Voni… Dimana Kau

Voni
Kehidupan seksual saya sebenarnya normal, saya telah berkeluarga dan memiliki anak berumur satu tahun. Kebahagiaan kami berjalan seperti layaknya sebuah keluarga kecil yang bahagia, tanpa kekurangan satu hal pun.
Hingga pada suatu saat, perusahaan yang bersebelahan dengan saya, sebut saja PT A, mempekerjakan seorang karyawati baru di bidang administrasi. Namanya Voni. Gadis ini berperawakan kecil, namun manis. Berkulit sawo matang dengan mata berbulu lentik. Rambutnya agak ikal. Voni ini keturunan arab. Sering saya dengar bahwa pria keturunan Arab memiliki libido yang sangat tinggi. Untuk perempuannya, saya belum pernah mendengar selentingan mengenai perilaku seksnya.
Kehadirannya menyita perhatian semua karyawan yang bekerja di sana, tidak hanya karyawan tempat perusahaan Voni berkerja, PT A, tapi semua perusahaan yang menyewa tempat tersebut. Hal ini sangat memungkinkan, karena memang perangai Voni sangat ceria, agak centil, dan juga selalu berpakaian ketat mengundang birahi pria manapun yang melihatnya.
Seringkali Aku dan Voni mencuri pandang, pandangannya mengisyaratkan sesuatu yang saat itu, aku sendiri belum bisa menangkap makna yang tersembunyi.
Suatu ketika, kami bertemu di depan pintu masuk. Saat itu pintu masih dalam keadaan terkunci, sehingga kami terpaksa harus menunggu sampai teman kami yang membawa kunci datang. Dengan agak gugup, saya mencoba memberanikan diri menyapanya.
“Voni ya.. Gimana.. Kerasan kerja di sini?” pertanyaan yang benar-benar retoris, hanya sebagai ice breaking.
“Lumayan lah..” jawabnya sambil menyodorkan kue kecil, “Mau Mas..?”
Aku ambil biskuit pemberiannya dan mulailah pembicaraan mengalir lebih lancar.
“Dari mana dapat info tentang lowongan pekerjaan di sini?” selidikku.
“Saudara saya kenal dekat dengan pemiliki PT A, lagipula saya masih dihitung sebagai magang kok. Jam kerjanya tidak terlalu memaksa, karena saya masih sambil kuliah,” jawabnya dengan manis. Terlihat jelas lesung pipit di pipi sebelah kiri dan lentik bulu matanya.
“Si Mas sombong ya.. Selama tiga bulan saya kerja di sini, belum pernah menegur saya, sedangkan yang lain sudah saya kenal. Setiap saya lihat Mas, pandangan Mas, dingin, seakan tidak menghargai keberadaan saya”
“Ah itu perasaan Voni saja, saya tidak begitu kok, kalau tidak percaya tanya saja sama karyawan yang lain, Saya ini tipenya periang loh..” obral saya.
“Tapi nggak apa-apa kok, justru dinginnya Mas memancing rasa penasaran saya..” timpalnya manja.
“Oh ya Mas, kalau ada waktu bisa nggak Mas membantu saya mengajarkan komputer Sabtu ini, saya ada tugas dari kantor, namun agak kesulitan menyelesaikannya, lagian si Mas kan libur hari Sabtu..?” undangnya penuh manja.
“Wah.. Belum tentu bisa..” timpal saya sok menjual mahal, “Nanti lah akan saya beritahu,” lalu kami pun saling bertukar nomor HP.
“Mas.. Jadi nggak ngajarin saya, saya sudah di kantor nih..” tanyanya pada Sabtu itu.
“Wah saya lupa..” pikirku, karena panik langsung saja saya jawab, “Iya saya dalam perjalanan kok ke sana..”.
Setiba di kantor, Voni telah berada di depan meja komputer. Dengan celana jeans dan baju putih ketat, jenis pakaian kesukaannya, jelas mempertontonkan lekuk tubuh sintal dan buah dadanya yang ranum.
Sambil menelan ludah aku hampiri mejanya sambil memulai mengajarkan komputer. Dari samping tampak jelas dua tonjolan di balik baju ketatnya tersebut, terlebih baju tersebut agak terbuka di bagian atasnya. Langsung saja darah saya berdesir melihat pemandangan ini.
“Wuih.. Beda banget sama yang dirumah..” pikirku.
Cukup lama aku mengajarinya komputer hingga waktu makan siang tiba. Saat itu aku memberanikan diri menyapanya.
