"Mana anggota keluargamu yang lainnya?" aku bertanya ingin tahu.


"Mereka akan segera datang. Yoyok pergi ke toko perkakas untuk membeli peralatan mesin cuci yang rusak. Dia ingin membawa serta anak kami. 'Perjalanan ke toko perkakas yang pertama bersama ayah', kurasa yang dikatakannya padaku." dia tersenyum.


"Apa ayah mempermasalahkan saat pertama kalinya mengajak Yoyok ke toko perkakas?"


"Aku tak ingat," aku berkata dengan garing. Mirna mendekat padaku, dan menaruh tangannya melingkari leherku.


"Ini kesempatan ayah. Ayah boleh mendapatkanku jika ingin."


Mirna memandangku tepat di mata dan mengangkat tubuhnya dan menciumku panjang dan keras. Aku ingin mendorongnya, tapi aku tak tahu dimana aku harus menaruh tanganku. Aku tak mau menyentuh pinggang telanjang itu, dan jika aku menaruh tanganku di dadanya aku pasti akan menyentuh puting susunya. Saat aku terkejut dan bingung, aku temukan diriku menikmati ciumannya. Ini sudah terlalu lama, dan aku merasa telah lupa akan rasa lapar yang mulai tumbuh dalam diriku. Akhirnya aku menghentikan ciuman itu, mundur dan melepaskan tangannya dari leherku.


"Kita tak boleh melakukannya." aku mencoba menyampaikannya dengan lembut, tapi aku takut itu kedengaran seperti rajukan.


"Ya kita boleh."


Mirna kembali menaruh lengannya di leherku dan mendorong bibirku ke arahnya. Ada gairah yang lebih lagi di ciuman kali ini, dan akhirnya penerimaanku. Kali ini saat kami berhenti, ada sedikit kekurangan udara di antara kami berdua, dan aku semakin merasa sedikit bimbang. Mirna memandangku dengan binar di matanya dan sebuah senyuman di bibirnya.


"Ayah menginginkanku. Aku bisa merasakannya. Ayah tak mendapatkan wanita setahun belakangan ini, dan ayah tak mempunyai tempat untuk melampiaskannya. Dan aku menginginkan ayah. Jadi ambillah aku."


Pada sisi ini aku tak mampu berkomentar. Aku menginginkannya. Tapi aku tak dapat meniduri menantuku, bisakah aku? Tapi aku menginginkan dia. Aku merasa pertahananku melemah, dan saat Mirna menciumku lagi, aku jadi sedikit terkejut saat menyadari diriku membalas ciumannya dengan rakus.


"Mm. Itu lebih baik," katanya saat kami berhenti untuk mengambil nafas.


Mirna menarik tangannya dari leherku dan mulai melepaskan kancing celanaku saat menciumku kembali. Lalu dia mundur jadi dia bisa melihat saat dia melepaskan kancing jeansku, menurunkan resletingnya, dan merogoh ke dalam untuk mengeluarkan barangku. Aku terkejut saat melihat itu jadi tampak lebih besar di genggaman tangannya yang kecil. Itu sudah tak disentuh wanita selama setahun, dan bereaksi dengan cepat, menjadi keras dan cairan precumnya keluar saat dia mengocoknya dengan lembut. Mirna mundur dan duduk pada pantatnya. Saat kepalanya turun, dia menempatkan bibirnya di pangkal penisku yang basah.


"Aku rasa aku menyukai bentuknya," bisiknya.


Lalu kemudian dia membuka mulutnya dan dengan perlahan memasukkan penisku ke dalam mulutnya. Ke dalam dan lebih dalam lagi penisku masuk dalam mulutnya yang lembut, hangat dan basah, dan aku merasa berada di dalam vagina yang basah dan kenyal saat lidahnya menari di penisku. Akhirnya aku merasa telah berada sedalam yang kumampu, bibirnya menyentuh rambut kemaluanku dan kepala penisku berada entah di mana jauh di tenggorokannya.


