Ijah yang sudah telanjang bulat berbaring diranjang dengan posisi kaki menjuntai kelantai, sedangkan Jaka mengambil posisi berdiri. Jaka kemudian mengangkat dua kaki Ijah sehingga posisi Ijah mengangkang, lalu perlahan Jaka memasukan penisnya ke dalam vagina Ijah.


"Nghhss Jak.. ohh," Ijah mulai mendesis dan mengerang ketika Jaka memompa tubuhnya.


Keduanya lalu tenggelam dalam nafsu birahi, sementara aku yang sudah tak kuat lagi segera berlari ke kamarku dan memuaskan diri dengan penis karet sialan itu. Sampai akhirnya Mas Rudi pulang larut malam dan kembali memuaskanku dengan alat sialan itu lagi.


Sejak kejadian itu, aku semakin tak habis pikir dengan kelakuan para pembantuku itu. Tapi lama-lama aku pikir wajar saja, karena Maman memang duda dan Minah janda, lalu Jaka dan Ijah mungkin saja sudah menjalin cinta sejak di kampung dulu. Apalagi pengawasan terhadap mereka di rumahku tak terlalu ketat. Namun tak bisa kupungkiri juga, sejak melihat kejadian itu, aku semakin merasakan haus untuk melakukan seks. Apa boleh buat keinginan itu harus kuredam dengan penis karet lagi, dan lagi.


Hari itu Mas Rudi pamit akan liputan luar kota selama tiga hari, dan tiga hari itu pula aku harus kesepian di rumahku. Hari pertama berjalan seperti biasa meski tanpa Mas Rudi. Tapi hari kedua sejak pagi aku merasa kurang enak badan, sehingga kios hanya dijaga para pembantuku.


"Bu.., kalau mau biar saya pijatin supaya enak badannya," suara Ijah menawariku usai makan malam.


Malam itu sengaja kuajak empat pembantuku itu makan malam bersama di rumahku dan mereka juga bebas nonton TV dirumah majikannya ini.


"Iya deh Jah, pijitin aku dikamar ya..," ujarku sambil berjalan menuju kamar.


Sementara Minah, Maman, dan Jaka masih nonton TV diruang tengah. Sampai di kamarku, Ijah langsung memijiti seluruh badanku dari kaki sampai kepala. Pijitan Ijah memang enak sampai-sampai aku terlelap dan tidur.


Aku tak tahu berapa lama aku sempat tertidur, tetapi saat bangun tubuhku rasanya sudah segar kembali. Hanya saja, astaga, aku dalam keadaan terikat. Kedua tangan dan kakiku terikat pada tiap sudut ranjang, dan mulutku tertutup erat plester lakban. Hanya mataku yang terbuka dan melihat kamar dalam keadaan terang, dan aku sendiri dalam keadaan bugil tanpa sehelai benang pun.


"Selamat malam nyonya sayang," suara Maman tiba-tiba mengejutkanku.


Lelaki bertubuh gempal itu sudah berdiri tepat di depanku di ranjang bagian kakiku. Matanya berbinar liar menatap kearah tubuhku yang terikat, terlentang, dan telanjang. Sialan, apa mau Maman ini, aku mau berteriak tapi mulutku tertutup lakban.


"Tenang saja nyonya, malam ini akulah yang akan memuaskanmu. Tuankan sedang tidak ada," Maman masih berdiri di hadapanku sambil melepaskan pakaiannya sendiri.


Tubuh Maman masih terlihat atletis di usia 40 tahun, dengan bidang dada dan otot perut kotak-kotak menandakan tenaga yang kuat, apalagi kulitnya yang agak hitam membuat kesan kuat jelas terlihat.


Maman kini tinggal pakai CD saja, dan perlahan bergerak kearahku yang terlentang diranjang. Aku tahu apa yang sebentar lagi akan terjadi, Maman akan menyetubuhiku, memperkosaku, tapi juga memberi kepuasan yang selam ini aku cari.


"Eemphh.. mmffhh," aku berusaha bergerak berontak ketika Maman mulai menyentuh tubuhku.


Tapi percuma, ikatan tali jemuran pada kaki dan tanganku sangat kuat, Maman akhirnya leluasa meraba-raba tubuhku.


"Tenang nyonya, sabar ya.., wah mulus sekali nyonya ini," Maman terus meraba-raba dan mempermainkan jari kasarnya di sekujur tubuhku.


Aku hanya bisa pasrah ketika Maman mulai berani menciumi puting susuku dan menghisap-isapnya. Kumis tebal dan mulut monyongnya seperti hendak melahap habis susu ukuran 36B milikku. Aku pun tak kuasa berontak ketika jeri-jari kasar Maman menyentuh bibir-bibir vaginaku, dan kurasakan gelora birahiku mulai menjalar ketika jari-jari itu mulai menelusup pada celah bibir vaginaku dan memainkan, menekan-nekan klitorisku.


"Mmffhh..," meski aku mulai menikmati sentuhan nakal Maman, tetapi aku harus tunjukan kalau aku tak suka diperlakukan begitu, setidaknya untuk mempertahankan martabatku sebagai majikannya.


