DOKTER MESUM

Puting sang asisten terasa enak sekali di mulutku. Setiap kali lidahku menyapu kepala putingnya yang tegang melenting, kontolku terangsang. Apalagi di sekitar putingnya terdapat bulu-bulu halus, membuatnya semakin seksi saja. Slurp! Slurp! Air liurku melapisi putingnya. Saat putingnya yang basah kutiup-tiup, sang asisten menggeram dengan penuh kenikmatan. Kontolku yang tegang dipegang dengan kasar. Aku mengerang, tentu saja. Sang asisten rupanya senang bermain kasar. Kontolku ditarik-tarik dengan gerakan mencoli yang kasar. Namun rasanya tetap saja nikmat.
"Hhoohh.. Aahh.. Uugghh.."
Mendengar desahan nikmatku, dia malah semakin bersemangat mengerjai kontolku. Tak ayal lagi, precumku mengalir keluar dengan deras. Cairan licin itu melicinkan permukaan kulit kontolku. Sesekali pegangan sang asisten selip.
"Hhoohh.. Kamu begitu menggairahkan.. Aahh.. Mau 'kan aku entot?" tanya sang asisten, napasnya menderu-deru.
Tetesan precum dari kontolnya menggenang di perutku. Kulihat tubuh atletisnya menjauh dariku. Mengambil posisi berdiri, asisten itu kemudian menarik tubuhku sehingga pantatku berada tepat di sisi ranjang. Dengan kasar, kakiku dikangkangkan selebar-lebarnya dan diletakkan di atas pundaknya. Tak terbayangkan betapa nikmatnya meletakkan kaki di atas pundak berotot miliknya itu. Oohh.. otot dadanya berkontraksi seiring dengan setiap gerakan yang dia buat. Astaga, kontolku hampir muncrat. Dan tanpa aba-aba, tiba-tiba asisten itu menghujamkan kontolnya masuk ke dalam pantatku.
"Aarrgghh!!" jeritku, keras-keras.
Rasa sakit menusuk tubuhku sampai ke ubun-ubun kepalaku. Anusku yang masih bengkak kembali dipaksa untuk menerima kontol. Namun berhubung ukuran kontol sang asisten sangat besar, aku menjadi semakin kesakitan.
"Oohh.. Sakit Bang.. Aahh.." rintihku, air mataku mengalir keluar.
"Jangan cengeng.. Aahh.. Kamu 'kan homo yang doyan kontol.. Hhoohh.. Rasakan kontolku.."
Tanpa belas kasihan, sang asisten itu menggenjot pantatku dengan keras. Kepala kontol yang besar itu menghajar isi perutku sambil meninggalkan jejak precum di mana-mana. Sisa semburan sperma sang dokter yang masih berada di dalamku teraduk-aduk. Sebagian mengalir keluar dari bibir anusku.
"Oohh yyeeaahh.. Enak banget.. Aahh.. Pas sekali dengan kontolku.. Hhoohh.."
Lubang anusku dapat dibilang sudah longgar akibat disodomi dokter itu. Namun ketika dimasuki kontol besar milik sang asisten, anusku terasa sempit lagi. Baru kali ini duburku 'disiksa' separah ini. Tanpa kusadari, bercak-bercak darah memerahkan cairan sperma yang lolos keluar dari anusku.
"Oohh.. Fuck you.. Aahh.. Rasakan ini.. Oohh.. Fuck.."
Kontol besar itu dipompanya keluar masuk. Tubuhku terguncang-guncang, mengikuti ritme sodokan kontolnya. Meski terasa sakit, rasa nikmat menyerang tubuhku. Setiap kali prostatku disodok kontol itu, tekanan dalam bola pelirku meningkat. Aku merasa seakan-akan mau ngecret namun dorongan di dalam bola pelirku belum cukup keras untuk mengeluarkan spermaku.
Kepalaku mulai berputar-putar, mabuk dengan kenikmatan itu. Precum mengalir sangat deras dari lubang kontolku. Cairan itu mengalir menuruni batang kontolku dan lalu mencapai perut, berbaur dengan tetesan precum milik asisten itu. Namun karena penuh, cairan precumku mengalir menuruni sisi perutku dan membasahi ranjang. Aku hanya mampu mengerang-ngerang, pasrah.
"Hhoohh.. Fuck me.. Aahh.. Hhoosshh.. Kontol.. Aahh.. Uugghh.." Aku mulai meracau tanpa henti.