Penisku tanpa terasa mengejang, dan pinggangku bergerak berlawanan arah dengannya, dan bersiap untuk menyetubuhi wajahnya. Tapi Mirna perlahan menjauhkan mulutnya dariku, menimbulkan suara seperti sedang mengemut permen. Saat dia bangkit untuk menciumku lagi, aku mengarahkan tanganku di antara pahanya. Aku gosok jeansnya dan dia menggeliat karenanya.


"Mm, itu nikmat," katanya.


"Tapi biar aku membuatnya jadi lebih mudah.", lanjutnya.


Mirna melepaskan kancing celananya dan menurunkan resletingnya, memperlihatkan celana dalam katunnya yang bergambar beruang kecil. Diturunkannya celananya dan melepaskannya dari tubuhnya. Kami melihat ke bawah pada area gelap dibawah sana dimana kewanitaannya bersembunyi, dan kemudian aku sentuh perutnya yang kencang dan terus menurunkan celana dalamnya.


Mirna mengerang dalam kenikmatan saat tanganku mencapai sasarannya dibalik celana dalamnya. Vaginanya serasa selembut pantat bayi, dan aku sadar kalau dia pasti telah mencukurnya sebelum kemari. Terasa basah dan licin oleh cairan kewanitaannya dan membuatku kagum bahwa itu tak menimbulkan bekas basah di luar jeansnya. Saat tanganku menyelinap ke balik bibir vaginanya dan menyentuh klitorisnya yang mengeras, dia memejamkan matanya dan menekan berlawanan arah dengan jariku.


Mirna menaruh salah satu tangannya di leherku dan mendorong kami untuk ciuman intensif berikutnya saat tangannya yang lain mengocok penisku dan tanganku terus bergerak dalam lubang basahnya. Saat kami berhenti untuk bernafas, Mirna mundur dan mengatakan sesuatu yang mengejutkan..


"Yoyok datang!"


Aku segera melepasnya dan menuju jendela. Ya, mobil Yoyok terlihat di jalan sedang menuju kemari. Mirna pasti melihatnya melewati bahuku saat kami saling mencumbui leher. Tiba-tiba perasaan bersalah datang menerkam karena hampir saja ketahuan. Aku tak percaya apa yang hampir saja kami lakukan. Dengan tergesa-gesa aku kenakan kemabali celanaku, tapi Mirna menghentikanku dan menangkap tanganku dan melanjutkan kocokannya.


"Hei, tidak boleh. Tak semudah itu ayah boleh mengakhirinya. Aku telah menunggu terlalu lama untuk ini."


"Tapi Yoyok hampir datang! Dia akan melihat kita!" Mirna mengeluarkan penisku dan berjalan ke arah meja dapur.


"Ini perjanjiannya," katanya.


"Aku tak akan mengadu pada Yoyok tentang apa yang baru saja kita lakukan kalau ayah dapat dapat mengeluarkan seluruh sperma ayah yang panas dalam vaginaku sebelum dia sampai kemari." Sambil berkata begitu, dia menurunkan celananya hingga lutut dan membungkuk di meja itu.


"Dia segera datang!" hampir saja aku teriak.


"Tidak." Mirna membentangkan kakinya sejauh celananya memungkinkan dan dia memandangku lewat bahunya.


"Dia harus menggendong bayi dan mengeluarkan semua barangnya. Biasanya dia memerlukan beberapa menit. Sekarang kemarilah dan setubuhi aku."


Mirna telah telanjang dari pinggang hingga kaki, dan dia memohon padaku agar segera memasukkan diriku dalam tubuhnya. Aku menatap dua lubang yang mengundang itu. Pantatnya begitu kencang dan aku tak terusik saat melihat lubang anusnya yang berkerut kemerahan, dan di bawahnya, bibir vaginanya yang merah, terlihat mengkilap basah. Kakinya tak sejenjang model, tapi lebih kecil dan terasa pas, dan aku membayangkan bercinta dengannya beberapa jam. Tanggannya bergerak ke belakang di antara pahanya dan menempatkan tangannya pada vaginanya. Dengan dua jarinya dilebarkannya bibir vaginanya hingga terbuka, dan aku dapat melihat lubang merah mudanya mengundang penisku agar segera masuk.


