Sentuhan dan isapan Mas Rudi benar-benar lain malam ini, membuat birahiku seketika melonjak naik. Apalagi ketika bibirnya mulai turun dan menciumi bagian vitalku, aku sampai basah kuyup dibuat kenikmatan. Tiba-tiba Mas Rudi mengubah posisiku, dibuatnya aku menghadap kekanan dengan posisi membelakangi tubuhnya. Ia kemudian menjilati sekujur punggungku setelah menarik turun daster yang kupakai. Tangannya kemudian menyibak daster bawahku sehingga dasterku terkumpul diperut. Dari belakang, kurasakan tangan Mas Rudi menyerang vaginaku, bibir mungil bawahku dibelai dengan jari-jarinya, kadang jari tengah disisip dan digesekkan tepat dibelahan vaginaku.


"Ouhh..," aku merintih kenikmatan saat jari tengah Mas Rudi mulai mengocok vaginaku dari belakang.


Sepuluh menit kocokan jari itu kurasakan, aku sudah melayang dan nyaris sampai puncak. Tapi mendadak jari itu berhenti dan dicabut dari liang senggamaku yang sudah monyong-monyong kenikmatan.


"Kok berhenti mas..," aku tetap terpejam dan membelakangi Mas Rudi.


Mas Rudi diam dan kembali mencumbuiku, tapi tetap tak bersuara. Masih dengan tubuh mebelakangi Mas Rudi, aku mencoba meraih bagian celana suamiku. Tapi, astaga, punya Mas Rudi ternyata bangun malam ini, tegak dan terasa keras.


Karena bingung campur penasaran, kupicingkan mata dan segera berbalik kebelakang.


"Haahh, Bruuccee.., apa-apaan ini?" aku sangat terkejut karena ternyata yang sedang mencumbuiku ternyata Bruce, bukan Mas Rudi. Bruce juga terkejut, mungkin tak mengira kalau aku akan bangun. Tiba-tiba tangan kekar Bruce membekap mulutku dan ia pun segera menindih tubuhku.


"Ayo Anni, please.. Tolong aku, ini sudah tanggung.., jangan melawan kalau tak mau kukasari," Bruce sedikit mengancamku.


Keadaan memang sudah tanggung, aku dan Bruce sudah sama bernafsunya. Tapi aku harus melawan, aku tak boleh begitu saja pasrah, aku gengsi dan malu dong. Namun aku tak berkutik ditindih berat tubuh Bruce.


"Jangan Bruce.., aku takut Rudi tahu," pintaku, walau sebenarnya aku pun ingin menikmati cumbuan itu lagi.


"Hsstt.., Ani.. Tolong aku. Oke aku tak akan masukan penisku ke vaginamu, tapi tolong bantu aku sampai aku puas ya..," Bruce merengek.


Bruce aktif lagi mencumbuiku. Sudah kepalang tanggung pikirku, sehingga akupun pasrah terbawa cumbuan Bruce. Dengan posisi menindihku, Bruce membuka celananya dan menempelkan penis panjangnya yang sudah tegap di vaginaku. Menepati janjinya, penis itu tidak dimasukan dalam liang vaginaku, tetapi hanya digesekkan saja dipermukaan vaginaku. Lima menit berlalu rupanya pertahananku hampir bobol. Meski tak masuk keliang nikmatku, namun gesekan penis Bruce ditambah bobot tubuhnya diatas tubuhku membuat vaginaku menerima rangsangan yang cukup dibagian klitorisnya.


"Emmhh.. Bruuccee..," akhirnya erangan nikmatku keluar juga. Saat itu kurasakan klitorisku mulai membesar dan denyutan kecil mulai terasa mengitarinya, aku hampir orgasme.


"Ani..," Bruce memanggilku dan menghentikan aktifitasnya. Setelah itu kurasa Bruce memindahkan posisi penisnya sehingga ujung penisnya tepat berada dibelahan bibir vaginaku yang sudah basah kuyup.