“Kamu nggak lapar?” tanyaku sambil memegang perutnya, maklum sudah hampir dua jam aku menahan libido melihat pemandangan menggiurkan. Tanpa dinyana ia menjawab sekenanya.
“Lapar yang mana nih? Yang di perut atau di bawah perut?”
“Wah berani juga nih anak. Ya dua-duanya dong, terserah kamu mana yang mau diatasi lebih dahulu, perut atau bawah perut?” kataku kini dengan mengelus pahanya.
“Terserah Mas deh..” tangannya menggenggam tanganku dengan erat.
Tak berapa lama, matanya seakan mengajakku untuk pindah ruangan. Ruang atasannya, yang semula dikunci dibukanya sambil menggandeng tanganku. Aku yang di belakangnya manut saja, karena memang kami berdua sudah sangat on.
Setiba di ruangan tersebut, langsung saja kulumat bibir tipisnya.. Wuih seperti di surga rasanya. Kecupanku dibalasnya mesra dan terasa sekali hangat bibirnya.
Lama bibir kami saling berpagutan. Tak kusangka, ternyata responnya luar biasa. Tanpa terasa tangan kami terus menjalar mencari arah genggaman yang seakan tidak pernah kami dapatkan. Aku sendiri tidak jauh dari menggenggam pantatnya yang sintal di balik jeansnya, sambil sesekali menggesekkan batangku ke arah vaginanya. Sambil mendesah Voni terus membalas ciumanku seakan tidak ingin melepaskan. Sementara aku mulai mencoba menelanjanginya. Tangan kananku kucoba untuk melepaskan zipper celana jeans Voni dan juga celanaku. Kudengar semakin keras desahannya ketika alat kelamin kami saling bertemu, meskipun masih terhalang oleh CD masing-masing.
Tak lama aku lepaskan pengikat celana kami masing-masing dan dengan cepat Voni menurunkan celana jeansnya, demikian juga aku. Kulucuti celanaku dan juga T-Shirt yang menutupi badanku. Masih mengenakan CD dan baju ketatnya, Voni langsung kembali melumat bibirku, sementara tangan kananku mulai aktif mencoba menyusup ke dalam CDnya. Dengan cepat Voni memegang tangan kananku tersebut sambil menggelengkan kepalanya. Dengan kecewa kutarik tanganku dari balik CDnya, meskipun sempat terasa bulu-bulu halus yang telah membasah karena rangsangan yang ada.
Setelah gagal menembus CD, aku mencoba memasukkan tanganku ke dalam BHnya, kali ini Voni tidak menolaknya, malah melenguh laksana sapi saja. Tanpa terasa ternyata, tangan kanan Voni telah meremas penisku sementara tangan kirinya melingkar di leherku. Tampak sekali betapa Voni merasakan setiap remasanku dan remasannya di penisku. Setiap kudenyutkan penisku, setiap kali pula Voni melenguh, ditambah lagi ketika kuremas buah dadanya dan kupelintir putingnya.
Tak tahan dengan permainan tanganku itu, tiba-tiba Voni melenguh dengan agak ditahan.
“Wah.. Cepat juga ‘dapat’nya nih anak..” pikirku, sambil terus kuremas dan kuhisap puting dan buah dadanya.
Setelah merasakan orgasme pertamanya, Voni kemudian membungkuk menghadapku sambil melepaskan atasannya. Praktis kini dia hanya memakai CD saja. Sambil membungkuk langsung saja dia menurunkan CD Crocodile ku. Dengan mantap dijilatnya kepala penisku sambil meremas batang dan sesekali mengelus buah pelirku. Slowly but sure Voni memainkan penisku dengan tiga unsur; tangan, mulut dan lidah. Kombinasi gerakan, kocokan dan kulumannya sungguh luar biasa. Kembali kurasakan perbedaan ketika aku menjamah istriku yang selalu ingin konvensional saja.
Tak kuasa aku menahan gempurannya, kuangkat kepalanya dan kini ia kembali sejajar denganku. Kulumat mesra kembali bibirnya sambil berbisik.
“Boleh ya..?” tanyaku dan tanganku mencoba masuk ke dalam CDnya untuk kedua kalinya.
Kali ini ia tidak menjawab dan hanya mengangguk. Dengan senang kutelusuri bagian sensitif di bawah perut tersebut. Terasa bulu-bulu halusnya yang telah basah sejak permainan tangan kami pertama. Ketika tangan kananku mencobanya masuk, tangan kiriku dengan perlahan menurunkan CDnya. Kini kami telah berhadapan naked. Mulai kugesek-gesekkan penisku di depan vaginanya. Desahan kudengar kembali dari bibirnya, kali ini sambil kulirik ke sekitar ruangan untuk dapat bersandar, sampai akhirnya kutemukan meja agak besar dan sambil kudorong badannya ke arah meja tersebut.