Rasa nikmat memenuhi kepalaku. Namun terasa menyiksa karena aku belum bisa ngecret. Aku sengaja menahan diri untuk tidak bermasturbasi agar rasa nikmat yang kurasakan bertambah. Kualihkan perhatianku pada dada sang asisten yang bidang, lebar, dan keras itu. Aahh.. Enak sekali rasanya saat kularikan tanganku di atasnya. Kuremas-remas dada itu yang saat itu sudah mulai berkeringat. Semakin lama, keringat yang mengucur dari badannya semakin banyak. Tetes demi tetes keringat menetes ke atas tubuhku. Badan asisten itu benar-benar besah dengan keringat, terlihat seperti baru saja mandi.
Selama proses ngentot itu, sang dokter hnaya tertawa mesum saja setiap kali mendengar eranganku. Dia terus memberikan semangat pada asistennya.
"Oohh yyeeaahh.. entoti pantatnya, jangan ragu-ragu. Berikan si homo apa yang dia mau.. Hhoohh.. Sodok anusnya dengan kontolmu yang besar itu.. Biar dia tahu rasa.. Yyeeaahh.. Sodomi terus.. Jangan diberi ampun.. Aahh.. Lihat dia, dia mengerang dan memohon kontolmu.. Hhoosshh.. Berikan kontolmu.. Aahh.. Hajar saja.. Oohh.. Fuck.."
Tampak sekali dokter itu terangsang lagi. Kontolnya kembali bangkit, berkilauan dengan noda precum. Sambil mencoli kontolnya, dia mulai mendekati asistennya. Dari belakang, dokter itu mengusap-ngusap dada bidang milik bawahannya itu. Sesekali tangannya bertabrakan dengan tanganku. Namun asisten itu sama sekali tidak protes saat digerayangi oleh sang dokter. Kuduga, mereka adalah pasangan homo. Sesaat kubayangkan apa yang akan mereka lakukan tiap kali tutup praktek. Mereka pasti sering berhomoseks bersama.
Seakan dapat membaca pikiranku, dokter itu berkata..
"Kami memang sering ngentot bersama. Meskipun kami berdua bukan homo, tapi kami suka ngentot bareng-bareng. Terkadang hanya ada kami berdua. Dan terkadang lagi, seperti sekarang ini, ngentot rame-rame dengan pasien priaku. Lebih mudah memperkosa pasien pria dewasa karena mereka takkan berani melapor. Siapa sih yang mau mengaku di depan polisi kalau dia baru saja disodomi oleh sesama pria? Mau ditaruh ke mana mukanya? Harga dirinya sebagai seorang pria akan runtuh."
Dokter itu kembali menggerayangi tubuh asistennya, merasakan setiap lekuk otot yang menonjol.
"Tapi kalau memperkosa kaum homo seperti kamu paling gampang.. Hhoohh.. Karena kalian memang menginginkannya.. Aahh.."
Tanpa malu, mereka saling berciuman. Kulihat bibir mereka menyatu dan lidah mereka saling menyentuh. Suara ciuman mereka bergema di dalam ruangan praktek bercampur dengan erangan nikmatku.
"Aarrgghh!!" Asisten itu tiba-tiba melolong kesakitan, padahal dia belum ngecret. Namun ketika kucermati, rupanya dia melolong kesakitan karena pantatnya sedang disodomi oleh dokter itu.
"Hhoohh.. entoti pantatku, dok.. Aahh.. Saya butuh kontol dokter juga.."
Astaga, mereka benar-benar pasangan homo. Meskipun mereka masih bersikeras bahwa mereka bukan homo, bagiku mereka adalah homo, sama sepertiku. Dari posisiku, aku tak dapat melihat dokter itu dengan jelas, sebab tubuhnya terhalang tubuh sang asisten. Namun di dalam otakku yang mesum, kubayangkan rupa kami semua. Aku berbaring di atas meja dan sedang dingentot asisten itu. Lalu asisten itu dingentot oleh sang dokter sambil berdiri. Aahh.. Kontolku makin ngaceng saja membayangkannya.
"Aahh.. Fuck me.. Oohh.. Hajar anusku, dok.. Aahh.. Banjiri perutku dnegan spermamu, dok.. Hhoosshh.."
"Aahh.." desah sang dokter, berpegangan kuat pada pinggul asistennya.
