuan. Kami yakin kau bersih, tidak punya penyakit kelamin. Makanya kami sepakat menentukan dirimu sebagai ayah dari anak kami'' tambah suaminya.
''Bagaimana Gus, kau setuju? Kau rela? Tolonglah kami ya!'' pintanya mengiba.
Aku tidak menjawab. Hatiku tergetar. Tak menduga ada permintaan gila semacam ini dari sepasang suami istri yang salah satunya adalah sahabatku dulu. Namun di hati kecilku timbul keinginan untuk menolong mereka, meskipun di sisi lain hatiku, merasakan getar-getar cinta lama yang pernah timbul terhadap Anna.
''Gus, kau mau kan?'' tanya Anna sambil berjalan ke arahku.
''Baiklah, asal kalian tidak menyesal dan jangan salahkan jika aku jadi benar-benar suka pada Anna nanti'' jawabku tanpa berani menatap muka mereka.
''Tak apa, Gus. Aku tak keberatan berbagi Anna denganmu. Aku tahu kau dulu tulus mencintai dia, pasti kau takkan menyakiti dia. Sama seperti aku, tak berniat menyakiti dirinya'' kata Dicky lagi.
Anna lalu duduk di lengan kursi yang kududuki sambil memegang daguku dan menengadahkan wajahku hingga wajah kami bersentuhan dan dengan lembut ia mencium kedua kelopak mataku, turun ke hidung, pipi dan akhirnya bibirku ia kecup lembut. Berbeda dengan ciumannya tadi, aku merasakan kenyamanan yang luar biasa, sehingga kubalas lembut ciumannya. Aku hanyut dalam ciuman yang memabukkan. Sekelebat kulihat Dicky mengamati kami sambil mengelus-elus risleting celananya.
Anna mengajakku duduk ke sofa panjang, tempat Dicky berada. Kini ia diapit olehku dan suaminya di sebelah kanannya. Kami berdua terus berciuman.
Adegan di video kulirik sekilas, suasana semakin panas sebab si perempuan bule sudah disetubuhi oleh dua pria sekaligus, yang satu berada di bawah tubuhnya dengan kontol menancap dalam toroknya, sedangkan kontol yang satu lagi memasuki duburnya. Kedua kontol tersebut masuk keluar secara berirama menambah keras rintihan dan jeritan nikmat si perempuan.
Kami bertiga terpengaruh oleh tayangan demikian, sambil melihat film tersebut, aku terus menciumi wajah, bibir dan leher Anna, sementara suaminya sudah membuka gaun Anna, turun hingga sebatas pinggulnya hingga terpampanglah kini kedua teteknya yang sintal.
Desahan Anna semakin liar ketika lidahku menggelitiki lehernya yang jenjang dan suaminya berganti memagut bibirnya. Bibir dan lidahku semakin turun menuju celah-celah teteknya. Tangan kiriku meremas tetek kanannya sambil bibirku melumat pentil tetek kirinya. Ia mengerang semakin kuat, ketika tangan kiriku turun ke pinggulnya dan mengelus-elus pinggul dan pinggangnya. Ciumanku semakin turun ke perutnya dan berhenti di pusarnya. Lama menciumi dan menggelitiki pusarnya, membuatnya makin menggeliat tak menentu.
Suaminya kulihat berdiri dan membuka seluruh pakaiannya. Dicky kini dalam keadaan bugil dan memberikan kontolnya untuk digelomoh Anna. Dengan bernafsu, Anna mencium kepala kontol suaminya, batangnya dan akhirnya memasuk-keluarkan kontol itu ke dalam mulutnya. Tangan kanannya memegang batang kontol suaminya sambil bibir dan lidahnya terus melakukan aksinya. Kulihat kontol suaminya agak panjang, lebih panjang dari punyaku, maklum suaminya lebih tinggi daripada aku, cocoklah Anna mendapat suami tinggi sebab tingginya 167 Cm, sama denganku.
Sambil terus memesrai kontol suaminya, Anna mengangkat sedikit pantat dan pinggulnya seakan-akan memberikan kesempatan buatku melepaskan gaunnya sama sekali. Secara alamiah, kedua tanganku bergerak menurunkan gaunnya hingga ke lantai, sehingga tubuh Anna hanya tinggal ditutupi selembar kain segitiga di bagian bawahnya. Tangan kiri Anna bergerak cepat melepaskan celana dalamnya. Kini ia benar-benar telanjang, sama seperti suaminya. Anna duduk kembali sambil menelan kontol suaminya, hingga pangkalnya. Ia sudah benar-benar dalam keadaan puncak birahi.