Bruce kini lebih berani, penis itu ditekan masuk ke vaginaku yang memang sudah resah menunggu. Akhirnya aku dan Bruce bersenggama, ya Bruce jadi pejantanku malam itu. Kuakui mungkin Bruce adalah pria pertama yang memberi kepuasan begitu dasyat padaku. Sore hingga malam itu, kami lakukan aktifitas seks sampai empat kali. Empat kali itu pula aku merasa puncak yang sangat fantastis.


Namun kenangan bersama Bruce tinggal kenangan saat esok paginya Bruce harus kembali ke Jakarta. Aku Ani, kembali kesepian. Terima kasih Bruce, untuk kenangan satu malam yang sangat berkesan.


*****


Seminggu ini rumahku sering dapat telepon gelap yang intinya mengancam Mas Rudi suamiku, lantaran berita yang dibuat Mas Rudi menohok salah satu kepentingan pejabat di kota M. Malah belakangan yang ikut mengancam mengaku-ngaku dari aparat keamanan juga.


"Mas.., kita pindah rumah sementara yuk. Aku kok jadi takut diteror terus," pintaku pada Mas Rudi malam itu. Kami sudah berbaring di kamar karena memang jam sudah menunjuk angka 10 malam.


"Heemm, kenapa sayang? Aku janji nggak akan ada apa-apa," Mas Rudi menjawab sambil memeluk tubuhku.


Mas Rudi kemudian menjelaskan padaku tentang berita yang dibuatnya itu. Katanya masalah dengan pejabat itu sudah selesai dua hari lalu, damai. Tapi aku masih saja trauma dengan kejadian pertama yang berakibat fatal hingga penganiayaan yang membuat penis Mas Rudi mati total itu.


"Tapi Mas..,"


"Sudah sayang.., kamu nggak usah takut. Itu resiko kerja namanya," katanya lagi.


Pembicaraan kami akhirnya berhenti, dan kami berdua terlelap tidur. Seharian tadi memang aku sangat capek mengurus kios hanya dibantu Ijah, dan Mas Rudi pun kelihatan letih seharian bekerja.


"Sayang.., bangun sayang..," suara Mas Rudi membangunkan aku tengah malam.


"Tuh dengar.. Sepertinya ada yang masuk ke rumah," kata Mas Rudi saat aku membuka mataku. Benar saja, di ruang tamu rumah kami terdengar banyak langkah kaki dan suara berisik. Mas Rudi segera bangkit dan membuka pintu kamar.


Braakk!! pintu kamar terbuka sebelum dibuka Mas Rudi, daun pintu yang terdorong kencang malah membentur wajah Mas Rudi hingga ia terpental ke lantai.


"Jangan berteriak..!!," empat lelaki bersenjata api dan senjata tajam mendesak masuk ke kamar tidur kami sambil mengancam dan menodongkan senjata mereka. Aku sungguh takut malam itu, apalagi kulihat Mas Rudi pingsan akibat benturan pintu.


"Ha.. Ha.. Ha, sekarang kalian akan rasakan pembalasan bos kami ya..! Hei kamu pelacur, ayo kesini," lelaki yang bertubuh paling besar memanggilku kasar dan menarik tubuhku turun dari kasur.


"Sssiapa kalian.., apa salah kami?" aku mengiba.


Muka mereka tertutup stoking mirip perampok, kupikir kami memang sedang dirampok. Tapi setelah mereka menjelaskan bahwa kedatangannya adalah untuk menghajar Mas Rudi karena berita pejabat itu, aku baru sadar, kami sedang dalam bahaya. Astaga, mereka juga rupanya sudah meringkus Ijah, dan dibawa serta kekamar kami.


"Nyaahh, toloong Nyah.." Ijah dipegang erat dua lelaki lainnya, sementara yang dua mulai mengikat tubuh Mas Rudi ke sebuah kursi di kamar. Singkatnya malam itu kami bertiga diikat kaki dan tangan, tapi aku dan Ijah dibiarkan terikat di kasur sedangkan Mas Rudi diikat dalam posisi duduk menghadap kami di kursi.