"Kusodomi pantatmu.. Oohh yyeeaahh.. Rasakan kontolku.. Oohh.. Dokter ngentotin asistennya.. Hhoosshh.."
Kontolnya yang perkasa bergerak keluar-masuk, menjebol lubang anus asistennya yang sudah tidak perjaka lagi. Di wajah sang asisten tergambar jelas rasa nikmat yang tak terkatakan. Matanya merem-melek, merasa setiap hajaran kontol sang dokter.
"Hhoohh.. Fuck you.. Pantatmu tetap rapat dan sempit.. Hhoohh.. Enaknya ngentoti kamu.. Hhoohh.." erang dokter itu, semakin keras menyodomi asistennya.
Kontol asisten itu yang sedang bersarang di dalam tubuhku berdenyut-denyut hebat. Kubayangkan, dia pasti sedang blingsatan merasakan nikmat di kedua sisi. Di pantatnya, kontol dokter itu menghajar prostatnya. Sedangkan kontolnya sendiri sedang menyodomi pantatku. Bagaimana tidak nikmat?
"Aahh.. Sodomi aku, dok.. Hhoohh.. Jadikan aku mainan seksmu.. Aahh.. Kontol dokter besar dan hangat.. Aahh.. Fuck me.. Hhosshh.."
"Aarrgghh.. Oohh.." eranganku bertambah besar tatkala tekanan dalam bola pelirku sudah tak tertahankan lagi.
Aku akan muncrat tanpa bermasturbasi! Sang asisten rupanya sadar, maka dia sengaja menggenggam batang kontolku lagi dan mencolinya sekuat-kuatnya. Tanpa bisa dicegah, aku pun ngecret. Ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!! Aku menjerit sekuat-kuatnya sebab orgasmeku terasa sangat luar biasa. Tubuhku mengejang-ngejang seperti orang kesurupan, rasa nikmat menghajar badanku tanpa ampun.
"Oohh!! Aarrgghh!! Oohh!!" Aku berpegangan pada dada asisten itu sambil merintih-rintih kenikmatan. Orgasmeku rupanya juga memicu orgasme sang asisten sebab anusku ikut berdenyut-denyut, memerah spermanya.
"Hhoohh!!" teriaknya, sekujur tubuhnya bergetar. Dan muncratlah spermanya di dalam anusku. Ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!! Asisten itu sangat blingsatan sambil menyuarakan orgasmenya.
"Aahh!! Oohh!! Uugghh!!"
Wajahnya tampak menyeringai kesakitan. Tapi aku tahu pasti bahwa bukan rasa sakit yang sedang dia ekspresikan, melainkan rasa nikmat. Ccrroott!! Ccrroott!! Kontolnya mengejang-ngejang selama hampir semenit penuh. Pejuh yang dihasilkannya pun terasa sangat banyak sampai-sampai aku merasa perutku penuh. Hampir di saat yang bersamaan, dokter itu kembali berejakulasi.
"Aarrgghh!! Shit! Aku ngecret.. Aarrgghh!!" erangnya.
Dan.. Ccrroott!! Ccrreett!! Ccrroott!! Bagai ular naga ganas, kontol dokter itu menyemburkan spermanya ke mana-mana, membanjiri setiap ruang kosong di dalam dubur asisten itu.
"Aahh!! Uugghh!! Oohh!!"
Tubuh asisten itu terguncang-guncang sebab dokter itu berpegangan pada tubuhnya untuk menahan gejolak orgasme. Ah, sungguh pemandangan yang merangsang kontol melihat dua pria seksi berorgasme. Ketika semuanya usai, kami tetap berada di posisi masing-masing, saling memeluk. Jantung kami masih berdegup kencang dan keringat menyiram badan kami.
Sepuluh menit kemudian, kami semua sudah kembali berpakaian rapi. Tak ada tanda-tanda bahwa kami baru saja berhomoseks meskipun ruang praktek itu masih berbau pejuh. Aku terpaksa berjalan agak mengangkang karena anusku kini semakin bengkak dan perih. Dokter itu memberikan padaku salep untuk meredakan perih di anusku dengan gratis. Sebelum berpisah, dia berkata..
"Datang lagi, ya. Aku dan asistenku siap mengentot kami kapan saja."
Tak perlu diminta pun, aku sudah pasti akan kembali lagi menemui dokter itu. Aahh.

Tamat