Aku mengambil posisi berlutut di celah-celah paha Anna. Kuamati sela-sela paha Anna. Toroknya dihiasi rambut-rambut jembut yang tipis, tapi teratur. Agaknya ia rajin merawat toroknya, sebab rambut-rambut kemaluan itu dicukur pada bagian labia, sehingga memperlihatkan belahan yang indah dengan itil yang tak kalah menariknya. Kuarahkan jari-jariku memegang itilnya.
''Auuwww, aaahhh, enak Gus... terusin dong...'' desisnya sambil menggeliatkan pinggulnya dengan indah.
Aku tidak menjawab, tetapi malah mendekatkan wajahku ke pahanya dan lidahku kujulurkan ke itilnya.
''Ooooohhhh, nikmatnyaaaaa...'' desahnya sambil mempercepat gerakan mulutnya terhadap kontol Dicky.
Kuciumi itilnya sambil sesekali melakuan gerakan menyedot. Itilnya sudah tegang sebesar biji kacang hijau. Indah sekali bentuknya, apalagi ketika kukuakkan labianya bagian atas itilnya. Kedua labianya kupegang dengan kedua tanganku dan kubuka lebar-lebar lalu dengan lembut kujulurkan lidahku menusuk ke dalam toroknya.
''Aaaaaahhhhhh... Gusssss... kau pintar banget!'' rintihannya semakin meninggi.
Aku melakukan gerakan mencium, menjilat, menusuk, menyedot secara bergantian, bahkan tak urung kuisap itil dan kedua labianya secara bergantian, hingga erangan dan rintihannya semakin keras. Cairan birahinya mengalir semakin banyak. Kusedot dan kumasukkan ke dalam mulutku. Gurih rasanya. Kedua tangannya kini memegang belakang kepalaku dan menekankannya kuat-kuat ke pahanya sambil menggeliat-geliat seksi. Semakin lama gerakannya semakin kuat dan dengan suatu hentakan dahsyat, ia menekan dalam-dalam toroknya ke wajahku. Agaknya ia sudah orgasme. Kurasakan aliran air menyembur dari dalam toroknya. Rupa-rupanya cairan kawinnya bercampur dengan air seninya. Anehnya, aku tidak merasa jijik, bahkan kuisap seluruhnya dengan buas. Ia menolakkan kepalaku, mungkin merasa jengah karena kuisap seluruh cairannya, tanpa mau menyisakan sedikit pun. Aku tidak mengikuti perlakuannya, tapi terus menekan wajahku menjilati seluruh cairannya yang menetes dan mengalir ke pahanya.
Aku masih bersimpuh di celah-celah paha Anna, ketika ia mendekatkan wajahnya mencium bibirku.
''Makasih ya Gus, kamu pintar banget bikin aku puas!'' katanya.
Kulihat Dicky terpengaruh atas orgasme istrinya, ia berdiri dan berkata, ''Ayo sayang, aku belum dapet nih!''
''Aaahh, aku masih capek, tapi ya dech. Aku di bawah ya'' sambutnya sambil menelentangkan tubuh di sofa panjang tersebut.
Suaminya mengambil posisi di sela-sela paha Anna dan menggesek-gesekkan kontolnya ke itil Anna. Anna kembali naik birahi atas perlakuan Dicky. Makin lama Dicky memasukkan kontolnya semakin dalam ke dalam torok Anna. Anna membalas dengan membuka lebar-lebar pahanya. Kedua kakinya dipentang dan dipegang oleh kedua tangan suaminya. Anna lalu mengisyaratkan aku mendekatinya. Aku jalan mendekati wajahnya. Ia lalu membuka celana panjangku hingga melorot ke lantai. Celana dalamku pun dibukainya dengan ganas dan kedua tangannya memegang kontolku. Sambil menyentuh kontolku, perlahan-lahan ia dekatkan wajahnya ke arah pahaku dan menjilat kepala kontolku.
''Ahhh, ssshhh, Ann... Nikmatnyaaaa'' desahku sambil membuka bajuku.
Kini kami bertiga benar-benar seperti bayi yang baru lahir, telanjang bulat. Anehnya, aku tidak merasa malu seperti mula-mula. Adegan yang hanya kulihat dulu di blue film, kini benar-benar kualami dan kupraktekkan sendiri. Gila! Tapi akal sehatku sudah dikalahkan. Entah oleh rasa suka pada Anna atau karena hasrat liarku yang terpendam selama ini.