"Hai kopral.. Ambil air, biar nih wartawan sok jago sadar," kata lelaki yang paling besar kepada yang lain.


"Oke komandan, segera laksanakan," dua lelaki langsung mengambil air, begitu kembali seember air langsung diguyur ke Mas Rudi.


"Hhhaahh.. Siapa kalian bangsaat..," Mas Rudi menghardik mereka ketika sadar. Tapi posisi yang terikat membuat Mas Rudi tak bisa berbuat banyak, apalagi setelah itu mulut Mas Rudi ditutup lakban. Mereka juga menutup mulutku dan Ijah dengan lakban pula.


"Heii sombong, kamu pikir bos kami begitu saja memaafkanmu dengan damai dua hari lalu? Tadinya kami ditugaskan gorok lehermu. Tapi.. (Lelaki itu memandang aku dan Ijah) Tidak. Kami akan lebih kejam dari itu.. Lihat saja bagaimana sebentar lagi kontol-kontol kami mengoyak-koyak pembantu dan istrimu yang cantik dan mulus itu," tangannya menuju arahku dan Ijah.


Setelah mengatakan akan memperkosa aku dan Ijah, keempat orang itu lalu saling bagi. Yang paling besar dan satu lagi yang agak tambun meraihku dan mengikatku kembali dalam posisi terlentang. Tangan dan kakiku diikat diujung-ujung ranjang. Sedangkan dua lelaki lain, yang jangkung dan yang botak meraih Ijah dan mengikatnya seperti posisiku dilantai kamar.


"Hmmpp..," Mas Rudi hanya bisa bersuara tersumbat dengan mata melotot ketika keempat lelaki itu membugili aku dan Ijah. Mata keempat lelaki itu memandangi tubuh polos kami berdua.


Aku sangat takut malam itu, sungguh aku takut. Kupikir aku dan Ijah akan jadi korban perkosaan brutal, terus terang aku jijik sekali melihat tampang mereka malam itu. Tapi dugaanku meleset. Si jangkung mendekat ke arah Ijah, sedangkan tiga lelaki lainnya duduk menonton dikursi dekat Mas Rudi berada.


"Tenang sayang.. Kamu pasti asyiik kubuat," jangkung mulai meraba-raba Ijah. Aku bisa melihat semuanya karena posisi Ijah tak terlalu jauh dari dipan tempat aku diikat.


Bibir si jangkung langsung mengisap isap susu Ijah.


"Ehgghh.. Mmmppffhh," ijah bersuara keras tersumbat, tapi nadanya protes.


Jangkung terus beraksi, malah hisapan dan rabaannya mulai turun dan akhirnya bermuara di vagina Ijah yang jelas terlihat karena diikat mengangkang. Awalnya Ijah terus mengeluarkan suara keras bernada protes. Tapi beberapa menit kemudian Ijah sepi, yang ada justru Ijah mendesis-desis menahan birahi.


"Mmmpphhff.. Eengghh..," tubuh ijah mengelinjang menahan geli saat lidah jangkung menyapu klitorisnya.


"Ha.. Ha.. Kenapa sayang.. Hah? Mulai enak ya," jangkung mengejek Ijah sambil melucuti pakaiannya sendiri sampai bugil juga.


Kini jangkung siap menyetubuhi pembantu kami itu. Penisnya yang lumayan besar sudah diletakkan persis dipintu masuk vagina Ijah. Ijah sudah birahi dengan mata sayu memandang jangkung, nafasnya pun terlihat memburu dari dadanya yang turun naik. Bleess.. Pleess.. Jlebb.. penis jangkung amblas total di vagina Ijah.


"Ngghh..," Ijah menggelinjang menerima penis jangkung.


"Ouhh eennakk sekali tempikmu sayang," jangkung nyerocos sambil menggenjot Ijah.


Bersambung...