Setelah bersandar, Voni langsung merebahkan tubuhnya di meja tersebut dan langsung tampak jelas kulit mulusnya dengan dua gundukan di atas serta barisan ’semut hitam’ di bagian bawah. Tahi lalat di samping kiri perutnya menambah sensasi rangsangan yang ada.
“Ayo cepat Mas..” ajaknya mengaburkan lamunanku sambil mencoba meraih penisku untuk diarahkan ke liang vaginanya.
Tanpa menunggu waktu lama, langsung saja kucoba membenamkan penisku ke liang vaginanya. Wuih, susah dan sempit sekali.
“Pelan-pelan Mas..” ucapnya lirih.
Tak kusangka tingkah lakunya yang agak centil selama ini ternyata tidak serta merta membuatnya menjadi cewek gampangan. Terbukti, dia masih perawan ketika aku menyetubuhinya saat itu.
Dengan perlahan, kucoba membenamkan penisku ke dalam vaginanya. Masuk, kemudian keluar dan kembali masuk, demikian beberapa kali, untuk memberikan space yang cukup agar penisku bisa leluasa di dalam lubang surgawi tersebut. Sampai akhirnya, berhasil juga kubenamkan penisku itu.
“Bless..”
“Ach.. Ehm..”
Seperti bersahutan bunyi penetrasi penisku dengan desahannya. Semakin lama kupacu penetrasiku di dalam vaginanya, sementara kedua tanganku meremas payudaranya dan sesekali kuarahkan untuk memegang pantatnya yang seksi.
Sepuluh menit kemudian, kembali Voni melenguh ketika mendapatkan orgasmenya yang kedua siang itu. Selang beberapa lama, Voni bergerak, berbalik membelakangiku. Kutahu maksudnya, sambil dituntunnya, penisku kumasukkan ke dalam vaginanya dan kamipun memulai ‘aksi’ doggy style.
Sungguh besar juga libido Voni yang keturunan Arab ini, terbukti gerakannya seperti membabi buta ketika dia membelakangiku. Sampai sakit rasanya mengikuti gerakan cepat dan rotasi yang dilakukannya. Benar-benar pengalaman seks yang luar biasa.
Sambil menggoyang-goyangkan pantatnya, sesekali dicobanya untuk meraih zakarku dari arah bawah, kadang tanpa disadarinya, dipencetnya zakarku, sampai aku menjerit kesakitan. Sementara aku, tetap memacunya dari belakang dan kedua tanganku menggenggam buah dadanya yang ranum tersebut. Cukup lama kami dalam posisi tersebut, sampai akhirnya terasa penisku agak berkejut ingin memuntahkan lahar sperma hangatnya.
Sambil terbata-bata kutanya dia, mau dikeluarkan di mana? Dengan cepat dia cabut penetrasi doggy style dan langsung menghadapku. Diraihnya penisku dan digenggamnya dengan penuh nafsu. Sambil menjilati kepala penisku. Kemudian langsung dikocok-kocoknya penisku dan dikulumnya ketika dirasakannya penisku mulai berdenyut. Dan.. Tumpahlah semua lahar sperma yang ada dalam penisku. Dengan seksama, ditelannya limpahan spermaku, meskipun masih ada juga bagian yang tercecer di bibirnya yang tipis. Ceceran di bibirnya dijilatinya dengan lidahnya sekan tidak rela membuang percuma lelehan sperma dari penisku. Aksinya ditutup dengan pembersihan sisa-sisa sperma di kepala penisku.
Sambil tersenyum, kami berdua menuntaskan birahi kami dengan sebuah kecupan mesra yang panjang. Kami tahu, bahwa ini bukanlah yang terakhir yang kami lakukan. Sambil terengah-engah Voni berucap mesra.
“Makasih ya Mas.. Next time bisa lagi kan?”
Dengan tersenyum penuh arti, tentu saja sebagai lelaki normal, aku anggukkan kepalaku mengiyakan..
Setelah kejadian itu, kami sering melakukannya, malah kami sering nekat melakukannya sepulang kerja di ruanganku, di ruang tamu bahkan di WC. Namun kini, hampir setahun kami tidak berhubungan lagi. Aku kehilangan kontak dengannya. Terakhir yang aku tahu, dia akan menikah dan tinggal di daerah Tangerang..
Voni.. Jika kau membaca cerita ini.. Aku masih membutuhkanmu sayang..