"Ayo," katanya.


"Ambil aku."


Aku tak tahu apa dia sedang bercanda saat mengatakannya. Yoyok atau bukan, rangsangan ini lebih dari cukup untuk mereguk birahinya. Aku melangkah ke belakang menantuku dan menempatkan penisku di kewanitaannya. Saat aku mendorong penisku melewati lubang surganya yang sempit, aku dapat merasakan jari Mirna menahannya agar tetap terbuka, dan dia melenguh saat aku memegang pinggangnya dan memasukkan penisku padanya.


Mirna telah sangat basah hingga aku dengan mudah melewati vagina mudanya yang sempit. Aku mulai mengayunkan barangku di dalamnya, sebagian didorong oleh nafsu akan tubuh menggairahkannya dan sebagian oleh rasa takut jika Yoyok memergoki kami. Mirna mengerang, dan aku dapat merasakan jarinya menggosok kelentit dan bibir vaginanya sendiri. Nafasnya mulai tersengal, dan setelah beberapa goyangan dariku, dia segera orgasme. Suara rengekan pelan keluar dari bibirnya saat dia mencengkeram pinggiran meja dengan kuat, dan letupan orgasmenya menggoncang kami berdua saat aku menghentaknya.


Itu cukup untuk menghantarku. Aku tak berhubungan dengan wanita dalam setahun ini, dan aku belum pernah mendapatkan yang sepanas Mirna. Aku menahan nafas dan mendorong seluruh kelaki-lakianku ke dalam dirinya. Kami mematung, dan kemudian spermaku menyemprot dengan hebat jauh di dalamnya. Serasa aku telah mengguyurnya dengan sperma yang panas. Dia mengerang dalam nikmat, menggetarkan pantatnya di seputar penisku saat aku mengosongkan persediaan benihku. Dia melemah seiring dengan habisnya spermaku, dan kami akhirnya berhenti bergerak, kecuali untuk mengambil nafas.


Takut Yoyok akan datang sebelum kami sempat melepaskan diri, aku keluarkan diriku darinya dengan bunyi plop yang basah, lalu mundur menjauh dan mengenakan celanaku. Mirna masih tetap berbaring tertelungkup di atas meja merasakan kehangatan sperma, pantat telanjangnya masih tetap memanggilku. Aku lihat spermaku dan cairannya mulai meleleh keluar dari vaginanya. Aku palingkan muka dan melihat Yoyok hampir sampai di pintu belakang, bayi di tangan yang satu dan belanjaan di tangan lainnya. Aku berbalik dan memohon pada Mirna.


"Ayolah!" kataku.


"Kamu telah dapatkan keinginanmu. Dia hampir sampai kemari."


Mirna bangkit, tatapan matanya masih kelihatan linglung. Dia bergerak ke depanku, menjadikanku sebagai penghalang dari pandangan suaminya saat dia dengan tergesa-gesa memakai celananya.


"Apa kalian sudah siap untuk pertandingannya?" tanya Yoyok sambil membuka pintu.


"Ya," aku menjawab dari balik punggungku saat aku diam untuk menghalangi Mirna yang menaikkan resletingnya. Setelah dia selesai, aku segera berbalik untuk menyambut Yoyok.


"Ini," katanya, menyodorkan bayinya padaku dan meletakkan belanjaannya di atas meja dapur.


"Urus ini, aku akan mengambil popok bayi."


Yoyok melangkah ke pintu yang masih terbuka, dan aku menghampiri Mirna. Dia masih terlihat sedikit linglung.


"Tadi hampir saja," kataku.


"Mari, biar aku yang menggendongnya."


Aku berikan bayinya. Mirna memberiku pemandangan seraut wajah dari seorang wanita yang puas sehabis bercinta, dan memberiku ciuman yang basah.


"Masih ada satu hal lagi yang harus kuketahui," katanya.


"Apa itu?"


"Kalau aku ingin lagi, bisakah aku mendapatkannya besok?"


Dan dia melenggang begitu saja tanpa menunggu jawabanku yang hanya melongo bengong. Dia yakin kalau aku akan bersedia..


TAMAT