Anna semakin liar bergerak menikmati tusukan kontol suaminya sambil melumat kontolku. Kedua tanganku tidak mau tinggal diam dan meremas-remas kedua tetek Anna dengan pentilnya yang semakin mencuat bagaikan stupa candi.
Hunjaman kontol suaminya kulihat semakin hebat sebab Anna semakin kuat menciumi dan menjilati bahkan menelan kontolku hingga masuk seluruhnya ke dalam mulutnya. Kurasakan kepala kontolku menekan ujung tenggorokannya, tapi Anna tidak peduli, air ludahnya menetes di sela-sela bibirnya yang tak kenal lelah menelan kontolku. Bahkan ketika seluruh kontolku ia telan, lidahnya mengait-ngait lubang kencingku, rasanya agak panas, tapi geli bercampur nikmat. Aku ikut merintih tanpa kusadari. Kini desahan dan erangan kami bertiga sudah melampaui adegan di film yang sudah tak kami hiraukan lagi.
Sekilas sempat kulihat adegan di video memperlihatkan pergantian adegan dari adegan si perempuan bule berjongkok di atas pinggang si pria Amerika Latin memasuk-keluarkan kontolnya sambil menggelomoh kontol si pria bule. Kemudian si pria bule menempatkan diri di belakang si perempuan dan memasukkan kontolnya ke dalam dubur si perempuan sambil kedua tangannya meremas tetek si perempuan. Dari bahwa, si pria Amerika Latin menciumi bibir si perempuan. Rintihan si perempuan bertambah kuat sewaktu kedua pria tersebut mengeroyok torok dan duburnya dengan hebat. Erangannya berganti dengan jeritan nikmat ketika kedua pria itu semakin kuat menghentakkan kontol mereka dalam-dalam.
Terpengaruh oleh adegan tersebut, Dicky menancapkan kontolnya sedalam-dalamnya ke torok istrinya. Tangan kiri Anna mengelus-elus itilnya sendiri dengan kencang, sedang kontol suaminya masuk keluar semakin cepat. kontolku disedot kuat-kuat oleh Anna dan gigitan gemasnya kurasakan pada batang kontolku. Remasanku makin kuat di tetek Anna sambil sesekali kuciumi bibirnya.
''Ahhh, aku hampir sampai, An... Aaahhh torokmu enak benar!'' rintih Dicky.
''Sabar sayang, aku juga hampir dapat. Sama-sama ya? Oooohhhh, akkhhhh... enak benar tusukan kontolmu. Ayo sayang, yang dalam... aaauhhggghhhhh... Ooouukhhhhh'' rintih Anna semakin tinggi hingga tiba-tiba ia menjerit.
Jeritan Anna membahana memenuhi ruangan bagaikan raungan serigala, ketika dengan hebatnya kontol suaminya menghunjam dengan cepat dan berhenti saat orgasmenya pun menjelang. Kedua pahanya menjepit pinggul suaminya sedang mulutnya menelan kontolku hingga ujungnya kurasakan menekan tekak tenggorokannya. Kuperhatikan tubuh Anna yang indah bergetar-getar beberapa saat, apalagi di bagian pahanya.
Suaminya menghempaskan tubuh di atas tubuh Anna, sementara kedua tangan Anna memeluk tubuh suaminya. Aku melepaskan diri dari Anna dan mengambil tempat duduk sambil mengamati mereka berpelukan sambil bertindihan.
Kulihat adegan film hampir habis. Berarti kami bertiga main satu setengah jam, sebab tayangan film tadi kulihat berdurasi dua jam, sedangkan waktu kami bercakap-cakap bertiga tadi, permainan film baru berlangsung setengah jam.
''Luar biasa daya tahan Anna'' pikirku.
Kudengar Anna berkata dari balik himpitan tubuh suaminya, ''Ntar giliranmu ya Gus. Kasihan kamu belum apa-apa, padahal aku dan suamiku sudah dapat!''
''Nggak apa-apa An. Santai aja. Aku kan cuma pelengkap penderita'' candaku.
''Jangan gitu dong say'' Anna menolakkan tubuh suaminya dan berdiri lalu mendekatiku.
''Kamu kan orang penting, makanya kamu yang kami minta menemani saat istimewaku malam ini'' katanya sambil mencium bibirku lembut sambil melingkarkan kedua tangannya ke leherku.
''Mas, kita main di kamar aja yuk, biar lebih enak'' pinta Anna pada suaminya.
Suaminya hanya mengangguk dan mematikan video lalu bergerak mengikuti istrinya ke arah kamar mereka. Aku masih duduk.