Aku mulai berontak lagi, tapi percuma. Kini Maman bukan hanya bermain jari, bibirnya mulai turun kearah perut dan terus keselangkanganku yang sudah basah. Oh.., tidak, bibir Maman mulai menyentuh bibir vaginaku. Kumisnya yang tebal sengaja digesek pada klotorisku, membuat aku menggelinjang. Setiap gerakan perlawananku membuat Maman semakin bernafsu menjilati vaginaku, dan hal itu membuat kenikmatan yang tercipta semakin tak bisa kuelakan. Akhirnya gerakan pinggulku semakin seirama dengan jilatan kasan lidah dan kumis Maman.


"Gimana nyonya? Enak nggak?," tanya Maman sambil menatapku.


Aku tentu saja melotot kepadanya. Tetapi Maman nampaknya sudah mengerti ciri wanita dilanda birahi, sebab meski mataku melotot marah, vaginaku yang sudah basah tak bisa menyembunyikan ciri nafsuku. Maman melanjutkan aktifitasnya menjilati vaginaku. Desakan-desakan bibir Maman dibagian vital milikku membuat rasa nikmat tersendiri menjalar dan mengumpul dibagian vagina, pinggul, pantat, hingga ujung kaki dan ujun rambutku. Mamang semakin teratur menjilati klitorisku, sampai akhirnya aku tak bisa membendung desakan dari dalam vaginaku.


"Mmmffhhpp..," kali ini aku jebol, aku orgasme dengan perlakuan Maman itu.


Maman menghentikan jilatannya, dan menatap wajahku, ia tahu aku sudah sampai puncak pertama. Maman berdiri lagi dan menanggalkan CD kusam miliknya. Kini dihadapanku berdiri seorang lelaki dengan penis yang normal dan ereksi total, hal yang sudah setahun lebih tak pernah kulihat. Penis milik pembantuku itu siap menghujani vaginaku dengan kepuasan.


"Nyonya.., sudah kepalang basah. Saya tahu nyonya juga senang kok, buktinya sampai keluar airnya. Jangan berteriak ya nyah," ujar Maman sambil melepas plester lakban dari mulut.


Kini plester sudah terlepas dan mulutku bebas bersuara, tapi aku tak berkata-kata apalagi berteriak. Tubuhku lemas dan tiap jengkalnya merasa rindu sentuhan Maman seperti tadi.


"Ohh.., uhh.. adduuhh..," hanya itu yang keluar dari mulutku ketika Maman kembali menjilati vaginaku.


Tangan Maman yang cekatan meremas-remas susuku, pinggulku, dan belahan pantatku diremas gemas. Terus terang saat itu aku sudah tak sabar menunggu hujaman penis Maman yang tegar ke vaginaku, aku rindu disetubuhi lelaki, bukan sekedar vibrator sialan itu.


Maman beralih posisi mengambil posisi berlutut tepat di selangkanganku. Dipegangnya penisnya dan diarahkan ke vaginaku yang sudah benar-benar kuyup. Maman menggesek-gesekkan penisnya dipermukaan vaginaku, oh.., aku benar-benar tak sabar menunggu senjata Maman itu.


"Uhh Man.. ampunhh.. aku nyerah.. mmffhh," aku akhirnya mengucapkan itu dengan mata terpejam.


Kupikir mau menolak pun percuma karena posisiku sulit, lagipula aku ingin agar dosa itu segera berlalu dan selesai. Ucapanku membuat angin segar bagi Maman, sebelum menyetubuhiku penuh, Maman membuka ikatan tali di kaki dan tanganku.


"Ayo sayang, sekarang aku puaskan kamu cantik," celoteh Maman sambil kembali menindih tubuh bebasku.


Dalam posisi itu Maman masih terus memancing nafsuku yang sudah sangat puncak, penisnya hanya digesek ujungnya saja pada vaginaku membuat aku yang mengejar dengan pinggul naik turun. Setelah tak mampu menahan nafsu yang sama, Maman akhirnya menghujamkan utuh penisnya kedalam vaginaku.


"Ouhhggff.. ah Kang Maman..," bibirku mulai menceracau saat Maman memompakan penisnya maju mundur dalam vaginaku.


Tangan dan kakiku yang sudah lepas dari ikatan bukannya mendorong tubuh Maman menjauh dariku, tetapi justru memeluk dan meremas remas dada kekar Maman. Penis Maman terasa memenuhi liang senggamaku dan menciptakan rasa nikmat yang selama ini tak lagi kurasakan dari Mas Rudi.


"Ohh nyonya, uennaakk sekali vaginamu nyahh.. oh," Maman menggenjot tubuhku dengan irama yang cepat dan tetap, dan aku mengimbangi gerakan Maman. Kini aku total melayani kebutuhan seks Maman sekaligus meraih kebutuhan seksku.


Sampai menit kedua puluh permainan kami, aku merasakan seluruh sarafku mengumpul disatu titik antara bibir vagina dengan klitorisku. Lalu beberapa detik kemudian seluruh otot dibagian itu terasa mengejang.


"Auuhhff.. mmffhh, enghh.. ohh," kurasakan kontraksi yang sangat sensasional pada vaginaku.


"Iyyaahh.. nyaahh.. ohh nyaahh," Maman menggeram hebat dengan tubuh kejang diatas tubuhku, kurasakan semburan spermanya masuk hingga kedinding rahimku.


Maman rebah diatas tubuhku. Keringat kami bercampur baur dan kedutan-kedutan lembut kelamin kami masih terasa sesekali, sampai akhirnya Maman rebah disisi kananku.


Bersambung...